BloodStained Black Rabbit Present
DISCLAIMER: Vocaloid © YAMAHA
[ Kami akan selalu bersama; saling mengerti, saling menyayangi dan juga saling mencintai ]
Cozt We Love Each Other!
Created by: BloodStained Kagamine Len
[ Karena kami adalah saudara kembar ]
Warning(s): OOC – AU *Maybe?* GAJE – ABALness. Typo or Misstypo *jaga-jaga*
DON'T LIKE? DON'T READ!
Pagi yang cerah di Jepang. Cahaya matahari yang membakar kulit kini menerpa kota Tokyo dengan ganasnya. Panas? Tidak. Tidak ada yang merasakan panasnya hari ini, soalnya—
—Ini adalah saat-saat yang ditunggu oleh banyak anak sekolah. Terutama dalam kelompok bernyanyi remaja ini; Vocaloid. Ada yang tidak mengenal namanya? Tidak. Nama Vocaloid adalah nama yang sangat terkenal di Jepang. Bukan hanya di Jepang, nama Vocaloid pun mulai merembes hingga Amerika. Grup yang berisi kumpulan gadis cantik dan pemuda tampan ini selalu saja mendapat sambutan dari banyak penggemar mereka. Apalagi di saat seperti ini—minggu menjelang awal musim panas.
Brak! Salah satu pintu kamar di apartemen khusus anggota Vocaloid terbuka dengan lebar. Dari dalam kamar itu nampak sosok pemuda bertemakan biru yang baru saja selesai dari kagiatan paginya; mandi dan berolahraga.
"Wah~ tidak lama lagi akan musim panas!" seru pumuda yang bernama Kaito itu. Kaito berjalan menyusuri setiap tapak lantai hingga menuju dapur, untuk sekedar sarapan pagi. "Ohayo!" Kaito melambaikan tangannya pada siapa saja yang dia temukan di dalam dapur. Namun yang dia temukan hanyalah—
"Ohayo gozaimasu Kaito!" sapa seorang gadis berambut hijau. Gadis yang akrab disapa Miku itu sedang duduk di meja makan—sendiri. Tidak ada yang menemani gadis ini. Ke mana semua anak-anak Vocaloid? "Kau mau sarapan? Kebetulan aku baru buat nasi goreng!" seru Miku sambil menyodorkan ke pada Kaito sepiring nasi goreng yang cukup menggugah selera.
"Terima kasih, tapi aku lebih memilih untuk makan es krim pagi ini." ucap Kaito yang sangat doyan dengan yang namanya –err es krim? Ya, di antara anggota Vocaloid, hanya dia yang paling maniak dengan nama yang lezat itu. "Oh ya, ke mana semuanya?" Kaito mengernyitkan dahi saat melihat keadaan apartemen yang terbilang sepi. Biasanya para anggota Vocaloid sudah berkumpul saat jam begini.
Miku menengadahkan kepalanya saat mendengar pertanyaan Kaito. Dengan perlahan, Miku segera mengangkat dirinya dari kursi yang dia duduki tadi. "Um.. Luka dan yang lainnya pergi refresing untuk menikmati libur hari ini, sedangkan Meiko dan Lily pergi menghadiri pers, mereka semua sibuk dalam liburan yang hanya sehari ini!" gumam Miku sambil memainkan jari tangannya yang lentik. Kaito yang mendengar jawaban Miku hanya memiringkan kepalanya ke samping, diikuti juga dengan alisnya yang naik sebelah. Ada yang kurang dari nama-nama yang baru saja disebutkan oleh Miku. Itulah yang melintasi pikiran Kaito. "Ah, Rin dan Len masih tidur di kamar mereka masing-masing.." menyadari gerap-gerip Kaito, Miku segera menjawab ke dua nama yang kurang itu; Rin dan Len. Dua saudara kembar dari Vocaloid. Dua saudara kembar yang sama persis, meski pun mereka bukanlah saudara kandung.
"Oh.." Kaito berjalan menuju kulkas yang terletak di sudut dapur, hendak mengambil es krim—makanan kesukaannya. "HAUP! Enaknya~! Hei, siapa yang membeli ini es krim?" tanya Kaito dengan wajah yang sangat cerah—seperti anak kecil yang mendapatkan sebatang permen.
Miku sedikit tersentak, kemudian dia mengibaskan rambut hijaunya yang belum diikat sama sekali. "Tentu saja Luka." jawab Miku acuh. Mood –nya berubah seketika.
"Wah~ enak sekali! Aku akan minta Luka untuk membelikannya lagi untukku!" seru Kaito dengan wajah berbinar-binar. Miku yang melihatnya hanya menghela nafas berat.
' Maniak es krim! ' batin Miku berucap demikian. Namun di luar, Miku hanya tersenyum sebagai respon untuk Kaito.
"Oh ya, Miku! Kau tidak membangunkan Rin dan Len?" Kaito menghentikan acara makan es krimnya sesaat. Ucapannya kali ini terdengar seperti sebuah perintah untuk Miku agar dia segera membangunkan kedua saudara itu.
"Oke.. oke.. akan kubangunkan.." Miku beranjak dari dapur, meninggalkan sosok Kaito yang sekarang sendirian di hadapan meja makan yang berukuran besar. Hm, makan sendiri? Hal itu tidak penting untuk Kaito, yang jelas, di hadapannya sekarang ada es krim yang memuaskan batin dan perutnya.
Miku's POV
"Oh ya, Miku! Kau tidak membangunkan Rin dan Len?" Kaito menghentikan acara makan es krimnya sejenak. Ucapan Kaito kali ini terdengar seperti sebuah perintah agar aku membangunkan kedua saudara itu.
"Oke.. oke.. akan kubangunkan.." aku beranjak dari dapur, meninggalkan sosok Kaito yang kini sendirian di hadapan meja makan yang berukuran besar. Langkah kakiku kini berjalan menaiki tangga dan menuju ke kamar yang terletak di samping kamarku—kamar Rin.
Tok! Tok! Tok! Dengan pelan aku mengetuk permukaan benda berukuran persegi panjang itu. Di permukaan pintu itu tertera tulisan Rin's Room yang menandakan kalau pemilik kamar ini adalah Rin Kagamine, sahabatku. Aku dan dia adalah orang yang dekat di Vocaloid. Yah, meski pun kuakui kalau Rin lebih dekat dengan Len, saudaranya.
"Rin? Ini sudah pagi, lho!" aku kembali mengetuk pintu berwarna orange itu. Tumben-tumbennya Rin terlambat bangun. Apa mungkin dia juga merasa lelah karena show kemarin? Mungkin saja. Tapi menurutku show kemarin tidak menghabiskan banyak tenaga, kok! Aku saja masih bisa berlari marathon kalau disuruh.
"Iya.. iya.. aku sudah bangun, Miku.." terdengar suaranya, Rin. Sepertinya dia sudah bangun dari alam mimpinya.
"Cepat turun, ya? Aku buat nasi goreng!" seruku dan segera meninggalkan pintu kamar yang dari tadi berhadapan denganku. Rin tidak merespon apapun, tapi aku dapat menduganya kalau dia sedang mengganti pakaiannya atau mungkin sedang mandi.
Kini aku berjalan menuju kamar yang terletak di samping kamar Rin. Di pintu kamar itu tertera tulisan Len's Room, kamarnya Len Kagamine. Saudara dari Rin sendiri. Aku yang telah berhadapan dengan pintu berwarna kuning itu segera mengepalkan tanganku dan hendak mengetuk pintu itu, namun—
—aku tidak mampu? Tidak. Tubuhku menjadi kaku dan wajahku memerah dengan sendirinya. Ada apa denganku? Kenapa hanya dengan mengetuk kamar Len wajahku memerah begini? Ditambah lagi dengan tanganku yang bergetar tidak karuan. Aduh.. ada apa denganku? Jangan bilang kalau aku—suka dengan Len? Tidak, tidak! Itu cerita lama!
Aku segera menjauhi pintu yang menjadi tabu di mataku itu. Kembali lagi aku mengetuk pintu kamar Rin. "Rin?" tanyaku memastikan bahwa Rin masih ada di dalam kamar itu.
"Ya? Aku ganti baju, nih." suara Rin terdengar memelas.
"Ng.. setelah ini tolong kau bangunkan Len, ya? Aku.. aku mau menyiapkan makanan dulu.." ucapku mencari alasan. Setelah aku menerima jawaban 'Oke' dari Rin, akupun berlari dengan cepat dan menuju ke dapur. Aku aneh sekali kalau menyangkut soal Len Kagamine. Kuakui, dulu aku memang menyukainya, tapi semakin lama perasaan itu mulai hilang dari hatiku. Apa itu hanyalah perasaan kagum semata? Kuakui juga, aku sangat terkagum-kagum dengan kepribadian Len yang selalu dia tujukan ke pada orang lain. Oke, kuanggap saja perasaan itu sebagai perasaan kagum semata. Tapi kenapa debaran ini kembali? Padahal sudah ada orang yang aku sukai lagi di anggota Vocaloid. Akh, aku memang pling-plang!
' Aku .. tidak akan suka padanya.. ' batinku berucap dingin.
Rin's POV
"Rin?" Miku kembali mengetuk pintu kamarku untuk kedua kalinya. Aku yang saat itu sedang mengganti pakaian cukup terganggu juga.
"Ya? Aku ganti baju, nih." Teriakku dengan suara yang memelas.
"Ng.. setelah ini tolong kau bangunkan Len, ya? Aku.. aku mau menyiapkan makanan dulu.." ucap Miku yang terdengar gelagapan. Ada apa dengan anak ini? Tapi tak apalah, aku jawab 'Oke' saja. Tidak lama setelah itu, derap langkah kaki Miku mulai menjauh meninggalkan kamarku.
Dua puluh menit kemudian, aku telah lengkap dengan pakaian sehari-hariku. Hari ini adalah hari yang bebas untuk kami (Vocaloid) karena jadwal show kami kosong untuk hari ini. Haha, hanya sehari saja. Tepat liburan musim panas nanti, jadwal kami akan semakin padat! Huh, nasib penyanyi.
Aku segera keluar dari dalam kamarku yang bertemakan orange itu. Dengan perlahan-lahan, aku segera menuju ke kamar Len, saudaraku. Meski pun sebenarnya kami tidak punya hubungan darah. Sebab, aku hanyalah anak yang dipungut oleh keluarga Len. Tidak kusangka juga kalau kami terlihat seperti saudara kembar.
"Len? Kau masih tidur? Ini sudah pagi!" omelku. Dengan cukup kasar, aku mengetuk pintu Len. Namun apa yang terjadi? Tidak ada jawaban. Apa bocah pisang itu telah mati? Tidak ada jawaban seperti itu membuatku merasa dikacangi. Perlahan-lahan aku menarik nafas—memunculkan tiga urat di keningku, dan—
TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK!
Aku mengetuk pintu kuning itu dengan ketukan bertubi-tubi ala Rin Kagamine. "Hoi Len Kagamine! Kalau kau belum binasa di neraka setidaknya jawab panggilan ini!" aku kembali menggedor pintu innocent itu. Argh, aku memang selalu emosi jika menghadapi saudaraku yang satu ini.
TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK! TOK!
Kembali lagi aku menggedor kamar itu dengan bantuan kaki-kakiku. Huh, barulah bocah pisang itu muncul dari sarangnya. Aku sedikit dibuat terpaku akan kedatangannya yang disambut oleh aroma wangi-wangian. Aku sedikit mengendus-endus untuk memastikan wangi-wangian itu bukan aroma sesajen.
"Ha? Kenapa wangimu begini? Kau punya jadwal show?" tanyaku sambil mengendus-endus aroma harum dari Len. Sepertinya dia memakai wangi-wangian untuk cowok. Ha?
"Kau ini seperti kucing saja. Kenapa mengendus-endus begitu?" Len mengernytikan dahi saat melihat tingkahku. Aku yang menerima pertanyaan itu reflek menutup wajah dengan telapak tanganku yang mungil. Wajahku memerah malu, tentu.
"Hahaha, tidak sopan! Setidaknya jawab dulu pertanyaan kakakmu Len!" aku berkacak pinggang sambil mengacak-acak rambut Len yang sepadan dengan warna rambutku.
Len hanya memasang style cool –nya; memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya. Kemudian dia berjalan melewatiku. Geh, cuek sekali!
"Aku ada kencan." ucap Len datar. Aku yang menerima suara itu melalui indra pendengaranku langsung membulatkan iris biru sapphire –ku, kaget. Tubuhku seketika kaku. Bahkan, aku sama sekali tidak mampu untuk bergerak selangkah saja—setidaknya untuk menanyakan dengan siapa Len akan berkencan.
Tunggu? Aku ini kenapa? Kenapa mataku memanas? Dan—oh, aku menangis? Sejak kapan? Kenapa aku menangisi Len?
"Kh, bodoh! Kenapa aku menangis…?" gumamku sambil menyeka aliran sungai kecil yang tanpa sadar diciptakan oleh iris biru sapphire –ku. Tubuhku sedikit bergetar—RALAT! Tubuhku bergetar kuat! Sampai-sampai aku… rasanya ingin pingsan? Sesak?
Ukh! Sadarlah Rin! Kenapa akhir-akhir ini kau seperti ini terus? Kenapa kau terlihat seperti orang bodoh di depan adikmu sendiri? Atau jangan-jangan—
"Rin, apa yang kau lakukan di sini?" seseorang menepuk pundakku dengan pelan. Reflek aku menoleh dan menemukan sosok Kaito yang keheranan melihatku. "Lho? Kau menangis?" tanya Kaito dengan intonasi yang mulai naik beberapa tingkat.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. Kupaksakan bibir ini untuk tersenyum tegar di hadapan Kaito—agar dia tidak cemas. "Bukan apa-apa…" aku menyeka air mata yang mengalir menuruni pipiku sendiri.
"Kau serius? Tapi kau—apa Len melakukan hal yang menyakitimu?" tanya Kaito sedikit serius. Aku hanya dapat terbelalak mendengar pertanyaan itu. Memang Len tidak mengatakan apapun yang terdengar pedas, tapi—kenapa kata-katanya yang singkat dan padat itu terasa mengiris?
"Ti-tidak, kok! Aku hanya kelilipan saja! Hahaha, kau tahu 'kan angin akhir-akhir ini sangat kencang!" aku menyembunyikannya—segala kegundahan yang melandaku ketutupi dengan senyuman palsu. Kaito hanya menghela nafas, tapi sekilas dia tersenyum.
"Hahaha, kau tegar sekali Rin!" Kaito mengacak pucuk kepalaku. Satu kata yang dikeluarkannya juga membuatku bingung. Apa Kaito tahu kalau aku berbohong? Sepertinya iya, tapi berbohong seperti itu –mengikuti alur permainanku- membuatku cukup merasa tenang.
Aku memegang pucuk kepalaku. Sebelah pipiku kubuat menggembung seperti balon—mood –ku jadi tidak menentu pagi ini. Setelah itu aku menuruni tangga dan menuju ke dapur (ruang makan) untuk menikmati sarapan pagi.
"Ohayo Miku!" sapaku dengan keceriaan yang dibuat-buat. Miku tersenyum sekilas, kamudian dia menyodorkanku sepiring nasi goreng.
"Makanlah. Kau pasti lapar 'kan?" tebak Miku sambil terkekeh kecil. Miku jago juga menebak.
"Tentu! Gara-gara show kemarin, perutku jadi sangaaaat lapaaar!" keluhku sambil melahap dengan ganas nasi goreng yang terasa –err hambar itu? Rasanya Miku lumayan pandai memasak, tapi kenapa rasanya—tidak enak? Ya sudahlah. Yang penting makan. Nanti saja aku makan lagi di luar.
"Oh ya, Len tadi ke mana? Sampai-sampai dia tidak sarapan pagi…" ungkap Miku. Aku menengadahkan kepalaku, menghentikan sarapanku yang kupaksa terasa istimewa.
Nafsu makanku hilang seketika. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menghela nafas berat. "Tidak tahu." balasku singkat. Mataku mulai menatap kosong dan sedikit terlihat berkunang-kunang? Ohaha, mimpi apa aku?
Miku hanya terdiam, mengakibatkan keheningan menyelimuti kami. Sepi sekali hari ini. Kaito berada di kamarnya, dan yang lainnya meninggalkan apartemen—termasuk Len. Keheningan yang tidak sesuai denganku membuatku memutuskan untuk berjalan-jalan mencari angin di luar apartemen.
Gratak! Aku mengangkat tubuhku dari kursi. Segera aku berpamitan ke pada Miku dan meninggalkan apartemen.
"Tidak lama lagi musim panas…" gumamku dengan tatapan kosong dan tanpa tujuan. Aku terus sibuk memikirkan kegiatan musim panasku yang mungkin akan diisi dengan berbagai show yang sangat padat. Padahal biasanya aku dan Len kembali ke rumah saat musim panas. Haha, sepertinya tahun ini tidak mungkin.
Kembali lagi. Lagi-lagi mataku memanas dan mulai basah. Seluruh kenangan musim panas tahun lalu yang kubuat bersama Len merasuki kepalaku, memecah segala memori yang kututup dengan sengaja. Aku memang takut, sangat takut. Begitu mengingat bahwa hubungan kami berubah drastis. Dari hubungan kakak beradik yang sangat akrab, semuanya berubah menjadi legang. Aku tahu betul, dulu kedekatan kami seperti sebuah pena dan tintanya; saling mengisi kekuarangan satu sama lain. Tapi kini lain, Len seakan-akan memperlebar jarak di antara kami. Dia menjauhiku. Ada apa dengannya?
Aku kemudian duduk di salah satu bangku taman di pusat kota. Keramaian menyelimuti sekelilingku. Untung saja aku memakai alat penyamaran; topi dan sebuah kacamata. Hah, tertawa saja melihatku memakai kacamata. Ini juga kulakukan agar para fans tidak mengerumuniku. Tapi apa Len juga begitu? Rasanya tadi dia bersih dari kata penyamaran. Ck, dasar bocah sombong dan pamer.
"AARGH! Aku benci Len Kagamine!" teriakku tiba-tiba. Seluruh orang yang berlalu lalang menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya. Aku tahu mereka pasti menganggapku gila karena sudah mengeluarkan kata 'benci' pada Len yang merupakan idola terkenal di kalangan anak sekolah.
Sudahlah, Rin. Untuk apa meneriaki sosok yang sama sekali tidak ada. Dia bahkan tidak pernah berada lagi di sampingmu; mengisi segala kekuranganmu dengan kelebihan yang dia punya. Kau juga tahu, mungkin saja Len sudah bosan melihat tampangmu yang selalu garang ke padanya, hingga dia memilih untuk menghindarimu. Terima saja apa adanya. Tanpa Len, dunia yang kau bangun masih berputar 'kan?
"Benar… itu benar.. tapi—kenapa aku sesepi ini tanpa Len..?" isakku terdengar. Aku tahu ini memalukan untukku, tapi mau bagaimana lagi? aku terlalu kesepian tanpa saudara yang sudah seperti sebuah bayangan untukku. Aku terlalu sepi dan hampa tanpanya—Len. "Len jahat! Tega-teganya seperti itu padaku! Awas saja nanti kalau aku melihatmu, Len!" ucapan kasar tentangnya lagi-lagi keluar dari bibirku. Mungkin saja jika Len melihatku dia akan mundur sejauh sepuluh meter karena kata-kataku yang kelewat kasar ini.
Normal POV
"Benar… itu benar.. tapi—kenapa aku sesepi ini tanpa Len..?" isak Rin semakin menjadi-jadi. Memang memalukan untuk Rin, tapi mau bagaimana lagi? Rin terlalu kesepian tanpa saudara kembarnya yang satu itu (Len). "Len jahat! Tega-teganya seperti itu padaku! Awas saja nanti kalau aku melihatmu, Len!" lanjut Rin dengan isakan kecilnya. Rin terus menyebut nama saudaranya itu tanpa henti—berharap jika orang yang dia panggil berada di depannya sekarang. Tapi sayang, semua itu hanyalah harapan kosong Rin. Nyatanya, sosok yang diharapkannya sama sekali tidak ada—sekarang dia memang sudah terlalu jauh dengan Rin.
[ Sekarang kita semakin jauh ]
Rin terus terisak. Angin sepoi terus menyelimuti pori-pori kulit Rin yang awalnya hanya memakai pakaian tanpa lengan—pakaian musim panas. Sendirian di tengah taman dengan angin yang memanggil hawa dingin membuat gadis ini sedikit iri saat melihat beberapa pasangan yang kebetulan saat itu sedang bermesraan menyambut musim panas.
' Apa ini yang kuharapkan dari Len? '
TBC
A/N: Ya~ setelah saya cuma nongol di fandom ini sebagai reader, akhirnya saya berani juga untuk menulis fic XDD *nyalain kembang api*
Aduh.. saya juga masih dalam golongan newbie lho! Jadi masih butuh masukan dari para author khususnya di fandom Vocaloid XDD Soalnya saya juga belum hafal banyak nama orang-orang di Vocaloid.. (_ _) *Nunduk*
Dan saya juga nekat banget buat fic multichapter, padahal masih first fic di fandom ini… TT *Pundung*
Dan maaf kalau saya jadikan mereka berdua (RinLen) saudara tiri … TT Soalnya tidak tega juga kalau saudara kandung saling suka 'kan? Ini sih menurut saya XDD
Oh ya, sedikit ungkapan terakhir dan pertanyaan dari saya; Miku itu cocoknya dipasangin dengan siapa, ya? :D Apakah dengan Kaito? O.o Beri masukan dooooong~! X3
Dan~~~~~ untuk terakhir, Reviews-minna! XDD Terima flame kok! ^^ Hanya saja saya hanya menerima flame yang masuk akal saja! Maksudnya masuk akal dengan kekurangan pada fic saya! Oke? :D
GIVE ME REVIEWS? :D
BloodStained Kagamine Len
