Title: Retaliation

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rated: T

Protagonist: SasoDei

Genre: Crime

Warning: OC, typo

Sorry if there are similarities in the name of the character and story ideas

HAPPY READING

Deidara's POV

Hai, namaku Akasuna Deidara. Aku bersekolah di KHS. Dan besok adalah hari pengumuman kelulusanku. Aku juga punya seorang kakak laki-laki. Namanya Akasuna Sasori. Aku juga mempunyai Tou-.

Tidak.'Orang itu' bukan -lagi- Tou-. Cih. Aku tidak sudi menganggapnya sebagai… kalian-tau-itu. 'Orang itu' sudah membuang aku dan aniki. Sementara Kaa-san… Ia sudah meninggal 5 tahun lalu. Ia

meninggalkarena dibunuh. Aku tidak tahu siapa yang membunuh Kaa-san. Aku curiga bahwa 'orang itu' yang membunuh Kaa-san. Karena 'orang itu' selalu menyiksa Kaa-san. Setiap mengingat wajah

tenang Kaa-san, aku selalu teringat penderitaan Kaa-san saat bersama 'orang itu'…

-Flashback-

PRAANG!

"Kyaaaaa…!

Aku mendengar suara pecahan beling dan… Teriakan Kaa-san! Kenapa lagi dengan Kaa-san? Pasti ini gara-gara Tou-san! Tou-san selalu saja menyiksa Kaa-san! Aku dan aniki sering memergoki Tou-san

sedang menyiksa dan memukul Kaa-san. Tetapi aku dan aniki… hanya bisa melihat dari balik pintu kamar dan menangis.

"Dasar wanita tak berguna!"

Itu suara Tou-san! Benar dugaanku! Ini gara-gara Tou-san lagi!

"Maafkan aku… hiks… hiks"

"Sudah berkali-kali aku memaafkanmu! Kesabaranku sudah habis!"

Aku melihat Tou-san akan menampar Kaa-san. Aku tidak tahan melihat Kaa-san selalu diperlakukan kasar oleh Tou-san. Refleks aku berlari kedepan Kaa-san. Dan…

PLAAK!

Kurasakan perih di pipiku dan cairan hangat yang mengalir dari sudut bibirku. Saat aku seka, ternyata itu adalah darah. Ya… Aku berdiri didepan Kaa-san untuk melindunginya dari tamparan Tou-san. Haha,

aku menghadang Kaa-san terkena tamparan, tapi pipiku yang kena imbasnya.

"De-Dei…" isak Kaa-san. Aku menoleh dan tersenyum padanya.

"Aku tak apa-apa Kaa-san."

"Ta-tapi, pipimu…"

"Tak apa Kaa-san, nanti juga akin sembuh sendiri."

"Cih! Anak dengan ibu sama saja! Tak berguna!"

Aku menengok dan melihat wajah Tou-sanyang menunjukkan wajah jijik.

"Yang tak berguna itu KAU."

"Dei… itu Tou-san-mu. Tidak boleh bicara seperti itu pada Tou-san…" bela Kaa-san.

"Dei-"

"Kaa-san, aku bilang orang seperti DIA tidak perlu dibela." ucapku menyela.

"Anak kurang ajar!"

PLAAK!

"Heh… Hanya menampar yang kau bisa. Tidak hanya itu, kau juga hanya bisa menyakiti Kaa-san." cibirku. Aku tidak mempedulikan pipiku yang sudah mulai membiru dan darah yang kembali mengalir dari

sudut bibirku.

"KAU!"

"Apa? Oh ya… Kau juga hanya bisa berfoya-foya. Kau menghabiskan uang hanya untuk pergi ke Bar Scorpion. Kau juga meyewa wanita-wanita murahan itu untuk memenuhi hasratmu."

"Dei benar." ada suara dibelakangku. Itu Sasori-nii.

"Sasori…" Kaa-san mulai menangis karena kelakuanku dan Nii-san yang menantang Tou-san.

"Apa lagi yang dia lakukan pada Kaa-san, Dei?"

"Dia memecahkan keramik -seperti yang Nii-san lihat. Dan tadi dia hampir menampar Kaa-san kalau aku tidak menghalanginya." jelasku.

"Kau menghalanginya, tapi kau mengorbankan pipimu. Jangan sampai sekali lagi tangan kotor itu menyentuhmu dan Kaa-san. Dei, obati dulu pipimu, dan lindungi Kaa-san."

"Baik, Sasori-nii." jawabku.

"Ayo Kaa-san." ajakku dengan lembut. Aku hanya bisa bersikap lembut pada Kaa-san dan Sasori-nii.

"Dan kau. Jangan sekali lagi kau sentuh Kaa-san kami." kata Sasori-nii dengan tenang. Namun tersirat kebencian dan kemarahan pada kalimatnya dan sorot matanya.

"Cih!" haha, ternyata orang itu hanya bisa mendecih. Kulirik dia dari ekor mataku. Dia pergi keluar rumah dengan geram.

-Kediaman Tanaka- 09.00 p.m.

"Kaa-san. Tidurlah, ini sudah malam…" bujukku.

"Tapi Tou-san kalian belum pulang…"

"Sudahlah, biarkan saja dia, tak usah dipedulikan." Bantu Sasori-nii.

"Sekarang Kaa-san tidur dulu…"

"Hmm… Baiklah."

Aku menyelimuti Kaa-san, dan Sasori-nii mematikan lampu.

.

.

.

"Haahh… Kaa-san susah sekali disuruh tidur…"

"Kaa-san masih saja memikirkan orang itu. Kita juga harus tidur, Dei. Sudah malam." Nii-san berkata sambil menepuk puncak kepalaku.

"Aku bukan anak kecil lagi! Jangan menepuk-nepuk kepalaku lagi seperti dulu, Nii-chan!"

"Hei! Kau juga jangan menyebutku dengan suffix '-chan' !"

"Nii-san juga jangan menepuk-nepuk kepalaku." omelku sambil mengembungkan pipi dan melipat tangan di dada.

"Iya-iya. Dasar. Otouto pemarah. Tapi kau lucu kalau marah…" ledeknya sambil mencubit pipiku.

"Aww! Nii-san! Pipiku masih Lebam! Seenaknya saja mencubit pipiku!"

"Upss… Gomen my lovely Otouto. Aku tidur duluan yaa~ … Jaa~"

"Hei! Sudah kubilang jangan tepuk kepalaku! Tunggu aku! Nii-san! Jangan lari!"

Ya… begitulah kerjaanku dengan Nii-san. Selalu saja saling meledek. Tapi aku senang.

-Kamar Deidara & Sasori- 09.15 p.m.

"Oyasuminasai, Dei"

"Oyasuminasai, Nii-san"

Tetapi, aku dan Nii-san sangat akur. Tidak pernah bertengkar. Walaupun sifatnya yang akan sangat dingin jika bersangkutan dengan kelakuan 'orang itu' pada Kaa-san, tapi aku yakin, Nii-san sangat

menyayangiku dan Kaa-san. Aku juga akan bersikap dingin jika pada orang itu jika dia berani menyentuh Kaa-san sekali lagi. Aku sayang Nii-san dan Kaa-san.

-Minggu, kediaman Tanaka- 07.30 a.m.

"Sasori! Deidara! Sasori! Deidara!"

Aduh… Siapa sih yang bertamu pagi ini? Menggedor-gedor pintu pula.

"Nii-san… bangun. Ada yang mengedor-gedor pintu rumah…"

"Kau sajalah Dei… Nii-san masih ngantuk…"

"Ayolah Nii-san… Aku ada perasaan tak enak. Lagi pula, di depan rumah juga berisik sekali…"

"Hnn… Baiklah…"

.

.

.

"Ya? Eh, ada apa Ba-san? Mengapa menangis?"

"I-Ibumu…"

"Kenapa dengan Kaa-san?" tanya Nii-san dengan cemas.

"Ia… terbunuh…"

"APA? Dimana Kaa-san sekarang?"

"Di-dia ditemukan didepan pagar-"

Aku dan Nii-san langsung berlari keluar pagar.

"Ka-Kaa-san…"

Kulihat tubuh Kaa-san yang terbaring tak bernyawa. Tubuh Kaa-san terdapat banyak tusukan pisau. Tubuhnya berlumuran darah yang sudah mongering. Wajah Kaa-san terlihat sangat… damai. Wajahnya

berubah warna menjadi keungu-unguan. Walaupun begitu, wajahnya tetap terlihat cantik seperti biasa. Kudekati tubuh Kaa-san, dan kusentuh tangannya. Dingin. Itulah yang tersirat diotakku saat

menyentuh tangannya. Apa ini? Kenapa tiba-tiba ada air mengalir di pipiku? Apakah sekarang akan hujan? Tapi terasa hangat dikulitku. Aku seka tetesan air itu. Aku… menangis. Aku menangis tanpa

suara. Kulirik Nii-san dengan ekor mataku. Tubuhnya bergetar, dan di pipinya… ada air mengalir. Nii-san juga menangis.

"Nii-san…" tangisku sambil memeluknya.

"…" Nii-san tak bergeming.

Ku usap punggungnya. Tubuhnya bergetar hebat. Tak pernah kulihat Nii-san menangis seperti ini.

"Siapa yang melakukan ini padamu, Kaa-san…?" tanyanya lirih.

"Nii-san…"

"Dei… Siapa yang melakukan ini pada Kaa-san? SIAPA? Aku berjanji, aku akan membunuh orang yang telah berani membunuh Kaa-san, siapa pun itu!"

Tak pernah kudengar Nii-san berkata seserius itu.

"Aku tak tahu… Tapi aku akan membantu Nii-san menemukan 'pelakunya'…"

"Aku tak akan segan-segan membunuh siapa saja yang telah membunuh Kaa-san! Aku akan balas dendam!"

"Sasori… Deidara… Jangan kalian berkata seperti itu."

"Kami tak peduli Ba-san!" ucapku bersamaan dengan Nii-san.

"Tapi-"

"Kami tetap akan melakukannya! Kami sudah berjanji pada Kaa-san!"

Ba-san terkejut. Terkejut karena melihatku dan Nii-san berteriak dan semarah ini. Ba-chan selama ini tak pernah melihatku dan Nii-san seperti sekarang.

"Ayo, Dei. Kita siapkan pemakaman untuk Kaa-san. Aku akan menelpon seseorang untuk menyelidiki kasus ini dan untuk mepersiapkan pemakaman untuk Kaa-san. Ba-san, tolong jaga Kaa-san sebentar."

"…" aku tak menjawab perkataan Nii-san. Aku hanya mengikuti Nii-san dari belakang sambil menundukkan kepala.

-Kuburan Tokyo- 10.00 a.m

"Ayo Sasori, Deidara. Ayo pulang…"

"Tak mau Ba-san…" tolakku lembut.

"Ayo, sebentar lagi hujan…"

"Kami tak mau meninggalkan Kaa-san sendirian disini. Kalau nanti hujan, Kaa-san kedinginan sendirian… Aku tak mau Kaa-san sendiri yang kedinginan, biarkan kami kedinginan bersama Kaa-san. Ba-san

pulang saja duluan…" lirih Nii-san.

"Nanti kalian sakit…"

"Biarkan kami sakit, asalkan Kaa-san tidak sendirian dan kedinginan seorang diri."

"Tapi-"

"Ba-san pulang saja duluan, kami masih mau disini bersama Kaa-san." aku menyela perkataan Ba-san.

"Hmm… Baiklah. Tapi sebentar lagi kalian harus pulang."

"…" kami tak menjawab perintah Ba-san. Ba-san menunggu kami didepan pintu gerbang kuburan.

"Kaa-san… Mengapa kau meninggalkan kami secepat ini…?" tanya Nii-san entah pada siapa.

"Kaa-san sudah janji pada kami. Kenapa Kaa-san mengingkari janji?" sambungku -yang juga- entah pada siapa.

-Flashback-

"Kaa-san berjanji tak akan meninggalkan kami?"

"Ya, Saso, Dei. Kaa-san tak akan meninggalkan kalian sampai kalian menikah nanti, sampai kalian juga mempunyai anak. Kaa-san ingin melihat bagaimana wajah-wajah ceria cucu Kaa-san." jawab Kaa-san

dengan senyumnya yang lembut terpampang jelas diwajahnya.

"Huuh… Kaa-san bagaimana sih? Kami kan masih kecil, kami belum berfikir sampai sejauh itu." protes Nii-san.

"Hahaha… Tidak apa kan? Kaa-san hanya membayangkan bagaimana kalian kalau sudah besar.."

"Iya-iya… Tapi Kaa-san juga harus janji kalau Kaa-san akan melihat kami saat kami sukses nanti."

"Iya. Kaa-san berjanji."

"Janji?" tanyaku dan Nii-san bersamaan sambil mengarahkan jari kelingking kami pada Kaa-san.

"Janji." jawab Kaa-san sambil mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking kami.

-End of Flashback-

"Ternyata Kaa-san meninggalkan kami begitu cepat…"

ZRAAAASHH

Hujan. Mungkin awan juga menangis bersamaku dan Nii-san. Menangis karena kehilangan seseorang yang sangat dicintai dan dikasihi. Ya… Tak kusadari bahwa sedari tadi aku telah menangis kembali.

Begitu pula dengan Nii-san. Tiba-tiba ada sesuatu yang melindungku dan Nii-san dari hujan. Ba-san melindungi kami dari guyuran hujan.

"Sasori, Deidara. Ayo pulang. Tubuh kalian sudah menggigil. Nanti kalian sakit."

"Tidak mau."

"Ayolah… Kaa-san kalian juga sedih dari atas sana jika melihat kalian terpuruk seperti ini…"

"…" kami tak menggubris perkataan Ba-san.

"Ayo. Ini payung kalian."

"Kami tak membutuhkan payung."

"Nanti kalian sakit…"

"Kami tak peduli." balasku dingin.

"Kami pulang dulu Kaa-san. Maaf, kami tak bisa menemani Kaa-san disini." Setelah mengucapkan salam perpisahan pada Kaa-san, Nii-san mencium batu nisan yang bertuliskan:

REST IN PEACE

AKASUNA NO HIMAWARI

Kuikuti Nii-san. Mencium batu nisan Kaa-san.

"See you next time, Kaa-san. In Heaven…" ujarku.

.

.

.

Kami dalam perjalanan pulang. Tentu saja tetap kehujanan. Karena tadi kami menolak memakai payung. Banyak orang yang melihat kami. Mungkin dalam hati mereka bertanya-tanya 'Mengapa kedua

pemuda itu tidak memakai payung saat hujan deras begini?'. Dalam perjalanan Ba-san selalu mencoba menghibur kami. Tetapi kami tak menggubris perkataan Ba-san. Mungkin karena kami tak menjawab,

Ba-san berhenti berbicara.

-Kediaman Tanaka- 08.00 p.m.

Saat aku dan Nii-san sedang menonton televisi, pintu depan rumah dibuka dengan kasar oleh 'Orang Itu'.

"Pergi kalian dari rumah ini! Kalian tak kubutuhkan lagi sekarang!"

"Kau tak punya hak mengusir kami." kataku tenang.

"Ayo, Dei. Kita pergi. Kita tidak harus tinggal disini lagi bersama BAJINGAN seperti DIA dan PELACUR yang ada didepan pintu. Bereskan barang-barangmu, bawa yang kau butuhkan. Kita pergi dari sini."

kata Nii-san menekankan kata 'Bajingan' dan 'Pelacur'.

"Ya, Nii-san."

.

.

.

"Cepat kalian pergi dari sini! Aku tak mau melihat wajah kalian berdua lagi!"

"Kau kira kami mau? Ingat kata-kataku. Aku akan mencari tahu sebab kematian Kaa-san dan siapa pelakunya. Kalau kau yang membunuh Kaa-san… Kami akan membalas semua perlakuanmu pada Kaa-

san, termasuk… Kami akan… Membunuhmu." ancam Nii-san dengan tenang. Namun dari perkataannya tadi menyiratkan kebenciam yang mendalam. Aku menatap 'Orang Itu' dengan tatapan -aku-akan-

membunuhmu-. Aku juga mendengar 'Orang Itu' hanya meneguk ludahnya, menandakan bahwa ia takut atas ancaman Nii-san.

-End of Flashback-

Begitulah masa laluku. Sampai sekarang aku dan Sasori-nii belum mengetahui 'pelaku' yang membunuh Kaa-san. Kami juga tinggal di apartemen selama ini. Besok aku lulus, dan aku resmi menjadi anggota

kelompok teroris Internasional, yang bernama… AKATSUKI. Sasori-nii sudah bergabung Akatsuki 2 tahun lalu pada usia 15 sekarang Nii-san juga sudah lulus kuliah.

-KHS, Senin- 08.30 a.m.

Aku lulus! Aku lulus dengan nilai terbaik, dan aku juga lulus pada usia 15 tahun. Pukul 11 nanti Niisan menjemputku, dan aku… Resmi mejadi anggota Akatsuki.

-End of Deidara's POV-

-To Be Continue-

.

.

.

-Bacotan Author-

Haaaai~. Saya author baru disiniiiii~. Maaf kalo ceritanya gaje. Buat 1 chap aja ternyata susah ya buat dapetin feel-nya. Sebenernya saya agak-agak ragu buat publish cerita, tapi penasaran juga gimana

respon dari readers. Mau flame juga boleh kok. Oh iya. Kalo saya salah taro rated tolong dikasih tau ya. Fic ini saya taro di rated T gara-gara sahabat saya bilang 'rated T aja'. yaudah saya taro rated T.

Sekian dulu bacotannya.

Review?