Disclaimer: Fairy Tail - Hiro Mashima
Warning: OOC, AU, Typo bertebaran, tulisan berantakan, alur gak guna, dll.
.
Benefit
.
Prolog
Aku melihat laki-laki disampingku. Nafasnya teratur dan wajahnya sangat tenang. Lagi-lagi kami berada di selimut yang sama. Tangannya memeluk erat pinggangku. Seperti dua insan yang saling mencintai. Tapi, bagaimana jika kenyataan tidak semanis itu? Bagaimana jika hanya aku saja yang mencintainya? Bagaimana jika laki-laki itu tidak menginginkan suatu hubungan? Apa yang akan kau lakukan? Tetap berada disisinya walaupun itu menyakiti dirimu sendiri atau pergi dan melihatnya bersama wanita lain?
.
.
.
.
.
"Dragon.."
Laki-laki itu terus mempercepat gerakannya. Tidak menghiraukan erangan wanita dibawahnya. Mereka terus seperti itu sampai sang wanita meneriakkan namanya. Laki-laki itu memperlambat gerakannya. Membiarkan wanita itu untuk menikmati klimaksnya.
Setelah beberapa saat, Laxus menyeringai. Menunduk dan berbisik tepat di telinga Mirajane.
"Ini tidak akan berakhir kan," Ucapnya dan menggigit telinga Mirajane.
Perempuan itu hanya melenguh, tidak mampu berbicara.
Karena tidak ada respon berarti darinya, Laxus kembali mempercepat gerakannya. Memuaskan dirinya sendiri.
.
.
.
.
.
Sinar matahari mengintip dari celah gorden. Membuat seseorang terbangun dari tidurnya. Dia melihat ranjang disebelahnya, kosong. Setelah beberapa saat menatap ranjang kosong itu dan tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya, dia beranjak dari ranjangnya- ralat, ranjang laki-laki itu.
Mirajane masuk kedalam kamar mandi. Berdiri didepan westafel. Melihat tanda kemerahan di lehernya. Tidak hanya dilehernya tapi diseluruh badannya. Sepertinya dia tidak bisa memakai dress merahnya lagi. Setelah selesai membersihkan tubuhnya, dia berjalan ke arah lemari pakaian. Mencari apa yang bisa dia pakai dengan cepat. Dia mengambil kemeja pria berwarna ungu. Karena kemeja itu cukup menutupi sebagian pahanya, dia tidak memakai apapun untuk tubuh bagian bawahnya.
Lagipula tidak ada siapa pun, pikirnya.
Mirajane keluar dari kamar itu. Mencari sosok lain yang seharusnya berada apartemen itu. Dia melihat sosok yang dicarinya. Laki-laki itu hanya menggunakan celana jins panjang yang tidak bisa menutupi tubuh bagian atasnya.
"Laxus," Panggilnya.
Laxus menghampiri Mirajane yang berdiri di pintu dapur.
"Hai, Demon." Sapanya dan mencium kening Mirajane.
"Aku sedang membuat sarapan, ayo duduk."
Mirajane mengikuti langkah Laxus dan duduk di salah satu kursi. Dia melihat pancake dan madu diatas meja.
"Kapan kau ke tempat kerja?" Tanya Laxus disela makan mereka.
"Entah, mungkin petang nanti. Aku sudah menitipkan kunci pada Erza."
"Maksudmu si rambut merah?"
Mirajane menelan makanannya, "Ya-" Ucapannya terhenti, dia tersedak.
Laxus segera memberinya air dan menepuk punggungnya pelan.
"Harusnya kau lebih berhati-hati." Ucapnya ketika melihat Mirajane meminum air pemberiannya.
"Uuh, kau kan yang bertanya padaku." Ucapnya cemberut. Laxus hanya tersenyum. Sangat lucu melihat Mirajane tersenyum seperti itu.
"Mungkin sebelum bekerja aku akan kembali ke rumah dahulu."
Laxus menaikkan sebelah alisnya, "Hm? Padahal aku ingin mengajak mu berangkat bersama."
"Sayang sekali," Dia menaikkan kedua bahunya. "Mungkin lain waktu." Ucapnya melanjutkan dan berdiri menuju westafel untuk mencuci piringnya.
Laxus menaruh gelas ditangannya. Sekarang, rasa hausnya sudah hilang. Matanya mengikuti Mirajane. Laxus berdiri dan menghampiri Mirajane. Dia memeluknya dari belakang. Kepalanya berada di tengkuk perempuan itu. Mencium baunya sebanyak yang ia bisa.
"Laxus, aku ingin mencuci piring." Ucapnya mengeluh.
"Lalu?" Tanyanya mengabaikan keluhannya. Mirajane menggerakkan kepalanya, berusaha menghindari serangannya. "Kita masih bisa melakukannya kan. Ini masih pagi, Mira."
"Dragon.." Mirajane melenguh ketika merasakan Laxus menggigit dan menghisap bahunya.
"Aku menginginkan mu, Demon."
Laxus mengambil piring yang berada di tangan Mirajane. Lalu menaruhnya asal. Dia membalikkan tubuh Mirajane agar menghadap ke arahnya. Mereka saling menatap dan dia memajukan wajahnya membuat mereka tanpa jarak. Mereka saling menghisap satu sama lain. Kedua mata mereka terpejam terbuai dengan ciuman itu. Dengan tidak melepaskan bibirnya, Laxus menghimpitnya diantara dirinya dan dinding.
"Laxus.. kamar.." Mirajane berucap ketika Laxus mulai mencium tengkuk kirinya.
Laxus menyeringai, "Apapun untuk mu, Demon." Ucapnya dan menggendong Mirajane menuju kamarnya.
Dan pagi ini kembali hanya desahan yang terdengar dari ruangan itu.
.
.
.
.
.
Mirajane memakai kemeja putih yang selalu ia tinggalkan di apartemen milik Laxus. Untuk berjaga-jaga, pikirnya. Dia berjalan ke arah cermin, melihat tampilannya. Rambutnya dia biarkan tergerai. Kemeja yang dia pakai tidak cukup untuk menutupi rona merah di lehernya. Mungkin dia akan berpenampilan seperti itu untuk satu minggu ke depan.
"Kau tahu? Kau bisa berhenti bekerja dari sana."
Mirajane menoleh sebentar ke arah Laxus yang duduk di atas ranjang. Dia kembali menghadap cermin sebelum berucap, "Aku butuh uang jika kau ingin tahu."
"Aku bisa memberi mu berapa pun yang kau mau." Ucap Laxus.
"Lalu membiarkan semua orang tahu bahwa aku adalah pelacur mu? Yang benar saja." Mirajane memutar matanya.
Laxus menyeringai, "Lalu kau mau orang lain tahu apa? Kau kekasih dari seorang CEO 'D' heh? Itu tidak mungkin Mira." Ucapnya mencoba memancing emosi Mirajane.
"Ya aku tahu." Balasnya singkat.
Laxus geram karena hanya mendapatkan sikap acuh wanita itu.
"Jika kau menginginkan semua itu maka pergilah, cari pria di luar sana!"
"Ya, mungkin pendapat mu akan ku pikirkan lain kali." Mirajane berdiri dari duduknya dan meninggalkan pria itu.
.
.
.
.
.
Wanita cantik itu melangkah masuk ke dalam kediaman Strauss. Dia sudah tidak pulang semalam. Itu semua gara-gara pemuda pirang yang menculiknya semalam. Untung saja dia sudah memberi email kepada kedua adiknya, dia tidak ingin membuat adiknya cemas. Baginya, kedua adiknya masih terlalu muda untuk mencemaskan orang lain.
Adiknya bernama Elfman Strauss dan Lisanna Strauss. Elfman baru akan memasuki usia 20 sedangkan Lisanna baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke 17. Mereka hanya hidup bertiga dan sudah tidak mempunyai sanak saudara. Sebagai seorang kakak, dia menjalankan tugasnya sebagai ibu untuk mereka. Tidak heran jika diusianya yang terbilang muda dia sudah memiliki sifat keibuan yang alami. Tidak hanya itu, dia juga menjalankan tugasnya mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dia bekerja pada salah satu kafe menjadi seorang pelayan. Memang tidak seberapa, malah masih bisa dikatakan kurang untuk membiayai kehidupan di ibukota. Namun, mereka masih mensyukuri semua yang mereka dapatkan. Kedua adiknya tidak pernah mengeluh kepadanya. Tapi Mirajane tahu, kedua adiknya masih memerlukan lebih banyak uang. Sampai ketika dia membutuhkan uang dengan cepat, pria itu datang. Menawarkan apa yang dia butuhkan dengan syarat dia harus menjadi milik laki-laki itu. Mirajane yang mengetahui apa maksud laki-laki itu pun menolak tawarannya. Tapi, setelah memikirkan kedua adiknya dia menerima tawaran itu. Memberikan tubuhnya pada serigala yang lapar. Tapi bukan Mirajane jika dia bisa dilumpuhkan dengan semudah itu. Dia tidak mengizinkan pemuda itu memiliki tubuhnya sepenuhnya. Sampai ketika-
Drrt Drrrt
Getaran ponsel miliknya menyudahi lamunan Mirajane. Dia segera membuka ponselnya. Melihat siapa yang memberinya pesan di pagi hari seperti ini.
From: 0888xxxxxxxx
Subjek: -
Mira-chan, apa kau sudah bertanya kepada pemilik kafe tempat mu bekerja?
Mirajane berwajah bingung, tidak tahu siapa yang mengiriminya pesan.
To: 0888xxxxxxxx
Subjek: -
Maaf, ini siapa?
Setelah menekan tombol kirim, Mirajane melepas sepatu yang dia pakai. Lalu menaruhnya pada rak di sampingnya. Mirajane melangkah memasuki rumahnya. Rumah yang sederhana. Pada ruang tamu hanya terlihat satu meja penghangat serta lemari kecil dan juga televisi keluaran lama. Tidak lupa pada dinding terpajang beberapa figura foto yang merekam kebersamaan keluarganya. Kamarnya berada tepat di samping ruang tamu, disana terdapat satu ranjang quen size untuk dia dan adik perempuannya tidur. Rumah mereka hanya mempunya dua kamar berukuran sedang. Dapur mereka menjadi sekaligus ruang makan. Selain peralatan memasak disana juga terdapat meja makan kayu dengan 4 kursi. Dan jangan lupa dengan kamar mandi tanpa bathtub di rumah kecil mereka. Ya, sesederhana itu rumahnya. Tanpa kemewahan yang berarti.
Mirajane bertemu adik laki-lakinya di ruang tamu. Adiknya sibuk memakan kue beras. Acara televisi tidak dia perhatikan.
"Kau dapat mematikan televisi ketika tidak ditonton, Elfman."
Ucapannya membuat Elfman terkejut, "Nee-chan?"
"Kenapa kau tiba-tiba menginap di rumah teman mu semalam?" Elfman bertanya dengan cemberut.
"Ya.. Erza menawarkan ku menginap karena sudah malam, jadi aku terima tawarannya." Ucapnya berbohong. Tidak mungkin kan dia menjawab yang sebenarnya. Selama ini tidak ada yang mengetahui hubungannya dengan Laxus.
Adiknya hanya menganggukkan kepalanya sebelum berkata, "Duduklah nee-chan, kue beras ini sangat enak."
"Hmm tidak bisa, aku harus bersiap bekerja." Mirajane tersenyum dan berjalan ke arah kamarnya.
Dia merebahkan dirinya diatas kasur. Tubuhnya sangat lelah dan matanya memintanya untuk terpejam. Salahkan Laxus yang tidak membiarkannya tertidur semalam. Mereka baru tertidur pukul 3 pagi. Baru beberapa jam dia tertidur dia sudah dibangunkan oleh sinar matahari pada pukul 6. Dan ketika tubuhnya masih sangat lelah Laxus memintanya kembali. Dan ketika Laxus menginginkannya jangan harap itu berakhir dengan satu ronde. Pria itu tak kan puas. Itu artinya dia harus merelakan sekitar seratus dua puluh menitnya sampai mereka benar-benar berhenti. Kadang, dia heran dengan stamina pria itu. Tidak pernah habis. Bahkan ketika dia sedang lelah mengerjakan dokumen yang harus di bawa pulang dia menyuruh Mirajane untuk menemaninya. Ya, untuk apalagi selain itu.
Lagi-lagi lamunannya harus berakhir oleh getaran ponselnya. Mirajane membuka pesan yang baru saja masuk.
From: 0888xxxxxxxx
Subjek: -
Ini aku Lucy, maaf lupa memberi tahu mu hehe
Ooh itu ternyata dari sahabat pria merah muda, Natsu. Beberapa hari yang lalu Natsu, seorang koki di restoran tempatnya bekerja memperkenalkannya dengan Lucy. Dia bertanya apakah ada lowongan disana. Mereka bertanya kepadanya karena selain menjadi pelayan dia juga menjadi manager sementara disana, menggantikan manager yang lama. Manager lama mereka mengundurkan diri karena hamil anak pertamanya. Dan karena sampai saat ini belum ada yang menempati posisi itu, master memberikan kepercayaan kepada dirinya untuk menjadi manager guild sementara. Ya, guild, mereka yang bekerja disana menyebut Fairy Tail's Cafe dengan sebutan guild.
Setelah menyimpan nomor pengirim pesannya itu, Mirajane mengetikkan pesan balasan untuknya.
To: Lucy
Subjek -
Maaf Lucy, master belum kembali dari liburannya. Aku akan memberi kabar pada mu ketika sudah bertanya. Jadi, jangan khawatir, okay?
Mirajane menaruh ponselnya di sampingnya. Dia benar-benar mengantuk sekarang. Sepertinya tidur sebentar sebelum bekerja tidak masalah. Dan akhirnya dia terlelap. Membiarkan dirinya terbawa arus mimpi.
.
.
.
To be continued..
a/n
Maaf untuk typo, OOC, alur gak jelas, dll.
Untuk hal-hal yang kalian bingungkan atau tidak jelas di cerita ini tolong sampaikan padaku, aku akan menjelaskannya di next chapter.
Oh ya, jika kalian mau tolong review cerita ku ya:D Satu jejak komentar kalian sangat berharga untuk Nam:"
Okay..
Sampai ketemu di chapter selanjutnya!
Please R&R...
