BTS Drabbles

.

One Fine Rainy Day [BTS Version] ©peachpeach

.

All cast belongs to God, themselves, family and management. Story line is mine. No profit taken.

.

Thanks to wulancho95 for a nice recommended manga~

.

.


MinYoon [Park Jimin x Min Yoongi] : The Boy with Blue Raincoat.


Ini adalah hari Sabtu di bulan September yang basah karena hujan, dan seorang Min Yoongi harus terjebak dalam situasi yang sangat menyebalkan dalam hidupnya. Ya, menyebalkan. Karena ia harus meninggalkan kasur empuk beserta secangkir cokelat panas di apartemennya dan terpaksa untuk rela duduk di depan tenda pameran klub fotografi sebagai rangkaian penyambutan mahasiswa baru di kampusnya. Yoongi mengutuk siapa saja dalam hatinya. Dari ketua klub yang malah pergi entah kemana, anggota lainnya yang tidak hadir karena alasan ini-itu, sampai mengutuk hujan yang datangnya ramai-ramai. Yoongi menghela napas dengan cara paling dramatis. Hujan turun dengan deras, dan stand pameran klubnya sepi sekali. Tidak seperti klub modern dance atau paduan suara yang ramai oleh mahasiswa baru yang berteduh sekaligus mendaftarkan diri sebagai anggota, tidak ada satu orang pun yang mampir ke standnya.

"Jangan cemberut begitu, mahasiswa baru pasti akan segan untuk sekedar mampir kemari…" Yoongi menolehkan kepalanya dan mendapati Seungjun—salah satu temannya yang juga anggota klub fotografi—sudah duduk di sampingnya dengan sebuah es loli rasa buah-buahan. Kening Yoongi mengernyit, kemudian pemuda Min tersebut melempar tatapan 'kau-gila-ya ?' ke arah Seungjun yang tampak santai menikmati es lolinya.

"Apa ? Mau ?" Seungjun menyodorkan es lolinya ke arah Yoongi saat ia sadar sedang diperhatikan.

"Aku bukan orang gila yang makan es loli saat hujan deras begini." Tawa Seungjun berderai sampai pemuda tersebut terbatuk karena tersedak sebelum menimpali perkataan sinis Yoongi, "Ini caraku menikmati hidup. Aku suka es loli, dan aku suka hujan. Dan hari ini, aku bisa memadukan keduanya." Ujar Seungjun bangga.

Yoongi mendesis, kemudian kembali menidurkan kepalanya pada lipatan lengannya sendiri di atas meja, "Aku benci hujan…" Geraman kesal terdengar lagi dari mulut Yoongi, membuat Seungjun menggeleng pelan dengan stik es loli yang terjepit di antara bibirnya.

Mungkin Yoongi adalah orang yang paling banyak mempunyai daftar 'tidak suka' dalam hidupnya. Yoongi tidak suka musim panas, karena itu akan membuat kulitnya merah-merah gatal dan basah oleh keringat. Yoongi yang tidak menyukai musim panas, bukan berarti menyukai angin musim gugur yang dingin dan terkadang membawa hujan. Yoongi tidak suka hujan, karena itu akan mengganggu kegiatannya dan jalanan menjadi becek, lalu membuat Converse merah kesayangannya kotor.

"Hidupmu banyak sekali ya yang tidak kau sukai," Yoongi mengabaikan Seungjun, dan kembali fokus untuk mencoba tidur dengan beralaskan lengannya sendiri sebagai bantalan. Hujan masih belum mau berhenti, bahkan semakin deras. Beruntung, cipratan airnya tidak sampai mengenai Seungjun dan Yoongi. Stik es loli Seungjun sudah dibuang, sekarang pemuda tersebut merogoh saku jaketnya untuk menambil sebungkus permen rasa lemon.

"Permisi—" Yoongi mengangkat kepalanya saat mendengar suara orang lain selain suara nyanyian sumbang Seungjun. Di depannya ada seorang pemuda dengan jas hujan birunya—dan Yoongi yakin jika ia adalah mahasiswa baru—berdiri dengan sebuah senyum yang secara ajaib menghangatkan Yoongi.

"Halo, mau mendaftar menjadi anggota klub fotografi ?" Seungjun berdiri dari posisi duduknya, kemudian tersenyum. Nada bisnis Seungjun terdengar manis seperti biasa, nyatanya tidak mampu mengalihkan atensi Yoongi dari pemuda berjas hujan biru itu. Pemuda tersebut mengusak helaian abu-abu miliknya yang setengah basah dengan gerakan paling provokatif yang bisa Yoongi tangkap.

"Ng, sebenarnya saya hanya ingin berteduh sunbae," Si pemuda dengan jas hujan birunya itu tersenyum canggung, merasa tidak enak hati kepada Seungjun dan Yoongi. Apalagi, Yoongi terang-terangan mendengus sebal sembari melipat lengan di depan dada. Padahal sebelumnya, jelas sekali jika Yoongi menaruh atensi lebih kepadanya.

"Ku lihat masih banyak tempat untuk berteduh, kenapa harus berteduh disini jika tidak ingin mendaftar ?" Seungjun meringis kecil saat mendengar nada sinis dari mulut Yoongi, sebelah tangannya bahkan sudah mencubit kecil lengan atas Yoongi sebagai kode supaya mengurangi kepedasan kata-katanya. Sedangkan si pemuda berjas hujan biru itu hanya menatap keduanya dengan pandangan bingung.

"Apa sih—"

"Maafkan temanku ya, mulutnya memang pedas seperti cabai Chunyang. Tidak apa-apa kok jika hanya ingin berteduh—" Seungjun belum selesai dengan kata-katanya saat ponsel dalam saku jaketnya berdering nyaring, "—Ya ? Halo ?" Seungjun menjauh sebentar untuk menerima panggilan teleponnya, membiarkan Yoongi dengan si mahasiswa baru tersebut berbagi atmosfer canggung.

"Mau kemana ?" Yoongi bertanya kepada Seungjun setelah pemuda tersebut kembali dan menyandang ranselnya di bahu, "Hujan deras begini…"

"Ah, aku harus menemui dosenku terlebih dahulu, aku bawa payung kok. Kau disini saja, lumayan kan, ada teman…" Yoongi mendelik sengit ke arah Seungjun, hampir saja melempar ponsel di tangannya, tapi Seungjun hanya menunjukkan sebuah cengiran konyol seakan tak keberatan dengan sikap Yoongi.

"Titip temanku ya, kalau mau berteduh silakan. Tapi alangkah lebih baik jika kau mau masuk untuk melihat hasil karya klub kami dan mendaftar," Payung di tangan Seungjun sudah terkembang, lalu pemuda tinggi tersebut berlari menembus hujan di bawah payungnya. Meninggalkan Yoongi yang sebal setengah mati bersama si pemuda berjas hujan biru.

"Duduk saja, mau berdiri sampai kapan ? Lepas saja jas hujannya, kau terlihat konyol berteduh dengan jas hujan…" Mahasiswa baru tersebut kembali tersenyum canggung, ia melepas jas hujannya lalu melipatnya dengan asal setelah mengibaskan sedikit sisa air hujan yang tertinggal.

"Uhm, Park Jimin imnida. Fakultas Teknik Kimia—" Yoongi menatap uluran tangan dari lawan bicaranya, kemudian berdecak pelan.

"Yang tanya nama dan fakultasmu siapa ?" Jimin mengerjap sejenak, hatinya sama sekali tidak siap jika terus-menerus menerima ucapan sepedas cabai Chunyang dari Yoongi. Memangnya Jimin salah apa sih kepada Yoongi ? Bertemu saja baru hari ini, tapi seniornya segalak ini. Untung saja seniornya satu ini manis sekali dan Jimin merasa tertarik dengan wajah semanis gulanya yang sudah ia amati sebelum berteduh di tenda ini—eh ? Apa barusan ?!—oh, tidak. Itu hanya pikiran sedikit licik dari Park Jimin.

Uluran tangan Jimin turun dengan gerakan canggung saat telinganya menangkap suara serak seniornya, "Min Yoongi—"

"Maaf, sunbae ?"

"Namaku Min Yoongi, kau Park Jimin kan ?" Jimin mengangguk, kemudian mengulum senyum di bibirnya. Ia dapat menangkap semburat merah muda di pipi Yoongi, meskipun samar tapi hal tersebut Jimin akui membuat wajah seniornya berkali lipat lebih manis.

Keadaan kembali hening, Yoongi bahkan sudah menyumpal kedua telinganya dengan sepasang earphone. Sedangkan Jimin hanya mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya untuk membunuh waktu. Hujan masih turun dengan deras, dan tidak menunjukkan tanda-tanda untuk reda, dan Jimin sama sekali tidak menyukai kecanggungan yang tercipta diantara mereka. Ia melirik sebuah pena di atas kertas dengan banyak kolom untuk menuliskan nama dan fakultas para mahasiswa baru yang ingin mendaftar menjadi anggota klub fotografi.

Atensi Jimin kembali beralih pada Yoongi yang kini sedang menyembunyikan wajahnya di balik lipatan lengannya. Tidur kah ? pikir Jimin. Jimin kemudian meraih pena, dan dengan gerakan pasti menuliskan nama dan fakultasnya pada kolom teratas. Ia mengerjap sebentar, kemudian kembali tersenyum tipis. Ia melirik Yoongi sekali lagi, lalu menyentuh bahu Yoongi dengan ujung telunjuknya.

"Sunbae—"

"Hng ?" Helaan napas dikeluarkan Jimin saat ia menerima respon yang terlalu cuek dari Yoongi.

"Aku sudah menuliskan nama dan fakultasku untuk menjadi anggota klub," Yoongi cepat-cepat mengangkat kepalanya, melepas earphone, dan menatap Jimin dengan pandangan penuh tanya.

"Apa ?"

Jimin mengangkat ringan bahunya, "Aku mendaftar jadi anggota, sunbae keberatan ?"

"Tidak, tapi—"

"Ku pikir tidak buruk ikut klub fotografi, aku punya kamera di rumah. Dan—"

"Dan ?"

"Dan, aku menunggu keuntungan apa yang akan aku dapatkan jika menjadi anggota baru pertama," Yoongi dapat menangkap kilatan jenaka di balik iris kelam Jimin. Ia mengerutkan keningnya saat ia sama sekali tidak dapat menangkap maksud di balik kalimat Jimin. Jimin mengulum senyum, kemudian menggeser kursinya menjadi lebih dekat ke arah Yoongi.

"Bagaimana kalau keuntungannya, aku mendapatkan nomer ponsel sunbae dan kencan di Lotte World hari Minggu besok ?" Wajah putih Yoongi memerah sampai telinga saat Jimin berbisik tepat di telinganya. Ia gemetar sampai ujung kaki, dan itu jelas bukan akibat dari hujan. Melainkan godaan yang terang-terangan ia terima dari seorang mahasiswa baru seperti Jimin.

"Memangnya kau siapa berani mengajak kencan seorang senior ?!" Rasanya Yoongi ingin sekali menatap wajah penuh percaya diri Jimin dengan kepala mendongak angkuh, tapi Yoongi sadar jika gerakan sedikit saja untuk menoleh, akan membahayakan keselamatan wajah dan kesehatan jantungnya. Jimin bisa saja langsung mencuri satu kecupan pada pipi meronanya jika Yoongi menoleh, tapi pemuda yang lebih muda itu hanya menderaikan tawa, kemudian menggeser sedikit lebih jauh posisi duduknya.

"Yah, kalau sunbae tidak bisa hari Minggu sih tidak masalah. Lagipula, aku bisa sering-sering bertemu sunbae jika ada kegiatan klub. Aku bisa mengajak kencan sunbae lain kali." Yoongi kembali mendelik sebal, dan Jimin hanya memamerkan sebuah senyuman yang sialnya membuat wajah Yoongi semakin memerah.

Jika Seungjun disini, mungkin ia akan menambahkan daftar ketidaksukaan Yoongi hari ini. Yoongi boleh saja terlihat tidak menyukai Jimin, namun satu yang menjadi poin tambahan untuk modal mendekati Yoongi. Semburat manis di wajahnya sama sekali tidak bisa membohongi siapapun jika Yoongi juga tertarik sejak awal kepada pemuda dengan jas hujan birunya dan membuat hari Sabtu membosankannya berubah menjadi sesuatu yang lebih menarik.

. . .


NamJin [Kim Namjoon x Kim Seokjin] : A Piece of Hershey's.

warn : mention of m-preg


Hujan dan sendirian di rumah saat sore hari, jelas bukan pilhan yang menyenangkan untuk menghabiskan sisa hari di masa cutinya, menurut Seokjin. Ia mendesah pelan ketika membuka pintu lemari es entah untuk yang keberapa kalinya untuk hari ini. Seokjin juga sudah bosan membuka pintu lemari penyimpanan kukisnya dan tidak menemukan apa yang ia inginkan. Entah kenapa, hari ini ia sangat ingin makan cokelat yang segera meleleh begitu dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian dipadu dengan beberapa potongan kacang almond dan permen karamel yang terasa renyah saat digigit.

"Tidak ada cokelat, baby…" Seokjin cemberut, kemudian mendudukkan dirinya pada kursi meja makan. Satu tangannya mengusap lembut perutnya yang sudah membesar karena kehamilannya yang sudah masuk bulan ke delapan. Seokjin kemudian memutuskan untuk kembali membuka lemari es dan mengambil satu kotak kecil stroberi segar dan mengerang sebal ketika ia tidak bisa menemukan selai Nutella dalam lemari esnya.

Dengan langkah tertatih karena beban dan berat tubuhnya yang semakin bertambah, Seokjin menopang pinggangnya, satu tangan lainnya menyangga perut bagian bawahnya sembari membawa kotak stroberi. Televisi dinyalakan, dan Seokjin sudah duduk di atas sofa empuk sembari mencari saluran yang sesuai dengan mood-nya hari ini. Ia sedang tidak dalam mood bagus menonton drama, dan pilihannya jatuh pada saluran televisi yang menayangkan acara musik. Keningnya mengerut samar ketika satu gigitan pada buah stroberi pertamanya dan rasa asam-manis langsung memenuhi indera pengecapnya.

"Aku tetap ingin cokelat," Seokjin mengeluh lagi. Pandangannya kemudian beralih dari layar televisi pada selebaran diskon cokelat di supermarket dan membuatnya semakin sebal. Sebenarnya ia bisa saja menelepon Namjoon—nampyeonnya—dan meminta dibelikan cokelat saat perjalanan pulang. Kemudian, ia hanya tinggal menunggu dengan manis pesanannya datang beserta senyum terkembang di wajah tampan Namjoon. Seokjin kemudian menggigit bibir bawahnya dengan pelan, dan meletakkan kotak stroberinya di atas meja ketika tiba-tiba ingat sesuatu.

Seokjin ingat, dokter yang memeriksaan kehamilannya pada trimester pertama mengatakan jika ia harus membatasi konsumsi makanan manis karena ia termasuk dalam salah satu dari delapan belas persen angka populasi yang beresiko mengalami diabetes gestasional. Padahal, sebelum hamil Seokjin sama sekali tidak mempunyai masalah dengan kadar gula darahnya. Lewat profesinya dan Namjoon sebagai dokter, jelas membuat mereka berdua sadar dengan faktor resiko yang akan terjadi dan terbilang besar untuk kesehatan Seokjin serta bayi mereka.

Maka dari itu, Namjoon dan Seokjin kemudian sepakat untuk menyusun menu diet asupan gula untuk Seokjin semasa kehamilannya dengan bantuan ahli gizi dan dokter kandungan di rumah sakit tempat Namjoon dan Seokjin bekerja. Ibu Seokjin bahkan memasok rutin camilan sehat tanpa tambahan gula pasir di dalamnya. Camilan dan asupan gula Seokjin hanya di dapat dari buah-buahan dan yogurt handmade dari Ibunya. Tidak ada lagi cokelat, es krim, permen, marshmellow, dan kukis dengan taburan choco chips favorit Seokjin di dalam lemari es maupun lemari penyimpanan camilan.

"Aku pulang," Suara Namjoon dari depan pintu membuyarkan lamunan Seokjin dan angan-angannya tentang cokelat. Namjoon mengulum senyum dan membuat dimple-nya terlihat, ketika mendapati Seokjin tengah menunggu kepulangannya di depan televisi. Namjoon tidak keberatan jika Seokjin tidak menyambut kedatangannya di depan pintu, karena ia tahu jika berjalan dalam jarak dekat pun merupakan hal yang sulit mengingat besarnya perut Seokjin sekarang.

"Selamat datang," Seokjin mengguman samar ketika Namjoon mengecup kening dan kedua pipi gembilnya, kemudian pria yang sudah menemani hari-harinya selama hampir lima tahun itu ikut duduk di atas sofa dengan lengan yang terselip pada pinggang Seokjin.

"Mandi dulu sana, mau ku siapkan air hangat ?" Diusapnya rambut Namjoon yang sedikit lembab, mungkin pria itu berlari dari ruang kerjanya menuju tempat parkir tanpa menggunakan payung demi lebih cepat sampai di rumah. Namjoon menggeleng pelan, "Nanti saja, aku bisa sendiri. Bagaimana harimu ? Masih sakit pinggang ?"

Seokjin mengangguk kecil, kemudian memilih menyandarkan kepalanya pada bahu lebar Namjoon, ia menghirup aroma samar parfum Namjoon yang tertinggal dan berpadu dengan aroma hujan dan antiseptik, "Sudah tidak begitu sakit, baby kita tenang sekali hari ini. Ia hanya bergerak antusias saat aku membacakan cerita padanya," Senyum terlukis pada bibir Seokjin saat telapak tangan besar Namjoon ikut mengusap lembut permukaan perutnya yang tertutup oleh kaus longgarnya.

"Kerja bagus hari ini jagoan, kau sudah menjaga eomma dengan baik." Namjoon tersenyum bangga, kemudian membenahi posisi Seokjin menjadi lebih nyaman saat ia menunduk dan menciumi perut Seokjin bertubi-tubi.

"Namjoon," Yang dipanggil hanya mendongak, enggan meninggalkan perut Seokjin yang sekarang terasa jika bayi mereka bergerak antusias di dalam sana karena kecupan Namjoon dan membuat Seokjin meringis kecil. Namjoon kemudian menjauhkan wajahnya dari perut Seokjin setelah mengecupnya sekali lagi. Ia dengan sigap menopang tubuh Seokjin lagi, kali ini tangannya melakukan gerakan memijat pinggang anae-nya dan Seokjin mendesah lega saat merasakan seluruh saraf tepinya rileks.

"Aku ingin cokelat…" Seokjin berbisik lirih, dan Namjoon hanya bisa mengerjap pelan selama beberapa saat. Kemudian, ia mengusap sayang pipi Seokjin yang sekarang sedang merajuk.

"Sayang, kita kan sudah sepakat. Jaehwan akan mengomel jika minggu depan saat kontrol, gula darahmu naik dan membuatmu pusing lagi. Lagipula, ini mendekati bulan kelahiran. Jangan ya, Sayang ? Bersabarlah sebentar lagi sampai jagoan kita lahir. Kau sudah minum susu hari ini ? Kalau belum, aku buatkan ya ?" Bibir Seokjin melengkung ke bawah saat mendengar bujukan halus Namjoon. Ia tahu ia tidak boleh makan cokelat, ia juga tahu jika Jaehwan—teman sekaligus dokter kandungannya—akan mengomel ini-itu soal konsumsi cokelat yang akan membuat gula darahnya naik. Tapi ditolak permintaannya oleh Namjoon, rasanya Seokjin ingin menangis saja.

"Rasa susunya memang cokelat, tapi bukan itu yang aku mau Namjoon-ah. Aku ingin cokelat dengan campuran almond dan permen karamel di dalamnya, ku pikir tidak masalah jika aku makan satu potong kecil. Itu tidak akan menyebabkan gula darahku naik drastis," Namjoon menghela napas pelan, diusapnya pipi Seokjin dan menatap anae-nya dengan pandangan iba. Seokjin jarang sekali meminta ini-itu selama masa kehamilannya, permintaan Seokjin masih dalam batas wajar dan bisa dipenuhi oleh Namjoon. Ia bukan tipikal 'calon ibu' yang rewel saat kehamilannya. Seokjin mungkin benar soal satu potong kecil cokelat tidak akan membuat gula darahnya naik secara drastis dalam waktu singkat, tapi Namjoon sudah terlalu mengenal Seokjin. Anae-nya itu sama sekali tidak bisa berhenti mengunyah cokelat jika belum habis satu kemasan ukuran besar.

"Maaf, Sayang…tapi aku tetap tidak bisa mengabulkan permintaanmu yang satu ini," Sudut bibir Seokjin dikecup lembut dan ia hanya bisa mendesah kecewa, "Ya sudahlah, tidak apa-apa. Ini juga demi bayi kita…" Seokjin akhirnya mengulum senyum tipis, tapi Namjoon dapat menangkap rasa kecewa dalam sorot binar cemerlangnya. Namjoon baru saja akan pergi mandi ketika ia ingat sesuatu.

"Ah, ngomong-ngomong soal cokelat, ku pikir aku punya satu di sini," Seokjin melihat Namjoon berdiri untuk merogoh seluruh saku celana kerjanya, kemudian manik kembarnya berbinar cerah saat Namjoon menemukan satu bungkusan kecil dengan warna emas yang sangat familiar untuknya.

"Cokelat !"

"Iya, aku baru ingat jika Hansol memberiku ini saat kunjungan sore di kamarnya. Dia bilang, ini untukmu karena sudah lama ia tidak melihatmu di rumah sakit." Seokjin tersenyum, ia ingat Hansol. Anak laki-laki yang terlalu tampan untuk menerima transplantasi hati di usianya yang terlalu muda.

"Apa kondisi Hansol sudah membaik ?" Namjoon mengangguk, sedangkan jemarinya sudah sibuk membuka pembungkus cokelat.

"Sudah, mungkin minggu ini dia sudah bisa pulang. Ia juga punya teman baru, namanya Seungkwan…"

"Syukurlah, semoga ia sehat selalu ya…" Namjoon hanya membalas perkataan Seokjin dengan sebuah senyum hangat. Jemarinya sudah menjepit satu buah cokelat berukuran kecil.

"Janji ya, ini terakhir kalinya kau makan cokelat ? Jjan, buka mulutmu…" Seokjin mengangguk cepat karena antusias dan membuat helaian ravennya bergoyang mengikuti gerakan kepalanya, ia sudah membuka mulutnya—bersiap menerima suapan cokelat dari Namjoon. Tapi nyatanya, cokelat itu tidak masuk ke dalam mulutnya, melainkan masuk ke dalam mulut Namjoon yang kini tengah menatapnya dengan kilatan jenaka.

"Namjoon ! Ish, napeurrom !" Seokjin memukul bahu Namjoon dengan keras, nampyeonnya bahkan sampai meringis nyeri. Seokjin kesal sekali saat cokelat impiannya tidak meleleh dalam mulutnya. Ia masih memukul Namjoon dengan kekuatan penuh, kemudian kembali memekik kaget saat tubuhnya melayang sejenak dan mendarat aman di atas pangkuan Namjoon. Rasa terkejutnya bahkan belum hilang saat Namjoon mengklaim bibirnya dengan lembut, berbagi rasa cokelat lumer lewat kecupan-kecupan intim mereka.

Seokjin melenguh kecil dan meremas bagian depan kemeja Namjoon saat lidah laki-laki itu menyapu seluruh ruang dalam mulutnya, menghisap salivanya yang kini terasa seperti cokelat, lalu menggigit gemas bibir bawahnya. Namjoon menariknya semakin dekat untuk memperdalam invasinya pada mulut Seokjin, lengannya menopang dengan aman pinggang Seokjin supaya tidak jatuh. Ia baru saja menyusupkan satu tangannya ke dalam kaus longgar Seokjin sebelum menarik diri saat menyadari ukuran perut Seokjin dan gerakan di dalamnya.

"Maaf, aku terbawa suasana. Kau oke ?" ciuman basah mereka terlepas, menyisakan bibir Seokjin yang merekah seperti kelopak mawar dan napas putus-putus. Ibu jari Namjoon menyeka sudut bibir Seokjin yang mengkilat basah. Wajah Seokjin juga terlihat merona cantik, ia kemudian mengangguk pelan dan menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Namjoon.

"Cokelatnya, uhm—terasa lebih manis ya ?" Namjoon terkekeh kecil sembari mengusap punggung Seokjin.

"Kau selalu bilang jika ciuman kita lebih manis dari madu sekalipun, makanya aku menciummu saja sekalian berbagi cokelat. Lagipula, eomma juga tidak boleh makan cokelat terlalu banyak." Goda Namjoon.

"Kalau caranya seperti tadi, gula darahku mungkin akan langsung naik drastis," Namjoon tidak bisa melihat wajah Seokjin yang kini tersembunyi pada ceruk lehernya, tapi laki-laki itu yakin jika Seokjin sedang memasang wajah merajuk yang paling imut.

"Namjoon," Seokjin menjauhkan wajahnya dari ceruk leher Namjoon dan menatap iris nampyeonnya dalam satu garis lurus, "Di luar hujan…"

"Lalu ?" Kening Namjoon berkerut saat tidak menemukan korelasi antara hujan di luar dan topik obrolan mereka tentang cokelat sebelumnya. Seokjin menghirup napas dalam-dalam sebelum kembali merapatkan dirinya dalam dekapan hangat Namjoon dan berbisik pelan.

"Aku kedinginan. Ku pikir aku butuh cokelat yang lain dan pasokan oksitosin untuk persiapan melahirkan," Awalnya Namjoon hanya mengerjap pelan, mencoba mengerti kata-kata Seokjin, sampai otak jeniusnya menangkap kode yang dibuat Seokjin.

"Oh ! Tapi, apa tidak masalah ? Aku takut menyakitimu dan bayi kita." Namjoon mendorong lembut bahu Seokjin hanya untuk menatap binar cemerlang anae-nya, tapi Seokjin malah menggigit bibir bawahnya sendiri.

"Jaehwan bilang oke…akan lebih baik jika dilakukan saat waktu persalinan semakin dekat."

Oh baiklah, Namjoon akan mencatat dalam hati jika ia harus berhati-hati supaya tidak mnyakiti Seokjin dan jagoannya di dalam sana, mengingat ini saat pertamanya setelah terakhir kali menyentuh Seokjin tujuh bulan yang lalu. Ah, hujan dan cokelat ternyata membawa sesuatu yang menyenangkan ya ?


*To be continue*

a/n : Tadinya mau aku jadiin satu, tapi sepertinya bakal terlalu panjang .-.

Dan—apa-apaan bagian NamJin itu ? TT kenapa nyerempet M ya ampun TT

Hujan memang bikin otak rated-ku bekerja yah u.u

Terus, buatku agak gimana gitu nyebut mereka suami-istri, secara mereka sama-sama laki-laki. Tapi nyebut pake suami-suami juga aneh TT

Terus kudu ottoke ? TT

Jadi aku pakai nampyeon-anae, artinya sama. Tapi mungkin tersirat gitu u.u

Oh ya, aku sempat bikin dengan judul yang sama, tapi cast-nya Meanie. Mungkin ada yang minat ? XD /promosi terselubung/

Selanjutnya, tinggal TaeKook sama Hoseok yah~ ^^

Ehe.

Anyway, happy birthday Taehyung-ah ^^

Review ?

. . .

[Glosarium]

Diabetes gestasional : Jenis diabetes atau sub-tipe dari diabetes melitus. Kondisi ini artinya adalah ibu hamil yang sebelumnya tidak pernah didiagnosis mengalami masalah dengan kadar gula darahnya, namun menunjukkan kadar gula darah yang tinggi selama masa kehamilan. Kadar glukosa/gula dalam darah dapat kembali menjadi normal setelah melahirkan, tapi jika saat kehamilan tidak terkontrol dengan baik, maka akan terjadi beberapa resiko yang akan terjadi pada ibu dan bayi.

Oksitosin : Hormon yang diproduksi pada hipotalamus dan disebut sebagai 'hormon cinta'. Kadar dalam tubuh akan meningkat saat proses persalinan terjadi, dipeluk atau dicium seseorang yang kita sayangi, dan seks.