Disclaimer: Naruto bukan punyaku.
Warning: shounen-ai! Pairing: NaruSasu.
Enjoy :)
Chapter 1
.
.
.
.
.
Sasuke Uchiha tidak pernah terlalu peduli akan hidupnya. Dia tidak peduli kalau dia tewas di hari berikutnya, toh dia tidak punya tujuan apa-apa. Itachi, orang yang paling dia sayangi sudah tidak ada di sisinya. Dia tidak punya siapa pun.
Karena itu, Sasuke sengaja tidak menerima tangan palsu yang ditawari Sakura. Dia tidak peduli kalau tanpa tangan yang satu lagi, dia tidak bisa membentuk segel ninja.
Dia mengembara, tidur di hutan, mencari makan di sungai, berjalan sendirian.
Semuanya berjalan lancar. Satu lengan cukup untuk makan, mandi dan semacamnya.
Tapi semuanya berubah ketika dia nyaris mati dibunuh karena dia tidak bisa membentuk segel ninja.
Dia berhasil lolos, tentu saja. Dengan sharingan-nya, dia berhasil menyegel pembunuh bayaran itu dalam genjutsu. Tapi sepertinya berita bahwa dia nyaris mati itu terdengar sampai ke Konoha. Sasuke tidak peduli. Toh dia yakin warga Konoha sekarang sedang bersuka cita karena dia nyaris mati. Tapi Sasuke mematung ketika seekor katak melompat di kepalanya. Lelaki 22 tahun itu menyabet sang katak, terpaku menatap surat yang berisi tulisan cakar ayam Naruto.
Di surat itu, Naruto mengamuk. Sangat mengamuk. Memarahinya karena dia selalu menolak tangan palsu yang ditawarkan Sakura. Memang, selama perjalanan ini, Naruto dan Sakura mengirim surat untuknya, menyuruhnya kembali supaya dia bisa menerima tangan palsu itu. Dan tentu saja, Sasuke selalu melempar surat itu di sungai terdekat, sama sekali tidak membalas mereka.
Sepertinya sekarang kesabaran Naruto sudah habis.
Dear TEME,
Aku sudah bilang RATUSAN kali di suratku kalau BANYAK ninja yang ingin membunuhmu dan kau kira aku bercanda ya? Apa rasanya nyaris mati karena puluhan ninja menyergapmu dan kau tidak bisa membentuk segel, hah? Aku tahu kau selalu emo, tapi aku tidak tahu kalau kau ingin sekali mati. Kalau kau memang mau mati, setidaknya panggil aku jadi aku bisa datang dan membunuhmu dengan tanganku sendiri.
Sasuke memutar bola matanya, membaca surat Naruto.
Kau tahu, masa hukumanmu sudah berakhir dan kau bisa kembali ke Konoha. Aku sendiri sedang berlatih di bawah Kakashi-sensei untuk menjadi hokage. Yaaah, kau bisa bilang kalau aku ini asisten hokage DAN aku punya banyak bawahan DAN aku sudah bisa memberi perintah kesana-kemari. Semua orang mendengarkanku, kau tahu.
Sasuke mendengus, nyaris membuang surat Naruto, tapi kalimat berikutnya membuat matanya mendelik.
Dan entah bagaimana caranya, aku sekarang mengurus perumahan di Konoha. Keren kan? DAN tebak apa yang kutemukan kemarin. Surat kepemilikan kompleks Uchiha.
Sasuke mematung.
Kau tahu, sejak kau pergi, banyak yang ingin membeli kompleks itu. Tapi yaaah Kakashi-sensei mencegah semua itu. Dia tahu kau ingin supaya semua kuburan dan rahasia di balik kompleks Uchiha itu tetap aman dan tidak disentuh. Tapi sepertinya orang-orang ini benar-benar ingin membeli rumahmu, mereka memohon-mohon padaku. Yaaaah aku bisa bilang apa? Mereka menawarkan uang yang SANGAT banyak.
Sasuke menggertakkan giginya.
Tapi tentu saja sebagai SAHABAT yang baik, aku tidak akan menjual kompleks itu. Tapi apakah kau sahabatku, Sasuke-teme? Kurasa tidak. Menurut buku Sai, seorang sahabat yang baik akan mengunjungi sahabatnya, tapi kau membalas suratku saja tidak. Jadi… bagaimana menurutmu? Kalau kita masih sahabat, aku ingin kau kembali ke Konoha DAN pasang tangan palsu itu. Kalau kau tidak kembali dalam waktu seminggu ini yah… ucapkan selamat tinggal pada kompleks Uchiha-mu itu. Segitu dulu deh. Aku harus kembali bekerja.
With love,
Naruto-The-Awesome (sahabatmu yang setia)
Sasuke langsung mencengkram surat itu, mendelik tajam ke arah katak mungil yang masih ada di depannya. Dengan kecepatan kilat, dia membalas surat Naruto dan menyumpal surat itu ke mulut si katak.
xxx
Ketika kataknya kembali padanya, Naruto Uzumaki menyeringai lebar. Mata birunya bersinar-sinar ketika membaca surat dari Sasuke.
Dobe,
Aku akan membunuhmu.
- Sasuke Uchiha.
"Sakura-chan! Sasuke akan kembali!" Naruto berujar girang, melambaikan suratnya. "Siapkan tangan palsu untuk si teme!" Di sampingnya, Sakura menaikkan sebelah alis membaca pesan kematian itu. Namun wanita itu langsung ikut berseru dengan semangat, menyediakan tangan palsu yang sudah dilapisi debu itu.
xxx
Proses pemasangan tangan palsu tidak mudah, apalagi ketika lengannya sekarang sudah tertutup. Sasuke hanya bisa menggertakkan gigi, menahan rasa sakit ketika Sakura memasang lengannya. "Kau boleh teriak, kau tahu," Sakura berbisik, mengerutkan kening akan rasa simpati ketika melihat wajah pucat Sasuke yang semakin memucat.
"Tidak," Sasuke mendesis, mendelik tajam di jendela, di mana Naruto menyeringai lebar. "Tidak," Sasuke berujar sekali lagi, membiarkan Sakura menyuntik sesatu di lengannya. Setelah operasi ini berakhir, dia akan membunuh Naruto.
"Oke. Lengannya sudah terpasang, tapi kau tidak bisa langsung menggerakkan lenganmu," Sakura memberikan sesuatu untuk Sasuke. Lelaki itu membuka matanya, menatap lengan kiri di sisinya. Dia mencoba untuk mengangkat lengan itu, tapi sesuai kata Sakura. Dia tidak bisa menggerakkan tangan tersebut. "Lengan itu sudah menyatu pada tubuhmu sepenuhnya. Tapi kau akan sulit untuk menggerakkan lengan ini karena seharusnya lengan ini dipasang padamu ketika lukamu masih segar," Sakura mendengus. "Tapi sekarang sudah terlambat dan tubuhmu sudah terbiasa tidak memiliki lengan."
"Bagus. Jadi aku tidak membutuhkan lengan palsu ini," Sasuke mendengus, hendak menarik lengan itu, namun Sakura langsung menghentikannya.
"Ada satu cara untuk membuat tubuhmu terbiasa dengan lengan ini," Sakura tersenyum lebar, tiba-tiba berseru dengan semangat. "Sel kalian harus menyatu. Jadi lengan ini harus beradaptasi pada tubuhmu. Terapi adalah salah satu cara. Tapi tentu saja, terapi itu lama sekali."
Sasuke mengerutkan kening.
"Dan aku yakin kau tidak mau terapi, jadi aku ada cara lain," Sakura meringis. "Aku akan menyusutkan tubuhmu. Yaah… kira-kira ketika tubuhmu masih remaja. 12 tahun? 14 tahun? Jika tangan ini ikut menyusut bersamamu, berarti selnya sudah menyatu dan kau bisa menggerakkan tangan itu dengan normal. Jangan khawatir. Kau cukup menjadi 14 tahun sehari atau dua hari saja."
Sasuke memperhatikan Sakura yang menyiapkan obat, mengukur di timbangan dan memasukan obat itu di jarum suntik. "Kau yakin cara ini aman?" Sasuke menyipitkan matanya. Sakura akan menyusutkan tubuhnya?
"Yakin seratus persen," Sakura mengangguk. "Perhitunganku tidak pernah salah. Kau memang menyusut, tapi paling cuma sehari. Lebih mudah daripada terapi kan?"
Sasuke mengangguk, membiarkan Sakura menyuntik lengan palsunya.
"Dan kalau lengan ini mengerut bersamamu, itu artinya aku sukses," Sakura cekikikan. "Senang kau kembali, Sasuke-kun."
Sasuke terdiam, menatap mata hijau Sakura. Wanita itu sudah dewasa sekarang, tidak lagi menatapnya seperti menatap pangeran dari dunia lain. "Kau fokus bekerja," dia berujar pelan.
"Tentu saja, cita-citaku kan mau menjadi kepala rumah sakit," Sakura mendengus, membuat Sasuke tersenyum tipis. Dia sengaja tidak mau membawa Sakura bersamanya karena dia ingin Sakura fokus pada hal lain selain pada dirinya. Dan sepertinya sejak kepergiannya, Sakura fokus pada pekerjaannya. "Oke, aku akan menyuntikmu dengan ini sekarang," Sakura menyeringai. "Ini obat tidur. Jadi besok pagi ketika kau bangun, tubuhmu sudah menyusut dan kau tidak akan merasa kesakitan. Mau bagaimana pun, jika kau menyusut, semua tulangmu akan ikut menyusut dan yaaah bisa dibilang itu lumayan sakit."
Sasuke mengangguk, membiarkan Sakura menyuntiknya lagi. "Besok tubuhku mengerut?"
"Iya. Di umur ketika kau masih remaja. Pokoknya kalau kau bisa menggerakkan tanganmu besok, itu artinya aku sukses," Sakura cekikikan.
Sasuke hanya bisa terpaku. Kenapa Sakura berkata seakan-akan dia ini kelinci percobaan?
"Oke! Sudah ya, Sasuke-kun, selamat tidur!" Sakura keluar dari ruangannya, mengedipkan mata. Sasuke mendengus, kembali berbaring. Ketika Sakura menutup pintu kamarnya, dia merasa mengantuk. Sangat mengantuk. Tanpa dia sadari, dia sudah terlelap.
xxx
Sesuai ucapan Sakura. Tubuhnya terasa… aneh.
Di detik ketika dia terbangun, Sasuke bersumpah kalau tulangnya terasa… gatal. Dia bersumpah kalau dia mendengar suara mengerikan di mana tulangnya mengerut. Lelaki itu menendang selimutnya, turun dari kasur rumah sakit dan berlari ke arah toilet di kamarnya. Perutnya bergejolak dan tubuhnya merasa panas. Tanpa membuang waktu, dia langsung memuntahkan segala isi perutnya di toilet dan di detik itu, dia merasa lebih baik.
Sasuke menarik napas dalam-dalam, menyumpahi Sakura dalam hatinya. Dia mengusap mulutnya dan tertegun ketika sadar bahwa dia bisa menggerakkan tangan kirinya. Tangan palsunya bisa bergerak.
Obat Sakura berhasil.
Sasuke mendengus, tersenyum tipis. Sejak dulu Sakura memang jenius.
Namun, senyum Sasuke menghilang ketika dia melihat tangannya yang mengecil. Dia baru ingat bahwa dia sudah menyusut. Lelaki itu mendengus, berjalan ke arah wastafel untuk berkumur. Tapi dia hanya bisa tertegun ketika melihat wastafel yang tinggi itu. Meski pun dia melompat, dia tidak bisa mencapai wastafel itu. Sasuke mengerutkan kening. Dia menjadi remaja bukan? Dia tidak ingat kalau dia sependek ini ketika usianya 12 tahun. Sasuke melompat lagi. Kali ini dia berhasil mencapai wastafel itu dan berkumur.
Dan di detik itu juga, matanya terpaku pada bayangannya di kaca.
Rambut hitamnya masih acak-acakkan, menutupi wajahnya. Tapi Sasuke masih bisa menatap dengan jelas.
Dia menatap sepasang mata hitam yang bulat. Bibir pink yang mungil. Pipi tembam yang montok.
Dia tidak terlihat seperti remaja 12 tahun.
Dia terlihat seperti bocah 3 tahun.
xxx
Sasuke menendang pintu kamarnya, dan di detik itu juga, dia merintih kesakitan. Tentu saja. Anak 3 tahun tidak bisa mendobrak pintu. Matanya langsung berlinang-linang, dan dia kembali menyumpah. Gara-gara dia menjadi anak kecil, tubuhnya juga menjadi lebih rentan terhadap rasa sakit. Tanpa dia sadari, dia nyaris menangis dan menjerit kesakitan.
Tidak. Tidak.
Seorang Uchiha tidak akan menangis. Dia ingin keluar dari kamar ini. Dia ingin membunuh Sakura. Tapi sepertinya keluar kamar saja susah.
Sasuke menggeram, melompat dan memutar kenop pintu itu. Dia mendengus bangga ketika dia bisa membuka kamar ini. Dia langsung mengikat gaun rumah sakit itu di sekitar tubuhnya dan berjalan dengan cepat, mengabaikan semua mata yang menatapnya. Sasuke mendelik ke arah salah satu suster, menarik baju sang suster. "Mana Sakura Haruno?" dia mendesis dengan nada membunuh.
Tapi sepertinya suaranya yang bariton itu menjadi seperti suara kicauan burung gara-gara tubuhnya yang mengerut. Sang suster menjerit girang, dan langsung mencubit pipi Sasuke, membuat lelaki 22 tahun itu semakin mendelik. "Awww! Kamu lucu sekali! Di mana mamamu? Kenapa kamu memakai pakaian untuk orang dewasa?"
Sasuke langsung ternganga. Dia melotot lagi, berusaha untuk menakuti sang suster. Tapi sepertinya tatapannya itu malah mengundang suster-suster yang lain. "ADUH! Lucunya! Lihat matanya! Bulat sekali! Imut!"
"Dia benar-benar imut! Sini! Aku cium!"
"Mau permen tidak?"
Sasuke akhirnya menjerit ketakutan. Persetan dengan ego Uchiha-nya. Ini pertama kalinya dia merasa tidak berdaya, dipeluk puluhan suster dan pipinya terus dicubit. Tanpa dia sadari, dia sudah ditenjangi oleh para suster itu dan Sasuke hanya bisa menjerit semakin menjadi-jadi. Para suster itu cekikikan, mengenakan pakaian anak kecil untuknya dan menyisir rambutnya dan menguncir rambutnya.
Tidak pernah dalam hidupnya Sasuke merasa terhina sampai seperti ini.
"Ada apa ini?"
Suara yang familiar itu membuat Sasuke menghela napas. Dia mengenal suara itu. Shikamaru.
"Hei hei. Kalian para suster akan dimarahi Sakura loh kalau kalian tidak bekerja."
Terdengar suara lain lagi. Kiba. Sasuke semakin merasa aman, apalagi ketika semua suster itu langsung terburu-buru kembali kerja.
"Hmm? Anak siapa ini?" Kiba menunduk, menatap Sasuke yang terduduk di lantai.
"Kiba. Shikamaru," Sasuke mendelik. "Mana Sakura?"
Kiba mengerutkan kening. "Hei bocah. Kau kurang ajar sekali. Mana sopan santunmu? Aku tidak peduli kau lucu atau tidak. Aku terluka karena misi dan baru saja sembuh. Jadi jangan buat aku bad mood ya! Kau kenal aku dari mana?"
"Persetan dengan lukamu," Sasuke mendesis. Dan lagi-lagi, Sasuke menyumpahi suaranya yang terdengar seperti suara anak cewek. "Mana Sakura?"
Di detik berikutnya, Kiba langsung menghantam kepala Sasuke, membuat bocah itu menjerit kesakitan. "Hei! Sudah kubilang kalau jangan kurang ajar! Kau ini anak siapa sih? Kau mirip sama si brengsek Sasuke itu! Jangan-jangan kau anak haramnya ya?"
Sasuke menggeram, mencoba untuk mengaktifkan sharingan-nya namun usahanya sia-sia. Dia langsung menggeram lagi, sadar bahwa di kondisinya yang sekarang, dia tidak punya cakra yang cukup untuk mengaktifkan sharingan.
"Kiba," Sasuke mencoba untuk mengeluarkan nada membunuhnya tapi lagi-lagi yang terdengar hanyalah kicauan burung. "Aku Sasuke Uchiha."
Kiba langsung terpaku. Dia menatap Shikamaru sambil tertawa. Namun, ketika Shikamaru tidak tertawa bersamanya, Kiba langsung melongo. "Serius?"
"Bisa jadi," Shikamaru mendengus. "Sakura akhir-akhir ini suka bereksperimen. Dan aku tidak heran kalau bayi ini Sasuke."
Kiba melongo semakin menjadi-jadi. "Pantas saja dia tahu dengan kita," Kiba menatap Sasuke dengan takjub. "Astaga!" Dia tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. "Sasuke Uchiha! Kau mengenakan hoodie bercorak BEBEK!"
"Bawa aku pada Sakura," Sasuke mendesis.
"Kau yakin?" Kiba menyeringai. "Tadi saja para suster mengerubungimu. Apa jadinya kalau Sakura melihatmu dalam bentuk itu?"
Sasuke menggertakkan gigi. Dia bisa membayangkan Sakura yang menyuntiknya dan membuatnya terjebak di wujud ini untuk selama-lamanya. Tidak. Tidak. Lebih baik dia mati daripada terjebak di wujud sialan ini. Dia harus menjauh dari Sakura. Sambil menggeram, bocah mungil itu menarik kunciran dari para suster, mengikat rambutnya menjadi kunciran kuda. Sasuke bergidik sesaat ketika dia bisa merasakan tatapan 'memangsa' dari para suster yang bersembunyi di pojok ruangan. Dia tidak aman di rumah sakit. Dan dia tidak aman kalau dia datang pada Sakura. Dan yang pastinya… Sasuke melirik, menatap Kiba yang bersinar-sinar.
Dia juga tidak aman berada di dekat si anjing ini. Dia tidak heran kalau Kiba melemparnya pada Akamaru.
"Jadi, kau mau bagaimana?" Shikamaru memecahkan kesunyian. "Aku sibuk. Aku tidak bisa menjadi babysitter. Kau mau kupanggilkan Ino?"
"Tidak," Sasuke menggertakkan gigi. Ino berarti Sakura kedua. Dan dia tidak percaya pada seorang pun di Konoha ini. Dia tahu bahwa rakyat Konoha masih benci padanya. Dari semua orang yang dikenalnya… hanya ada satu orang yang dia percayai. "Bawa aku pada Naruto."
xxx
Naruto Uzumaki mengerang, membenturkan kepalanya di meja kerja. Kakashi sedang liburan dan itu berarti dia harus menyelesaikan semua tumpukan kertas di depannya ini. "Padahal aku mau mengunjungi Sasuke," Naruto bergumam kesal. Ini baru jam 8 pagi dan dia sudah harus mulai mengerjakan semua berkas ini kalau dia mau mengunjungi Sasuke. Dia mendengus. "Yoshaaa! Aku akan menyelesaikan semuanya, dattebayo!" dia berseru dengan semangat. Namun, ketukan pintu membuat konsentrasinya langsung buyar. Siapa yang pagi-pagi mengunjunginya? "Masuk."
Naruto menaikkan sebelah alis ketika melihat Shikamaru dan Kiba yang masuk di ruangannya.
"Ada masalah," Kiba berujar dengan nada ceria.
"Ada masalah apa lagi sekarang? Aku banyak berkas-berkas yang harus diselesaikan," Naruto mengerang. "Dan kenapa kau terdengar girang sekali?"
"Karena ini," Shikamaru menghela napas, mendorong sesuatu. "Merepotkan."
Naruto berkedip, menatap sesuatu yang mungil di sebelah Shikamaru. Bocah itu mengenakan jaket hoodie bercorak bebek. Naruto tidak bisa melihat wajah bocah itu. "Anak siapa itu?"
Di detik itu juga, sang bocah membuka hoodie-nya, berjalan ke arah Naruto yang melongo.
"Sejak kapan Sasuke punya anak haram?!"
Di detik itu juga, Sasuke langsung menendang kaki Naruto dengan sekuat tenaga, tapi Naruto hanya berkedip, menatap kaki mungil di atas sepatunya itu. Jempol mungil Sasuke mulai memerah dan mata hitamnya membulat karena rasa sakit. Tak lama kemudian, mata bundar itu berlinang-linang akan air mata, membuat Naruto langsung panik. Namun meski mata onyx tersebut berlinangan, mulut sang bocah tetap terkatup rapat dan Naruto mengenal ekspresi keras kepala itu.
"Sasuke?" dia berbisik pelan. Bocah itu tidak menjawab, hanya mendengus.
"Hn."
"Astaga… Sakura-chan sudah kelewatan kali ini ya?"
"Akan kubunuh dia. Setelah itu aku akan membunuhmu," Sasuke mengancam dan lagi-lagi, suaranya terdengar seperti suara kicauan burung di pagi hari, membuat Naruto melongo.
"Sudah ya. Tugasku sudah selesai. Merepotkan sekali," Shikamaru mendengus.
"Hei, Naruto! Kalau kau bosan dengannya panggil saja aku!" Kiba menyeringai. "Akan kujadikan dia mainan Akamaru!"
Naruto menatap pintunya yang tertutup dan dia hanya bisa melongo semakin menjadi-jadi.
Apa yang harus dia lakukan sekarang? Dia kembali menatap Sasuke. Bocah itu menatapnya dengan mata hitam yang bundar. Jari-jarinya yang mungil mencengkram pakaiannya. "Ah, tanganmu sudah bisa kau gerakkan?"
Sasuke mengangguk.
"Baguslah," Naruto meringis. "Dengan begini kita bisa berlatih jurus ninja. Tidak ada yang bisa latihan denganku di Konoha ini. Hanya kau yang bisa menyamaiku."
Sasuke berkedip, menatap Naruto yang bersinar-sinar. "Dobe," dia mendengus dan Naruto menyeringai semakin lebar. Naruto tidak menertawakannya seperti Kiba. Naruto tidak menjerit seperti suster-suster itu. Dan Naruto tidak akan meninggalkannya seperti Shikamaru.
"Aku tidak bisa menemanimu keliling Konoha. Padahal aku berencana untuk membawamu tur. Banyak perubahan di Konoha ini," Naruto tertawa. "Kau lihat sendiri. Berkas yang harus kuselesaikan menumpuk begini…"
"Kau kira aku bisa lihat?" Sasuke mendengus, membuat Naruto tertawa. Benar saja. Sasuke sekarang hanya setinggi lutut Naruto. Lelaki pirang itu menepuk pahanya dan Sasuke mendengus lagi. Dia meletakkan kedua tangan mungilnya di lutut Naruto, melompat, duduk di pangkuan Naruto. Mata hitamnya menatap berkas-berkas itu dan dia terpaku. Naruto bisa mengerjakan semua ini?
"Aku harus tanda tangan ini," dia menunjuk salah satu berkas. "Dan sisanya… aku harus menulis surat ijin. Lalu aku juga harus membaca laporan dari para ninja yang baru selesai misi."
Sasuke mendengarkan nada Naruto yang ceria. Lelaki pirang itu menunjuk berkasnya satu per satu, dengan bangga dan girang memberitahu Sasuke apa yang dia kerjakan selama ini. Sasuke mengangguk dan mendengarkan dengan seksama. Dia sama sekali tidak sadar ketika lengan kiri Naruto sudah merangkulnya, membuat punggungnya menempel di dada Naruto. Sasuke memejamkan matanya, merasakan kehangatan Naruto.
Naruto selalu hangat.
Selalu semangat. Selalu ceria.
Dan itulah salah satu alasan kenapa Sasuke memutuskan untuk tidak kembali ke Konoha.
Dia tahu kalau dia merasakan kehangatan ini lagi, dia tidak bisa lepas dari Naruto.
xxx
Naruto tidak sadar Sasuke sudah tertidur di pangkuannya. Dia berceloteh sejak tadi dan tiba-tiba saja Sasuke sudah tertidur. Dia kira suaranya ini apa? Nina bobok? Naruto mendengus. Namun, dia tersenyum sesaat ketika melihat wajah pulas Sasuke.
Dia tahu bahwa selama ini Sasuke selalu tidur di hutan dan harus waspada. Tidak heran kalau Sasuke tertidur setelah merasa aman di Konoha.
"Naruto," Shikamaru tiba-tiba masuk ke ruangannya, memberinya beberapa berkas. "Ini harus ditangani sekarang."
Naruto mengerang. "Ini saja belum selesai!" dia menunjuk semua berkas di mejanya.
"Bukan urusanku," mata Shikamaru terpaku sesaat pada Sasuke. "Dia tidur."
"Iya," Naruto menggerutu, melingkarkan lengannya di sekitar tubuh Sasuke dan bocah di pangkuannya ini memutar wajahnya, mengusapkan wajahnya di dada Naruto. "Meski otaknya masih 22 tahun, tapi tubuhnya sudah menjadi seperti bocah bayi. Dia sepertinya suka memeluk orang gara-gara ini."
"Tidak," Shikamaru langsung menjawab. "Tadi dia menolak untuk kugendong. Dia dengan keras kepala berjalan sendiri sampai ke ruangan ini. Padahal kalau kugendong, bisa sampai dengan cepat. Aku yakin tubuhnya sekarang kecapaian gara-gara dia harus berjalan sejauh itu."
Naruto terpaku.
"Makanya aku kaget melihatnya begitu," Shikamaru menunjuk Sasuke di pangkuan Naruto. "Dia tidak mengamuk?"
Naruto menggelengkan kepala. Dia menatap Saske yang masih tertidur pulas. "Aneh. Kenapa ya?"
"Dia hanya percaya padamu," Shikamaru keluar dari ruangannya. "Merepotkan."
Naruto berkedip, perlahan-lahan dia menyeringai lebar. Sasuke hanya percaya padanya? Tanpa dia sadari, dia sudah mengusap kepala Sasuke, membuat Sasuke mengerang dalam tidurnya. Naruto mendengus puas, kembali mengerjakan berkasnya dengan senyuman lebar.
TBC
AN: ngakak nulis ini, tapi greget bayangin sosok Sasuke mini. haha!
ini bakalan jadi 2-shot. dan harusnya di chapter berikutnya akan selesai :)
hope you enjoy this!
