Jumat, 18 April 20xx

Kise mendudukkan dirinya di kerasnya lapangan basket. Peluh membanjiri sekujur tubuhnya yang sesekali ia seka menggunakan kaos gadingnya. Di sebelahnya ada Aomine yang tengah berbaring mengatur napas, keadaannya tak jauh berbeda dengan Kise. Dadanya naik turun cepat beriringan dengan napasnya yang memburu. Tak jauh dari mereka ada Midorima dan Murasakibara yang juga sedang mengistirahatkan tubuhnya sambil meminum minuman isotonik yang sempat mereka beli di minimarket. Di pojok lapangan terlihat Kuroko yang mati-matian menahan gejolak perutnya yang berontak ingin keluar, sedangkan kapten merah mereka sibuk dengan handphonenya.

Hari ini adalah sebuah anomali yang mungkin hanya terjadi sekali dalam hidup para anak pelangi tersebut. Kenapa memang? Oh bayangkanlah, seorang Akashi Seijuurou tiba-tiba mengajak (memerintah) mereka untuk berlatih di lapangan basket outdoor. Terlebih lagi lapangan basket umum. Lapangan basket umum, tolong camkan itu, sangat tidak Akashi sekali, bukan? Entah apa yang ada di kepala pemain bernomor punggung empat itu sampai mengusulkan hal aneh ini, para pelangi tersebut tidak tahu dan tidak mau tahu pastinya.

Kise mengedarkan pandangannya dan tatapannya itu jatuh pada dua anak kecil yang sedang bermain di taman bermain tak jauh dari lapangan basket. Matanya menatap lekat-lekat kedua bocah tersebut tanpa berkedip, segala aktivitas mereka ia rekam dengan baik.

"Oi, Midorima! Bagi minum dong." Aomine berseru setelah bangun dari posisi berbaringnya. Midorima mendengus sebal sebelum akhirnya melempar sebotol minuman isotonik ke arah Aomine, yang tentunya ditangkap tanpa kesulitan olehnya.

"Aominecchi..." Kise memanggil Aomine, matanya masih tidak lepas dari kedua anak di taman bermain seberang. Aomine melirik sedikit dengan pandangan bertanya, dia tak menjawab karena mulutya sibuk meneguk cairan dingin yang keluar dari botol minuman, lagipula dia sebenarnya sedang malas menyahuti si pirang itu. Merasa bahwa lawan bicaranya menaruh perhatian, Kise melanjutkan,

"Menurutmu, bagaimana ya kalau kita punya anak-ssu?" pandangan matanya menerawang, senyum lembut terukir di bibir tatkala melafalkan pertanyaan tersebut. Aomine terhenyak sekejap, mencerna pertanyaan Kise yang masuk ke telinganya.

'Menurutmu, bagaimana ya kalau kita punya anak-ssu?'

'... bagaimana ya kalau kita punya anak-ssu?'

'... kalau kita punya anak-ssu?'

'... kita punya anak-ssu?'

'... KITA...'

.

.

.

BRUUUSSSHHHH!

Aomine –tidak sengaja– menyembur Kise. Kise terkesiap dengan perlakuan Aomine dan segera menoleh sambil melempar tatapan tajam.

"Apaan sih-ssu!? Kok aku malah disembur? Aominecchi kejam-ssu!" Kise mulai merengek tidak terima sedangkan Aomine masih memandangnya horror. Perhatian keempat pelangi lain teralihkan kepada duo siang-malam itu, merasa tertarik dengan kejadian yang terjadi pada mereka. Akashi mengantungi hp-nya, Kuroko telah kembali dari pojok lapangan dan menyesap vanilla milkshake pemberian Akashi, Midorima memandang acuh tak acuh tapi kepo, dan Murasakibara mengalihkan tatapan malasnya dari tumpukan snack.

"Iiiihhh! Ada ludah Aominecchi! Jorok-ssu~! Huuueee, nanti aku ketularan dakian~" Kise mulai meracau, air mata buayanya menganak sungai.

"Sialan kau, Kise! Aku gak dakian!" Aomine tersadar ketika 'kata keramat' terucap oleh Kise, tersinggung. Ia sejenak lupa dengan pertanyaan Kise sebelumnya.

"Kenyataan-ssu! Lagian apa-apaan sih Aominecchi, aku gak salah apa-apa malah disembur-ssu. Aominecchi mau ngeguna-guna aku ya-ssu?" Kise menyahut sengit. Eeerrr... Sebentar, sepertinya ada yang salah persepsi disini.

Mendengar itu, Aomine kembali teringat dengan pertanyaan absurd si bocah kuning. Bagai kaset rusak, kata-kata itu kembali bergema di pikirannya.

'Menurutmu, bagaimana ya kalau kita punya anak-ssu?'

"Anjrit, enak saja! Itu salahmu, bodoh! Ngapain kamu nanya kaya gitu, hah?!" Aomine menuding Kise, matanya memicing tajam dan wajah sangarnya menjadi sekian kali lipat lebih sangar. Yang lain mengerjap bingung, bahkan Kise juga.

"Memang apa yang salah dengan pertanyaanku-ssu?" pemuda musim semi itu balik bertanya dengan polos,

"Apa yang salah?! Gila! Kise, kau belok ya!?" Aomine kembali menatap Kise horror. Oh, kenyataan ini membuat kokoro Aomine lelah~

"Are? Apanya yang belok, Mine-chin? Kok aku lihat Kise-chin lurus-lurus saja, tidak kena skoliosis atau semacamnya." sahut Murasakibara. Akashi geleng-geleng kepala mendengar sahutan tak bermutu dari si titan ungu.

"Bukan punggungnya, tapi itunya!" Aomine menjawab ganas bin ambigu. Beberapa yang mesum langsung berpikir ke arah yang 'iya-iya', entah siapa saja itu, hanya mereka dan Tuhan-lah yang tahu, "Aaarrgghh! Sumpah, aku gak nyangka Kise belok. Dan kenapa aku sasarannya~?!" lanjut pemuda tan itu frustasi seraya menjambak helai birunya.

"Hah? Apaan sih Aominecchi gak jelas banget-ssu. Aku gak ngerti~ Dan apa itu maksudnya kalau Aominecchi sasarannya? Aominecchi lagi error ya-ssu? Pasti karena latihan nerakanya Akashicchi ya?" Na-ah~ Kise sudah tidak sayang nyawa rupanya~

"Bisa kau ulang kalimat terakhirmu, Kise?" Akashi tersenyum tipis, tangannya dilipat di depan dada dan aura pekat mulai menguar, menjadi latar senyum Akashi yang seharusnya telihat manis. Tersentak, Kise pun menoleh dengan gerakan patah-patah plus bulir-bulir keringat sebesar biji jagung menjadi penghias wajahnya. Hijau, ungu, dan biru muda sudah siap menggelar tikar dan mulai memanjatkan do'a untuk ketenangan jiwa model remaja itu di alam baka nanti.

"A-Ano, Akashicchi... Ma-Maksudku itu... Eennggg—Itu," tergagap.

"Ah, aku rasa besok ada yang harus pulang dengan BADAN REMUK. Pasalnya orang itu HARUS menambah porsi latihannya menjadi TIGAPULUH KALI LIPAT ditambah MEMBERSIHKAN SEMUA GYM di Teikou." Akashi menyela dengan nada manis dan penuh penekanan pada beberapa kata, Kise membatu dengan air mata yang terus mengalir dan efek hembusan angin menerpa dirinya. Trio hijau-ungu-biru muda sudah mulai Yasin-an, biru tua menenangkan kokoronya yang lelah.

.

.

.

.

.


TODAY

Disclimer : Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

TODAY © Hyori Sagi

Summary : Hanya sebuah kisah setengah penting dan setengah waras yang terjadi hari ini

Rated : T untuk bahasa kasar yang nyempil

Warning : Bahasa nyeleneh. Akashi disini belum Akashi yang emperor, maaf~. Beberapa chara yang ter-bully. Typos. OOC?

.

.

.

.

.


###

Keadaan kembali kondusif. Tikar sudah digulung, kokoro Aomine sudah bugar kembali, Akashi kembali stoic, dan Kise mulai menerima nasib dan hanya meratap dalam hati, takut hukumannya bertambah kalau dia terus merengek. Kuroko yang sedari tadi belum ambil peran, kini bersuara,

"Aomine-kun, Kise-kun, sebenarnya ada apa?" ia menatap lekat kedua rekannya dengan mata bulat penuhnya, membuat Akashi gatal untuk mengeluarkan ponsel di saku celana. Kokoro Aomine seketika menjadi lelah kembali, usaha yang dia lakukan beberapa menit yang lalu terasa sia-sia saja. Mungkin mulai besok dia harus membeli obat kuat bagi kokoronya yang lemah.

"Aaa—Tetsu... Kau membuatku mengingatnya lagi..." lesu.

"Memang apa yang ditanyakan Kise sampai kau frustasi begitu, nanodayo?" Midorima angkat bicara. Ah benar juga, Midorima juga belum bersuara daritadi, "I-Ini bukan berarti aku peduli, nodayo." Imbuhnya cepat sambil mendengus dan membuang muka.

"Aku hanya bertanya bagaimana kalau kita punya anak nanti-ssu. Memang salah ya?" serobot Kise sebelum Aomine sempat menjawab. Empat diantara enam saling bertatapan lalu menggeleng berbarengan. Aomine terperangah, kok teman-temannya bisa bilang tidak salah sih?

"Tidak ada, nanodayo." Midorima menyuarakan pendapat kawan-kawannya.

"Jadi, apa yang menurutmu salah, Aomine?" melipat kembali kedua tangannya di depan dada, Akashi menatap Aomine tajam, menuntut penjelasan yang logis.

"Jadi menurut kalian tidak ada yang salah?" tatapan tidak percaya dilemparkan Aomine kepada pelangi di hadapannya, dibalas dengan gelengan tegas namun menyiratkan ketidakpahaman, "Ja-Jangan-jangan kalian belok juga!" lanjut Aomine kaget.

"Ah. Mungkinkah maksud Aomine-kun itu, itu?" Kuroko menepuk kepalan tangannya ke tangan satunya.

"YA! Oh, Tetsu, kau memang yang paling mengerti aku!" lega sekali perasaan Aomine mengetahui partnernya mengerti apa yang dia maksud.

"Tapi bukankah itu berarti justru Aomine-kun lah yang belok?"

"Kok jadi aku sih!?" teriaknya tak terima,

"Karena hanya Aomine-kun yang terpikir kesana kan?" kata-kata Kuroko langsung menohok Aomine tepat di jantungnya.

"Sebentar, Kurokocchi. Sebenarnya apa sih yang dimaksud Aominecchi?" Kise menyuarakan kebingungannya. Mendengar percakapan pasangan cahaya-bayangan itu membuat kepalanya sakit. Yang lain mengangguk tanda sepaham dengan Kise, menuntut penjelasan dari Kuroko karena hanya dialah yang mengerti dengan maksud Aomine.

"Jadi begini teman-teman," gelas vanilla milkshake yang sudah separuh habis diletakkan di lapangan, "Tadi Kise-kun bertanya pada Aomine-kun begini, 'Menurutmu, bagaimana ya kalau kita punya anak-ssu?'. Nah, karena hal itulah Aomine-kun berpikir kalau Kise-kun berorientasi menyimpang." terang Kuroko lamat-lamat.

"Aku masih belum mengerti-ssu."

"Kisee, jangan pura-pura bodoh deh meski kau memang sudah bodoh sih." balas Aomine gemas.

"Aku memang benar-benar tidak tahu, Ahominecchi~! Bagaimana kalau kau saja yang menjelaskan biar benar-benar jelas-ssu?" Kise tak kalah gemas dengan Aomine. Lemparan botol minum hampir mengenai Kise kalau saja dia tak segera menghindar, rupanya Aomine kesal karena dikatai Aho olehnya.

"Gah, jadi begini. Tadi ketika aku sedang minum, si kuning bodoh ini tiba-tiba memanggilku," Kise balas melempar menggunakan botol Aomine yang tadi dilempar padanya, "tidak kena, bodoh." ejek Aomine, "aku tidak menyahut tapi tetap memerhatikan. Lalu bocah cengeng ini (Kise berteriak tak terima namun segera dibekap Midorima yang diam-diam penasaran dengan kelanjutan cerita Aomine) melanjutkan. Dengan pandangan menerawang dan senyum yang mengerikan dia bertanya bagaimana kalau KITA punya anak. Terang saja aku langsung shock. Kalian mengerti kan? Dia bilang KITA. Berarti aku dan dirinya sendiri PUNYA ANAK. Itu berarti dia HOMO kan?" Aomine mengakhiri penjelasannya dengan telunjuk menuding Kise dan muka shock to the max.

Hening.

"Tuh kan, aku bilang juga apa. Berarti Aomine-kun yang menyimpang." suara Kuroko mengudara.

Masih hening. Yang lain masih mencerna baik-baik, tentu saja Akashi tidak termasuk. Dia sudah mendengus jijik ketika Aomine baru setengah menjelaskan. Rupanya dia langsung mengerti duduk perkaranya tanpa harus mendengar sampai akhir.

"Kau menjijikkan, Aomine" tatapan merendah ia hadiahkan bagi si pemuda navy blue dibalas dengan tatapan tidak terima dari si tertuju.

"Kurasa aku mengerti, nanodayo. Dan aku setuju dengan Kuroko dan Akashi. Kau menjijikkan, nodayo." timpal Midorima sambil menaikkan kacamatanya yang tidak merosot se-mikro pun.

"Merepotkan, aku gak ngerti~" Murasakibara langsung kembali bermanja-manja dengan tumpukan snacknya, malas untuk ikut berpikir. Hanya tersisa Kise yang masih bingung.

"Kalian semua menyebalkan! Aku masih normal! Buktinya aku masih suka Mai-chan. Kalau Kise kan sudah keliatan homonya! Lihat saja kelakuannya pada Tetsu. Kerjaannya peluk sana-sini sambil bilang 'Kurokocchi imut-ssu~ Aku suka Kurokocchi~' begitu. Apalagi yang harus diragukan, hah?" ucap Aomine sambil menirukan cara bicara Kise. Seketika itu juga Kise mengerti maksud Aomine.

"Aku tidak homo-ssu! Aominecchi yang homo! Buktinya Aominecchi yang langsung mikir macam-macam mendengar pertanyaanku-ssu! Padahal kan maksudku bukan KITA yang punya anak, tapi aku dan kau dengan ISTRI masing-masing-ssu! ISTRI WANITA bukan LAKI-LAKI seperti pikiran Aominecchi-ssu!" Kise berdiri dan balas menuding Aomine.

Skak mat.

"Enak saja! Semua orang juga pasti salah tangkap kalau pemilihan katamu begitu!" Aomine tidak mau kalah.

"Sayangnya Aomine, kami tidak. Hanya kau yang berpikir begitu." Akashi menyela dengan tenang.

Double skak mat.

"Maaf, Aomine-kun. Tapi mulai hari ini tolong jangan terlalu dekat denganku." seraya mengambil beberapa langkah mundur, Kuroko berucap.

"Oha-Asa memang benar. Cancer tidak boleh terlalu dekat dengan Virgo, nanodayo." Midorima memandang rendah.

"Iihh... Mine-chin nanti gak bisa punya anak." Murasakibara ikut-ikutan menimpali dengan nada malas.

Die.

"Ayo lari kawan-kawaaann! Nanti kalian dijadikan homoannya Aominecchi-ssu!" Kise berseru panik dan segera berlari meninggalkan lapangan setelah menyambar tasnya di pinggir lapangan. Semuanya langsung mengambil langkah seribu setelah mendengar seruan panik Kise.

Just Die.

Aomine terperangah, kokoronya hancur lebur. Sedetik kemudian rasa frustasi yang menghinggapinya berubah menjadi rasa kesal yang memuncak mengingat seruan terakhir Kise yang sangat menjatuhkan harga dirinya.

"KISE SIALAAAANNN! HOI! JANGAN KABUR KALIAN! AKU TIDAK HOMO! BERHENTI! AKAN KUBUNUH KALIAN!" Aomine berteriak marah dan dalam sekejap langsung mengejar rekan-rekannya yang lari tunggang langgang sambil berteriak heboh. Bukan rekan-rekannya sih, karena hanya Kise yang begitu. Sisanya hanya berlari setengah hati mengikuti si pirang. Meski mungkin sebenarnya mereka berlari sepenuh hati untuk menghindar dari homo hitam itu. Ups, untung yang bersangkutan tidak tahu keberadaan paragraf terakhir ini.

.

.

.

.

.


End


A/N: Terima kasih sudah membaca~ Kalau ada ide dan tidak malas, fict ini akan menjadi kumpulan oneshot~ Tee-hee~ Mohon bantuannya~~

Sign,

HS.