# Hajimemashite Minna-san… Vii anak baru disini,, jadi Vii mohon bantuan dari para Readers dan Senpai-senpai sekalian. Dan ini juga fic pertama yang Vii publish, jadi kalau banyak kesalahan dan keanehan bin kegajean di fic ini, Vii mohon maaf. #bungkuk-bungkuk#

Hill of Illusion

Genre :

Mystery,Supernatural, Angst

*Rated :

T

*Disclaimer :

Mau ampe lebaran Kucing -?- juga Naruto milik

Masashi Kishimoto

*Warnings :

OOC, typo(s) bertebaran, Semi -?- Shounen-ai,

Cerita masih amburadul dan kesalahan lain

*Summary :

Mungkin mereka bilang mengenalmu adalah hal paling mengerikan. Tapi bagiku, bertemu denganmu, mengenalmu, menjadi setitik bagian hidupmu adalah hal paling membahagiakan dalam hidupku

SHOUNEN AI HATER? DON'T READ

For fujodanshi,:

Hope you'll like it, Minna-san

Chapter 1

Naruto memandang keluar jendela mobil yang ditumpanginya. Pandangannya kosong mengarah ke hutan lebat di luar sana. Mata birunya terlihat merah dan sembab. Di dalam kepalanya, segala memori dan kenangan-kenangannya berputar-putar seperti menghantuinya. Membawa lagi kesedihan yang ingin dibuang dan dilupakannya.

Perlahan, Naruto menutup mata birunya saat hati dan pikirannya sudah terlalu lelah menghadapi masa lalunya sendiri. Tanpa bisa ditahannya, setitik air mata penuh luka meluncur turun dari sudut matanya, menuruni pipi bergarisnya dan menetes jatuh di atas tangannya yang terkepal erat di atas pahanya.

Kaa-san… Tou-san…

"Tou-san, kalau liburan aku maunya kita semua mendaki ke gunung,"

Sudah, hentikan….

"Naruto! Makan sayuran mu!"

Jangan lagi….

"KAA-SAN,, TOU-SAN MAU SELINGKUH!"

"APAAA? AWAS KAU MINATOOOO.."

"Bwahahahaha…"

Tidak mau…

"Hei Naruto,ingat ya, ini kejutan, jadi jangan bilang Kushina,"

Kumohon, hentikan..

"Kaa-san, Tou-san! Jangan pergi.."

Bukan aku…

"Maafkan Kaa-san dan Tou-san, Naruto! Kami berdua sayang kamu,"

"KAA-SAN! TOU-SAN!" teriak Naruto tanpa sadar saat mata birunya terbuka lebar secara spontan. Keringatnya bercucuran deras. Tubuhnya sedikit gemetar. Napasnya pus tersenggal-senggal.

"hosh..hosh..hosh…" Naruto mengatur napasnya dengan susah payah. Lelaki berkuncir yang mengemudi di depan pun juga melirik cemas ke arah Naruto dari kaca depan mobil.

"Naruto? Kau tidak apa-apa?" tanyanya cemas namun tetap focus pada jalan di depannya. Walaupun jalan yang dilewati memang sepi, dia tak mau mengambil risiko untuk menoleh dan kemudia menabrak sesuatu ataupun meluncur turun dari jalan.

"Tidak.. aku tidak apa-apa, Iruka jisan!" Naruto menyahut, namun dilihat dari wajahnya yang agak pucat dan napasnya yang masih tersenggal, sudah jelas kalau dia sedang apa-apa. Pria yang mengemudi modil yang tak lain adalah Iruka itupun uga masih cemas. Iruka lalu menghentikan mobilnya di sisi jalan dan menoleh ke belakang.

"Kau yakin Naruto? Mukamu pucat. Kau mau kita berhenti sebentar?" Iruka kembali menawarkan dengan tingkat kekhawatiran yang bertambah. Naruto menggeleng pelan. Dia lalu tersenyum sambil menghindari kontak mata dengan Iruka dan berkata pelan,

"Tidak perlu Iruka jisan, kita jalan saja terus,"

Iruka menghela napas seraya mengangguk. Pria berambut coklat dikuncir itu tersenyum lembut ke arah Naruto,

"Baiklah. Bilang kepadaku kalau kau butuh sesuatu," tambah Iruka ramah.

Setelah melihat Naruto mengangguk mengerti, Iruka menyalakan mesin mobilnya dan menjalankan mobil itu lagi. Membuat mobil hitam yang tidak terlalu mewah tersebut beranjak pergi dari kawasan hutan lebat yang seolah mengawal jalan raya di pingiran Konoha itu. Membawa kedua orang penumpangnya semakin memasuki kota Konoha yang asri dan tak semewah kota Oto, kota tempat tinggal Naruto sebelumnya, yang berada sangat jauh dari konoha.

Waktu-waktu dilewati Iruka dan Naruto dalam keheningan, tak ada yang buka suara. Masing-masing sibuk dengan pikiran masing-masing. Naruto yang kembali melamun menatap keluar jendela dan iruka yang kembali berkonsentrasi menyetir walaupun pikirannya melayang ke Naruto.

'Naruto..' batin Iruka sedih.

"Ne Naruto, kita akan sampai di rumah Tsunade-sama dan Jiraiya-sama sebentar lagi," ujar Iruka memecah keheningan. Naruto menolehkan kepalanya dan mengangguk.

"Ya, aku tahu. Aku sudah tak sabar untuk bertemu dengan Nenek dan Kakek lagi," Naruto kembali tersenyum yang kentara sekali dipaksakan, tapi Iruka tahu, kalau remaja 17 tahun itu senang bisa bertemu lagi dengan Nenek dan Kakeknya. Naruto sudah tak pernah lagi ke kota kelahirannya itu sejak dia dan kedua orang tuanya pindah dari Konoha 12 tahun lalu dan memutuskan untuk menetap di Oto. Selama ini, selalu kakek dan neneknya yang mengunjungi nya di Oto.

"Hei, Naruto, di Konoha nanti, suasana dan juga perilaku penduduknya berbeda dengan yang selama ini kau lihat dan alami di Oto. Jadi, kau harus menyesuaikan diri dulu," Iruka mengingatkan Naruto.

"Aku sudah tahu itu, Iruka jisan," balas Naruto.

"Naruto, ada satu hal yang tak boleh kau langgar," Iruka tiba-tiba menjadi serius. Naruto yang menyadari perubahan nada suara Iruka juga mulai mencoba serius. Kesedihan dan kenangan-kenangan yang tadi menghantuinya pun mulai sirna dari pikirannya, tergantikan dengan berbagai macam pertanyan dan pemikiran-pemikiran tentang sebuah kota yang agak terpencil bernama 'KONOHA'.

"Apa itu, Iruka jisan?" tak mau bergulat dengan pemikirannya sendiri, Naruto memutuskan untuk bertanya pada Iruka.

"Kau tahu kan? Kalau posisi kota Konoha itu agak terpencil?" naruto mengangguk.

"Dengan posisi seperti itu, ditambah lagi Konoha dikelilingi hutan dan gunung Kage yang ada di sebelah Utara, pelunturan budaya tak bisa berkembang sepesat di Oto. Walaupun teknologi di Konoha sudah sangat pesat dan masyarakat jua sudah modern, tapi penduduk Konoha masih sangat mencintai alam dan kebudayaan warisan leluhur. Penduduk Konoha masih memegang erat tradisi dan masih sangat mempercayai hal yang berbau mistis. Jadi, kau jangan sampai melanggar tradisi apalagi sampai melakukan hal-hal yang menyingung aura mistis!" jelas Iruka panjang lebar.

"tambahan lagi, kau itu cucu tunggal Jiraiya-sama da Tsunade-sama yang dihormati dan merupakan petinggi sekaligus tetua di Konoha" tambahnya.

Naruto terdiam mencerna penjelasan Iruka, kali ini dia benar-benar lupa pada kesedihannya. Naruto sudah paham dari awal tentang bagaimana Konoha. Dia juga sudah mengerti bahwa tak seperti di Oto yang bahkan bisa dibilang tak berbudaya, Konoha adalah kota yang penuh dengan Budaya maupun tradisi. Tapi, ada satu hal yang sedikit sulit dimengerti naruto.

"Kalau memang masyarakat Konoha sudah modern, kenapa mereka masih percaya pada hal mistis?" Tanya naruto menuntut penjelasan.

"Karena masyarakat Konoha memegang teguh kepercayaan leluhur mereka. Dan yang terpenting, jangan pernah memasuki hutan Larangan!" penjelasan Iruka kali ini membuat sisi ingin tahu Naruto kembali bertanya-tanya.

"Hutan Larangan?" Tanya Naruto meminta penjelasan.

"Hutan di sebelah timur Konoha! Hutan disana berbahaya," Iruka menekankan kata 'berbahaya'

"Kenapa?" Tanya Naruto tidak puas.

"Kau tak perlu tahu kenapa Naruto. Nah, satu belokan lagi dan kita sampai di rumah Jiraiya-san," ujar Iruka seperti kepada dirinya sendiri.

Kali ini, Naruto memilih diam. Dia kembali mengalihkan pandangannya ke arah kanan, keluar jendela. Hutan yang dilihatnya itu nampak lebih lebat dari hutan yang sedari tadi dilihatnya. Naruto kembali mengalihkan pandangan ke arah depan. Dan yang nampak di pandangannya adalah gunung Kage.

'Gunung Kage?' pikirnya.

Seketika, Naruto merasa tubuhnya tersentak saat suatu pemahan merembes memasuki otaknya. Dia menyadari sesuatu.

'Gunung Kage ada di sisi utara Konoha. Jika aku menghadap ke arah utara, maka sisi kiriku adalah selatan dan sisi kanan ku adalah..'

Spontan, Naruto menoleh ke sisi kanannya, dan hutan yang Lebat dengan ketenangan yang ganjil kembali bertumbukan dengan pandangannya.

'timur,' tiba-tiba saja Naruto merasa tak bisa mengalihkan pandangannya.

Rasa penasaran kembali menyergapnya.

'Jika hutan 'larangan' itu ada se dekat ini, kenapa Iruka jisan tak memberitahukannya? Bukankah dia menyuruhku untuk menjauhi hutan ini? Bagaimana aku bisa menjauhinya kalau aku tak tahu dimana dan yang mana hutan yang harus ku jauhi?' dan sekali lagi, berbagai pemikiran kembali menyergap masuk ke otaknya.

Naruto kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri. Entah berapa lama dia berkutat dalam diam. Tapi, pikirannya kembali buyar saat dia mendengar suara klakson yang dibunyikan Iruka. Bisa dirasakanya kalau mobil mulai berbelok perlahan ke arah yang diyakini Naruto arah timur laut.

Dia menoleh ke depan dan melihat kalau kaca jendela di samping kemudi sudah terbuka sedangkan Iruka tengah tersenyum dan menyapa dua orang pria yang sepertinya seumuran dengannya.

Salah seorang pria itu memakai kacamata hitam yang terlihat tebal sedangkan yang satunya seorang pria bertampang kalem dan cuek yang terlihat menggigit sesuatu yang Naruto tidak tahu apa itu.

Kedua orang itu tiba-tiba mengalihkan pandangan mereka ke Naruto, membuat Naruto tersentak kaget dan tanpa sadar mengalihkan pandangannya ke hutan Larangan.

Tak sengaja, mata biru Naruto menangkap suatu pantulan benda yang berkilau dengan warna kemerahan. Merasa tak tahu kilauan benda apa yang tadi ditangkap matanya, Naruto memutuskan untuk bertanya kepada Iruka, kedua orang tadi sudah tidak kelihatan dan mobil juga sudah melaju pelan karena memang tujuan sudah dekat,

"Iruka ji-" belum sempat Naruto menyelesaikan pertanyaannya, mata birunya yang memang belum mengalihkan pandangan dari hutan Larangan kembali menangkap hal ganjil. Kali ini sukses membuat Naruto merinding.

Naruto seperti melihat siluet seorang anak kecil berlari di tengah rimbunnya pepohohanan di hutan itu.

"Ya Naruto?" Iruka menyahut tanpa menyadari apa yang terjadi dengan Naruto. Naruto hanya menggeleng perlahan,

"Tidak, tidak ada apa-apa," jawab Naruto pelan.

Mobil yang dikendarai Iruka berhenti di pelatara luas sebuah rumah besar bergaya tradisional Jepang kuno. Naruto menduga bahwa itu adalah rumah kakek dan neneknya karena dia sama sekali tak ingat seperti apa rumah mereka berdua setelah 12 tahun tak pernah berkunjung ke Konoha.

Naruto turun dari mobil setelah Iruka juga turun dari mobil. Mereka berdua berjalan menuju ruang tamu. Iruka menyapa beberapa orang yang sepertinya pelayan ataupun penjaga di rumah ini. Tak lama, mereka memasuki sebuah ruangan besar yang pastilah ruang tamu. Disana, sudah terdapat dua orang yang Naruto kenali sebagai kakek dan Neneknya juga 4 orang yang tidak Naruto kenal.

Tsunade langsung berdiri dan memeluk cucunya dengan erat. Sementara Jiraiya juga berdiri di samping mereka berdua. Naruto balas memeluk Tsunade dan bergumam,

"Apa kabar Nek, Kek?"

"Secara teknis kabar kami baik, tapi ya,.. kau tahu sendirilah," jawab Jiraiya. Tsunade masih memeluk Naruto, tak ada yang bisa melihat setitik air mata yang menuruni wajah cantiknya.

Naruto tersenyum mendengar jawaban jiraiya. Senyuman pahit. Tsunade melepaskan pelukannya, dan melangkah mundur untuk melihat Naruto. Begitu pula dengan semua orang di ruangan itu. Jiraiya melangkah maju dang anti memeluk cucunya itu.

Tanpa sadar, Naruto memandang ke arah hiasan dinding yang tertata rapi.

Matanya lagi-lagi menangkap suatu benda yang seperti mendhipnotisnya untuk terus memandangnya.

"Kau sudah besar rupanya," Jiraiya berujar dalam pelukannya. Naruto yang berada di alamnya sendiri tetap saja diam. Matanya tetap memandang hiasan dinding itu seakan menembusnya. Entah kenapa, sesuatu yang asing namun begitu familiar serasa membayangi kesadarannya. Suara teriakan dan tawa memenuhi rongga otaknya dan siluet wajah khawatir neneknya nampak di penglihatannya bersamaan dengan teriakan-teriakan kecemasan yang seakan membuainya sebelum kegelapan mengambil alih dunianya.

Tbc

Oke, walaupun fic ini masih tidak layak, Vii harap, readers mau menebus perjuangan Vii yang udah ngetik sampe merinding sendiri, So

Review, ya…XDD

Ps.

Buat yang merasa Vii panggil dengan sebutan Nona-Prancis-Dadakan WAJIB review, kalo gak, AWAS.. #ngancem#

*di buang ke jurang*