"Akashi-kun!"

Mata heterochrom-nya terbelalak –terlalu terkejut akan apa yang dilihatnya.

"T…Tetsuya, apakah itu kau?" -mendadak air mata-nya tumpah, berjatuhan—

Pria itu, yang ternyata berambut Scarlet, berjalan tertatih-tatih. Nampaknya, dia hendak menjangkau pemuda lain di depan-nya.


Kuroko No Basuke

© Tadatoshi Fujimaki

Remorse

written by Singing RIB

.

Ter-untuk siucchi dan para Akakuro shipper

.

.

.

.

.

Di salah satu mansion megah di Nagoya, seorang pemuda berperawakan kurus nan langsing yang enak dipeluk siapapun duduk didekat jendela kamarnya. Mata biru-nya -yang ternyata senada dengan rambutnya- menerawang sendu, menatap langit di kegelapan malam. Saat itu musim salju dan ia tampak menunggu seseorang. Hari demi hari bahkan berbulan-bulan hingga musim berganti, lagi, dia akan melakukan hal yang sama.

Kuroko Tetsuya. 15 tahun. Yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal saat umurnya beranjak tiga belas tahun. Tepat didepan mata-nya, dia melihat mobil kedua orang tuanya terlindas, tergencet truk ditrotoar. Saat itu tawanya hilang, berganti dengan ekspresi datar. "seandainya aku tidak turun, seandainya aku tidak meminta tou-san dan kaa-san untuk mengantarkanku ke …" gumamnya lirih.

Tak ada yang tak mengenal Kuroko Tetsuna dan Kuroko Kabuki, dua pengusaha sukses dan kaya raya. Mereka tinggal di mansion megah dan luas di kota Nagoya bersama dengan anak mereka, Kuroko Tetsuya. Para tetangga atau bahkan penduduk disana sangat menghormati keluarga Kuroko. Sebagai pengusaha, sudah pasti keduanya sangat sibuk. Meskipun sibuk, baik Tetsuna maupun Kabuki selalu memiliki waktu untuk Tetsuya. Tetsuya kecil hidup sangat bahagia.

Tapi tidak sekarang…

"Tetsuya-sama, anda harus makan. Saya tidak ingin anda sakit. Tolonglah Tetsuya-sama.. Saya mohon".

Tetsuya menatap maid-nya, terdiam, tak ada satu patah kata pun terucap dari mulutnya. Tiga menit telah berlalu hingga tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya, tertawa, keras bahkan terbahak-bahak.

"Lucu sekali kau. Aida-san, bukankah sudah kubilang untuk tidak masuk kekamarku? Aku bahkan telah mengunci pintu kamar agar kau tidak mengganggu. Menduplikat kunci kamar tanpa seijinku? memalukan sekali perbuatanmu!"

"Tapi saya terpaksa melakukan ini. Tetsuya, sadarlah. Kau tidak boleh hidup terus-terusan seperti ini. Kuroko Tetsuna-sama dan Kuroko Kabuki-sama pasti akan sedih melihat keadaanmu sekarang. Lihatlah dirimu, kau hampir seperti tengkorak," balas maid -bertag nama Riko Aida- sedikit menyindir.

"…"

"Tak akan kubiarkan kau seperti ini. Kau adalah tuan-ku, kita bahkan sudah berteman sejak kecil, bukan? Kau sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri. Kau harus makan Tetsuya, kau harus sehat! Kau harus hidup…. "Aku.. aku tidak ingin kehilangan orang yang berharga lagi Tetsuya, kumohon.." isaknya.

"Pergilah.. Aku ingin sendiri"

"Baiklah kalau itu maumu, Tetsuya. Kuletakkan makanan-mu di meja. Kalau begitu aku permisi" ucap Riko.

"Tou-san….. Kaa-san, doushite?" gumamnya. Lagi, Kuroko Tetsuya menangis terisak, sendirian.


Riko Aida hendak menemui Tetsuya untuk mengantarkan makanan, seperti biasa, sebelum dirinya dikejutkan akan kejadian yang tak terduga. Seorang Kuroko Tetsuya berjalan, hendak menuruni tangga.

"Kenapa dengan ekspresimu itu, Aida-san?" Tetsuya bersua setelah menarik paksa salah satu kursi di ruang makan.

Belum sempat duduk, pemuda bersurai baby blue itu diterjang oleh maidnya. Dia mengaduh kesakitan, terjatuh ke lantai; sangat kontras dengan maidnya yang tak bisa berhentu tersenyum lebar.

"Aida-san, lepas. Sesak. Aku tidak bisa bernapas," Kata Kuroko Tetsuya.

"Ah, maaf Tetsuya-kun. Aku hanya tak menyangka. Melihatmu keluar kamar sungguh membuatku bahagia," Balas Riko.

"Hmm, aku.. hanya ingin suasana yang berbeda"

"Apakah kau tau dimana Kiyoshi-san? Aku ingin pergi ke toko buku. Sudah lama aku tak membaca", Kuroko bergumam.

"Ah, akan kucarikan. Tunggu sebentar," kata Aida hendak pergi sebelum kembali menghamburkan tubuhnya ke kuroko Tetsuya, memeluknya sekali lagi.

" Makanlah dulu sebelum pergi ya, Tesuya-kun"

xxx

Mesin kendaraan beroda empat itu, yang semula menyala, mendadak mati. Seseorang berjas putih keluar, membuka salah satu pintu mobil. Kuroko Tetsuya menghentakkan kakinya untuk pertama kali, setelah hampir tiga tahun mengurung diri di kamar, keluar mansion.

"Terima kasih Kiyoshi-san," katanya tersenyum –aneh menurut Kiyoshi.

"Kau boleh pergi sekarang. Aku menunggumu jam lima sore nanti," lanjutnya.

"Baik Tetsuya-sama," jawab sang buttler.

xx

Seperti dugaannya tepat, sangat tepat malah. Suasana toko buku itu sepi. Toko buku itu sangat unik untuk sebuah toko karena dibangun menjulang, lima tingkat lantai. Besar namun sepi karena seram. Laurchious Pixmus dibangun diatas kuburan. Banyak orang yang pernah mati disana. Ya, tempat itu sangat tepat untuk mencapai tujuan Tetsuya.

Setelah menyapa sang penjaga toko, walaupun hanya sekedar mengangguk, Tetsuya lekas pergi menuju lantai teratas.

Berderet-deret rak yang berisi buku terlihat olehnya saat pertama kali menjejakkan kaki disana. Melangkahkan kaki tergesa-gesa menuju jendela adalah hal yang pertama kali Tetsuya lakukan.

"Akhirnya.. "

"Tou-san, Kaa-san, aku datang"

Dari sudut manapun orang pasti akan tahu jika pemuda itu hendak membunuh dirinya sendiri. Kelopak matanya terpejam, senyuman tersungging dibibirnya. Dia hendak merebahkan tubuhnya dari ketinggian.

1

2

3

.

Rencananya gagal. Seseorang memegang tangannya. Seseorang? Ah, bodohnya dia yang hendak bunuh diri tanpa memeriksa ruangan. Dia pikir tidak ada satu pun orang disana. Dia pikir dia sendirian. Batinnya berkecamuk. Dia ingin mengumpat kepada orang itu- orang yang telah menggagalkan rencananya.

Meskipun tidak ingin, akhirnya dia menyerah. Dia mencoba untuk membuka matanya. Apa yang dia lihat sungguh begitu aneh. Seorang pemuda, bersurai scarlet, menangis.

"Jangan… jangan bunuh diri," hanya itu, kata yang teringang di telinganya.