disclaimer. bleach © kubo tite. saya tidak mengambil keuntungan materiil dari fanfiksi ini.

warnings. ooc dan typo(s)


her eyes are cornflower stardust

Gubuk reyot itu semakin dingin seiring dengan berlalunya dua sumber kehangatan menuju bekunya udara musim dingin. Di luar, dua pasang kaki terstempel semi permanen di hamparan salju. Angin menari jahil di poni perak Gin, intuisinya berteriak akan peringatan datangnya badai.

"Kau tidak bisa."

Suara itu memanggil dari balik punggungnya. Merayunya kembali ke dalam gubuk, kembali bersama sup sayur, api unggun, serta selimut hangat. Tidak, Gin mengulang resolusinya, itu semua hak Rangiku. Haknya seorang.

Di belakang, si pemanggil terdiam tak mengerti. Mengapa kau pergi lagi? Dan apa-apaan dengan seragam hitam legam yang kaukenakan? Apa kau akan menjelaskan padaku mengapa ada noda darah di baju itu saat kucuci kemarin?

Apa kau akan kembali?

"Menjadi shinigami itu—berbahaya." lanjut Rangiku. Mempererat genggamannya pada selimut yang dialihfungsikan menjadi jubah penghangat. Flu akan datang bila dia keluar dengan kimononya yang sudah tak layak pakai.

"Karena itulah jangan ikuti aku."

"Tapi—"

"Rangiku."

Gadis pirang itu langsung menutup bibirnya saat namanya disebut. Belum pernah ia mendengar namanya diucap begitu serius. Juga Gin, yang air mukanya—secara mengejutkan—tenang. Dia terlihat melebihi usianya saat ini.

"Tinggallah disini untuk sementara, Rangiku." Gin berujar sambil mengulas senyum—bukan senyum licin bak rubah namun senyumnya yang asli—pada gadis itu.

"Bila urusanku sudah selesai, nanti kujemput dan kita masuk Gotei 13 bersama-sama."

Dan mata Rangiku pun membulat lebar.

Berjanji tak pernah menjadi gayanya. Dia adalah pemuda yang berbicara lewat gerak-geriknya. Tak dapat diprediksi memang, namun untuk kali ini saja pemuda pucat itu ingin memberi harapan pada Rangiku, janji untuk selalu bersama.

Kali ini, Rangiku tak protes lagi. Gadis itu hanya menepuk pundak Gin, menyuruhnya meneruskan perjalanan. Hati-hati di jalan, itu makna implisit dibalik palingan wajah Rangiku.

Apapun maumu, Rangiku.

Maka pemuda berambut perak pun pergi menembus dingin, menjalankan misi rahasia yang akan dia tuntaskan meski nyawanya kelak yang dijadikan bayaran.

Dan tak pernah sedetikpun, dalam hidupnya, Gin melupakan kemilau bintang di manik biru itu, yang mengerti akan arti penantian.

tamat