48 hours

Cast: Eunkwang, Minhyuk, Changseob, Hyunsik, Peniel, Ilhoon, Sungjae (BtoB)

.

.

.

.

Dua hari, empat puluh depalan jam, terkadang menjadi waktu yang sangat cepat berlalu, namun kadang menjadi waktu yang sangat lama. Empat puluh delapan jam adalah waktu yang diberikan Eunkwang pada Sungjae, jika dalam waktu empat puluh delapan jam ke depan ia tidak bisa melunasi seluruh hutang-hutangnya maka Sungjae harus merelakan anak semata wayangnya, karena anaknya itu yang menjadi jaminan.

Menghasilkan uang tiga puluh juta won dalam waktu empat puluh delapan jam adalah hal yang mustahil bagi Sungjae yang hanya bekerja sebagai pelayan di restoran milik saudara jauhnya.

Sebuah bohlam lampu muncul di kepala Sungjae. Ia segera berlari menuju ke restoran tempatnya bekerja sesaat setelah mobil yang ditunggangi Eunkwang – orang yang memberinya pinjaman uang sebelumnya – menghilang dari padangannya.

"Changseob hyung, kau tau Hyunsik hyung dan Ilhoon hyung dimana?" tanya Sungjae setelah berkeliling restoran dan tetapi tidak menemukan pasangan suami-istri pemilik restoran tersebut.

Changseob – rekan kerja Sungjae – yang sedang membersihkan meja hanya mengangkat bahunya tanda ia tak tau.

Karena tidak mau membuang-buang waktunya yang singkat dengan menunggu HyunHoon, Sungjae memutuskan untuk kembali ke rumahnya.

"Eomma, ada apa? Kok eomma terlihat sangat panik?" tanya Minhyuk – anak Sungjae satu-satunya.

"Tidak ada apa-apa kok, sudah, sekarang kau berangkat ke kampus sebelum terlambat," Sungjae sedikit mengusir Minhyuk.

Ia memang tidak ingin anaknya mengetahui perihal hutang-hutangnya pada Eunkwang, apalagi tentang waktu empat puluh delapan jam yang diberikannya dan jaminannya, sungguh Sungjae tidak ingin Minhyuk mengetahuinya. Selama ini yang Minhyuk tau, appa-nya dulu bekerja di perusahaan Eunkwang namun kini telah berhenti karena penyakitnya dan semua biaya pengobatan sang appa ditanggung oleh Eunkwang yang berbaik hati pada mereka, sedangkan penghasilan eommanya yang sejak dulu bekerja di restoran milik HyunHoon selama ini disimpan dan baru mulai digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari setelah appa-nya berhenti bekerja. Itulah yang Minhyuk tau, ia tidak pernah tau kalau Eunkwang memberhentikan appa-nya hanya dengan memberi pesangon sebanyak gaji sebulan, ia juga tidak pernah tau kalau uang yang digunakan untuk membiayai pengobatan sang appa adalah uang yang dipinjam eommanya dari Eunkwang dengan bunga tinggi dan dirinya sebagai jaminan. Minhyuk juga tidak pernah tau kalau penghasilan eommanya sejak dahulu ditabung juga sudah habis untuk membayar rumah sakit. Dan satu hal lagi yang Minhyuk tidak pernah tau, rumah yang mereka tempati sekarang bukanlah rumah warisan dari orang tua Sungjae seperti yang ia tau selama ini melainkan rumah pinjaman dari Eunkwang yang akan segera ia minta kembali dan itu berarti dalam waktu dekat mereka harus mendapatkan pinjaman atau kontrakan rumah baru.

"Ne, eomma, Minhyuk pergi dulu, annyeong," pamit Minhyuk sambil berjalan meninggalkan rumahnya.

Setelah memastikan Minhyuk benar-benar pergi Sungjae menutup pintu rumah sederhananya dan masuk ke dalam kamar, mengambil sesuatu berbentuk ayam jago yang selama ini selalu disimpannya di dalam lemari pakaian, di antara tumpukan pakaian mereka.

PRANG! (?)

Ayam jago tersebut pecah berkeping-keping, memeperlihatkan gundukkan uang koin yang tertumpah dari perut ayam jago tersebut. Yep, Sungjae membobol tabungannya. Ia terpaksa mengambil uang yang baru mulai disimpannya sejak dua bulan yang lalu.

"Jae, kenapa dipecah?" tanya Peniel – suami Sungjae dan tentu saja appa Minhyuk – yang terganggu tidurnya karena suara ayam pecah tadi.

"Kalau tidak dipecah bagaimana bisa kita bayar hutang pada Eunkwang hyung dalam waktu empat puluh delapan jam? Apa kau mau anak kita satu-satunya diambil oleh Eunkwang hyung?"

"Memangnya kalau kau pecah ayam itu uangnya bisa buat melunasi hutang kita? Biarkan saja Minhyuk dibawa oleh Eunkwang, hidupnya akan lebih baik setelahnya," jawabnya enteng.

"Hidup lebih baik? Aku yakin setelah dibawa Eunkwang hyung Minhyuk akan dipekerjakan sebagai budak seumur hidup, disuruh mencuci, ngepel, nyapu, menimba air, memahat patung, membersihkan kotoran ayam, memberi makan sapi, memotong rumput, membangun candi, dan melakukan berbagai pekerjaan berat lainnya." Sungjae menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi dan menggeleng-geleng gaje. "Andwe, andwe, itu semua tidak boleh terjadi."

"Membangun candi? Memangnya kau pikir Eunkwang itu Roro Jonggrang yang minta dibuatkan seribu candi dalam waktu semalam oleh Bandung Bondowoso, sudahlah, berhenti memikirkan hal-hal aneh seperti itu, waktu kita tinggal empat puluh tujuh jam lagi," Peniel mengingatkan dan turun dari tempat tidurnya, hendak membatu menghitung uang koin yang keluar dari perut ayam tadi.

Sadar kalau sedang membuang-buang waktu untuk hal tidak berguna, Sungjae segera menghentikan aktivitas mari-membayangkan-bagaimana-Minhyuk-di-rumah-Eunkwang nya dan mulai menghitung uang-uang koin yang ada di hadapannya bersama sang suami.

.

.

.

.

"Seratus… Seratus sepuluh... Seratus dua puluh… Seratus tiga puluh… Seratus lima puluh… Seratus tujuh puluh… Seratus sembilan puluh… Seratus sembilan puluh lima…. Dua ratus… Yah…. Hanya dua ratus ribu."

PenJae telah selesai menghitung uang-uang yang diambilnya dari perut ayam jago mereka dan hanya mendapatkan dua ratus ribu won saja, sedangkan jumlah yang harus dibayarkan pada Eunkwang dalam waktu kurang dari empat puluh tujuh jam lagi adalah tiga puluh juga won, itu berarti dalam waktu yang singkat tersebut mereka harus menghasilkan uang dua puluh sembilan juta delapan ratus ribu won lagi, sebuah jumlah yang kelihatannya mustahil bagi mereka.

"Hyung! Cepat bangun! Usaha sedikit dong, jangan cuma bermalas-malasan, kau mau uri Minhyuk dibawa oleh Tuan Eunkwang yang kejam itu? Cepat usahakan, pinjam tetangga atau gimana gitu," omel Sungjae pada Peniel yang terlihat tenang-tenang saja, berbeda dengan sang istri.

"Mau gimana lagi, masa buat hutang baru buat lunasin hutang yang lama, itu namanya gali lubang tutup lubang, sama aja dong," jawab Peniel santai.

Sungjae menarik kedua tangan suaminya, memaksa Peniel untuk bangkit. "Ya gimanapun pokoknya kau harus usaha agar Minhyuk tidak dibawa!" Sungjae mendorong paksa tubuh Peniel keluar dari rumah mereka.

"Ne… Aku usahakan," jawabnya malas-malasan.

.

.

.

.

Karena bingung harus kemana Peniel akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah keluarga Bang – tetangga mereka.

Tok… Tok… Tok… Tok….

Peniel mengetuk pintu beberapa kali, tak berapa lama kemudian pintu terbuka, menampilkan seorang namja bertubuh tinggi dengan rambut yang terlihat seperti ramen(?).

"Junhong-ah, bisakah aku bertemu dengan appa atau umma-mu?" tanya Peniel pada namja yang diketahui bernama Junhong itu.

"Appa dan umma sedang merayakan anniversary mereka yang ke 20," jawabnya.

"Anniversary ke 20? Kemana? Berangkat kapan? Kapan pulang?"

Junhong yang diberondong dengan berbagai pertanyaan oleh tamunya hanya menggelengkan kepala tanda tidak tau.

"Siapa, Junhong-ah?" tanya namja bertubuh pendek yang terlihat berlari menyusul Junhong dari dalam rumah dengan membawa sebuah bola di tangannya.

Junhong tidak menjawab, hanya sedikit menggeser tubuhnya, mempersilakan hyungnya untuk melihat sendiri.

"Jongup-ah," sapa Peniel pada namja itu, "kau tau appa dan umma-mu kemana? Dan kapan pulangnya?"

Jongup terlihat berpikir sejenak kemudian menjawab, "kata appa mereka sedang honey moon ke Manila. Kalau kapan pulangnya kami tidak diberi tau."

Peniel terlihat sedikit kecewa dengan jawaban yang diberikan namja bernama Jongup tersebut. "Oh, begitu yaa…. Ya sudahlah, ahjussi pergi dulu, annyeong…."

.

.

.

.

Sungjae side…

Dengan membawa sebuah tas kecil berwarna putih Sungjae berlari melewati pertokoan dekat pasar, langkahnya kemudian berhenti di depan sebuah toko, toko perhiasan emas tepatnya. Setelah terdiam beberapa saat di depan toko itu Sungjae akhirnya memutuskan untuk masuk.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pramuniaga pada Sungjae.

"Ini, saya mau menjual ini." Diserahkannya sebuah tas kecil tadi pada sang pramuniaga yang berdiri di belakang etalase. "Surat-suratnya ada di dalamnya, lengkap."

Namja pramuniaga itu mengangguk kemudian menuangkan isi tas tersebut di atas kaca etalase. Sebuah kalung, dua buah cincin yang terlihat seperti cincin couple, sebuah gelang berukuran kecil, dan beberapa buah perhiasan lainnya. Diambilnya perhiasan-perhiasan tersebut dan ditimbangnya. Setelah memencet-mencet beberapa tombol pada kalkulator dan sedikit berdiskusi pada seorang namja yang duduk di bangku di bagian belakang toko namja tersebut kembali pada Sungjae.

"Semuanya tiga juta tiga ratus ribu."

Sungjae mengangguk. "Baiklah."

.

.

.

.

Setelah dari toko emas dan menjual perhiasannya tadi Sungjae kembali ke rumahnya, bermaksud untuk menyimpan uang itu di dalam rumah.

"Omo! Omo!" pekiknya ketika mendapati rumah dalam keadaan kosong, ia berpikir pasti barang-barangnya sudah disita oleh Eunkwang, tapi ini kan belum lewat empat puluh delapan jam, masih ada empat puluh lima jam tersisa, kenapa barang-barangnya sudah dibawa? Lagipula perjanjiannya kan yang jadi jaminan adalah Minhyuk, bukan barang-barang perabotan rumahnya. Dan satu lagi, saat ia masuk tadi pintu rumah dalam keadaan terkunci, kalau benar suruhan Eunkwang, masa mereka mengunci kembali pintu seperti sedia kala setelah 'membersihkan' rumahnya?

TBC