Summary: Sakura yang lelah bergadang akibat ulah Naruto membuat kesepakatan dengannya/di konoha, 95 persen wanita yang memiliki mantan kekasih lebih dari 20 tidak akan menemukan suami/
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
Plot: 20th Fox Entertainment™ & nona fergie kennedy
WARNING: AU, OOC, Typo, Abstrak
Fiksi terinspirasi oleh film What's Your Number?
A/N: saya peringatkan di sini banyak kata-kata pribadi kalau kalian merasa terganggu jangan baca ok? Apalagi flame tentang hal ga penting soal pairing utamanya. Silakan tekan 'back' sekarang juga...
Selamat membaca ya...
.
Chapter 1 : Game Start
.
"Ahahaha... aku menang lagi, dattebayo!"
Seorang wanita muda berambut pink yang mencoba tidur mendecak kecil mendengar 'aktifitas' malam di kamar sebelah. Terjadi. Lagi.
"Kudamu curang Naruto-kun~ ah~"
Wanita itu semakin menaikan selimut tebal pink kesayangannya begitu mendengar suara 'lain' di sebelah, lalu menutup kelopak matanya perlahan—menggapai mimpi-mimpi indahnya—
"Hei jangan lari dari hukumanmu, dattebayo!"
"Ah~ tidak~ sakit~"
Brak!
Bruk!
Bugh!
"Ittai...!" jerit wanita yang anehnya keluar dari bibir wanita berambut pink itu. Ia mengerang memegangi kepalanya yang benjol karena bingkai foto yang menempel di dinding kamarnya jatuh akibat kelakuan 'kasar' tetangga sebelahnya.
"Uh~ Naruto-kun ini sakit sekali~"
Cukup!
Kesabaran wanita berambut pink itu habis sudah, ia bangkit dari tempat tidurnya, menghentakan kakinya kesal keluar apartemennya; mengetuk-ngetuk pintu tetangganya yang bisa dibilang tidak halus alias kasar pake banget.
Cklek.
Munculah seorang pria berambut pirang tengah bertelanjang dada, bagian bawahnya hanya tertutup oleh bokser orange; dilihat dari emerald wanita itu tidak ada peluh-peluh yang membanjiri tubuh pria di depannya seperti dugaannya. Aneh juga. Sudahlah ia di sini bukan untuk memerhatikan keindahan tubuh di depannya melainkan memberi sedikit omongan pada pria itu.
"Sakura-chan? Ada perlu apa malam-malam begini?"
"Naruto," yang dipanggil Sakura bergumam pelan, memicingkan mata tak suka. "Bisakah kau pelankan aktifitasmu? Aku juga ingin tidur seperti orang normal kebanyakan!"
Naruto, bagaimanapun menggaruk pipinya yang sedikit merona merah. "Kau mendengarnya, dattebayo?"
Bukannya menjawab malah balik bertanya. Dasar.
"Tentu saja aku mendengarnya baka!" jawab Sakura berapi-api mengetuk-ngetukan kuku jarinya ke dada bidang Naruto. "Setiap teriakan teman-teman kencanmu: Naruto-kun~ tidak oh Naruto-kun. Bisa tidak kalian pelankan itu?"
Otak Naruto yang emang lemot mulai bekerja mencerna kalimat-kalimat berbelit-belit Sakura. Beberapa detik kemudian barulah mengerti, ia bersandar santai pada pintu seraya memamerkan senyum lebarnya. "Maksudmu pertandingan caturku dengan Shion-chan mengganggu telinga sensitifmu?"
Pertandingan? Sakura mengulang dalan hati. Jadi bukan aktifitas 'itu' seperti pemikirannya? Mata emerald-nya melirik ke dalam apartemen Naruto; ada seorang wanita muda berambut pirang tersenyum manis padanya, di meja ada papan catur beserta air tawar dan dua bungkus keripik kentang; membenarkan pembelaan Naruto.
Sakura tertawa kecil. "Servismu benar-benar payah Naruto."
"Hm?"
"Maksudku kau berduaan sama wanita super seksi hanya diberi air dan keripik? Kau sedang menabung atau memang pelit, eh?"
Naruto mendengus. "Yah, kalau kau yang di dalam bersamaku lain cerita, Sakura-chan,"
Mata Sakura melebar tak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Kau mencoba menggoda?" tanyanya. Naruto nyengir lima jari membuat Sakura membuang napasnya. "Kau mencoba menggoda wanita lain di depan teman kencanmu? Hatimu di mana Naruto?"
"Bukannya ada padamu?" Naruto bertanya balik. Asyik menggoda wanita bersurai merah muda itu.
Oke ini sudah keterlaluan bagi pihak Sakura. Mantan 'fans'-nya satu ini benar-benar kelewatan menggodanya. "Naruto kau kan sudah tidak menyukaiku lagi!"
Kali ini Naruto yang tidak percaya apa yang baru saja dikatakan sama wanita berambut pink itu. "Sakura-chan siapa yang berkata begitu? Hatiku masih ada pada—"
"Shanaro!"
"Uagh..."
Bruk.
"Naruto-kun!" jerit Shion syok melihat pria itu terpental jauh ke dalam hingga berhenti tepat di sisi sofa yang didudukinya. Ia mengelus lembut pipi pria itu yang mulai bengkak. "Kau tidak apa-apa?"
Naruto mengangguk pelan.
Sakura yang melihat kedua pasangan kencan itu merasa tidak suka. Entah perasaan apa yang hinggap di hatinya. Sakura sendiri tidak mengerti. Cemburu? Mana mungkin. "Lupakan kata-kataku tadi. Bermainlah sepuas kalian. Aku tidak peduli," ucapnya melenggang menuju kamarnya.
Blam.
Shion dan Naruto terdiam beberapa lama memandang kosong pintu yang tertutup amat kasar oleh Sakura.
"Aku rasa ini sudah cukup Naruto," Shion bersuara akhirnya; mengambil sebongkah es, membalutnya dengan kain bersih lalu menempelkannya di pipi Naruto.
"Aduh, sakit Shion-neechan." erang Naruto mencoba mengambil alih kain berisi es itu. "aku tidak akan menyerah,"
"Sudah cukup Naruto, aku lelah melihatmu menderita karena dia. Apa kau tidak melihatnya? Sakura sama sekali tidak tertarik padamu!"
"Ittai," erang Naruto lagi mendapati kakaknya menekan kencang-kencang es di pipinya yang memar. "Kenapa sih Shion-neechan begitu peduli soal cintaku?"
"Tentu saja aku peduli! Aku ini kakakmu baka!" sahut Shion menepuk keras punggung Naruto hingga membuat adiknya jatuh terjengkang ke lantai.
Naruto mengerang memegangi hidung mancungnya yang ikutan memerah terkena ujung meja; tadi Sakura, kali ini kakaknya. "Huh, lebih baik Shion-neechan di suna saja," gerutunya.
Memang kakaknya itu baru pulang beberapa minggu yang lalu dari suna, itu pun karena ingin merayakan pernikahannya di konoha, supaya teman-temannya tidak usah jauh-jauh ke sana.
"Apa-apaan cara bicaramu itu hah?" seru Shion tidak terima; bibir Naruto manyun seketika membuat Shion kembali menurunkan derajatnya(?) sekali lagi. Ia menepuk-nepuk pundak adiknya pelan. "Dengar Naruto, lupakan Sakura. Carilah wanita lain yang lebih cantik dan memiliki dada besar," ujarnya tersenyum jahil saat mengatakan; dada besar.
"Aku tidak mau neechan," rengek Naruto. "Aku tidak mau sama yang dada besar, yang aku mau Sakura-chan."
"Dengar Naruto," ucap Shion dengan nada mengancam. "Kau itu tampan. Sekarang kencangkan pinggangmu, naikan harga dirimu dan jalan-jalan bersama temanmu, temukan wanita baik bersama mereka,"
Demi harga dirinya sebagai seorang model 'hot' Icha Icha Fantasy karya Jiraiya! Shion berani bersumpah bahwa adiknya itu tampan pake banget; Naruto yang dulunya selalu tampil cuek kini mulai tertarik bergaya 'good looking' seperti pria dewasa kebanyakan. Sampai-sampai sebelum berangkat jalan bersama teman-temannya, adiknya bercermin dulu apakah penampilannya udah 'gorgeous'; ditambah juga teman-teman dunia model Shion jatuh cinta pada Naruto gara-gara berpura-pura berperan jadi teman kencan adiknya itu untuk membuat Sakura setidaknya 'menoleh' pada adiknya.
Bagi para teman-temannya, Naruto tipe pria yang setia, yang jarang banget ditemui seumur hidup mereka. Dan mereka memutuskan berlomba buat mendapatkan Naruto walaupun Naruto sendiri tidak tahu sama sekali; Shion yang memiliki gelar 'sister complex' takkan membiarkan para teman-temannya mendekati adiknya kecuali Naruto sendiri yang memintanya. Akhirnya adiknya secara tidak langsung memberikan harapan palsu pada teman-temannya dan Shion tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti permainan adiknya. Akan tetapi hari ini lain, ia akan membujuk kembali adiknya untuk menyerah.
"Aku tidak mau!" suara keras Naruto menyadarkan kakaknya.
"Naruto!"
"Shion-neechan!"
"Naruto!"
Naruto membuang muka seraya mengerucutkan bibirnya. Sama seperti ayahnya, Naruto takkan pernah menang berdebat dengan makhluk bernama perempuan. Yang bisa dilakukannya adalah menyerah atau menghindar.
"Baiklah aku akan menyerah soal Sakura-chan,"
Mata Shion melebar tidak percaya mendengarnya; akhirnya adiknya mendapat pencerahan juga bahwa mengejar Sakura hanyalah sia-sia.
"Di dalam mimpi Shion-neechan," lanjut Naruto nyengir kuda lalu ngacir ke dalam kamar, mengunci pintunya rapat-rapat meninggalkan Shion yang membeku di tempat.
"Naruto ini tidak lucu! Kembali ke sini! Pembicaraan kita belum selesai!"
Tidak ada jawaban.
"Naruto!"
"..."
"Oh, Kami-sama... aku tidur di MANA?"
.
#
.
Kring! Kring! Kring!
Suara jam ponsel Sakura berbunyi keras, menggema keseluruh ruangan. Sang empunya bangun seketika dengan tampang kusut plus kantung mata yang tebal menandakan tidak tidur nyenyak malam ini. Sambil menguap lebar, Sakura mematikan alarm ponselnya.
"Baru jam 7," gumamnya pelan, lalu kembali melamun.
"..."
"..."
"Apa? Sudah jam 7!"
Sakura seketika loncat dari ranjangnya, lari ke dalam kamar mandi. Langkahnya seketika terhenti menatap bak mandi dan sabun cair beraroma cherry, meliriknya secara bergantian sebelum mengerang menyerah; terima kasih kepada Naruto, karena ulah pria itu tadi malam, Sakura gagal mandi berendamnya pagi ini.
Sudahlah, yang sudah lewat biarlah lewat.
Sakura membuka seluruh pakaian tidur beserta pakaian dalamnya secara cepat lalu memutar keran shower tanpa pikir panjang.
"Dingin! Dingin!" keluhnya merasakan butiran-butiran air menyentuh kulit putihnya yang telanjang.
Seharusnya Sakura membasuh tubuhnya dengan air hangat terlebih dahulu barulah ber-shower ria.
Dalam keadaan di kejar waktu karena ada janji dengan Ino begini memang sulit mengingat rutinitas sehari-harinya; Sakura tidak ingin terlambat untuk kedua kalinya. Cukuplah terlambat satu kali, diomeli satu jam tanpa henti oleh sahabatnya hanya karena telat lima menit, itu pun dikarenakan membungkus hadiah kado untuk Ino yang berhasil menjinakan(?) kemalasan Shikamaru.
Selesai dengan rutinitas mandinya. Sakura mematikan keran shower-nya, membasuh wajahnya dari air menggunakan handuk kecil. Selesai, matanya memandang pantulan dirinya, dan mengerang melihat di bawah matanya terdapat kantung mata hitam.
"Bagus, sekarang aku seperti panda. Terima kasih buat si baka itu sudah membuatnya spesial untukku."
Setelah selesai memakai baju handuk ke tubuhnya, Sakura melangkah keluar kamar mandi, mengambil apel di kulkas mengunyahnya pelan-pelan menuju dapur bersiap membuat sarapan pagi untuk dirinya sampai seketika langkah kakinya terhenti melihat tubuh telanjang Naruto menempel di dinding, yang kelihatannya mencoba bersembunyi. Sakura membeku di tempatnya, tanpa sadar apel yang di jemarinya jatuh, "Apa yang kau lakukan di sini? Dan oh... telanjang..."
"Selamat pagi, Sakura-chan..." sapa Naruto pelan.
"Oh, Kami-sama..." Sakura melangkah mendekat, mengambil payung di atas lemarinya, mengacungkan ujungnya di depan wajah Naruto. "Cepat pergi dari sini,"
"Tolong aku Sakura-chan, sebentar saja aku di sini sampai wanita itu pergi?" mohon Naruto dengan wajah memelas.
"Wanita berambut pirang itu?"
"Bukan," Naruto menggeleng. "Ini wanita berambut merah, tiba-tiba saja dia datang ke apartemenku dan menerjangku tanpa aba-aba dattebayo! Brr... sungguh ganas sekali! Bajuku sampai robek karena dia, Sakura-chan!"
Sakura tertawa mendengarnya sebelum kembali memasang tampang garang. "Aku tidak peduli! Cepat pergi dari sini Naruto!"
"Please?"
"Tidak,"
"Sial," Naruto mengumpat sambil membanting gitar yang menutupi tubuhnya.
"Kyaa..." Sakura berteriak kencang seraya membuka payung pink-nya buat menutupi matanya yang tertuju langsung pada 'itu' Naruto. "Apa yang kau lakukan baka?"
Naruto bagaimanapun menaikan alisnya, aneh. Ia memang telanjang, tapi hanya dadanya saja, bagian bawahnya masih terpasang bokser orange motif spiral kesayangannya. "Kau kenapa sih Sakura-chan?"
"Na-naruto cepat pergi dari sini!"
"Kalau aku tidak mau?"
"Aku akan memukulmu,"
"Benarkah?" tanya Naruto tersenyum jahil. "Aku tidak yakin kau bisa melakukan itu sekarang juga,"
"Na-ru-to..."
"Baiklah," Naruto mengalah akhirnya. "Kau ingin aku cepat pergi kan? Usir dulu wanita yang ada di kamarku, Sakura-chan."
"Kenapa aku harus melakukan hal itu?"
"Ternyata kau memang lebih senang aku di sini, Sakura-chan,"
Blush.
"Baiklah," Sakura menyetujui. "tapi tutupi dulu err..."
Mengerti maksud 'err' wanita itu, Naruto memakai gitarnya lagi. "Sudah,"
"Benarkah?"
"Iya,"
"Bohong,"
"Aku buka lagi saja lah,"
"Baiklah-baiklah aku percaya," seru Sakura kencang lalu perlahan menutup payungnya dan membuka iris emerald-nya. "Kau benar-benar menyebalkan."
Naruto bersiul ria, mengangkat gitarnya santai untuk memberi sedikit pelajaran buat Sakura.
"Kyaa..."
Sesuai dugaan, Sakura berteriak histeris dan langsung ngacir keluar.
.
#
.
Sakura tidak percaya apa yang akan dilakukannya. Ia akan berhadapan dengan wanita yang super agresif demi Naruto? Hah... kalau saja Naruto tidak telanjang masuk ke kamarnya seenaknya mana mau Sakura melakukan hal ini.
Sakura mengambil napasnya dalam-dalam. Satu. Dua. Tiga.
Cklek.
Sakura memasukan kepalanya terlebih dahulu, melirik ke penjuru ruangan; sepi dan kosong. Terdapat dress merah beserta pakaian Naruto yang compang-camping di lengan sofa, yang membuat Sakura berpikir tetangganya itu tidak berbohong.
Pelan-pelan Sakura melangkahkan kakinya ke dalam...
"Oh, honey aku senang kau datang—"
Sakura menoleh cepat ke arah sumber suara berasal dan terbelalak mendapati seorang wanita muda berambut merah gelap berbaring di meja makan hanya mengenakan pakaian dalam bagian bawah, mengekspos dadanya yang cukup besar itu.
"Kau siapa nona?"
Sakura seketika ingat tujuannya mengapa ia di sini. Memulai akting, Sakura menutupi bibirnya yang terbuka syok. "Aku tunangan Naruto. Kau siapa?"
Wanita muda itu hampir saja menyemburkan wine yang baru saja diminumnya. "Maaf, apakah aku baru dengar kau tunangan... Naruto?"
"Iya," Sakura menjawab datar. "Jadi? Apa yang kau lakukan di apartemen kami?"
"Ta-tapi bagaimana bisa? Shion bilang padaku dia masih single. Dan kau tidak tertarik padanya!"
Sakura menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Kemarin dia single." ucapnya sedikit kesal. "sekarang aku 'sah' tunangan Naruto," lanjutnya kemudian melempar dress merah ke arah wanita itu. "Aku yakin itu milikmu, sekarang cepat pergi dari sini."
Wanita itu menangkapnya sempurna, wajah cantiknya kini berubah kesal. "Kau tidak perlu sekasar itu, flat breast,"
Sakura benar-benar tercengang sekarang. Tanpa akting. Ia perlahan menyentuh dadanya; menggertakan giginya berusaha menenangkan diri agar tidak mengejar wanita sialan yang berani-beraninya menghina ukuran dadanya.
'Lupakan, Sakura. Kau ada janji dengan Ino kan?'
Mengingat itu, Sakura ikut melangkah keluar dan masuk ke dalam apartemennya sekedar menemukan Naruto yang asik makan roti. Miliknya. Sudah mau habis pula, padahal ia baru membelinya kemarin.
"Temanmu sudah pergi."
"Oh," Naruto merespon singkat. "Terima kasih bantuannya Sakura-chan,"
"Hm," Sakura ikut merespon singkat kemudian segera menarik Naruto, mendorong pria itu keluar tanpa peduli gumaman protes darinya.
"Kau makan di tempatmu saja, aku ada janji," ucap Sakura begitu Naruto sudah di luar.
Naruto diam sebentar. Pancaran kecemberuan terpancar di mata shappire-nya. "Janji dengan siapa?"
"Ino," Sakura menjawab penuh senyuman kemudian menutup pintunya.
"Hm," Naruto bergumam pelan, menggeledah ingatannya.
Akhir-akhir ini Sakura sering menghabiskan waktunya bersama Ino, bahkan tidak jarang Sakura pulang malam diantar oleh adik Ino, Sasori yang juga mantan Sakura.
Naruto menebak pemuda itu masih menaruh hati pada Sakura lantaran Sasori selalu bersikap baik padahal alasan hubungan mereka putus hanya soal sepele; tidak cocok. Naruto selalu was-was menatap mereka dari jauh ketika Sakura keluar dari mobil Sasori; apa akan terjadi sesuatu yang sangat tidak diinginkan dirinya; Sakura jatuh cinta kembali pada pemuda bermajah baby face itu.
"Mereka kan sudah mantan tak ada yang usah kau khawatirkan," gumam Naruto meyakinkan diri sendiri.
Namun meski hanya 'ex', Sakura tetap menganggap Sasori pria dewasa padahal jelas-jelas pemuda itu masih berumur 18 tahun. Tidak seperti dirinya yang sudah dewasa masih dianggap anak kecil oleh Sakura.
Naruto tersenyum sedih memikirkan itu...
"Kapan kau akan mengakui perasaanku, Sakura-chan?"
.
#
.
"Dengar Ino aku sudah bilang kau memakai gaun mana pun cocok," gerutu Sakura.
Yamanaka Ino mendesah, ia memutar tubuhnya melihat dari segala sisi gaun putih satin yang membungkus tubuh rampingnya. "Aku terlihat kayak beruang kutub,"
"Oh great," keluh Sakura dan Tenten bersamaan.
Ino mengerucutkan bibirnya, "Aku minta pendapat kalian bukan keluhan kalian,"
"Aku sudah memberi saran untukmu Ino, dan gaun kelima yang kau pakai itu membuatmu terlihat cantik,"
"Kau berkomentar sama pada gaun-gaun sebelumnya,"
"Itu karena kau memang sudah cantik Ino!" teriak Sakura berapi-api bikin Tenten, Ino dan Temari bergidik ngeri.
Kenapa sahabatnya yang satu ini tak mau mengerti juga sih? Ino itu cantik, banget malah, Sakura akui itu. Dia punya rambut pirang lurus lembut panjang sepinggul, kulit putih bersih, mata biru yang cerah, dan dadanya, oh dadanya itu termasuk 'gorgeous as ever' bagi para laki-laki mana pun. Terkadang Sakura bahkan iri pada penampilan fisik err... ralat dada Ino yang besar. Ia berharap dadanya juga dapat berkembang seperti sahabatnya satu ini.
Kok jadi curhat? Intinya mau pakai pakaian apa pun jelas cocok untuk Ino.
"Tapi aku ingin lebih cantik dari biasanya," ucap Ino membandel.
Sakura mengacak-ngacak rambut pink-nya frustasi. "Terserah kaulah! Coba yang lain sana! Hasilnya tetap sama saja," ucapnya mengalah. Iris emerald-nya tanpa sadar menangkap sebuah majalah favoritnya. Sakura mengambilnya. Ah, benar juga semenjak tadi pagi ia tidak mampir ke supermarket untuk membelinya. Untunglah di butik teman ibunya menyediakan majalah seperti ini.
What's your number?
Berapa banyak pria yang sudah jadi mantan kekasihmu?
"Hm," Sakura bergumam. Mantan kekasih? "satu, dua, tiga..."
"Apa itu Sakura?" tanya Tenten tertarik sambil menggeser kursinya ke wanita muda itu mencoba membaca apa yang tengah dibaca Sakura. "Oh, oh," lanjutnya mengangguk-ngangguk mengerti. "Kau sedang menghitung jumlah mantanmu?"
"Ya,"
Temari ikutan tertarik. "Berapa?" tanyanya.
"Ada 19 mantan," jawab Sakura.
"Serius? Aku tidak percaya Sakura!"
"Memang kenapa sih? Salah ya?" Sakura balik bertanya.
Tenten tersenyum berusaha menahan tawanya. "Coba kau baca saja sampai bawah,"
Sakura menaikan alisnya, sebelum kembali pada majalah favoritnya. "Di konoha, 95 persen wanita yang memiliki mantan kekasih lebih dari 20 tidak akan menemukan suami," terangnya polos lalu menatap wajah para sahabatnya yang menyeringai padanya, "so what?"
"19 lidah yang berbeda masuk ke bibir Sakura bersamaan. Oh-my-god..." gumam Tenten seksi.
"Benar, oh-my-god..." Temari menyetujui, berbisik pada Tenten.
Sakura semakin menaikan alisnya. "Apa sih teman-teman? Itu cuma survei yang mengatakan: 95 persen wanita yang memiliki mantan kekasih kekasih lebih dari 20 tidak akan—oh!" Sakura berhenti, "oh, oh..." tangannya menutupi bibirnya yang terbuka, syok.
Sakura akhirnya mengerti maksud seringai teman-temannya.
Ino yang lengkap dengan gaun keenamnya keluar dari ruang ganti begitu mendengar kata: lidah. "Ada apa sih guys?"
Temari tersenyum manis pada Ino, lalu menunjuk Sakura yang masih membeku syok. "Teman kita bibirnya sudah dimasuki 19 lidah berbeda loh, Ino,"
"Oh dimasuki lidah... APA?"
"Yeah, kau tidak percaya ini kan?"
"Sakura playgirl juga ya?"
"Sakura kau..."
"Stop!" Sakura berseru kencang seraya bangkit dari duduknya. Mencoba menenangkan situasi yang mendadak 'hot' oleh perkataan polosnya. Semua mulai tenang, memandangnya penuh tanda tanya besar di kepala mereka. Minta penjelasan tepatnya. Pipi Sakura memerah, perlahan ia duduk kembali. "Pertama aku memang punya mantan kekasih 19, dan itu jumlahnya sedikit tahu!"
Tenten berdehem-dehem nakal mendengar kata 'sedikit'.
"Ok, ok," sergah Sakura mengalah, pipinya memerah dari sebelumnya, "itu memang jumlah yang banyak, tapi bukan berarti 19 lidah masuk ke dalam bibirku secara bersamaan,"
"Tapi tetap saja 19 lidah berbeda masuk ke dalam bibirmu, Sakura,"
"Tidak!" seru Sakura, ia memegangi pipinya yang memerah. "Aku memang punya mantan sebanyak itu tapi aku tidak pernah berpikir untuk berciuman dengan mereka,"
"Pfft," Ino menahan tawanya. "Jadi bibirmu masih peraw—"
"Iya!" potong Sakura cepat. "Apa ada masalah dengan itu?"
"Tidak sih," Ino mengangkat bahunya santai, "hanya saja sekarang aku mengerti kenapa adikku putus denganmu," lanjutnya seraya menyambar kaleng soda di meja.
"Ino!"
"What?" Ino memasang tampang polos.
Sakura menggertakan giginya lalu membanting majalahnya ke meja. "Majalah bodoh, mana mungkin aku jadi perawan tua hanya karena hal konyol begitu?"
"Hei," seru Ino tak terima, "setidaknya majalah buatan nona Tsunade itu mengajarkanku tentang mencapai puncak—"
"Lalala... aku tidak mendengarmu," potong Sakura menutup telinganya.
Kalau dibiarkan terus Ino akan mulai bicara soal masalah intimnya dengan Shikamaru. Sakura lelah menyimak keluhan yang sama setiap harinya.
"Ya, apalagi nona Tsunade memiliki pendirian perfeksionis. Masa dia cuma asal buat topik berita di majalah buatannya?" jelas Tenten santai, "kau juga selama ini percaya pada semua artikel buatan nona Tsunade kan?"
Sakura mengangguk kecil setuju.
"Kau juga sudah cukup dewasa untuk memiliki keluarga Sakura. Apa kau masih belum berpikir ke sana?"
Sakura tidak menjawab bahkan tak perlu menjawabnya; wajahnya yang memerah sudah mewakili semuanya. Ya, Sakura belum berpikir ke sana sama sekali, baginya sekarang adalah bersenang-senang bersama teman-temannya...
Ketika Sakura menatap wajah teman-temannya satu per satu, Sakura sadar hanya dirinya sajalah yang tertinggal jauh; Temari sudah menikah, Tenten sudah bertunangan, dan sekarang sahabat paling terdekatnya, Ino juga akan menikah.
Bagaimana bisa Sakura tidak berpikir ke sana?
"Baiklah," Sakura mengambil napasnya. Ia mengangkat kaleng sodanya tinggi-tinggi dan mengambil napas lagi, "aku bersumpah pria berikutnya yang berlibur di hatiku atau bibirku akan menjadi suamiku."
Ino, Tenten dan Temari tersenyum dan ikut mengangkat kaleng soda mereka. "Untuk kebahagiaan Sakura," seru Ino jahil.
Pipi Sakura memerah. Bahkan di saat serius begini Ino masih menggoda dirinya. "Ya, untuk kebahagiaan diriku sendiri."
"Cheers!"
.
#
.
"Ng..."
Sakura merasakan tubuhnya berat sekali seakan tertindih oleh sesuatu. Ia mencoba menyingkirkan 'benda' yang Sakura pikir bantal guling; ketika tangannya meraba-raba mencoba hendak memeluk guling favoritnya, ia seketika berhenti merasakan 'sesuatu' yang tidak rata bersentuhan dengan jemarinya.
Tunggu! Sejak kapan bantal gulingnya jadi tidak rata gini? Dan... saat jemari Sakura beranjak semakin ke atas, ia kembali bingung bersentuhan dengan sesuatu yang... berambut?
Sakura membuka takut-takut iris emerald-nya, sebelum kemudian menutup bibirnya berusaha tidak berteriak detik ini juga mendapati Sasori tidur di perutnya yang terekspos.
Pemikirannya melayang... bagaiman bisa ia dan Sasori tidur bersama? Iris matanya melayang ke penjuru ruangan dan mendesah ternyata ia berada di apartemennya.
Sakura termenung...
Pertama yang diingatnya setelah menemani memilih gaun pernikahan Ino, mereka pergi makan siang bersama di kafe. Kedua berpisah setelah selesai makan... ketiga ketika masih diperjalanan pulang ia dan Ino kebetulan berpapasan dengan Sasori dan Shikamaru sedang menunggu lampu hijau. Sasori menyarankan makan malam bersama. Sakura awalnya menolak karena sudah kekenyangan namun Ino memaksanya. Akhirnya ia pun ikut pergi...
Hanya ini yang diingatnya...
Hidungnya mencium bau alkohol, oh, iya ia kan tanpa sengaja meminum segelas vodka punya Shikamaru.
Sakura mencengkeram rambutnya frustasi.
Minuman sialan... sekarang ia tidak tahu dirinya masih perawan atau...
Tidak...
Sakura melirik kembali ke bawah dan menghela napas lega mengetahui ia dan Sasori masih berpakaian lengkap, bahkan wedges-nya masih terpasang manis di kakinya.
Tunggu! Mungkin Sakura selamat oleh kejadian 'itu' tapi bagaimana 'itu' yang lain?
Sakura menjilat bibirnya perlahan, lalu mengerutkan alisnya. Tidak, Sakura tidak bisa menebaknya sebab otaknya mengingat Sasori juga minum alkohol sama sepertinya.
Suara dengkuran halus keluar dari bibir Sasori seakan menertawakan kepusingan Sakura.
Brengsek...
Sakura mendorong keras-keras Sasori yang seenaknya tidur di perutnya; pemuda itu jatuh dari ranjang dan mengaduh pelan tapi Sakura tidak peduli, ia bangkit berdiri, mengambil ponselnya yang tergeletak di meja lampu tidurnya, lalu mencari-cari nomor kontak telepon Ino.
"Halo?"
"Ino ini aku... aku... Sasori..."
"Tenanglah Sakura. Tarik napas dalam-dalam, baru ceritakan ada apa soal adikku."
Ok, Sakura menuruti saran sahabatnya. Tarik napas. Satu. Dua. Tiga. "Aku tidur dengan adikmu!"
Di seberang, Ino menyemburkan air yang baru saja diminumnya, kaget. "Kau... APA? Tidur dengan ADIKKU?"
"Ya, dan tidak," jawab Sakura absurd, "ya kami memang tidur bersama tapi bukan tidur yang seperti yah, yang kau pikirkan Ino," lanjutnya gugup, "aku tidak tahu apa kami berciuman, tapi ini akan jadi gila kan kalau aku 'mau' menikah dengan adikmu?"
"Tentu saja gila Sakura-forehead!" seru Ino keras sampai membuat Sakura menjauhkan ponsel dari telinganya, "aku segera ke tempatmu! Jangan biarkan Sasori pergi!"
Sakura menoleh ke arah Sasori dan merona merah mendapati pemuda itu tengah membenarkan pakaiannya. "Iya tapi cepatlah,"
'Ok,'
Sakura menaruh ponselnya di meja makan. Kegugupan melanda hebat tubuhnya; mata cokelat itu kini menatapnya.
"Aku lapar, kau mau makan tidak?" tanya Sakura gugup.
"Hn,"
Sakura berbalik cepat memunggungi Sasori dan bersiap memasak telur dadar buat sarapan paginya. Memasak cara yang tepat meredakan gugup hebat yang melanda tubuhnya.
Sakura ingin menanyakan detail kejadian tadi malam akan tetapi ia malu mengetahuinya. Biarlah Ino yang nanti menanyakannya. Aneh.
"Sakura..." panggil Sasori pelan.
Sakura melirik melalui celah bahunya. "I-iya?"
"Telurnya gosong,"
"Ah!" Sakura tersentak kaget. Ia mengangkat fry pan-nya panik, saking paniknya hingga Sakura tidak dapat menjaga keseimbangan lalu jatuh ke lantai. "Itai..." erangnya merasakan jemarinya terkena minyak.
Sasori berjongkok di depan Sakura. "Kau baik-baik saja?"
Belum Sakura sempat menjawab pintu apartemennya terbuka.
"Sakura-chan tolong aku lagi," teriak Naruto. "Tolong usir—eh?" ucapannya berhenti mendapati Sakura duduk di lantai bersama Sasori berjongkok di depan wanita itu, "apa yang terjadi di sini? Kena angin topan?" tanyanya melihat dapur Sakura yang jauh dari kata rapih alias berantakan.
"Tidak ada apa-apa," jawab Sasori lalu bangkit berdiri mengambil jaket kulit kesayangannya yang tergeletak di sofa dan berjalan keluar, "sampai bertemu lagi Sakura. Tadi malam sungguh menyenangkan."
Sakura tidak berkata apa-apa, tetap pada posisinya.
Naruto memandang diam punggung Sasori, kedua tangannya tanpa sadar mengepal keras di sisi tubuhnya.
Tadi malam? Apa yang terjadi pada mereka saat ia menginap di rumah ibunya? Apakah mereka melakukan hal serius selama ia tak ada?
Naruto cemburu luar biasa hanya memikirkannya saja. "Sakura-chan?" panggilnya dengan nada berat.
Sakura sendiri sedikit terkejut mendengar nada suara Naruto yang serius sekali. "Iya?"
"Apa 'sesuatu' terjadi di antara kalian berdua tadi malam?"
Sakura hampir saja merasakan jantungnya copot seketika mendapati Naruto menaruh kedua tangannya di pinggang rampingnya, mengangkat tubuhnya agar berdiri. Mata emerald-nua tetap terkunci pada shappire di depannya.
Untuk sesaat Sakura tidak menjawab, kehilangan kata-katanya; terpesona oleh sisi serius Naruto yang baru pertama kali dilihatnya. Sentuhan lembut di pinggangnya menyadarkan Sakura. "Itu bukan urusanmu Naruto,"
"Bukan urusanku ya?" Naruto hampir saja tertawa pahit mendengarnya. Tentu saja bukan urusannya, memang apa arti dirinya bagi seorang Haruno Sakura? Tidak lebih dari seorang anak kecil yang tidak tahu malu, "berapa kali aku harus bilang padamu Sakura-chan soal pera—"
"Hentikan!" Sakura berseru kencang, "aku sudah muak mendengar kata-kata 'flirt'-mu. Berhentilah bersikap seperti anak kecil,"
Naruto tidak percaya apa yang didengar oleh telinganya. "Jadi selama ini kau berpikir aku hanya main-main Sakura-chan?"
Sakura mengangguk yakin. Namun sebelum Naruto kembali membela diri, Sakura menepis kedua tangan pria itu dipinggangnya lalu berkata pelan. "Sekarang aku mohon pergilah dari apartemenku, aku tidak butuh pria bodoh sepertimu,"
Naruto awalnya tidak bergerak dari posisinya; tiga detik kemudian barulah ia bergerak namun bukan keluar melainkan mendekat pada wanita bersurai merah muda itu; memenjarakan Sakura diantara lengan dan meja makan.
"Naru—"
"Kau akan membutuhkannya,"
Sakura diam menunggu. Ia ingin membalas tapi bibirnya tidak bisa berkata apa-apa; memandang wajah Naruto yang memandangnya begitu serius. Terpesona lagi.
Naruto mengambil tangan kiri Sakura, menuntunnya ke pipinya, shappire-nya tertutup perlahan merasakan jemari lembut wanita itu. "Kau akan membutuhkan pria bodoh ini, Sakura-chan," ucapnya pelan disertai senyum kecil.
Sakura tidak mengerti bagaimana atau mengapa ia diam terpesona oleh pria yang selalu dianggapnya konyol. Jantungnya berdetak lebih cepat lagi dari sebelumnya saat kelopak mata Naruto terbuka memperlihatkan iris shappire cerahnya.
"Kau akan,"
Sebelum Sakura sempat berkomentar, Naruto mundur selangkah, memberi cengiran terbaiknya lalu pergi keluar.
Sakura perlahan menyentuh pipinya...
Hangat...
Sial...
Sekarang giliran Uzumaki Naruto yang berhasil membuat hatinya kacau.
.
#
.
Sakura mengirim email pada Ino untuk tidak ke apartemennya dikarenakan Sai sudah keluar, ditambah ia memutuskan sarapan pagi di luar, di toko kue dan roti tidak jauh dari apartemennya; Sakura tidak yakin bisa memasak dengan baik bila wajah serius Naruto membayang-bayangi otaknya yang membuat pipinya kembali memanas.
Sakura mengunyah pelan-pelan roti pesanannya, mata emerald-nya membaca kata demi kata majalah yang kemarin belum sempat dibaca.
What's your number?
Berapa banyak pria yang sudah jadi mantan kekasihmu?
Sakura menggigit bibir bawahnya.
Menurut survei yang melibatkan tujuh ratus wanita di konoha, rata-rata mengatakan mereka memiliki kekasih lima sampai sepuluh selama masa lajangnya.
Bagi Sakura itu angka yang rendah. Hanya baginya itu rendah. Bibirnya mengerang, ia awalnya tidak percaya survei itu dan mencoba bertanya pada temannya kemarin sewaktu masih mencoba gaun pengantin; semuanya tidak ada yang mencapai angka 10 kecuali Ino.
Sial...
Sakura mengambil buku kecil miliknya di dalam tas berserta bolpen, dan mulai menulis daftar para mantan kekasihnya...
Dan mengumpat dalam hati ternyata memang benar mantannya ada 19.
Oh, good. Sakura merasa dirinya seorang playgirl kelas kakap.
Sekarang ia harus mencari pria asing padahal mantan-mantannya juga sudah banyak...
Itu dia...
Untuk apa mencari pria baru, sifat baru, bila sudah ada yang dikenalnya? Semua orang-orang berubah, mereka tumbuh seiring bertambahnya usia. Mungkin mantan-mantannya juga menjadi lebih baik dibanding di masa lalu.
Sakura tersenyum, namun senyumnya hilang setelah teringat sesuatu; tidak Sakura tidak bisa mencari alamat atau nomor telepon para mantannya sendirian. Angka 19 itu terlalu banyak untuknya.
Damn...
Sakura menjatuhkan wajahnya di meja dan mengerang pasrah.
Siapa yang mau membantunya?
Otaknya teringat satu wajah yang membuat pipinya memanas pagi ini. Tidak, tidak mungkin Sakura minta bantuan Naruto, tapi di lain sisi sudah jelaskan Naruto memberi penjelasan bahwa ia akan membutuhkannya, yang berarti mau membantunya.
'Tidak,'
Sakura membenamkan wajahnya semakin dalam.
'Bagaimana ini?'
'Bagaimana apanya? Kalau kau meminta bantuan Naruto, kau tidak perlu mendengar desahan Naruto-kun~ Naruto-kun setiap malam lagi, kan? Matamu akan terbebas oleh kantung hitam! Pikir Sakura,' ucap inner-nya memberi saran.
Sakura menimbang-nimbang saran inner-nya dan mengerang lagi.
'Bagus, sekarang aku berbicara pada diriku sendiri,'
Jemarinya bergerak mencari sesuatu di ponselnya...
.
#
.
Bibir Naruto ternganga tidak percaya apa yang baru dibacanya sekarang ini. Matanya tidak berkedip-kedip menatap layar ponselnya.
'Naruto aku ingin kau sekarang juga ke toko roti kiss-kiss. Aku ingin berbicara serius padamu. Aku menunggumu.'
-Sakura-
Begitulah isi email yang diterimanya dari Sakura yang membuatnya kini berdiri dengan mulut menganga lebar layaknya orang bodoh.
"Oi, Uzumaki kau mau terus berdiri di situ atau mendatangi Sakura?"
Ucapan jahil Kiba membangunkan Naruto dari keterkejutannya.
"Hah... padahal aku baru sampai ke sini, masa harus pergi lagi?" ucap Shikamaru malas.
Naruto nyengir, lalu bergegas ke kamarnya mengganti pakaian yang lebih keren buat 'kencan' pertamanya dengan Sakura. Setidaknya itulah yang dipikirkan Naruto. "Kalian tidak perlu pergi," ucapnya riang.
"Benarkah?" Kiba menaikan alisnya, "kalau begitu nanti kuncinya aku titip ke kakakmu ya?" tanyanya.
Naruto sudah super keren sekarang. Ia mengambil jaket kesayangannya, lalu bergegas keluar. "Sip!" sahutnya.
Blam.
Naruto menuruni tangga apartemen penuh semangat bahkan hingga membuat para tetangga yang dilewatinya menatapnya bingung, tidak biasanya Naruto tersenyum penuh kebahagian begitu.
"Mungkin Naruto mendapat lottere 1 juta yen?"
Begitulah pendapat para tetangga yang dilewati Naruto. Cengirannya kian lebar; bukan, bukan lottere, ini bahkan jauh, jauh lebih baik dari memenangkan lottere.
Naruto berhenti sebentar menunggu lampu lalu lintas pejalan kaki berubah warna hijau; sambil menunggu tanpa sengaja matanya melihat sebuah toko bunga. Ia menimbang-nimbang akan membelinya atau tidak.
Naruto memutuskan membeli satu tangkai(?) mawar, awalnya ia ingin membeli satu buket namun ketika hendak membayar ia lupa membawa dompetnya. Untunglah ada beberapa uang di saku celananya jadi penjaga kasirnya tidak terlalu marah-marah amat sudah dikecewakan.
Naruto melambatkan langkahnya, gugup. Ia sudah sampai di depan pintu toko roti kiss-kiss. Matanya sejak tadi memandang Sakura yang duduk manis sambil mengotak-ngatik ponselnya penuh senyuman.
Naruto suka sekali senyuman itu...
'Ok, jangan membuat Sakura-chan menunggu lama,'
Naruto mengambil napas. Satu. Dua. Tiga.
Kring...
"Selamat datang," ucap penjaga toko menyambut hangat Naruto.
Sakura yang tengah asyik ber-email ria dengan Ino berhenti sejenak untuk melirik ke sampingnya sebelum benar-benar menjatuhkan ponselnya di meja dan mendongak penuh senyuman. "Aku senang kau datang Naruto,"
Naruto nyengir lalu duduk di kursi seberang Sakura. "Ups," gumamnya hampir saja menduduki mawar di tangannya. "Ini untukmu, Sakura-chan,"
Sakura menerima dengan senang hati, menghirup aroma bunga merah lalu memasukannya ke dalam vas bunga di meja agar tidak layu. "Terima kasih," gumamnya.
"Jadi apa yang ingin kau bicarakan, Sakura-chan?" tanya Naruto gugup.
"Kau tidak ingin memesan makanan dulu Naruto, hm?" tanya Sakura balik masih dengan senyuman.
Naruto sebenarnya tidak lapar ingin cepat-cepat 'to the point' saja, akan tetapi bila yang menawarkan itu Sakura plus senyuman manis di wajahnya mana mungkin ia bisa menolak? "Baiklah, aku akan beli roti rasa ramen dan jus orange,"
Sakura menggelengkan kepalanya seraya mengaduk-ngaduk pelan jus strawberry-nya; makanan yang di makan Naruto pasti tak pernah jauh-jauh dari ramen.
Apa Naruto tidak tahu ramen itu makanan yang tidak sehat? Atau memang pura-pura tidak menyadari hal tersebut?
Mata emerald-nya diam-diam mengawasi setiap gerakan Naruto mengobrol dengan wanita penjaga toko; memilih-milih rotinya.
Sepertinya Naruto semangat sekali bertemu dengannya sampai mungkin lupa kejadian tadi pagi; seharusnya Sakura tidak menambahkan kata: 'serius' di email-nya.
Naruto kembali ke kursinya membawa dua roti panjang berukuran sedang di tangannya. Ia melahap sisi kanan roti itu. "Jadi apa yang mau kau bicarakan denganku, Sakura-chan?"
"Hm," Sakura bergumam sebentar, "aku dengar dari Shikamaru kau pintar mencari sesuatu."
Naruto berhenti makan sekedar menatap Sakura sama seriusnya. "So?"
"Aku ingin—"
"Hm?" Naruto deg-degan sekarang.
"—kau dan aku—"
Ini dia...
"—mencari keberadaan mantan-mantan kekasihku,"
Gubrak!
Naruto jatuh dari kursi setelah mendengar pernyataan Sakura.
"Naruto kau baik-baik saja?"
Naruto bangkit dari jatuhnya perlahan duduk lagi di kursinya. Menatap lagi dalam-dalam emerald di depannya. "Apa tadi katamu Sakura-chan? Mencari mantan-mantanmu? Untuk apa dattebayo?"
"Yah kau tahu, aku bersumpah pada teman-temanku..." Sakura memulai, "dan mencoba lagi mencari mantan kekasihku yang mungkin cocok dijadikan kekasih. Lagi,"
Naruto kesal bukan main sekarang; Sakura menyuruhnya datang ke sini secepatnya hanya untuk mendengar ucapan omong kosong dari wanita muda itu? Dan mana mungkin ia sudi menyetujuinya. Sama saja Naruto mengundang rival berat dalam hal cintanya, dan lagi Sakura juga pernah jatuh cinta sama mereka.
Dan... kenapa Sakura tidak pernah mencoba menjalin hubungan dengan dirinya yang jelas-jelas ada di depan MATANYA? Mencintai wanita itu penuh ketulusan.
Naruto sama sekali tidak mengerti hati Sakura.
Dan... what the hell? Sumpah apa yang sudah dilontarkan wanita bersurai pink itu kepada teman-temannya?
"Aku menolak, Sakura-chan," ucap Naruto datar lalu bangkit berdiri, "aku mencoba melindungi mereka,"
'dan diriku sendiri,' Naruto menambahkan dalam hati.
"Maksudmu apa?"
"Kau wanita yang punya sisi agresif yang tinggi Sakura-chan. Aku tidak yakin mereka mau denganmu,"
"Itu pendapat paling aneh yang pernah aku dengar," sahut Sakura cemberut.
Naruto setuju dengan itu. Ia kan hanya berusaha menggagalkan niat wanita yang dicintainya saja.
"Dengar," Sakura kembali membuka suara, "kau membantuku melacak mantan-mantanku, aku membantumu melarikan diri dari mantanmu."
'Aku tidak mempunyai mantan, hanya teman-teman wanita Shion-neechan yang ganas-ganas,' jawab Naruto dalam hati.
"Aku tidak mau,"
"Baiklah bagaimana kalau setiap kali kau menemukan satu dari mereka, satu kali kencan?" Sakura tidak yakin dengan ide yang muncul tiba-tiba ini akan tetapi ia tidak punya pilihan lain.
Naruto kembali duduk di kursinya. "Ini baru bisnis namanya,"
Ini pembicaraan yang bagus. Naruto takkan menyiakan kesempatan ini. Menemukan satu pria, satu kali kencan. Menggiurkan bukan? Di saat itu Naruto benar-benar akan berusaha keras membuat Sakura jatuh hati padanya.
Sakura tersenyum. "Ini daftarnya," ia menggeser buku miliknya sampai di depan Naruto, "aku ingin mencari yang masih lajang dan tempat tinggal mereka dekat atau perlu di konoha."
Naruto terbelalak membaca jumlah mantan kekasih Sakura. Selama ini memang ia tidak pernah menghitung sudah berapa pria yang singgah di hati wanita itu; baginya, ia hanya berharap Sakura cepat-cepat putus dari para pria itu. "Kenapa kau tidak mencoba mencari pria baru? Jadi tidak perlu bersusah payah."
"Tidak mau,"
"Baru itu lebih baik daripada yang lama, dattebayo,"
"Tidak mau Naruto,"
Ok, keras kepala Sakura muncul dan Naruto takkan pernah bisa menang bila sifat itu sudah muncul. Ia kembali membaca daftar list-nya.
"Aku yakin," Sakura bergumam, bibirnya tersenyum jahil, "hubungan terlama yang pernah kau jalani ya dengan roti ramen itu,"
Naruto mendengus akan sense humor Sakura yang payah. Mata shappire-nya beralih ke roti di tangannya; ide jahil muncul di benaknya. Ia merobek kertas rotinya pelan, mengelus-elus sisi roti itu lalu memberikan kecupan-kecupan kecil di setiap sisi sebelum membenamkan rotinya ke dalam bibirnya—menggigit-gigit penuh sensual, memberi kesan penuh ejekan pada Sakura.
Sakura tertawa melihatnya, Naruto ikut tertawa.
"So," Naruto membuka suara saat mereka berhenti tertawa, "aku tahu Chouji di mana. Aku dengar dari Shikamaru, minggu lalu dia ada di konoha."
"Benarkah?"
Naruto meringis mendengar nada antusias di kata-kata Sakura. "Ya, tapi aku tidak jamin kau mau dengan pria sepertinya,"
"Hey, berilah dia kesempatan,"
Naruto meringis kembali mendengarnya.
'Kau tidak pernah memberi kesempatan padaku.'
"Dia kan belajar jadi chef di sana," lanjut Sakura antusias, "aku tidak pandai memasak, jadi Chouji pas untuk masa depanku."
"Hm..." memasak ya? Bagi Naruto masakan Sakura enak-enak saja sebab dia membuatkannya penuh cinta dan susah payah.
"Ayo kita ke sana, Naruto,"
"Iya,"
.
#
.
Sakura menghentakan kakinya kesal menaiki anak tangga apartemennya. "Aku sungguh tidak percaya apa yang baru saja aku lihat."
Naruto mengekor tak jauh di belakang Sakura menaruh kedua tangannya di belakang kepalanya, senyuman penuh kepuasan tidak pudar di bibirnya. "Ya, kan kau tadi penasaran dengan dia,"
"Ok, aku memang penasaran tapi ternyata selama tujuh tahun belajar jadi chef di suna tidak ada bedanya. Tetap saja dia kerja part time di kedai barberque!" seru Sakura berapi-api. "Malah masih jorok seperti dulu."
"Ya Chouji kan berusaha dari bawah lagi,"
Sakura berhenti melangkah; ia sudah sampai di depan pintu apartemennya.
"Naruto,"
"Hm?"
"Terima kasih buat hari ya?"
Naruto menurunkan kedua tangannya. "H-um,"
Sakura berbalik dan memberikan pelukan 'selamat malam' pada Naruto.
Naruto membalas pelukan Sakura, menyandarkan dagunya di bahu wanita itu, menyesap aroma cherry pada helaian-helaian rambut pink Sakura. "Aku rasa lebih baik kita memulai kencan pertama kita di tempatmu. Atau tempatku?"
"Apa maksudmu?"
"Hanya mencoba membuat pelukan ini berlanjut... ?"
"Hah," mengembuskan napas seraya melepaskan pelukannya, Sakura berdecak pinggang sebal. "ini sudah terlalu malam kan?"
Iya, sih. Naruto setuju. Tapi kan kencannya di dalam apartemen, rasanya itu tidaklah terlalu malam baginya dan Sakura.
Sakura memutar kunci pintunya, sebelum masuk ke dalam kamarnya ia berhenti sekedar memberikan cengiran terbaiknya pada Naruto. "Selamat malam, Naruto."
"H-um, selamat malam juga, Sakura-chan..."
Blam.
Sial...
Kalah lagi ia...
.
#
.
Sakura meletakan dua piring berisi roti panggang berisi sayuran, telur dan potongan daging di meja; tepat di sofa Naruto duduk, masih asyik bermain ria di laptop miliknya sejak masuk ke apartemennya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Mencari mantanmu," jawab Naruto simple, kemudian tangannya meraba-raba meja, mengambil roti, menggigit sedikit tanpa melihat terlebih dahulu dan selanjutnya mengerang. "Kenapa bukan ramen?"
Ramen lagi, ramen lagi yang ada di pikiran Naruto.
"Aku sedang diet, berat badanku naik satu kilo," jawab Sakura. "Kalau mau kencan denganku kau harus ikut memakan makanan sehat," jelasnya lagi disela-sela mengisi dua gelas kosong dengan susu.
"Sekarang kau mulai jadi seperti ibuku Sakura-chan," keluh Naruto cemberut sesaat, sebelum mengganti ekspresi menjadi mengerling jahil padanya. "dan kurasa kenaikan berat badanmu bagus, bokongmu terlihat lebih berisi dan seksi, Sakura-chan."
Sakura terkesikap pelan menutupi bokongnya lalu berbalik menatap pria berambut pirang itu penuh rona merah di pipinya. "Naruto!"
"Hm?" Naruto merespon singkat masih mengerling jahil padanya. "Aku hanya berkata jujur, dattebayo."
Sakura membuang mukanya. "Cukup,"
Naruto menggelengkan kepalanya maklum dan kembali menatap layar laptop lalu tersenyum lebar. "Aku menemukan Gaara Sabaku, Sakura-chan. Dia terlihat bahagia sekali,"
Seketika kobaran semangat kembali masuk ke dalam dirinya, Sakura ikut nimbrung duduk di samping Naruto. "Mana?" ia menatap layar laptopnya semangat. "Iya, sangat bahagia sekali dengan istri dan anak-anaknya," lanjutnya suram memandang sebuah foto tag di akun facebook Naruto.
Harapan Sakura untuk bersama cinta pertamanya gagal.
Sakura melirik Naruto yang nyengir mengetik komentar buat foto keluarga Gaara; kembali menyadari sesuatu bahwa Naruto sudah berubah banyak. Mungkin sifatnya tidak banyak, tetapi fisiknya berubah drastis. Model 'spiky' rambutnya diganti dengan potongan lebih pendek, sedikit aneh namun terlihat lebih dewasa...
Yang jadi objek pandangan; Naruto merasa aneh karena Sakura tidak berbicara lagi. Ia menoleh hanya untuk mendapati wanita itu menatap wajahnya dalam diam, rona merah turut menghiasi pipi putihnya. Ide jahil muncul dibenaknya.
"Sakura-chan..." panggil Naruto.
"Um?"
"Kalau kau terus menatapku dengan wajah merona begitu aku cium nih,"
Blush.
Pipi Sakura kian merona merah.
Biasanya bila Naruto mulai berulah ia tidak segan-segan memukulnya. Namun entah kenapa membuatnya justru terdiam.
Sakura mungkin mengharapkan dicium oleh Naruto?
'Tidak,'
Sakura bangkit berdiri. "A-aku mau beli keperluan pribadi dulu," ucapnya gugup. Tanpa menunggu jawaban Naruto, Sakura melengos keluar apartemen.
Blam.
Naruto bersandar santai di sofa menumpu kedua tangan di belakang kepalanya, senyumnya melebar.
"Menghindarlah sebisamu, Sakura-chan."
.
#
.
"Yum... Kue ini benar-benar enak."
Sakura memutar bola matanya malas. "Kau sudah mengatakan itu pada kue-kue yang lain."
Dengan pipi yang menggembung oleh kue yang ada di mulut, Ino menoleh sebal. "Hey, aku hanya menikmati masa lajangku. Pertama adalah makan sepuasnya."
Sakura menggelengkan kepala, ikut mencicipi kuenya.
Menyuruh Ino bertemu dengannya secara mendadak memang tidak baik apalagi sahabatnya itu tengah lapar. Malah minta traktir lagi padahal yang menikah itu Ino.
"Jadi bagaimana soal adikmu?" tanya Sakura was-was.
"Aku belum bertemu dengannya," Ino membuka bungkus cokelat berbentuk kecil. "Dia langsung berangkat ke suna memenuhi undangan pernikahan temannya,"
Sakura memandang kue di piringnya kosong. "Oh,"
"Hey, bersemangatlah sedikit,"
"Bagaimana bisa?" Sakura bertanya, menusuk kuenya dengan garpu kecil penuh kesalan, "aku ingin 'berterima kasih' pada adikmu yang baby face itu karena dia berhasil merebut first kiss-ku tanpa perlawanan dariku."
"Kau yakin sekali dia sudah berhasil merebutnya darimu Sakura," sahut Ino ikutan jengkel akan sikap Sakura yang seenaknya memutuskan.
Sakura kan sedang mabuk, sementara Sasori tidak; Ino yakin sekali sewaktu mengobrol singkat dengan sebelum mengantar Sakura ke apartemen; tidak ada rona merah di pipi adiknya, hanya memasang wajah datar seperti biasanya
"Adikku tidak sebrengsek yang kau kira. Aku pastikan sendiri setelah dia tiba di konoha," lanjut Ino.
Sakura menggelengkan kepalanya lagi. "Aku tunggu itu,"—lalu berjalan ke kasir, membayar kue yang mereka makan.
Bruk.
"Maafkan aku,"
Sakura menoleh otomatis ke sumber suara; mendapati Ino membungkuk meminta maaf pada seorang wanita muda yang sepertinya seumuran dengannya.
"Tidak apa-apa, aku yang salah tidak melihatmu,"
"Ah tidak, aku yang salah."
Sakura menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua wanita muda tersebut; sampai terhenti ketika mata emerald-nya menemukan sosok yang tidak begitu asing masuk ke dalam toko kue.
Matanya menyipit. Entah kenapa ia mengenal model rambut cokelat. Ada anjing putih kecil di kakinya. Ah. "Kau Kiba kan?"
Pria bernama Kiba lantas menoleh dan memasang tampang terkejut seperti Sakura. "Eh? Sakura ya?"
Ketemu secara tidak sengaja mantannya yang lain!
"Iya," Sakura tersenyum. "Bagaimana kabarmu?"
Kiba membentangkan kedua tangannya penuh semangat. "Seperti yang kau lihat,"
Sehat. Tambah seksi. Dan tidak pernah berubah menjadi pecinta anjing.
Sakura tertawa kecil memikirkannya. "Kau sedang apa di sini?"
"Oh," Kiba mengerjapkan matanya, dan seketika memeluk wanita yang tadi menubruk Ino. Eh? "Aku dan tunanganku mau memesan kue buat oleh-oleh dari konoha."
Senyum Sakura hilang seketika; gagal lagi berbaikan dengan mantan kekasihnya yang lain.
Bila diingat, Sakura pertama kali bertemu Kiba sewaktu menemani pamannya Kakashi ke salon hewan buat perawatan Pakkun, dan tanpa sengaja bertemu Kiba yang juga tengah menunggu giliran. Percakapan terjadi dan berakhir manis, saling bertukar nomor telepon...
"Siapa dia Kiba-kun?"
"Dia hanya teman lama,"
Apa? Temen lamanya? Ternyata Kiba tidak berubah tetap brengsek! Alasan terbesarnya putus dengan Kiba ya ini tak mau mengakui hubungan spesial dengan dirinya!
"Maaf, aku ada urusan mendadak," ucap Sakura datar membungkukan tubuhnya dengan. Amat. Terpaksa. "Bye," lanjutnya melenggang keluar tanpa peduli Ino memanggil dirinya.
.
#
.
Naruto memandang aneh melihat tampang kusut Sakura yang menaiki anak tangga. Nampaknya terjadi sesuatu yang menyebalkan selama membeli 'keperluan pribadi' wanita itu.
"Ada apa sih? Wajahmu kacau sekali, Sakura-chan."
"Aku bertemu Kiba,"
"Oh, lalu?"
Sakura mendecak kesal dapat respon singkat begitu. "Aku tidak percaya dia memperkenalkan aku sebagai teman lamanya pada tunangannya!" serunya berapi-api mengentak-hentakan sepatunya setiap kali menaiki anak tangga. "Seakan dia itu malu punya mantan kekasih sepertiku!"
Naruto sebenarnya ingin tertawa keras-keras akan tetapi ditahannya lewat deheman kecil; mana mau ia terkena pukulan maut wanita itu. Apalagi Sakura tengah terbakar amarah.
"Lupakan!"
"Lupakan apa Sakura-chan?" Naruto bertanya dengan nada ceria.
"Lupakan semuanya! Coret semuanya dari daftar," jawab Sakura cepat. "Apa yang sudah kulakukan? Aku bersusah payah melacak semua pria brengsek yang sudah putus dariku? Huh."
Wanita itu baru menyadarinya? Lucu. Yah, lebih baik terlambat atau tidak sama sekali...
Naruto ingin memastikan apa benar-benar Sakura menyerah. "Sayang sekali Sakura-chan. Padahal aku baru menemukan Uchiha Itachi," ucapnya pelan ketika Sakura melewati dirinya.
Langkah kaki terhenti.
"Ceritakan padaku lebih detail Naruto."
Seperti yang Naruto duga... Sakura itu plin-plan...
...
Bersambung…
...
Ngutang lagi saya. Haha... Tapi fic ini sebagai pengganti Mysterious Girl yang 2 chapter lagi tamat. Saya janji akan menamatkan fic MG sebelum tahun baru, barulah namatin fic-fic saya yang oh, banyak banget... #pijet-pijet kening
Fic ini pendek, paling mentok-mentok 5 chapter, saya sendiri penginnya cuma 3 chapter sih mungkin bakal Long semua isinya
Ciao! Riview? :)
