"Like We Were Sixteen."

By : Amanda Lactis

Inspired by : Ellie Goulding – Sixteen

Summary : Kembali ke masa lalu memang tidak membuatmu bahagia seutuhnya, tapi setidaknya itu membuat Naruto ingat kenapa dia bisa jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. "Selama sepuluh tahun ini, kau kemana saja?" "Aku masih di sini, kau yang meninggalkanku, Teme." SasuFem!Naru. Two-shoot.

Chapter 1 : Kembali ke Masa Lalu


"Hey, Sasu-teme."

"Hn, apa?"

"Aku ingin kembali ke masa lalu, saat kita masih berumur enam belas tahun."

"Kenapa? Kau tidak terima karena menua?"

"Bukan! Tapi karena kenangan kita berdua ada di masa itu. Sebelum kau pergi dan menghilang dari pandanganku."


Pagi itu dijalani Naruto dengan biasa, bangun kesiangan, serta omelan dari sang Ibunda yang setengah mengancam akan memotong uang sakunya karena ketahuan bermain video games sampai jam satu malam. Gedoran pintu kamar Naruto mulai mereda saat langkah kaki Kushina, menjauh dan menuju target selanjutnya, yaitu kamar Kyuubi, kakak laki-lakinya yang sudah menginjak semester enam di Jurusan Psikologi.

"Kyuubi bangun! Kaa-san tahu kau ada kelas pagi hari ini! Bangun dan cepat mandi!"

Naruto menggeleng kepalanya, sedikit merasa pusing karena jam tidurnya terpotong akibat kegiatan yang sebenarnya hanya diawali keisengan semata. Bermain video games tidak seburuk itu rupanya, dia berucap dalam hati. Tak kuasa mendengar omelan Kushina yang terdengar makin kencang, Naruto memutuskan buru-buru mempersiapkan diri untuk ke Sekolah.

"Naru! Sasuke sudah menunggumu di bawah! Cepat turun!"

"Iya, Kaa-san!" Naruto menyahuti tak kalah keras.

Lima belas menit kemudian Naruto sudah siap dengan kunciran rambut model twin-tail juga vest krem menutupi kemeja seragamnya, sesekali Naruto mengeluh kenapa rambutnya terasa lepek dan baru ingat jika dia lupa keramas selama empat hari.

"Ck, kau lama sekali, Dobe. Aku hampir jamuran menunggumu."

Naruto berdecak sebal, "Aku tidak pernah protes saat disuruh menunggumu Lomba Catur dari pagi sampai malam, Teme." Balasnya ketus. Namun Sasuke hanya menyikap hal tersebut dengan tenang.

"Kalian berangkat sana, sudah hampir jam tujuh. Dan Kyuubi jangan mainkan makananmu!" Kushina kembali mengomel, sementara Kyuubi hanya menguap bosan, dia memasukkan satu potong Tamagoyaki* dalam mulutnya, sembari melambaikan tangan pada Naruto yang diseret keluar oleh Sasuke.

Sasuke dan Naruto. Dua entitas yang tidak bisa disangka menjadi sahabat karib selama sembilan tahun sejak SD. Di awali perdebatan keduanya yang cari perhatian terhadap guru yang mereka idolakan, dan berakhir saling dorong dan menangis kencang, sampai Kushina panik dan meninggalkan kantor demi mengomeli sang anak yang Demi Tuhan belum puas menambah pekerjaannya. Keluarga Sasuke untungnya tergolong baik, mereka memaklumi kenakalan Naruto dan Sasuke dan langsung memaksa mereka untuk mendamaikan diri.

Sejak saat itu, Sasuke dan Naruto mendapat label sebagai "Dua Serangkai" yang kemanapun selalu bersama, yang suka berdebat karena hal tak penting, dan tak jarang saling membalas afeksi satu sama lain. Sasuke mengerti kemauan Naruto dan mengimbangi sikap keras kepalanya, dia tidak ragu untuk menemani Naruto bermain Basket meski Sasuke bukan orang yang suka Olah Raga. Begitu pula dengan Naruto yang tidak bosan mencari bahan pembicaraan, dia juga tidak pernah protes kenapa Sasuke mempunyai sifat yang menyebalkan.

Kalau dikatakan pacaran sih, sudah jelas tidak. Tapi siapa yang tahu, jika Naruto sudah memendam rasa suka pada Sasuke, sejak kelas satu SMP. Saat itu dia tidak sengaja melihat ada siswi yang menyatakan cinta pada Sasuke, dan hatinya luar biasa nyeri. Ingin hati mengungkapkan perasaannya, namun Naruto tahu, saat dimana dia menyatakan perasaannya, saat itu pula pertemanan yang sudah mereka jalin selama bertahun-tahun akan hancur.

"Sialan, bisnya penuh, Teme!" Naruto menjerit tertahan, dia menghentakkan kakinya, dan ingin membotaki kepala Sasuke saat kawannya itu dengan santai mendapat satu bangku kosong di pojok belakang.

"Apa?" Sasuke menatap Naruto seakan mengejek.

"Kau ya-"

CCCCKIIITTTTT!

Suara rem yang ditekan keras terdengar sampai membuat Naruto yang mulanya hendak menghampiri Sasuke jadi terdorong, dan tidak sengaja duduk di pangkuan Sasuke. Keduanya bertatapan agak lama sebelum Sasuke menyeringai congkak.

"Senang sekali, Hn?"

Naruto merasakan pipinya memanas, dia buru-buru bangkit tapi dia kalah gesit dengan kedua tangan Sasuke yang merangkul pinggangnya. Kepalanya ditumpukan pada bahu Naruto dan bersikap normal, tidak mempedulikan pandangan iri dari gadis-gadis SMP dan bisikan ibu-ibu yang juga kebetulan ada di sana.

"T-teme! Aku malu, aku mending berdiri saja!" bisik Naruto, tangannya berusaha melepaskan cengkraman Sasuke tapi hasilnya nihil. Sasuke terlalu kuat untuk dilawan.

'Dia ini yang paling pemalas pada jam Olah Raga tapi kenapa kekuatannya melebihi Rock Lee!' Naruto menggerutu dalam hati.

Mereka mempertahankan posisi yang sedikit 'ambigu' itu selama kurang lebih sepuluh menit. Sebelum bis sampai di Halte dekat gerbang Konohagakuen. Naruto yang sudah tidak bisa menahan malu lekas turun dari pangkuan Sasuke dan keluar. Hal itu disambut kekehan tipis dari Sasuke.

"Buru-buru sekali, takut tidak bisa bertemu Sasori-senpai, Hn?"

Naruto mendengus. Sasori lagi, pikirnya. Padahal Sasori tidak punya hubungan apa-apa dengannya, kakak kelasnya itu murni cuman pernah satu Bis dengannya saat pariwisata di semester lalu.

'Aku bingung Sasuke sebenarnya cemburu atau memang jahil.'

Di dunia ini, tidak ada yang sesungguhnya mustahil. Begitu juga dengan hubungan romantis antar sahabat. Well, Naruto yang dasarnya tidak peka dan susah dinasehati akan menertawakan dirinya bila berpikir Sasuke cemburu.

"Sana masuk kelasmu!"

Mereka berpisah di persimpangan. Naruto terdaftar di kelas 1-3, sementara Sasuke ada di 1-5, tempat para murid berotak jenius berada. Di kelas Naruto ada teman lamanya, yaitu Kiba, Sai dan Shikamaru. Alasan kenapa kepala nanas itu bisa terdampar bersama Naruto adalah, dia ketiduran saat mengerjakan Ujian Kompetensi, nilainya bekurang dua puluh point dari total seratus lima puluh soal.

"Osu minna~!" Naruto berseru, auranya cerah sekali, tidak menutupi rona merah samar tersemat di kedua pipinya. Kiba balas melayangkan ciuman jarak jauh dan Sai yang langsung mempersilahkannya duduk.

"Mau Pocky, tidak? Ada rasa Green Tea, kesukaanmu."

"Wah aku mau~! Arigatou, Sai!"

Tidak dengan Sasuke, Naruto bisa berbaur dengan Shikamaru dkk. Begitulah sifatnya. Supel dan mudah disukai. Belum lagi Naruto masuk dalam jajaran cewek unik yang sejenis dengan Tenten yang juga satu kelas bersama mereka.

"Kemarin ada yang menembak Sasuke, tapi ditolak."

"Ssstt, bukan karena Sasuke lebih memilih menemani si kuning norak itu, 'kan?"

Naruto mengulas senyum lebar. "AKU DENGAR PEMBICARAAN KALIAN, YA, KUSO!" sahutnya kencang, mejanya digebrak lantang dan tepuk tangan dari Kiba memenuhi ruang kelas.

"Huh!" Naruto mengibaskan rambutnya sedikit dramatis.

"Wow, Nar. Aku tidak tahu kau seberani itu." Puji Kiba.

"Oh tentu, kan aku memang keren~" Naruto tertawa, bahunya dirangkul Kiba lalu mereka berdua menyanyikan lagu Heroes Come Back – Nobodyknows+ sambil berlinang air mata haru. Shikamaru yang ikut menjadi pusat perhatian langsung menyahuti, "Mereka bukan temanku."


"Aku ingin menahanmu pergi, tapi saat kau mengumumkan jika kau jadian dengan Sakura-senpai, hatiku hancur."

"Kau juga tidak bilang jika pindah ke New York, kenapa kau jahat sekali!"

"Karena mu aku belum menikah sampai sekarang, Teme!"


Kakashi sedang menjelaskan berbagai rumus Fisika di kelas Sasuke, dia menjelaskan dengan sedikit malas juga kata-katanya mulai tidak singkron dengan apa yang dia pikirkan. Semua siswa serentak setuju jika Kakashi lebih baik berhenti menjadi guru saja karena ketidakbecusannya mengajar.

'Apa yang dilakukan Dobe sekarang?' Sasuke bertanya dalam benaknya.

Berbeda dengan Naruto yang supel dan punya banyak teman, Sasuke cenderung sulit bersosialisasi. Dia lebih suka berdiam diri di Perpustakaan, atau menghabiskan waktu di ruang Club Catur bersama Shikamaru di sore hari. Walau begitu, bukan berarti Sasuke adalah orang yang pendiam dan dingin. Sifatnya yang menyebalkan dengan sarkasme yang tidak pandang fisik, membuat para gadis khususnya yang satu lingkungan dengannya jadi enggan mendekat. Meski pun enggan, tapi ada saja yang nekat mendekati Sasuke, atau dengan tidak tahu malunya memanfaatkan Naruto demi melancarkan aksi untuk dekat dengan Sasuke.

"Uchiha Sasuke, kau melamunkan apa? Kekasihmu pasti masih belajar di ruangannya, fokuslah!"

"Wuooo~ maksudmu Naru-chan, eh?" sahut Suigetsu, satu dari sepersekian orang yang diakui Sasuke sebagai teman dekatnya.

"Naru-Dobe bukan pacarku."

Kakashi memutar kedua bola matanya. Bukan pacar apanya, batinnya. Kakashi pernah melihat Sasuke menggendong Naruto saat menjelang malam karena kaki gadis itu terkilir usai bermain Basket. Sasuke bahkan rela mengantarkannya pulang meski besok paginya ada kuis mingguan.

'Dia sahabat Naruto atau Budak Cintanya, sih?'

Entahlah, sensei, terkadang persahabatan memang diselingi bumbu pemanis, entah itu menyenangkan, atau bahkan menyedihkan. Semua itu berbanding lurus saat dua manusia di atas sama-sama bodoh dalam menyadari perasaan mereka sendiri.

Dering bel makan siang berseru nyaring, disambut bahagia oleh sebagian besar murid yang sudah kelaparan. Sasuke buru-buru meninggalkan kelas, yang mana diikuti Suigetsu. Mereka menuju Lapangan Basket yang ada di Gedung sisi Timur.

Benar saja, Naruto dan kawan-kawannya sudah siap bermain. Gadis itu dengan tidak pedulinya mengenakan celana training selutut, dan melepaskan vest nya di atas kursi penonton. Sasuke menghela nafas pendek. Dia memilih menonton sahabatnya itu bermain selagi bisa.

"Hey, Kib. Pass to me!" Kiba menerima instruksi dengan baik, selagi dijaga oleh Sai, dia mengoper bola ke Naruto. Gadis blonde itu berlari cepat, menghindari Kimimarou yang hendak merebut bolanya. Saat melihat ada celah di antara Sai dan Kiba, Naruto lantas bergegas men shoot bola dan ajaibnya masuk secara tepat.

"Three-point! Huoooooo I love you, Nar!" Kiba sudah melayangkan banyak ciuman jarak jauh untuk Naruto yang dibalas tawa renyah. Kimimarou ikut tersenyum, dia yang awalnya hendak membeli makan siang ditarik paksa oleh Kiba saat mereka bilang jika mereka kekurangan pemain. Melihat ada Naruto (gadis yang diam-diam dia taksir) di sana, tak butuh waktu lama untuk Kimimarou menyetujui ajakan-coret-paksa dari Kiba.

Sasuke yang melihat senyum Kimimarou merasa dadanya sedikit berdenyut.

"Dia siapa?"

Suigetsu yang cepat tanggap pun menyahuti. "Kimimarou. Dia bergabung di Club Kendo, idola Sekolah nomor dua di bawahmu. Dia bersih dari skandal apapun."

"Ck."

Suigetsu tahu gestur itu. Sasuke mengalihkan pandangnnya, lebih memilih memandangi Naruto yang merapikan seragamnya mengingat jam makan siang hampir habis. Suigetsu juga sudah cukup lama mengenal Sasuke. Dia tahu bila kawannya itu tidak suka bila ada yang mendekati Naruto, tapi saat ditanya apa Sasuke menyukai Naruto, jawaban yang Suigetsu dapatkan selalu sama.

"Mana mungkin aku suka dengan sahabatku sendiri?"

Idiot. Andai Suigetsu berani mengatai Sasuke, sudah pasti hari-hari Sasuke akan penuh dengan hujatan. Sayang Suigetsu terlalu pengecut.

"Oi, Dobe!" suara Sasuke terdengar tidak bersahabat. Naruto yang mulanya ingin melakukan selebrasi bersama Kiba jadi terhenti sejenak. Dia menaikkan alisnya, bertanya lewat bahasa tubuh apa yang diinginkan sahabatnya.

"Ikut aku. Kita makan siang di Atap."

"Loh? Tumben sekali?"

"Urusai. Ikuti aku." Sasuke berjalan sambil memasukan kedua tangannya di saku, terhenti beberapa detik dan melemparkan vest milik Naruto dari bangku penonton, mendapat banyak tatapan heran dari berbagai arah.

"Oey, kau membuat dia marah ya, Nar?" bisik Sai.

"Sembarangan! Kan dari tadi aku main dengan kalian!"

Meski sedikit heran, Naruto mengikuti langkah kaki Sasuke yang terburu-buru dan terlihat tidak sabaran. "Hei, kau kenapa, sih Teme?" sahut Naruto memberanikan diri menyuarakan pertanyaan yang sejak tadi bergumul di pikirannya.

"Siapa laki-laki tadi? Kenapa aku belum pernah lihat? Kau ada hubungan apa dengannya, Dobe?"

Dan, wow. Sasuke mengucapkan satu kalimat itu dalam sekali tarikan nafas. Naruto terkejut bukan main, lantas tertawa kencang sambil memegangi perutnya. Untung Atap sedang sepi, atau memang tidak ada yang mau menghabiskan waktu di situ.

"Ayolah, jangan bilang kau cemburu, huh? Aduh, aku jadi malu~"

"Hn, siapa yang cemburu, bodoh. Aku hanya bertanya."

Naruto masih tertawa kecil. "Nada bicaramu seperti aku ini pacarmu yang ketahuan selingkuh, tahu." Balasnya lagi, tak melihat ekspresi Sasuke yang langsung berubah dalam hitungan detik.

'Cemburu? Aku? Pada si Dobe?'

"Makan siang dulu, yuk. Aku tidak mau kelaparan seperti kemarin."

Sasuke mendengus. "Itu karena kau tidak tahu waktu kalau sudah bersama Kiba."

"Ckckckck, tidak baik menyalahkan orang lain, loh, Sasuke-kun."

Hening menggantung agak lama. Naruto melahap bento nya dengan khidmat, sementara Sasuke baru menghabiskan dua roti melon dan satu kotak susu.

"Tadi sebelum masuk, Haruno menyatakan perasannya padaku."

"Uhuk! Sakura-senpai menembakmu lagi?" Naruto mengusap bibirnya, sedikit panik karena roknya terkena cipratan air, Sasuke yang melihat hal itu hanya mendengus sinis sambil melempar pandangan kenapa kau ceroboh sekali.

"Terus? Kau terima tidak? Dia anak dari donatur tertinggi di Konohagakuen, loh."

"Hn, tidak tertarik."

Naruto terkekeh, dalam hati dia bersyukur karena Sasuke menolak Sakura, si primadona Konohagakuen yang terkenal cantik, kaya dan pintar. Sakura juga dikenal dengan keramahannya, jika memang Sakura bisa menjadi pacar Sasuke, mungkin Naruto akan mundur seribu langkah, bila perlu menghilang dari hidup Sasuke daripada dia harus merasakan sakit hati. Berlebihan memang, tapi Naruto bisa apa? Mengalahkan Sakura? Hei, Naruto sudah sangat beruntung bisa hidup berkecukupan semenjak kematian Ayahnya setahun yang lalu.

Kushina selaku ibu nya, bekerja di Rumah Sakit sebagai perawat, yang sering mengambil lembur demi mendapat gaji tambahan tak peduli tubuhnya yang mulai melemah. Kyuubi juga diam-diam bekerja part-time di sebuah Toko Buku, di daerah Kampusnya, semua itu demi mencukupi kehidupan mereka bertiga. Naruto ingin seperti kakaknya, yang meski terlihat cuek dan egois, masih peduli terhadap ibu mereka.

"Kau melamun, Dobe. Memikirkan apa?"

Naruto mengerjap. "Tidak, aku tidak memikirkan apa-apa, kok."

Sasuke menghela nafasnya. "Kau pikir sudah berapa kita berteman, Hn? Bilang padaku, kau kenapa?"

Secuil senyum terlukis pada wajah Naruto, dia memang tidak bisa berbohong di depan Sasuke. "Aku cuman rindu Tou-san, Sasuke." Sahutnya, agak pelan. Dan tentunya masih bisa didengar oleh Sasuke, yang kini bergeming. Tak lama tangannya meraih bahu Naruto, menyandarkan kepala gadis itu ke bahunya, sembari mengusap pelan surai blonde nya.

"Jangan sedih. Rasanya keberadaanku tidak berguna, Dobe." Ujar Sasuke bermaksud menenangkan.

Naruto tertawa kecil, tapi air mata mengalir dari sudut matanya. "Cara menghiburmu tidak romantis sekali, sih Teme." Dia mengusap air matanya, menahan diri untuk tidak lepas kendali. Naruto adalah gadis yang kuat. Tak peduli seberat apapun masalahnya, dia tidak lantas ingin terlihat lemah.

Sepuluh menit berlalu.

Dering bel tanda masuk sudah berbunyi, memaksa Naruto bangkit dan tak lupa berterima kasih pada Sasuke yang ditanggapi gumamam Hn dari cowok itu.

"Hei, Teme. Kalau kau suka dengan seseorang, bilang padaku, oke? Aku akan mendukungmu! Anggap saja sebagai balas budi karena selalu ada di sampingku~"

Sasuke mengerutkan alisnya. "Kenapa tiba-tiba kau bilang begitu? Kepalamu terbentur?"

Naruto menggeleng, dia mengulas senyum lebar, wajahnya berbinar cerah meski kedua matanya agak bengkak karena menangis.

"Aku ingin, kau bahagia!"

"Lalu kau sendiri bagaimana? Apa sedang menyukai seseorang?" tanya Sasuke. Respon Naruto sungguh diluar dugaannya. Karena nyatanya, cewek itu malah merona tipis, senyumnya tetap dipertahankan dengan cantik. Dia tidak menjawab pertanyaan Sasuke, dan memilih meninggalkan Sasuke yang masih mematung di tempatnya.

Bahkan sampai kelas terakhir usai, Sasuke tidak mendapat jawaban yang dia mau. Naruto menolak untuk buka mulut terkait siapa dan kenapa dia bisa menyukai seseorang tersebut. Sasuke mendecih tak puas dan hampir mengintrogasi Kiba dkk, bila perlu dengan bantuan Suigetsu. Ada satu titik di hatinya yang tidak rela bila membayangkan Naruto jadian dengan cowok lain, bagi Sasuke, hanya dia yang mengerti Naruto sepenuhnya.

'Dobe, sejak kapan kau merahasiakan sesuatu dariku?'

To be Continued


Note : Hai hai! Wah, sudah berapa nih saya hiatus dari ? Almost a year, yah! Well, banyak kejadian yang menimpa saya, juga kenaikan semester yang ngebuat saya makin sibuk *percayalah* fanfic ini saya kerjakan dalam waktu yang anehnya lumayan cepat. Terinspirasi dari lagu nya mbak Ellie Goulding yang dapet dari temen, thanks a lot ya kawanku!

Apa ceritanya based on true story? Wah enggak dong, saya gak mungkin bisa suka sama sahabat sendiri, hahaha! I hope u guys like it! Sampai ketemu di chap depan! Fanfic ini cuman dua chapter karena tergolong ringan konfliknya, so see u guys~

Regards,

Amanda Lactis