xXx_xXx
"Playing Secret"
By: Shu AliCieL
Vocaloid©Yamaha, Crypton Future Media and others
xXx_xXx
Seorang gadis berjalan di koridor rumahnya yang sepi dan luas. Rambutnya yang merah muda bergerak-gerak di belakang tubuhnya seiring ia melangkah. Sepi, tak ada siapapun dan yang terdengar hanyalah langkah kakinya.
Ruangan besar di balik pintu besar di depannya itu adalah kamarnya. Sudah hampir jam dua belas malam. Betapa leganya ia jika akhirnya ia bisa berbaring di kasur berukuran king size yang diimportnya dari Swiss. Nyaman dan empuk. Itulah yang dibutuhkannya. Tetapi sekarang masih ada pekerjaan yang harus dilakukannya.
Luka Megurine. Anak kedua dari keluarga Megurine yang terkenal sebagai seorang penyanyi remaja. Dengan otaknya yang jenius, ia lulus SMA di usia yang masih sangat muda—lima belas tahun. Setelah itu ia tidak melanjutkan kuliah dan memutuskan untuk meniti karir sebagai penyanyi.
Dan dua tahun kemudian, inilah dia. Seorang bintang yang diidolakan banyak orang, bukan hanya mereka yang seumuran dengannya. Ya, karirnya memang sangat sukses di dunia entertainment.
Keluarga Megurine adalah sebuah keluarga konglomerat yang tidak asing lagi di telinga masyarakat Jepang, bahkan mungkin dunia. Sebuah keluarga kaya yang memiliki banyak perusahaan di segala bidang sampai ke luar negeri.
Dan kalian tahu? Anak-anak yang menyandang nama Megurine tidak pernah sekalipun menjatuhkan nama keluarga itu.
Sementara Luka mengejar mimpinya menjadi seorang bintang, Kakaknya—Luki Megurine, umur dua puluh tahun—juga mengejar impiannya menjadi pemimpin perusahaan milik keluarga. Ia kuliah di sebuah universitas ternama di luar negeri dan akan mendapat gelar yang diinginkannya tahun depan.
Namun di balik kehidupan gemerlap yang dijalani Luka, tidak ada yang tahu sebuah rahasia berada di belakangnya. Menyanyi bukanlah satu-satunya pekerjaannya.
Luka mendekati rak buku yang berada di pojok kamarnya. Ia menarik sebuah buku dan…voila! Muncul sebuah pintu rahasia di balik rak buku. Di depan pintu itu terdapat sebuah benda. Setelah Luka menekan sebuah tombol pada benda itu, ia bersuara.
"Please enter voice code."
"Takoluka!" ucap Luka setelah mendengar suara tadi.
Oke, aku setuju itu kode yang cukup aneh…
"Verifying. Please wait a moment." Setelah agak lama, benda itu baru bersuara lagi.
"Voice DNA is match. Keyword is match. Welcome back, Miss Luka."
Dan secara otomatis, pintu itu membuka sendiri. Luka pun masuk ke ruang rahasia dan menekan tombol merah tak jauh dari pintu untuk menutupnya kembali.
Di dalam ruangan yang dindingnya bercat putih terdapat banyak sekali benda elektronik berbasis informasi dan komunikasi. Komputer segala macam, televisi, radio, berbagai macam handphone yang entah milik siapa—dan untuk apa—dan masih banyak lagi. Tentunya tidak bisa kusebutkan semua, kan?
Dan di sana juga ada sebuah kasur yang cukup untuk satu orang dan juga rak buku. Kali ini bukan rak buku khusus, hanya berisikan buku-buku tentang elektronik, komputer dan internet.
Dan semua benda itu berhubungan dengan rahasia Luka.
Luka mendekati sebuah meja yang di atasnya terdapat komputer. Komputer tua, namun bisa dipercaya dan sangat berharga. Tentu saja keamanannya sangatlah tinggi, karena luka sendiri yang menciptakan program untuk melindungi benda berharganya itu.
Dia seorang programmer? Bukan…
Hacker. Itulah 'pekerjaan sampingan' Luka.
Sejujurnya ia sudah mulai bosan dengan dunia keartisan. Sebagai seorang bintang dan seorang 'Megurine', ia harus menjaga image-nya di depan publik dan itulah masalahnya.
Ia bosan bermanis-manis di depan kamera. Bosan menjadi 'anak baik'. Ia muak ketika mendengar kalimat yang ditujukan untuk memuji-muji dirinya yang terkadang hanyalah palsu.
Kadang orang-orang bertingkah manis di depannya hanya untuk mendapatkan perhatiannya. Dan tidak sedikit dari orang-orang itu yang berniat memanfaatkannya dan menjatuhkannya.
Karena itulah, di balik image malaikat yang melekat padanya, iblis juga mendominasi salah satu dari sisinya. Tapi ia masih ingat pada orangtuanya yang telah menyayanginya dengan baik. Karena itulah ia tidak memberontak dengan terang-terangan.
Awalnya ia hanya main-main saja dengan membajak akun-akun di beberapa situs jaringan sosial. Tetapi lama kelamaan, itu menjadi candu. Ia ingin sesuatu yang lebih. Karena itulah ia juga menambah pengetahuannya di bidang itu.
Ia pun membuat website-nya sendiri dan memperkenalkan diri sebagai seorang hacker bernama 'Phantom Marionette'. Di website-nya itulah Luka menerima request. Seperti pembunuh bayaran. Bedanya adalah, pekerjaannya adalah hacking dan bukan membunuh orang.
Peminatnya? Kau bisa bilang…Wow! Pengusaha dan pejabat seringkali menjadi pelanggannya. Tentunya ia tetap bisa menolak jika request itu membahayakan perusahaan keluarganya. Kau tahu, persaingan bisnis yang tidak sehat.
Bayarannya disesuaikan dengan tingkat kesulitannya. Dan uang yang diapatnya dari sana…entah mau diapakan. Untuk sekarang, ia hanya mengumpulkannya saja dan sering berpindah-pindah rekening. Toh, ia melakukan pekerjaan seperti itu bukan untuk uang—ia sudah terlalu kaya—melainkan sebagai kesenangan tersendirinya.
Nama Phantom Marionette sudah sangat terkenal di dunia maya karena kemampuannya membobol keamanan perusahaan-perusahaan dan mencuri data mereka. Dan saking hebatnya, ia tidak pernah tertangkap.
Dan sosok di balik nama Phantom Marionette, tak ada satupun yang mengetahuinya.
Luka tahu bahwa yang dilakukannya itu adalah sebuah kejahatan. Tetapi ia tidak ingin berhenti. Belum. Ia ingin masih bersenang-senang, setidaknya sampai jika suatau saat nanti ia tertangkap.
Pertanyaannya, bisakah ia tertangkap?
Seorang Luka Megurine yang multi-talented. Setiap bakatnya ia kuasai dengan baik. Jadi, ia tak boleh tertangkap. Tidak ada yang boleh mengetahui siapa itu Phantom Marionette.
Luka mengetikkan sebuah website dan terbukalah website-nya. Halaman pembukanya adalah gambar boneka yang sama sekali tidak lucu. Boneka marionette(1) yang memakai mahkota bunga mawar. Wajah boneka itu tersenyum horor dan banyak noda darah di baju dan rambut panjangnya.
Boneka itu digambarkan dengan warna merah dan background hitam. Seperti melukis dengan darah di atas kanvas hitam. Selera yang cukup menyeramkan. Diam-diam Luka menyukainya. Dialah yang mendesain sendiri gambar itu untuk dijadikan ikon Phantom Marionette.
"Baiklah, sekarang waktunya bekerja!" serunya dengan sebuah senyum tersungging di bibirnya.
Dan biasanya ia akan berada di ruangan itu hingga larut.
XXX
Keesokan paginya, Luka bangun dan bersiap-siap untuk ke lokasi shooting video clip-nya. Ia berpakaian rapi—dan tentu saja sangat rapi—sarapan empat sehat lima sempurna dan akhirnya, waktunya untuk pergi!
Luka pun mengambil kunci mobil dengan gantungan kunci berbentuk gurita yang sangat lucu. Oh, rupanya gurita itulah 'Takoluka'. Dan gantungan kunci Takoluka itu sangat mirip dengan wajahnya.
Tiba di garasi, ia masuk ke Porsche(2) berwarna merah muda miliknya. Ia pun segera memanaskan mesin mobilnya.
Mobil itu segera turun ke jalanan. Namun ketika ia belum jauh dari rumahnya, ia merasa ada seseorang di sebelah garasinya. Luka pun menghentikan mobilnya sejenak dan mengamati rumahnya dari kejauhan. Setelah merasa tidak ada apa-apa di sana, ia pun melanjutkan perjalanannya.
Mobil itu semakin melaju. Dengan kecepatannya saat ini, mungkin ia akan jadi orang pertama yang tiba di lokasi shooting. Namun sayang sekali, ia terjebak macet.
"Argh…! Sial! Mudahan aku tidak terlambat sampai ke lokasi…" gerutu Luka sambil melihat ke jam tangannya.
Ah! Untungnya tadi dia sempat membawa sekaleng Coffee Mocca ke dalam mobilnya, jadi ia bisa menikmatinya sambil menunggu kemacetan itu berakhir.
Lalu lintas sesak sekali. Dan suara klakson mobil yang bersahutan membuat Luka merasa sangat sumpek. Stress rasanya jika menghadapi suasana seperti itu. Panas, bising, terlebih kau tak bisa bergerak sama sekali.
TIIIIIIIN!
"Argh…!" geram Luka, kesal. Ia memencet klaksonnya dengan sangat keras. "Lama sekali! Siapa, sih, yang berulah sampai membuat macet seperti ini!" gerutunya lagi sambil ngedumel.
Luka mendongak agar bisa melihat lebih jauh. Selain itu ia juga menoleh ke samping kiri, lalu kanannya. Setelah pandangannya kembali ke depan lagi, ia kembali melihat ke sebelah kanannya.
Seseorang sedang memperhatikannya dari dalam mobil hitam di kanannya. Kaca mobilnya—dan juga milik orang itu—terbuka, jadi Luka dapat melihatnya jelas. Namun ketika Luka melihat pada orang yang memakai kacamata hitam itu, ia langsung mengalihkan pandangannya ke depan.
Berkali-kali berulang seperti itu hingga Luka merasa jengkel dengan pria itu. Akhirnya ia tutup saja kacanya, lalu bersandar di kursi mobilnya sambil menghela nafas panjang.
"Haah… Ini menyebalkan sekali" keluhnya dalam hati.
Akhirnya lalu lintas normal kembali. Luka pun segera melaju kembali. Namun, apa yang terjadi? Dilihatnya mobil hitam yang tadi mengikutinya.
"Cih! Orang itu…apa dia mengikutiku, ya? Jangan-jangan stalker!" dengan emosi memuncak, Luka menaikkan kecepatan mobilnya dan tidak menghiraukan orang yang disebutnya penguntit itu.
Setelah agak lama, akhirnya Luka tiba di lokasi shooting. Ia langsung disambut oleh manajernya, Mikuo Hatsune, yang sudah menunggunya dari tadi.
"Hei, Luka-chan! Akhirnya kau datang!"
"Maaf aku terlambat! Di jalan macet. Apa sudah mau dimulai?" ucap Luka dan menghampiri Mikuo buru-buru.
"Begitulah. Sebaiknya kau cepat ganti bajumu," Luka mengangguk dan segera menuju ruang rias.
Luka pun berjalan tergesa-gesa. Di lorong menuju ruang rias, ia merasa ada langkah kaki seseorang di belakangnya—mengikutinya. Luka pun menghentikan langkah sejenak dan menoleh ke belakang.
Di sana ia menemukan seseorang sedang berjalan ke arah yang berlainan. Ternyata itu suara langkah kakinya. Tapi…hei, tadi ia sama sekali tidak berpapasan dengan orang itu. Akhirnya Luka kembali berjalan ke ruang ganti.
"Tapi…orang berambut biru itu mirip dengan pemuda yang di mobil tadi…" gumam Luka dalam hati. Memang, jas hitam yang dipakai orang itu juga sama. "Mungkin cuma kebetulan. Sebaiknya aku cepat-cepat ganti baju saja…" Ucapnya dan segera pergi dari koridor.
Luka tidak tau ketika ia berbalik, pria tadi juga berbalik dan menatapnya yang makin menjauh.
XXX
Malamnya, setelah selesai shooting, Luka diajak jalan-jalan oleh Mikuo. Rencananya, dia dan beberapa orang lainnya akan pergi ke sebuah karaoke tak jauh dari sana.
"Maaf, Mikuo. Aku lelah. Rasanya aku ingin pulang saja," tolak Luka ketika Mikuo mengajaknya. Tetapi Mikuo tidak menyerah begitu saja.
"Ayolah! Kalau tidak ada kamu, tidak seru!"
"Mikuo, ini sudah terlalu malam."
"Tidak apa-apa, kan, sekali-kali pulang lebih malam. Kau tahu, bersenang-senanglah! Dari tadi, kan cuma kerja terus," bujuk Mikuo lebih gigih.
"Ya, tapi…" sebenarnya bukannya karena lelah. Luka masih ada 'pekerjaan', ingat?"
"Ayolah, Luka… Kumohon!" ujar Mikuo lagi. Ia memohon sambil menautkan kedua telapak tangannya di depan wajah.
Luka berpikir sebentar. Ya, mungkin tidak ada salahnya… 'Pekerjaan' nya bisa saja diselesaikan lain waktu.
"Ya... Ya… Baiklah…" ucap Luka akhirnya, dengan agak malas.
Jadi sekarang Luka, Mikuo dan teman-teman mereka yang lain berada di tempat karaoke yang sudah dimaksudkan sebelumnya. Tiba-tiba Luka merasa ingin ke kamar kecol. Ia pun berdiri dari tempat duduknya.
"Mau kemana?" tanya Mikuo ketika Luka sudah sampai di depan pintu.
"Toilet," jawab Luka singkat. Mikuo pun mulai mengabaikannya dan kembali dengan kesibukannya sendiri
Setelah selesai di toilet, ia pun segera kembali. Tetapi begitu dia keluar, ada seseorang yang sepertinya…membuntutinya sedari tadi. Pria berambut biru!
Membuntutinya? Mungkin tidak baik Luka menganggapnya seprti itu. Mungkin hanya kebetulan ia bertemu dengannya.
Ya. Hanya kebetulan…
Tapi 'kebetulan' macam apa hingga berkali-kali seperti ini?
Akhirnya Luka pun memancingnya. Ia keluar ke tempat parkir dan ternyata pemuda itu mengikutinya diam-diam.
"Dia mengikutiku, huh? Silahkan saja. Akan lebih baik untukku jika kau mengikutiku sekarang," pikir Luka salam hati.
Ketika merasa tempat itu cukup sepi, Luka berbalik dan menerjang penguntitnya yang berada tak jauh di belakangnya.
"Hiah!" Luka mengangkat kakinya dan menendang orang itu tepat di wajahnya. Si pemuda yang tidak menyangka wajahnya akan disapa oleh high heels milik Luka tidak sempat menghindar. Ia pun hanya meringis ketika Luka menangkap tangannya dan merapatkannya ke pagar di sampingnya.
Jangan tanya kenapa Luka bisa menghajar seorang pria yang—mungkin—lebih kuat darinya. Dia 'Luka Megurine Si Multi-Talented'' itu lho. Tidak aneh kalau gelar sabuk hitam juga dimilikinya!
"Kau! Katakan apa maumu dan kenapa kau mengikutiku terus!" seru Luka tepat di telinga orang yang baru dibekuknya.
"Tenang dulu! Aku hanya ingin melindungimu!"
"Melindungi? Yang kamu lakukan cuma membuntutiku! Kau stalker, kan?"
"Aku bicara jujur! Dan aku bukan stalker! Aku disewa oleh ayahmu untuk melindungimu, jelas? Sekarang lepaskan aku tulangku akan benar-benar patah!" teriak si rambut biru. Membela diri dan setengah memohon.
"Ayahku…yang memintamu?" Luka melonggarkan sedikit demi sedikit cengkramannya sebelum akhirnya benar-benar melepaskannya.
"Aw…sakit! Tidak kusangka gadis cantik sepertimu ternyata liar sekali, ya. Padahal di tv kau kelihatan sangat bai- Aw!" si kepala biru yang belum selesai mengeluhkan sakit di pergelangan tangannya langsung ditarik lagi oleh Luka.
"Hei, jangan ditarik seperti itu! Tanganku masih sakit, nih!" tapi Luka tidak mempedulikan ocehan barusan.
Luka ternyata menuju salah satu sudut di tempat parkir itu, dimana ia memarkir mobilnya. Ia pun membuka pintu mobil dan menyuruh pemuda itu masuk.
"Masuk dan diam di situ sampai aku kembali," perintah Luka. Tentu saja yang diperintah seenaknya tidak mau menurut, kan?
"Atau apa?" ancamnya. Luka yang hendak melangkah pergi pun berbalik lagi. Ia mendorong tubuh si pemuda ke belakang.
"Hei, mau apa kau?" protesnya ketika Luka meraba-raba tubuhnya. Bukan untuk yang aneh-aneh, lho! Ia menggeledah untuk mencari benda yang bisa dijadikan 'jaminan'
Akhirnya Luka menemukan sesuatu yang kelihatannya berharga. Sebuah kalung perak.
"Tidak! Jangan kalung itu!"
Yup, itu membuat Luka tahu benda itu cukup berharga bagi pria biru itu.
"Benda ini akan kukembalian ketika aku kembali, jadi kau punya alasan untuk duduk diam menungguku di sini, kan?" ucap si manis berambut pink yang sekarang tersenyum itu. Bukan, bukan senyum manis, tapi bagi si rambut biru yang menatapnya, horor.
Mungkin sudah mirip dengan image Phantom Marionette yang jadi pembuka halaman situsnya.
Lalu dengan cepat Luka melangkah kembali ke ruang karaoke dimana di sana berada teman-temannya. Ia kembali untuk mengambil tasnya dan mengatakan pada Mikuo kalau ia akan pulang.
Sambil berjalan, ia memperhatikan mata kalung yang disitanya dari pemuda berambut biru. Lempengan yang di satu sisinya terdapat angka-angka yang tidak jelas apa itu, dan di sisi lainnya terdapat tulisan 'KAITO' yang dibawahnya tulisan tanggal 17 Februari.
"Mungkin itu namanya, ya? Kaito… Dan juga tanggal lahirnya?" pikirnya, hingga ia akhirnya tiba di depan ruangan yang ditujunya.
"Luka, kenapa lama?" tanya Mikuo.
"Maaf, Mikuo, aku harus pulang sekarang," terang Luka sambil bergerak menuju tempat ia meletakkan tasnya.
"Apa? Kenapa buru-buru? Luka, hei!" Mikuo pun mencegah Luka yang keluar dengan tergesa-gesa.
"Aku…ditelepon pembantuku di rumah. Anjing kesayanganku mati. Aku harus segera pulang," Luka melepas pergelangan tangannya yang ditangkap Mikuo dan segera berlari pergi.
"Tunggu, Luka! Hei! Luka!" Mikuo lebih memilih tidak mengejar Luka karena ia kelihatan sangat buru-buru. Namun ia masih bingung dengan alasan yang diberikan Luka.
"Haah…meski buru-buru juga kasih alasan yang benar, dong… Kau itu kan alergi bulu anjing, mana mungkin memeliharanya?"
Luka tidak peduli akan alasannya yang membuat Mikuo terbingung-bingung sendiri. Yang penting, ia bisa pulang dan meluruskan semua hal ini pada ayahnya.
"Kau sudah kembali? Mana kalungku?" seru si pemuda—yang sementara kita ketahui bernama Kaito—ketika Luka membuka pintu mobil dari luar lalu masuk.
"Diam dan ikut saja."
Luka pun segera mengendarai mobilnya keluar dari area parkir menuju kantor ayahnya.
XXX
"Sial! Sial! Sial!" umpat Luka sambil menusuk-nusukkan garpu ke arah cake-nya dengan sadis.
Tahu si gadis sedang kesal, Kaito hanya sanggup menatapi sambil mengasihani nasib cake tadi. Bukannya dimakan, malah jadi bulan-bulanan tusukan garpu, hasil kemarahan Luka Megurine—iblis bersampul malaikat.
Mereka berada di sebuah café. Tadinya memang mereka pergi ke kantor ayah Luka, tapi…Luka lupa bahwa ayahnya sedang di luar negeri. Ia jadi tambah kesal karena semua nomor telepon yang ada padanya tak bisa dihubungi.
Jadinya mereka mampir di sini dulu, karena Luka tidak tahu harus berbuat apa pada Kaito.
"Kenapa aku bisa lupa ayah sedang di luar negeri? Dan kenapa bisa sih sama sekali tak dihubungi? Orangtua macam apa dia?"
Luka ngedumel sambil masih berwajah masam. Kaito sampai gemetar melihatnya. Bagaimana tidak? Luka megurine yang biasanya terlihat ramah—di media—sangat berbeda dengan yang dilihatnya sekarang.
Dia bahkan menyalahkan ayahnya—orang yag menjadi panutan dalan hidupnya. Benar-benar…cuaca hatinya sedang mendung.
"Hei, kau. Siapa namamu?" tanya Luka judes. Sambil beralih pada Kaito, tentunya.
"A…ku… Aku Kaito, nyonya…"
"Hah? 'Nyonya'? Memangnya aku setua itu?"
"Ti…tidak! Maksudku 'Nona'!" saking gugupnya, Kaito bicara dengan agak terbata. Sadar bahwa sisi iblis Luka sedang mendominasinya.
"Lalu apa yang mau kau lakukan sekarang? Karena mengikutiku terus juga tidak mungkin, lebih baik kau pulang saja."
"Tidak bisa begitu…"
"Kenapa?"
"Karena aku ditugaskan untuk berada di sisi nona Luka Megurine hingga kontrakku selesai," jawab Kaito, yang akhirnya mulai bisa bicara tegas.
"Kalau begitu, kapan kontrakmu selesai?"
"Ng… Entahlah. Ceritanya agak rumit."
"Ceritakan sekarang juga, atau aku akan membuang benda ini ke laut," Luka mengeluarkan kalung Kaito yang masih ada padanya.
"Ah, jangan! Iya, baiklah akan kuceritakan! Kau kan tidak harus selalu mengancamku!" teriak Kaito, panik.
"Jadi…?"
Luka menaikkan sebelah alisnya, tanda Kaito sudah harus mulai bicara.
"Aku ditugaskan untuk meilindungi nona…"
"Sudahlah, panggil aku 'Luka' saja."
"Baik… untuk melindungimu, Luka, sebagai bodyguard-mu."
"Hah! Itu konyol! Untuk apa? Biasanya juga aku aman meski sendirian," cibirnya.
Menurut Luka, ayahnya masih menganggapnya seperti anak-anak yang rapuh dan butuh perlindungan. Padahal itu tidak perlu. Kalian bisa lihat sendiri, kan bagaimana ia menghajar Kaito tadi?
"Mungkin kau tidak sadar, tapi kau benar-benar dalam bahaya sekarang… Phantom Marionette," Kaito berbisik ketika menyebutkan nama itu.
Luka tertegun. Dia… Laki-laki itu baru saja menyebutkan nama identitas rahasianya!
"Darimana kau tau?"
Kaito diam saja. Ia mengamati sekitarnya dengan curiga. Café itu sudah sangat sepi karena sudah malam dan hampir tutup. Hanya tinggal sedikit orang di sana. Dan di antara orang-orang itu, ada yang mengamati mereka. Meskipun Luka tidak sadar akan hal itu, tapi Kaito tahu.
"Kita bicarakan sambil pulang saja, yuk!" ucap Kaito yang langsung seenaknya menggamit lengan Luka.
"Hei, tunggu dulu! Kaito! Lepaskan aku!" Luka memprotes setengah berteriak.
"Kita harus pergi. Seseorang mengawasimu dan aku tak ingin dia mendengar pembicaraan kita," bisik Kaito pelan.
"Benarkah? Baik, tunggu dulu."
"Katamu tadi mau mendengarkan cerita yang sebenarnya."
"Iya, tapi sekarang masih ada yang harus kulakukan," debat Luka.
"Memangnya apa lagi yang mau kau lakukan?" tanya Kaito agak risih dengan tindakan Luka.
"Bodoh! Aku 'kan belum bayar makanan yang tadi... Apa yang akan dikatakan media jika tahu seorang artis top makan di café dan tidak mau bayar?"
Kaito cengo dan merasa sangat bodoh. Padahal Luka cuma mau bayar dan dia malah memaksanya untuk langsung keluar dari tempat itu… Haaah… Dasar 'Bakaito'…
XXX
"Aku bekerja di sebuah agensi mata-mata yang sangat rahasia. Maaf, aku tak bisa menyebutkan namanya. Pokoknya aku disewa oleh ayahmu untuk melindungimu dari orang-orang yang sedang mengincarmu."
"Kau tahu siapa mereka?" mata Luka masih berkonsentrasi menelusuri jalanan.
"Ya. Orang-orang yang disewa oleh sebuah perusahaan yang pernah kau bobol keamanannya, 'Megpoid Corporation'. Kau pernah membobol keamanan mereka, mengambil data-data rahasianya dan memberikannya pada perusahaan saingan mereka. Akibatnya merekaa hampir bangkrut."
Kaito kembali menyuap es krim vanilanya. Eh? Darimana dia dapat? Tadi ketika di café Luka membayar kuenya, Kaito melihat chiller berisi es krim. Ia langsung merengek minta dibelikan satu oleh luka. Kekanak-kanakan sekali…
"Aku tidak ingat soal itu…" mungkin karena kliennya sudah terlalu banyak dan ia tak bisa mengingatnya satu per satu?
"Entah bagaimana mereka bisa mengetahui identitas aslimu. Kau tau, sudah tiga hari mereka mulai memata-mataimu."
"Tiga hari? Kenapa aku tidak merasa diawasi, ya?" pikir Luka. Memang, selama tiga hari ini tidak ada hal-hal ganjil yang terjadi.
"Meskipun kau tidak tahu, mereka tetap ada. Mereka juga berasal dari sebuah agensi mata-mata, tapi berbeda denganku. Orang-orang itu sangat profesional."
"Dan pastinya lebih profesional darimu," sindir Luka.
"Hah?"
"Mereka mengawasiku selama tiga hari, dan aku tak menyadarinya. Sedangkan kau? Baru sehari saja, kau sudah tertangkap olehku. Aku bahkan sempat menghajarmu, kan?"
Kaito pun cemberut, merasa diremehkan. Namun ia tidak memprotes.
"Lalu, perusahaan Meg-entah-siapa-namanya itu… Mau apa mereka denganku?" Luka berusaha kembali lagi ke topik utama.
"Balas dendam. Mereka akan menahanmu dan memaksamu bekerja untuk mereka."
"Itu gila! Bahkan jika mereka berhasil menahanku, aku lebih baik bunuh diri daripada mengikuti kemauan mereka!"
"Jika kau tidak mau mengikuti kemauan mereka, mereka akan menjatuhkanmu ke penjara. Nama 'Megurine' akan tercemar."
Kali ini Luka tak bisa bicara apapun lagi. Mempermalukan nama keluarganya, itu satu hal yang paling tak boleh dilakukannya. Mengecewakan ayahnya yang telah membesarkan dan mendidiknya…ia tidak boleh durhaka seperti itu.
"Dan itulah kenapa ayahku menyewamu?"
"Ya. Aku akan terus bersamamu hingga ayahmu menemukan cara untuk membungkam Megpoid Corp dan membersihkan namamu." Mereka pun akhirnya diam. Terlarut dalam pikiran masing-masing.
Akhirnya seseorang mengetahui tirai di balik Phantom Marionette. Dia tak bisa bergerak sembarangan lagi mulai sekarang. Nama keluarganya yang dipertaruhkan di sini, dan Luka tidak boleh mengecewakan ayahnya.
Namun mengesampingkan semua itu, Luka merasa bahwa hal ini sangat…seru! Menegangkan dan membuat adrenalinnya terpacu. Aneh bukan? Mungkin itu hanya salah satu sisi liar dalam dirinya. Dia menyukai tantangan.
Ini adalah sebuah permainan.
Dan Luka tak boleh membiarkan mereka menang.
"Hei, kau tidak pulang? Tenang saja, aku akan mengantarmu," ucap Luka setelah terdiam agak lama.
"Apa maksudmu? Aku akan tidur di rumahmu," jawab Kaito santai.
"Hah? Kenapa begitu?"
"Kalau aku tidak bersamamu, kau tidak akan aman. Lagipula, aku sudah bilang sebelumnya bahwa aku akan tetap bersamamu hingga kontrakku selesai, kan?"
"Hah? Tapi itu bukan berarti kau harus tinggal bersamaku, kan?" protes Luka dengan suara keras.
"Err… Sepertinya artinya memang seperti itu. Dan asal tau saja, ayahmu sendiri yang mengusulkannya."
Luka pun makin geram. Kemarahannya sudah mencapai akhir.
"Apa…Apa maksudnya ini?"
Teriak Luka hingga suaranya dapat terdengar bahkan dari luar mobil. Kaito hanya bisa menutup kupingnya. Kalau tidak, ia bisa tuli permanen…
~To Be Continued~
(1)Marionette: boneka kayu yang digerakkan dengan tali/benang
(2)Porsche: nama merk mobil.
A/N: Salam kenal, minna-san…!
Nama saia Shu. Ini fic pertama saya di fandom ini. Intinya, saia baru gabung di FVI ini~^^
Mudah-mudahan aja fic saia ini keterima sama readers sekalian, jadi…
Review, Please? Meskipun saia terima flame, tapi jangan pedes-pedes ya *smiles
