Haruta disini~ Ini adalah karya pertamaku di pairing SaIno. Jadi, kepada para penghuni pairing ini, salam kenal untuk kalian semua~ Tidak perlu banyak basa-basi, kepada pembaca yang melihat fanfic ini, kuucapkan selamat membaca~ Bertemu denganku di bawah~

Oh ya, informasi sebelum membaca kisah ini, Ini adalah kisah setelah fic-ku yang berjudul "My Baby Blue : Second Life" tamat.

Kalau diurutkan jadi seperti ini..

"My Baby Blue : Second Life" - "Love Me More Than Painting"

Jadi apabila ada bagian yang tidak dimengerti, itu karena kisah sebelumnya ada di fic "My Baby Blue : Second Life" jadi, bagi pembaca yang penasaran dengan kisah SaIno sebelumnya, silahkan dibaca~ Tapi kalau tidak, langsung terobos membaca fic ini juga boleh~

Baiklah, sekian info dariku. Selamat membaca~

::

::

::

::

::

"Sai." panggil Ino menatap ke arah Sai yang asyik melukis. Saat ini Ino sedang menemani Sai yang melukis taman sekolah, tentu saja ini waktu istirahat.

"Ada apa?" tanya Sai menghentikan aktivitas melukisnya.

"Hinata sudah punya Naruto, Sakura sudah menjadi milik Sasuke. Aku jadi kesepian." menyandarkan dagu pada lututnya, Ino menatap bosan.

Sejak Sakura dan Sasuke menjadi sepasang kekasih, Ino benar-benar menjadi sering sendiri. Makanya Ino lebih sering mendatangi Sai dan menemani Sai yang akan melukis. Oleh sebab itu, hubungan Ino dengan Sai menjadi semakin dekat.

"Begitukah?" mengetahui alasan mengapa Ino memanggilnya, Sai pun kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Iya. Apa kamu tidak mengerti apa yang kurasakan sekarang?" tanya Ino. Kenapa orang yang disukainya cueknya samanya seperti Sasuke sih? Ya walaupun Sai tidak secuek Sasuke.

"Aku tahu." menatap Ino, Sai tersenyum tipis. Ino pun terkejut karena hal itu, tiba-tiba saja Sai menatapnya dan memberikannya senyuman. Kemudian, Sai pun melakukan aktivitasnya kembali.

"Kalau kamu mengerti, bisakah kamu berhenti melukis? Sebentar saja." seru Ino lagi. Sebenarnya Ino merasa bosan karena perhatian Sai tertuju pada lukisannya terus. Sepertinya, melukis adalah hal yang sangat berarti bagi Sai.

"Tidak bisa."

Mendengar kata-kata Sai, Ino kembali cemberut. "Kau sangat suka melukis ya?" tidak dapat berbuat apa-apa, Ino pun hanya kembali menatap Sai dan bergantian melihat lukisan Sai yang setiap saat dapat berubah.

"Ya, aku sangat suka."

"Hum.." kembali menopang dagunya, Ino hanya merenung. Sai sangat menyukai aktivitas melukisnya, bahkan kalau tidak diajak bicara, Sai akan terus terbenam dengan lukisannya. Kalau seperti ini, Ino harus berjuang lebih supaya kesukaan Sai melukis bisa beralih. Beralih menatap Ino yang selalu berada dekat dengannya. Dekat dengannya supaya keberadaannya disadari.

"Apa kau bisa menyukai hal lain melebihi melukis?" dikala mengetahui Sai sangat menyukai melukis melebihi yang lainnya, Ino sempat turun semangat. Bisa saja Sai akan lebih memilih melukis dibandingkan orang yang disukainya. Tapi dikala melihat perjuangan Hinata dan Sakura untuk mendapatkan cintanya, Ino tidak ingin kalah.

"Bisa, asal aku menganggapnya lebih indah dibandingkan dengan lukisanku." menutup buku sketsanya, Sai kembali menatap Ino. "Memangnya kenapa kamu menanyakan hal ini? Adakah yang kau inginkan dariku?" tanyanya. Sejak awal Ino menanyakan hal itu, Sai sudah mengira-ngira pasti ada yang diinginkan oleh Ino. Sejak awal mengenalnya, Sai sudah dapat menebak bagaimana kepribadian Ino.

"Aku ingin perasaanmu.."

"Ha?"

"Aku ingin kamu menyukaiku melebihi lukisanmu."

"Ino? Kenapa tiba-tiba.."

"Aku menyukaimu sejak pertama kali bertemu." Ino menatap lurus mata Sai. Dengan menatapnya, akankah Sai mengerti akan perasaannya?

"Ino.. Maaf. Untuk saat ini, aku tidak bisa."

Terkejut, Ino terkejut. Ini berarti, sama saja dengan penolakan 'kan? "Begitu?" Ino tersenyum. Sedikit sakit, tapi, tidak mungkin hanya karena seperti ini, Ino akan menyerah. Mungkin keputusannya untuk menyatakan perasaannya salah, bukan sekaranglah waktu yang tepat.

"Kalau kamu menganggapku lebih indah dibandingkan lukisanmu, bisakah kamu menyukaiku?" tidak ingin berhenti berharap, Ino hanya ingin membuat dirinya semangat. Selama bersama dengan Sai, Sai selalu mendengarkan ceritanya. Bahkan disaat harus memilih antara Ino dengan gadis lainnya untuk bersama, Sai lebih memilih bersama dengan Ino, atau lebih tepatnya Sai memilih untuk melukis dan karena Ino selalu tenang, oleh sebab itu Sai memilih Ino.

"Tidak menutup kemungkinan kamu akan menyukaiku 'kan?" tanya Ino sekali lagi. Sai belum benar-benar mengatakan tidak, jadi Ino tidak ingin menyerah begitu saja.

"Perasaan itu tidak ada yang dapat menebaknya, jadi lihat nanti bagaimana dia akan bertumbuh." seru Sai menjawab. Tapi memang aneh, menerima pernyataan cinta dari seorang gadis dan menolaknya, masih saja mereka dapat berbicara dengan wajar.

"Begitu.. Aku menyatakan perasaanku kepadamu, bagaimana tanggapanmu?" tanya Ino lagi. Ino sempat terkejut karena Sai seperti sudah terbiasa menolak pernyataan cinta dari seorang gadis, apalagi setelahnya Sai seperti menganggap pernyataan cinta itu tidak pernah ada.

"Aku terkejut, tapi aku tidak bisa menerimamu untuk saat ini." kembali membuka buku sketsa dan melanjutkan aktivitasnya, Sai membuat Ino bingung.

Tidak bisa menerima dirinya sekarang? Itu.. Maksudnya apa? "Walaupun begitu, aku masih boleh menemani Sai melukis 'kan?" tanya Ino memohon pada Sai. Walaupun ditolak, Ino tetap ingin bersama dengan Sai. Perasaan seperti itu akan tumbuh dikala kebersamaan 'kan?

"Iya."

Melihat pergerakan tangan Sai, Ino terpana. Pergerakan tangan yang indah dan halus, "Sampai aku dapat membuatmu menyukaiku, tidak apa 'kan aku menemanimu?" kembali bertanya, Ino takut Sai akan terganggu akan keberadaannya.

"Tidak masalah, asal kamu tidak menggangguku melukis."

Ino kembali cemberut. "Kalau begitu, aku pasti akan membuatmu menyukaiku melebihi lukisanmu." bangkit dari duduknya, Ino pun menunjuk Sai. Beberapa saat kemudian, Ino pun meninggalkan Sai.

"Membuatku menyukainya dibandingkan lukisanku? Selama ini tidak ada yang dapat membuatku memalingkan pandangan dari lukisan. Tapi yah, aku hanya dapat berkata berjuanglah." menutup buku sketsanya kembali, Sai berdiri dari duduknya. Sudah waktunya bagi dirinya untuk kembali ke kelas.

"Berjuanglah Ino. Buatlah aku mengerti, seperti apa perasaanmu padaku."

Love Me More Than Painting

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto-sensei

Love Me More Than Painting © Haruta

Pairing : Sai & Yamanaka Ino

Genre : Romance

Rated : Teen

::

::

"Apa? Kamu sudah menyatakan perasaanmu?" Sakura dan Hinata terkejut. Tapi yang berteriak sambil berkomentar seperti itu adalah Sakura.

"Lalu apa yang terjadi setelahnya Ino-chan?" tanya Hinata. Ino menyatakan perasaannya, itu berarti ada dua kemungkinan. Ditolak ataupun diterima, tidak ada pilihan lain selain itu.

"Kalau secara garis besarnya aku ditolak. Tapi, aku masih diperbolehkan berjuang olehnya." Ino tersenyum. Sai belum berkata tidak, bahkan Sai berkata kemungkinan untuk menyukai Ino itu ada. Jadi, Ino tidak ingin menyerah.

"Ditolak tapi masih diperbolehkan berjuang? Apa maksudnya?" tanya Sakura tidak mengerti. Kebanyakan orang kalau sudah ditolak ya itu berarti akhir 'kan? Tapi, apa maksudnya berjuang kembali?

"Ya.. Seperti yang pernah kujanjikan pada Hinata dulu, aku pasti akan mendapatkan cinta ku 'kan?" Ino mengedipkan sebelah matanya pada Hinata, ini bukan pengakhiran, melainkan awal memperjuangkan cintanya.

Hinata mengangguk. Mengingat pesan yang dulu dikirimkan oleh Ino, jika Ino sudah berkata demikian, pasti hal itu akan dilakukan olehnya. "Pasti Ino-chan bisa." seru Hinata kemudian. Ino adalah orang yang selalu berjuang, itu menurut Hinata. Sudah pasti kalau berjuang, apa yang diinginkan pasti akan tercapai 'kan?

"Tentu saja!" Ino mejulurkan tangan peace-nya pada Hinata. "Soalnya dia berkata dia kemungkinan bisa menyukaiku!" dengan semangatnya Ino berkata. Kalau patah semangat sekarang, sama saja Ino tidak bisa berjuang.

"Yah.. Perasaan memang tidak dapat dimengerti sih." Sakura menyandarkan kepalanya, menatap Sasuke sementara.

Menyadari ada yang memerhatikannya, Sasuke pun hanya tersenyum dikala tahu siapa yang memperhatikannya. Sedangkan Sakura, ia kembali menatap temannya dengan wajah malu. "Enak ya jadi Sakura, kisah cintanya manis." seru Ino menopang dagunya. "Pake acara malu karena diberi senyum oleh dia lagi." seru Ino kemudian menatap Sakura bosan.

"Apaan sih!" sedangkan Sakura hanya malu menanggapi kata-kata dari Ino.

"Hinata juga enak, Naruto itu bodoh tapi sifatnya manis." seru Ino menatap Hinata. Ino juga ingin mempunyai kisah cinta manis seperti kedua sahabatnya ini. Ino selalu menunggu gilirannya, kapan waktunya Ino dapat merasakan hal seperti itu ya?

"Hinata," menyadari ada yang memanggilnya, Hinata pun menengokan kepalanya.

"Ada apa Naruto-kun?" tanya Hinata kemudian.

"Tadi Sakura, sekarang Hinata.. Uh.. Kalian serempak mau membuatku iri ya?" Ino menggerutu sendiri. Kesal, sedikit sih. Tapi ia juga senang kalau sahabatnya senang.

"Dia kenapa?" Naruto yang tidak mengerti pun bertanya pada Sakura. Sakura pun hanya mengangkat bahunya menjawab pertanyaan Naruto.

"Oh ya Hinata, tahun ini, biarkan aku menemanimu saat natal ya?" dengan malu Naruto mengajak Hinata. Hinata pun mengangguk sambil tersenyum setelahnya.

"Sudah buat janji padahal masih sebulan lagi?" Ino menatap Naruto tidak mengerti. Berarti waktu Hinata untuk malam natal sudah dipesan duluan dong?

"Ya, soalnya ada berbagai macam hal yang harus kepertimbangkan." seru Naruto kemudian. "Ya sudah ya, ada yang harus kulakukan." ucapnya dan pergi menghilang.

"Enak ya. Hah~" Ino kembali mengeluh dan menghela napas setelahnya. Sudah waktunya dimana ia benar-benar harus berjuang dengan sekuat tenaga. "Saat natal nanti, akan kubuat dia menyatakan perasaannya padaku. Itu pasti." Ino menatap lurus dengan keyakinan yang penuh.

Saat natal adalah saat dimana benih-benih romantis selain valentine tumbuh. Jadi, Ino tidak ingin melewati saat-saat bagus. Waktu yang tersisa sampai natal tiba adalah sebulan lagi, jadi, Ino juga harus segera menyiapkan hati.

"Satu bulan. Tak kusangka batas waktunya panjang." Sakura menyilangkan tangannya. Sakura kira Ino akan berkata bahwa ia dapat membuat Sai menyukainya dalam jangka waktu dekat. Tapi tahunya, waktu yang ditentukan malah jauh dari yang diperkirakan.

"Yah.. Karena ini masalah perasaan, aku tidak boleh terburu-buru."

::

::

"Sai, aku menyukaimu."

"Ya, aku tahu."

"Uh.." Ino memanyunkan bibirnya karena Sai tidak bereaksi apapun. Kalau ada yang mengungkapkan perasaannya, seharusnya diberikan reaksi terkejut ataupun senyuman. Tapi, ini tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Ino.

"Ino.." menatap ke arah Ino, Sai membuat Ino terkejut. Tiba-tiba ditatap seperti itu, siapa yang tidak akan terkejut? Apalagi diselingi dengan suara panggilan yang terdengar.. Ya, seperti itu.

"Ke.. Kenapa?" tanya Ino kaku. Benar-benar deh, kalau seseorang yang disukai melakukan hal yang tidak biasa, kenapa malah jadi malu sendiri?

"Selama disini, aku menyadari suatu hal." seru Sai dan membuat Ino penasaran. Menyadari sesuatu itu, apa jangan-jangan Sai menyadari perasaannya pada Ino?

Dengan perlahan, Ino pun menengok ke arah Sai secara malu-malu. "Disini tidak ada bunga tulip ya?" mendengar perkataan Sai, wajah malu-malu Ino pun langsung berubah menjadi wajah datar.

Ino pun kembali menatap lurus ke depan. "Ya.. Belum ada pengembara yang membawa bibitnya." seru Ino kemudian menjawab pertanyaan Sai. "Memangnya kenapa?" tanya Ino lagi. Tidak biasanya laki-laki menanyakan soal bunga.

"Aku ingin melukisnya." jawab Sai. "Jadi, tidak ada ya?" seru Sai kemudian. "Sayang sekali kalau begitu." seru Sai dan mengeluarkan ponselnya. Mengetikkan sesuatu, dan itu membuat Ino penasaran. Tapi tidak mungkin Ino menanyakannya karena itu urusan pribadi Sai.

"Kalau begitu sampai sini ya Ino, sampai jumpa." Ino melambaikan tangannya perlahan. Dikala Sai sudah tidak terlihat, Ino menurunkan lambaiannya.

Menatap lurus jalan yang kosong, senyum Ino menghilang. "Bagaimana cara membuatnya mengerti ya..?" berbalik, Ino pun kembali berjalan menuju rumahnya.

::

::

"Ini.." Ino terkejut karena tiba-tiba Sai mengulurkan tangannya dengan memegang sebungkus plastik hitam ditangannya.

"Apa ini?" tanya Ino tidak mengerti. Mengulurkannya pada Ino, bukankah itu seperti memberikan barang yang ada di tangan Sai kepada Ino?

"Ini bibit." mendengar kata-kata Sai, Ino kembali bingung. Bibit apa yang dimaksud oleh Sai. "Bibit bunga tulip, tanamlah dan jika sudah mekar tunjukan padaku." Ino termenung mendengar kata-kata Sai. Sai sengaja memberinya bibit tulip setelah mendengar kata-kata Ino kemarin?

"Halo..?" Sai mengayun-ayunkan tangannya di depan wajah Ino karena Ino tidak bereaksi apapun. Padahal Sai sudah memberikannya sebuah benda yang baru pertama kali ada di kota itu.

"Ah maaf." menerima bibit yang diberikan Sai, Ino pun tersenyum. "Terima kasih." seru Ino kemudian.

"Jadi, kau mendengar apa yang sebelumnya kukatakan?" tanya Sai. Ino sempat melamun, bisa saja apa yang dikatakan oleh Sai tidak didengar oleh Ino.

"Tanam dan tunjukkan padamu jika sudah tumbuh." jawab Ino detail. Tidak mungkin Ino tidak mendengarkan kata-kata Sai, Ino selalu mendengarkan apa yang diucapkan oleh Sai.

"Bagus, jadi kalau sudah tumbuh aku akan melukisnya." seruan Sai membuat Ino menatapnya. "Kenapa..?" tanya Sai. Sai bingung kenapa Ino menatapnya seperti itu.

"Kau tahu aku menyukaimu 'kan?" tanya Ino. Sudah sering Ino mengatakan hal itu. Bahkan sampai Sai sedikit merasa bosan karena terus-terusan mendengar kata-kata tersebut.

"Aku tahu.." jawab Sai datar. Melihat Sai yang menjawab datar itu membuat Ino khawatir. Jangan-jangan Sai mulai terganggu karena Ino selalu mengatakannya..

"Maaf." Ino pun meminta maaf. Maaf kalau Ino mengganggu Sai. Maaf kalau Ino membuat Sai merasa tidak enak. Maaf apabila kehadiran Ino disisi Sai malah merepotkan Sai. Maaf..

"Kamu tidak menggangguku kok." Ino menatap Sai. "Jangan berpikiran bahwa aku tidak menyukai keberadaanmu disisiku." mendengar kalimat itu, Ino tersenyum kembali. Jadi, Ino masih boleh berada di sisi Sai 'kan?

"Aku ingin menanamnya di musim dingin." Ino berkata bahwa tulip tersebut akan mulai ditanamnya saat bulan Desember. Mendengar hal itu Sai tidak mengerti. Kenapa Ino ingin menanamnya di musim yang sangat dingin untuk tanaman bertahan hidup?

"Karena Hinata pernah mengatakan padaku. Bunga tulip, dia bisa hidup di cuaca dingin sekalipun. Aku ingin membuktikannya." seruan Ino membuat Sai mengangguk. Tidak masalah, makin cepat ditanam, makin bagus. Asal disimpan dengan baik bibitnya selama lima hari lagi, maka saat musim itu bibit tersebut akan mulai berkembang.

"Tidak masalah. Melukis bunga tulip di tengah salju juga indah kok." Sai tersenyum simpul. Sai menghargai keputusan Ino. Karena Sai yang meminta Ino untuk merawat bunga itu, maka Sai tidak boleh memaksakan.

"Jadi, kalau sudah tumbuh, itu berarti bunga tulip pertama di kota ini." seru Ino lagi. "Tapi.. Untuk apa repot-repot sampai membawakan bibit ini?" tanya Ino kemudian. Ino berpikir jangan-jangan saat Sai mengetikkan sms kemarin, kemungkinan besar Sai mengirimkan pesan pada orangtuanya untuk membawakan bibit tulip.

"'Kan sudah kukatakan, aku ingin melukisnya." Ino mengangguk dengan yakin. Kali ini Ino tidak mau bingung lagi. Ia akan merawat dengan baik nyawa sebuah bunga yang dititipkan olehnya.

"Akan kurawat. Iya, sudah pasti." seru Ino tersenyum. Ino memeluk bibit itu erat. Rasanya senang sekali diberikan kepercayaan oleh Sai.

"Tapi jangan lupa, sebentar lagi ujian lho."

Mendengar ucapan Sai, Ino kembali ke dunia nyata. Ujian, ujian, ujian, dikepalanya muncul berulang kali kalimat itu. "Ujian.." Ino menerawang ke depan. "Aku lupa mempersiapkan diri!" yah.. Akan jadi ujian yang seperti apa ya?

::

::

"Argh! Kalau aku mempersiapkan diri lebih cepat pasti tidak akan repot begini!" memainkan bolpoin dan tangannya, kali ini Ino sedang sangat kesulitan! Mengingat bahwa lima hari lagi akan diadakan ujian akhir, Ino jadi kaku.

Seharusnya dari dua minggu lalu Ino sudah belajar dengan giat. Tapi ini, lima hari sebelum ujian, Ino baru mulai belajar. Jika begini, bisa-bisa nilai Ino akan menurun dan menurunnya dapat dikatakan drastis!

"Kenapa aku bisa lupa sih?" menusuk-nusuk bolpoinnya diatas kertas, Ino sedikit menitikkan air mata. "Di sekolah tidak diingatkan lagi sih ya." menyandarkan kepalanya malas di atas meja, Ino hanya meratapi dirinya.

"Ah.. Andai saja ada yang mau menemaniku belajar. Hinata harus menemani Naruto belajar, sedangkan Sakura menambah ilmu dengan Sasuke. Lalu, aku bagaimana?" kembali merengek pada dirinya sendiri, Ino hanya meratapi dirinya.

"Tapi saat ujian aku juga harus menanam bibit itu. Habisnya, musim dingin sudah dekat sih." kembali mengangkat kepalanya, Ino mengambil ponselnya. "Kira-kira apa Sai mau membantuku ya?" mengirim pesan pada Sai, Ino pun menunggu jawabannya.

Jika Sai setuju, Ino akan sangat bahagia karena bisa memiliki waktu yang lebih banyak bersama Sai selama lima hari. Tapi jika Sai menolaknya, mungkin akan menjadi kebalikannya karena Sai orang yang serius dalam hal pembelajaran.

"Hah.. Semoga saja Sai mau membantuku." kembali menyandarkan wajahnya, Ino menutup matanya. Menenangkan dirinya akan berbagai macam pemikiran yang melandanya, Ino hanya terdiam.

Trurut..

Mendengar suara di ponselnya, Ino pun segera bangun. Dengan wajah senyum, Ino membuka ponselnya. "Apaan ini? Sai meneleponku? Kenapa tidak balas pesan saja? Kyaaa!" karena mendapat telepon dari Sai, Ino pun kegirangan sendiri. Padahal Ino tidak berharap banyak akan ditelepon oleh Sai, tapi hal ini sungguh membuatnya bahagia.

Ino menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak baik membiarkan Sai menunggu Ino mengangkat teleponnya terlalu lama. Dengan perasaan berdebar, Ino pun menekan tombol terima pada ponselnya. "Ha.. Halo." seru Ino kemudian. Ino sangat gugup karena Sai jarang menelepon Ino. Jadi sekalinya Sai menelepon, yah.. Rasanya sungguh menyenangkan.

'Halo Ino, soal pesanmu barusan, kalau mau kau bisa belajar bersamaku. Besok setelah pulang sekolah di perpustakaan kota saja ya.'

"I.. Iya!" mendengar penuturan dari Sai, Ino merasa semakin bahagia. "Iya, aku mau! Terima kasih Sai!" kemudian, Ino pun menutup teleponnya. Bagaikan anak kecil, Ino berjingkrak karena saking senangnya.

"Ah~ Jadi tidak sabar besok." merebahkan dirinya di kasur, menatap langit-langit kamarnya, Ino diam sementara. Kemudian..

"E-mail I-kun ah.." kembali mengambil ponselnya, Ino berniat meng-e-mail I-kun. I-kun adalah teman e-mail rahasia yang didapatkan oleh Ino saat acara valentine sekolah. Karena menerbangkan lampion, beberapa saat kemudian Ino mendapatkan teman baru. Yah walaupun Ino tidak begitu kenal dengan wujudnya, tapi yang Ino tahu I-kun itu tinggal di Suna dan umurnya sama dengan dirinya.

Selama ini Ino hanya bercerita mengenai kejadian sehari-harinya pada I-kun. Jadi selain bercerita, Ino tidak mengertahui hal lain tentang I-kun yang menyangkut hal-hal pribadi seperti tanggal ulang tahun ataupun mempunyai saudara atau tidak. Karena selain tidak berani, Ino juga takut kalau dianggap tidak sopan karena terlalu ingin mengetahui mengenai suatu hal tentang seseorang.

Tapi, yang diharapkan oleh Ino sekarang adalah "Semoga saja I-kun cepat membalas e-mailku." yah.. Begitulah.

::

::

Trutut..

"Hem?" menghentikan aktivitas belajarnya, Sai menatap ponselnya. Baru saja dirinya menelpon Ino, tetapi sudah masuk e-mail di ponselnya.

"Siapa ya? Biasanya tidak ada yang mengirim e-mail malam-malam begini. Atau jangan-jangan Ino? Tapi aku tak pernah memberitahunya e-mailku." mengambil ponselnya, Sai pun membaca e-mail tersebut.

"Oh. Dari I-chan ya." sedikit tersenyum, Sai merasa geli karena mengingat nama panggilan masing-masing. I-chan adalah orang yang dia peringati dahulu karena sembarangan menyebarkan alamat e-mailnya menggunakan lampion.

Tapi tak disangka ternyata sekarang dirinya berteman dengan I-chan dan terkadang selalu mendengar kisah I-chan melalui e-mail. "Sebaiknya kubaca e-mailnya dahulu." berhenti bernostalgia, Sai pun membuka e-mail tersebut.

/

From : YamaIxxxx

Subject : Ujian

I-kun, sebentar lagi di kota tempatku tinggal akan diadakan ujian, apa di Suna juga sedang masa ujian?

/

"Ujian ya. Saat ini aku sedang belajar. Kujawab begitu saja. Tapi, memangnya I-chan belum tahu kalau aku sudah pindah kota ya?" memainkan penanya, Sai mengayunkannya pelan. Mengetikkan balasan untuk I-chan, mengirimnya, dan kembali fokus akan pembelajaran yang sedang dilakukan olehnya.

Sepuluh detik berlalu, Sai terkejut karena dalam waktu singkat sudah ada dering di ponselnya. Sai pun menghela napas, tidak mengherankan hal tersebut. Selama kenal dengan I-chan, dia tahu kalau I-chan itu teknik mengetiknya luar biasa kilat. Yah jadi baru sebentar membalas, sudah ada balasan darinya.

"Haha.. I-chan sih ya." membuka ponselnya, rasanya Sai mulai merasakan sesuatu. Kalau belajar diselingi dengan melakukan hal seperti itu, keinginan untuk belajar pun menjadi hilang.

"Kulanjutkan besok saja." menutup bukunya, Sai pun menghentikan aktivitasnya. Kemudian, ia membaca e-mail dari I-chan sambil berpikir kira-kira tanggapan apa yang akan diberikan olehnya.

/

From : YamaIxxxx

Subject : Benarkah?

Kalau begitu selamat belajar I-kun. Maaf apabila diriku mengganggu..

I-kun pindah kota? Kemana? Memangnya sejak kapan? Kok aku tidak tahu?"

/

"Haha, banyak sekali pertanyaannya." tertawa pelan, Sai benar-benar sedikit terhibur. "Kira-kira kubalas dari yang mana dulu ya." dengan begitu, kegiatan Sai pada hari ini pun terhabiskan hanya untuk menemani I-chan ber-e-mail ria.

"Yah mungkin seperti ini saja."

::

::

Trurut..

"Ah! Balasan dari I-kun tiba." meletakan minumnya, Ino kembali menyambar ponselnya. "Kalau punya teman e-mail memang enak ya." seru Ino kegirangan. Untung saja I-kun mau menemaninya sehingga kebosanannya bisa berkurang.

Ingin mengirim pesan pada Hinata dan Sakura, Ino takut mengganggu. Karena Ino tahu bahwa Hinata dan Sakura tidak terlalu suka melakukan hal itu, makanya Ino tahan. Tapi untungnya, semuanya sudah berlalu.

Membaca e-mail tersebut, Ino sedikit berpikir. "Sudah lama? Sejak musim semi lalu?" mengingatkan dirinya akan Sai, Ino kembali membaca e-mail tersebut.

/

From : SuSaxxxxx

Subject : -

Aku belum memberitahu I-chan ya? Aku pindah sejak musim semi lalu. Ke kota yang tidak ada bunga tulipnya. Belum lama ini aku memberikan bibit bunga tulip pada seorang gadis, yah kuharap bunga itu dapat tumbuh di kota tempatku sekarang karena aku ingin melukisnya.

/

"Kota yang tidak ada bunga tulipnya? Ko.. Noha 'kan?" ini benar-benar sedikit menguras pemikiran Ino. Apalagi kalimat di bawahnya.

'Belum lama ini aku memberikan bibit bunga tulip pada seorang gadis, yah kuharap bunga itu dapat tumbuh di kota tempatku sekarang karena aku ingin melukisnya.'

"Jangan-jangan.. I-kun itu.. Sai?"

Sepertinya, sebuah hubungan rahasia yang sudah ditakdirkan akan menunjukkan kebenarannya.

To Be Continue

(Ch. 1, end)

Akhirnya chapter satu pun telah berakhir~ Chapter dua adalah akhir kisah~ Jadi aku akan sangat senang jika para pembaca membacanya sampai akhir~ Baiklah, sampai jumpa di chapter terakhir~

::

Haruta Hajime

Love Me More Than Painting ch. 1

Sabtu, 20 Juni 2015