An Eyeshield 21 Fanfiction
Lost in Time
Adapted from: Lost in Time (The Clockwork Tower) game
Disclaimer for game: Namco Networks America Inc.
Disclaimer for Eyeshield 21: Inagaki Riichiro and Murata Yuusuke
Written by: undine-yaha
HiruMamo slight SenaSuzu
Happy reading!
Suzuna mengetuk-ngetukkan sepatu mary jane birunya ke jalan berbatu itu. Wajahnya terlihat tidak sabar.
"Ayo Mamo-nee, cepat masuk!" serunya ketus sambil menunjuk sebuah menara jam tua yang hanya berjarak beberapa langkah dari tempatnya berdiri.
Mamori menggeleng. "Aku tidak yakin, bisakah kita batalkan saja taruhan kemarin?"
"I-iya, S-Suzuna," Sena membela Mamori, "menara jam itu terlalu menakutkan untuk dimasuki…."
Suzuna merengut. "Kemarin kita bertaruh, kalau Pak Hawkins memotong rumput di halamannya hari Rabu, maka aku yang menang. Kalau hari lain, maka Mamo -nee yang menang. Yang kalah harus berani masuk ke dalam menara jam itu dan menceritakan apa yang ada di dalamnya!"
"Ugh, untuk itulah aku tidak suka bertaruh," sesal Mamori.
"Pak Hawkins memotong rumputnya hari Rabu, jadi Mamo-nee kalah! Sekarang, ayo masuk ke menara jam itu!" seru Suzuna lagi.
"Oke!" Mamori membulatkan tekad. "Aku akan masuk ke sana. Aku tidak takut! Akan kujelajahi bangunan menara jam itu dan akan kuceritakan pada kalian apa yang ada di dalamnya!"
Mamori melangkah dan membuka gerbang besi yang menjadi pintu masuk ke menara jam.
"Selamat bersenang-senang!" Suzuna melambaikan tangan.
"Mamori-neechan! Hati-hati! Banyak yang bilang di situ ada hantunyaaaaa!" seru Sena memperingatkan.
Mamori hanya melambaikan tangan. Ia lanjut membuka salah satu pintu di bangunan yang menjadi satu dengan menara jam itu. Mamori masuk ke dalam. Pintu tertutup.
"Hmh, semoga dia baik-baik saja," harap Sena.
"Dia akan baik-baik saja," sahut Suzuna, "aku yakin menara jam itu tidak semenakutkan cerita orang-orang di kota ini," ujarnya.
Diam sesaat. Suzuna menyikut Sena.
"HIE? Ada apa?" tanya Sena kaget.
"Katamu kau ingin memberikan sesuatu padaku tadi," tanya Suzuna malu-malu, "apa itu?"
Sena langsung terlihat panik. "Err, itu…."
-TheClockworkTower-
Suasana di dalam bangunan itu sangat sepi. Lantai dan dindingnya jarang dibersihkan sehingga penuh dengan debu. Pengurus menara jam itu hanya satu orang, namanya Mr. Clocksmith, dan ia lebih sibuk mengurusi jam raksasa yang terpasang di menara dibandingkan membersihkan bangunan menara.
Mamori melanjutkan langkahnya naik ke atas menara dengan sebuah elevator kayu. Suara berderit mengiringi kotak kayu yang naik ke lantai teratas.
"Sepertinya ini ruang mesinnya," gumam Mamori memasuki sebuah ruangan yang penuh dengan tuas dan gigi roda raksasa. Ada sebuah tangga melengkung menuju puncak menara. Mamori menaikinya dengan berani.
"Permisiii!" panggilnya, "Mr. Clocksmith? Apakah Anda di sini? Mr. Clocksmith?"
Orang yang dimaksud sedang sibuk berjongkok mengerjakan sesuatu. Mamori hanya bisa melihat punggungnya yang memakai kemeja merah dan rambutnya yang putih akibat dimakan usia.
"Mr. Clocksmith?" panggil Mamori lagi. Pria tua itu tidak mendengar. Suara dari penggerak jarum jam dan segala komponen lainnya memang cukup berisik.
Mamori melengos. Ia melihat sekeliling dan menemukan sebuah jam saku tergeletak di dekat . Sepertinya terjatuh dari saku celananya.
Gadis berambut auburn dengan pakaian hijau kebiruan itu memungut jam saku tersebut. Ia melihat sebuah nama terukir di atasnya.
Hiruma Yuuya
Mamori mengernyit. Siapa? Apakah itu nama asli dari ?
"Mr. Clocksmith, jam saku Anda terjatuh!" Mamori setengah berteriak, "Mr. Clocksmith!"
Mamori menepuk bahu dan pria itu terkejut bukan main.
"Waaa!"
"Kyaaa!"
KRAK!
terkejut, membalik badan, lalu menabrak tangan Mamori yang sedang memegang jam saku berwarna emas itu. Jam saku itu terlepas dari genggaman Mamori dan terjun bebas ke arah gigi roda raksasa yang sedang berputar.
"Oh, tidak!" seru Mamori. Ia sempat melihat ekspresi kaget , tapi belum sempat salah satu dari mereka berbicara lagi, seluruh bumi seperti berguncang—tepat beberapa detik setelah jam saku itu membentur salah satu gigi roda.
-TheClockworkTower-
Mamori tersadar dan menemukan dirinya terbaring di atrium menara. Tempat itu terlihat kacau. Sebuah balok kayu besar tergeletak di sebelahnya. Buku-buku berserakan di lantai. Beberapa serpihan kayu jatuh dari langit. Mamori cepat-cepat bangkit dan berdiri.
Ia melihat ke belakang dan menemukan sebuah pintu, meja gambar, elevator kayu, dan tangga.
"Astaga, apa yang baru saja terjadi? Sepertinya ada gempa… aku harus segera keluar!" gumamnya panik, "t-tapi… bagaimana dengan ?"
tidak terlihat dimanapun. Kepanikannya semakin menjadi.
"Mr. Clocksmith! Kau dimanaaa? Apakah kau baik-baik sajaaa?" Mamori berteriak. Suaranya menggema di lantai bawah tersebut.
"Woy!"
"Kya!" Mamori terlonjak kaget ketika mendengar suara seorang lelaki. Bulu kuduknya meremang. Suara itu terlalu muda untuk suara Mr. Clocksmith.
"S-siapa d-disitu?" tanya Mamori terbata-bata.
"Di sini, cewek sialaan!" suara itu menyahut, "woi! Lihat di bawahmu, baka!"
Mamori mengernyit. Ia merasa terganggu dengan kosakata kasar lelaki tersebut. Ia melihat ke bawah.
Di dekat kakinya ada sebuah jam saku. Mamori terkejut. Bukankah itu jam saku milik Mr. Clocksmith?
"Woi! Malah bengong! Ambil gueee!"
Mamori menjerit ngeri. Suara itu berasal dari jam saku tersebut. Setengah tidak percaya, Mamori memungut jam saku itu.
"K-kau… b-bisa bicara? Mr. Pocket Watch?" tanya Mamori. Ia merasa sedang bermimpi. Tapi kelihatannya ini semua nyata.
"Bisa. Nama elo siapa?" tanya Si Jam Saku.
"A-aku Mamori… apakah kau punya nama, Mr. Pocket Watch?"
"Hiruma," jawab jam saku itu. "Waktu kita nggak banyak. Aku hanya akan menjelaskan satu kali tentang apa yang terjadi dan dengarkan baik-baik, mengerti? Tidak ada pengulangan."
Mamori benar-benar bingung. Tapi ia hanya bisa menganggukkan kepala.
Jam saku milik Mr. Clocksmith bukanlah jam saku biasa. Jam tersebut diciptakan untuk mengatur pergerakan waktu, hampir mirip seperti mesin waktu. Akibat benturan dengan roda gigi di menara jam maka jam saku tersebut rusak. Waktu jadi tidak berjalan dengan benar. Semuanya kacau.
"Yah, kurasa akan buang waktu saja menjelaskan teknisnya. Sekarang kau harus mempertanggung jawabkan kesalahanmu!" perintah Hiruma.
"Eeeh? Tapi aku harus melakukan apa?" tanya Mamori.
"Kau harus mengembalikan waktu yang hilang."
Sebuah gambar hologram muncul dari jam tersebut. Ia adalah sesosok pemuda berambut pirang dan bertelinga elf, menyeringai pada Mamori.
Mamori terkejut. "Hi-Hiruma-kun… jadi… penampakanmu seperti itu?"
Hiruma memasang wajah kesal. "Penampakan. Memangnya aku hantu? Kekekeke!"
-TheClockworkTower-
Tugas pertama yang diberikan Hiruma untuk mengembalikan waktu yang hilang adalah: keluar dari menara jam.
"Berjalanlah lurus naik tangga yang ada di sebelah kiri itu," kata Hiruma, "pintu keluarnya ada di lantai utama."
Mamori melihat ke pintu yang telah ia temukan sebelumnya. "Memangnya pintu itu tidak menuju ke luar?"
Hiruma menggeleng. "Itu pintu menuju halaman belakang."
"Kita tidak bisa keluar dari halaman belakang?"
"Tidak bisa. Ada tembok yang cukup tinggi. Kalau kau mau mencoba memanjat ya silakan," jawab Hiruma jutek.
Mamori menggembungkan pipinya, kesal. Kenapa di saat darurat seperti ini harus setan itu yang menjadi dewa penolongnya?
Elevator kayu yang digunakan Mamori sebelumnya tidak bisa digunakan. Tangga yang ada juga rusak.
Mamori menaiki lima buah anak tangga menuju lantai utama. Suasananya kurang lebih sama dengan atrium tadi. Mamori menghampiri pintu yang berada tepat di depannya.
"Terkunci," ujar Mamori ketika ia tidak bisa menarik pintu tersebut. "Bagaimana ini?"
Ia melihat ke sebelah kiri. Ada sebuah pintu lagi. Tapi baru saja Mamori mau melangkah ke sana, Hiruma mencegahnya.
"Pintu itu menuju ruang kerja di lantai atas, bukan keluar," jelasnya.
"Kalau begitu sekarang kita harus mencari kunci untuk pintu keluar ini?" tanya Mamori. Hiruma mengangkat alis. "Begitulah."
Mamori mengamati sekali lagi pintu keluar itu. Ada sebuah catatan di sana.
TOY EMPORIUM
Jangan lupa untuk pergi ke tempatku jika terjadi sesuatu. Aku akan membantumu.
-Musashi
"Oh, Musashi-kun yang bekerja di Toy Emporium?" Mamori mengerjapkan matanya, mengenali pemuda itu. "Dia bisa membantu kita, Hiruma-kun! Tapi bagaimana bisa pergi ke sana kalau kita tidak bisa keluar dari sini?"
Mamori menyapukan pandangannya lagi ke seluruh ruangan, berharap menemukan kunci itu. Ia berjalan ke atrium dan mendekati meja gambar.
"Astaga, berantakan sekali. Apakah memang dari awal seperti ini atau karena gempa tadi?" Mamori bertanya-tanya. Ia sangat cinta kerapian dan kebersihan, sehingga ia risih sekali melihat barang-barang berserakan di meja gambar itu. Ada meja, mesin ketik, sofa, globe, mantel, dan banyak barang lain.
"Itu dari dulu sudah seperti itu kok," jawab Hiruma.
"Kau sepertinya tahu persis seperti apa tempat ini. Sebetulnya… kau ini siapa?" Mamori teringat nama yang dibacanya ketika menemukan jam saku itu kali pertama. Hiruma Yuuya. Apakah pemuda ini Hiruma Yuuya?
"Itu tidak penting, gadis cerewet. Sekarang coba kau cari kuncinya!" perintah Hiruma. Mamori hanya meliriknya tajam lalu mulai mengamati meja gambar itu lebih teliti.
"Ada potongan peta," Mamori tersenyum. "Mungkin bisa berguna."
Ia mengambil potongan peta itu dan memasukkannya ke saku pakaiannya.
Zuuung… zuuung…
Hiruma terkejut. Mamori melihat sekeliling.
"Suara berdengung apa itu?"
"Ke dekat elevator!" perintah Hiruma. Mamori berjalan ke sana.
"Tidak ada apa-apa," ujar Mamori. Jam saku yang dipegangnya menyala-nyala.
"A-ada apa? Kau baik-baik saja, Hiruma-kun?" Mamori menatap Hiruma khawatir.
"Arahkan aku ke dekat elevator. Ada sesuatu di sana," pinta Hiruma. Mamori mengarahkan jam saku ke arah elevator. Tiba-tiba terlihat sebuah kunci melayang-layang di udara. Kunci itu tidak padat, lebih kelihatan seperti bayangan saja.
"Tekan tombol yang ada di sebelah kanan jam ini," perintah Hiruma. Mamori menekannya. Kunci itu berubah menjadi kunci yang sesungguhnya dan terjatuh ke lantai.
"Ajaib," desis Mamori. Ia memungut kunci itu.
"Kunci itu terperangkap di dimensi waktu yang lain," ujar Hiruma, "aku bisa mengembalikannya, seharusnya sejak awal tadi, tapi kenapa baru sekarang?" nadanya terdengar kesal.
Mamori tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, yang penting sekarang kuncinya sudah ketemu!"
Hiruma melirik Mamori sejenak, lalu membuang wajah. "Ya sudah. Sekarang cepat kita keluar."
-TheClockworkTowerFrontyard-
Mamori membuka pintu dengan kunci yang baru saja didapatkannya. Ia bernapas lega dan merasakan angin segar di luar.
"Halaman depan menara jam," ujarnya. Ia melangkah ke gerbang yang tertutup.
"Ugh, jangan bilang gerbangnya terkunci juga," keluh Mamori. Ia baru saja akan mendorong gerbang itu, tetapi gempa waktu kembali terjadi.
Mamori terjungkal ke belakang ketika seluruh tanah berguncang keras. Untunglah gempa waktu tidak sampai tiga detik lamanya.
"Astagaaaa gempa lagi," Mamori membuka mata. Kepalanya terasa pusing. Tapi ia harus cepat. Segera ia duduk dan mengambil jam saku yang tergeletak di sebelahnya.
"Kau tidak apa-apa?"
Hiruma dan Mamori terkejut. Mereka mengatakan kalimat tadi berbarengan.
"Aku tidak apa-apa, cewek sialan," jawab Hiruma kasar. Mamori kelihatannya sudah kebal dengan ketidaksopanan pemuda itu. Bukannya marah, ia malah tersenyum.
"Syukurlah kalau kau baik-baik saja," ujarnya, "aku juga baik-baik saja kok. Aku tidak menyangka kau mengkhawatirkan aku."
Hiruma berdecak kesal. "Kalau begitu cepat berdiri dan arahkan aku ke batang pohon di belakangmu."
"Ah, benar, ada suara mendengung dari pohon ini." Mamori segera berdiri dan mengarahkan jam saku ke depan pohon. Sebuah tuas muncul. Mamori menekan tombol di sebelah kanan dan mengambil tuas itu.
"Yatta!" ia bersorak, "ini tuas untuk membuka gerbang!"
Mamori membuka gerbang itu, lalu ia terpaku.
"Ada apa?" tanya Hiruma.
"Aku baru menyadari sesuatu," ujar Mamori pelan, "tadi terang, sekarang gelap, lalu terang lagi, lalu gelap—"
Ia menengadahkan kepalanya ke langit. Matahari dan bulan bergantian muncul di sana. Siang menjadi malam hanya dalam beberapa menit. Malam berganti lagi menjadi siang—juga hanya beberapa menit saja.
"Waktu telah hilang," Hiruma ikut melihat langit itu. "kau saksikan sendiri betapa kacaunya peredaran bulan dan matahari."
Mamori benar-benar terpukul. Ia mengepalkan tangannya, menguatkan diri.
"Aku… akan mengembalikan waktu," ujarnya, "akan kukembalikan waktu yang hilang itu!" tegasnya. Ia berjalan keluar dari area menara jam dan memasuki taman kota.
Diam-diam, Hiruma tersenyum simpul.
-MemorialPark-
"SUZUNA!"
Mamori menghampiri sesosok gadis yang sempat bersamanya sebelum ia masuk ke menara jam tadi pagi. Suzuna diam seperti patung. Seluruh tubuhnya diliputi sinar berkelap-kelip.
"Suzuna! Suzuna-chan, kau kenapa?" tanya Mamori sambil mengguncang-guncang bahu Suzuna. Tubuh itu tidak dapat digerakkan.
"Apa yang terjadi?" tangan Mamori gemetar, kedua mata birunya berkaca-kaca.
"Dia membeku. Terjebak dalam dimensi waktu yang kacau," jawab Hiruma, "kalau kau ingin menolongnya, kau harus kembalikan waktu yang hilang."
Mamori mendesah sedih. Tapi Hiruma benar, hanya itulah yang bisa ia lakukan.
"Tunggulah, aku akan menolongmu, Suzuna." Tekadnya.
Gadis itu berjalan meninggalkan Suzuna menuju Toy Emporium. Namun sayang sekali, jembatan kecil yang menghubungkan Memorial Park dengan Toy Emporium telah rusak.
"Ya ampun, sekarang bagaimana caranya kita bisa ke Toy Emporium?" Sungainya memang tidak terlalu lebar, tapi berbahaya untuk mengarunginya melihat arus sungai yang cukup deras. Bisa-bisa Mamori hanyut sebelum sampai ke seberang.
Mamori melihat sekeliling. Di dekat Suzuna yang membeku, ada sebuah jam matahari. Di dekat jam itu ada berbagai benda berserakan.
"Akan kulihat, mungkin ada yang bisa dipakai," kata Mamori sambil berjalan ke arah jam matahari.
"Saat gempa waktu terjadi, beberapa benda bisa tidak berada pada tempatnya, atau juga rusak," ujar Hiruma, "lihat jam matahari sialan ini. Berantakan sekali. Ada semangka sialan, keranjang piknik sialan, kapak sialan—"
'Kapak?' Mamori melihat sebuah kursi taman dari kayu yang berada di dekat lampu jalan. 'Mungkin….'
"—jeruk sialan…," Hiruma mengakhiri permainan mengucapkan benda dengan kata sialan-nya ketika Mamori mengambil kapak yang tergeletak di rumput itu.
"Mau kau gunakan untuk apa, cewek sialan?" tanya Hiruma.
"Berhentilah memanggilku cewek sialan! Namaku Mamori!" protes Mamori pada pemuda berambut pirang spiky itu. "Aku akan menggunakan kapak ini untuk menghancurkan bangku taman itu. Patahan kayunya akan kugunakan untuk menambal jembatan!"
Hiruma terkekeh. "Pintar juga kau cewek sialan."
"Huh, jangan remehkan aku ya!" balas Mamori dengan sedikit tersipu.
Mamori menggosok-gosokkan kedua tangannya sebelum mengangkat kapak itu dan mulai menghancurkan bangku taman.
KRAK! KRAK! KRAK! BRAK!
"Fuwaaaah," Mamori mengembuskan napasnya. Titik-titik keringat bermunculan di dahinya.
"Ayooo cewek sialan!" kata Hiruma, lebih terdengar seperti memerintah daripada memberi dukungan. "Bangku sialan itu baru retak, belum hancur! Ayooo cepaaat!"
"MOUUU! Aku sedang berusaha! Kapak ini berat, tahu!" bentak Mamori.
"Mengeluh tidak akan menjadikan pekerjaanmu cepat selesai! Cepat angkat lagi kapak itu!" balas Hiruma.
"Kalau tidak bisa membantu jangan ribut! Bukannya mendukung malah marah-marah!" balas Mamori.
"Bagaimana aku bisa membantu, aku ini program di dalam jam, BAKA!" Hiruma membentak lagi.
"KALAU BEGITU JANGAN MENAMBAH BEBANKU SAJA!" Mamori menjerit.
"KAU MAU MENYELAMATKAN TEMAN SIALANMU, NGGAK? KALO IYA, BURUAN!" teriak Hiruma.
Melampiaskan kekesalannya pada Hiruma, Mamori menghajar bangku taman itu hingga ambruk dan menyisakan potongan-potongan kayu yang bisa digunakan untuk menambal jembatan.
Bruk!
"Hahh… hahh… hah…."
Mamori menjatuhkan badannya ke rumput dengan napas terengah-engah. Kedua tangannya terentang, dengan tangan kanan melepaskan kapak yang tadi digunakan.
"Akhirnya… bangkunya… hancur… juga," ucap Mamori di sela-sela napasnya.
Hiruma yang diletakkan di rumput, di samping kepala Mamori hanya terdiam. Ia melirik telapak tangan Mamori yang memerah.
"Tanganku perih," desis Mamori ketika nyeri mulai menjalari telapak tangannya. "Aduh…."
"Kau istirahat dulu saja," kata Hiruma pelan.
"Hmh? Iya," Mamori tiba-tiba saja merasa salah tingkah. Ia bahkan tidak yakin jika yang bicara tadi adalah Hiruma. Tapi di Memorial Park hanya ada mereka berdua, ditambah Suzuna yang membeku.
Hening sesaat.
Mamori kembali mengaduh. Rasa panas di tangannya belum juga hilang. Ia berguling ke sebelah kanan dan memejamkan matanya, membiarkan angin sepoi meniup rambut auburn pendeknya.
Hiruma yang berada tepat di depan wajah Mamori bisa melihat jelas rupa gadis berparas malaikat itu.
"Oi, cewek sialan."
"Hm?" sahut Mamori, membuka matanya, menatap wajah hologram pemuda di hadapannya.
"Coba kulihat tanganmu," pinta Hiruma. Mamori mengernyit bingung. Ia tunjukkan kedua telapak tangannya yang memerah.
Sinar memancar dari jam saku tempat hologram Hiruma muncul. Hiruma menggunakan kemampuan jam itu untuk mengembalikan waktu. Ia mengembalikan tangan Mamori pada kondisi ketika belum menghancurkan kursi taman itu. Tangan Mamori kini kembali seperti sediakala dan tidak terasa sakit lagi.
Mamori terkejut melihat tangannya. "Wah! Tanganku sembuh!"
Hiruma hanya menatapnya datar, menyembunyikan kelegaan dalam hatinya.
"Terima kasih Hiruma-kun!" ucap Mamori dengan senyum malaikatnya. Ia mengambil jam saku dengan lembut dan berdiri.
"Sekarang ayo kita ke Toy Emporium dan menemui Musashi-kun!" Mamori mengambil serpihan-serpihan kayu dari kursi taman dan menyusunnya di jembatan yang bolong. Sukses. Ia berhasil menyeberang.
-ToyEmporium-
Mamori hampir saja menjatuhkan jam saku alias Hiruma ketika melihat bagian depan dari Toy Emporium terbakar. Panas menyeruak. Api berkobar-kobar, membakar dinding, jendela, papan tulisan Toy Emporium dan beberapa mainan yang dipajang di depan pintu masuk.
"Astaga! Kebakaran! Bagaimana bisa?" jerit Mamori panik. Tidak lama kemudian ia terbatuk-batuk karena asap dari kebakaran itu.
"Semua hal bisa terjadi di waktu yang kacau seperti ini," jawab Hiruma, "mungkin memang toko ini pernah terbakar di masa lalu, atau di masa depan."
Mamori menjauh untuk menghindari asap. "Sepertinya aku pernah mendengar kalau di sini pernah terjadi kebakaran," cerita Mamori, "oh tidak. Apinya harus segera dipadamkan! Musashi-kun pasti sudah menyelamatkan diri 'kan?"
"Ah, mungkin kau lupa. Tapi kuingatkan lagi, orang-orang yang ada di kota ini semuanya sedang membeku akibat terjebak dalam dimensi yang salah," kata Hiruma.
Mamori terdiam. "Jadi… Musashi-kun saat ini juga membeku seperti Suzuna-chan?"
"Semua orang membeku. Hanya kita saja yang bisa bergerak dengan bebas saat ini," lanjut Hiruma, "dengan kata lain, jika ada kebakaran seperti ini, tidak ada yang bisa melarikan diri selain kita."
Selagi Mamori masih terdiam, api terus menyala-nyala dan membakar Toy Emporium…
[bersambung…]
Thanks for reading! Ceritanya aneh nggak? :(
Sebelumnyaa, apa kabaaaar? Sudah berapa tahun aku nggak publish fic ya? Ahahaha. Sebetulnya aku sedang libur panjang jadi kuputuskan untuk mengetik fic dan juga novel. Kemudian mood-ku berkobar2 di novel jadi ficnya kutinggal. Terus waktu lagi bosen ngetik novel aku balik ke fic deh, sampai akhirnya fic ini selesai.
Oh ya, apakah diantara kalian ada yang sudah pernah memainkan game ini? game ini seru sekali loh! Meskipun buatku ada beberapa yang sulit, jadi aku mencari walktroughnya di internet dan youtube. Lalu aku sukses menamatkannya hahaha.
Meskipun ini adaptasi game, ceritanya tidak akan sama persis. Ada banyak yang kuubah disana-sini. Mungkin bisa dibilang ini juga fic untuk game itu sendiri, hahaha. Tapi nggak kok, ini fic ES21! ;D
Yosh, sekali lagi terima kasih dan mohon maaf kalau ada salah. Silahkan tinggalkan review kalian ya! Review kalian adalah penyemangatku!
Sampai jumpa secepatnya!
