Title: Gumiho: Ahjussi Saranghaeyo!
Cast: Yoongi, Jimin, SeokJin, Taehyung, Jungkook, NamJoon (RapMon), J-hope (Hoseok), etc.
Rated: T
Warning: BL! Suga! Old! Jimin! Child! 18th!
Summary: aku tidak pernah mau dilahirkan seperti ini. Hidup layaknya Cinderella di rumah sendiri, tidak punya teman di sekolah, dijauhi, dibully, dikatai gila, aneh dan masih banyak lagi hal tidak menyenangkan yang ia rasakan hidup selama 18 tahun. Tapi ia bertemu dengan seseorang, seorang pria yang mengaku jin Aladdin, pangeran yang mencari pemilik sepatu kaca, dan masih banyak lagi. Orang itu menjadi hal pertama yang sangat ia sukai dan senangi.
Summer Camp, 2016
Adalah kegiatan rutin yang wajib dilakukan seluruh murid kelas sebelas sebelum menjelang semester baru di tingkat akhir SMA. Dengan ogah-ogahan pemuda mungil bermata sipit itu mengikuti acara seperti ini. alasan pertama karena ia akan lebih sering dibully karena ini dunia luar bukan lingkungan sekolah. Alasan kedua adalah ia tidak suka tidur bersama orang asing, apalagi bersama orang yang selama ini membully dan menghinanya.
Meskipun begitu ada sisi baiknya ia mengikuti kegiatan ini, ia tidak perlu repot-repot menjadi pembantu di rumahnya sendiri. Pembantu yang melayani bibinya yang malas-malasan. Ia menghela nafas berulang kali selama perjalanan menuju tempat camp mereka. Setelah sampai, ia turun lebih dulu dari bis diikuti guru-guru dan teman-teman seangkatannya.
Semua berjalan lancar, membangun tenda, makan bersama, membersihkan diri dan membuat api unggun. Semua berjalan normal, dan anehnya tidak ada yang membully nya sama sekali. Tapi penyiksaan yang sebenarnya baru akan dimulai ketika acara api unggun. Para guru satu persatu mulai menceritakan cerita horror, ia tidak takut sama sekali malahan ia geli mendengar cerita seperti itu.
HIK
Sial! ia cegukan lagi. Semua orang otomatis menatapnya, lalu mulai mencibirnya di belakang. Ia menghela nafas, menatapi satu persatu kepala mereka dan angka-angka bodoh itu kembali muncul, ia berdecih.
Ada satu hal yang belum ia ceritakan dan jelaskan. Ia-Park Jimin adalah seorang murid SMA tingkat dua, berstatus beasiswa, anak yatim piatu namun memiliki otak cerdas. Dia memang sangat cerdas dan pintar, tapi semua itu seketika lenyap ketika mengetahui satu fakta bahwa dia memiliki tiga kemampuan aneh.
Kemampuan pertama adalah ia tidak bisa berbohong. Jika ia berbohong sekalipun dalam batin, SMS, telfon apa pun itu jika berhubungan dengan kebohongan maka ia akan langsung cegukan keras. Kemampuan atau bisa dibilang penyakit aneh ini sampai sekarang belum ditemukan obat atau penyebab kenapa ia bisa cegukan terus menerus seperti ini. Ia selalu di katai musuh dalam selimut karena penyakit anehnya ini.
Kemampuan kedua adalah ia bisa berkomunikasi dengan seluruh hewan termasuk nyamuk, lalat, bahkan cacing. Jadi, ketika ada praktikum biologi yang mengharuskan dirinya membelah kodok maka ia akan langsung berlari dan meminta tugas lain. Kalian pasti tahu alasannya, kodok-kodok itu berteriak meminta ampun dan memohon agar tidak membunuh mereka. Itu yang paling menyusahkan tapi ada yang lebih menyusahkan.
Kemampuan ketiga adalah ia bisa melihat orang itu lahir tahun berapa, berapa kali berbohong dan kapan dia mati. Kemampuan ini membuatnya menjadi seorang anti sosial, tidak mau bergaul dan selalu di bully dengan embel-embel anak penyihir. Semua itu tidak benar, Jimin sama seperti teman-temannya tapi yang membedakan adalah tiga kemampuan anehnya itu.
Tapi dari ketiga kelainan anehnya ini hanya satu yang diketahui oleh orang-orang yaitu cegukan anehnya. Meskipun begitu ada satu hal yang ia inginkan, hanya ini.
Ia ingin hidup normal.
Benar-benar hidup normal tanpa kemampuan aneh ini.
Jimin bangun dari duduknya, berjalan ke tendanya meninggalkan acara api unggun begitu saja karena mereka semua mulai menyindirnya satu persatu. Sebelum ia masuk, ia sempat berbalik menatapi seluruh kepala teman-temannya. Meringis sedih karena tidak ada satu pun dari mereka yang sebentar lagi akan mati. Pandangannya berubah menjadi sendu dan sedih.
"Aku ingin bertemu dengan orang yang memberiku kemampuan, penyakit atau kelainan aneh ini"
…
…
…
…
2017
Mata sipit pemuda tampan itu terbuka dengan lebar. Mimpi aneh tanpa bentuk namun selalu mengeluarkan suara-suara yang terdengar seperti mengeluh. Ia bangun dari posisi tidurnya, menatap sekeliling lalu keluar jendelanya yang terbuka lebar hingga angina musim gugur yang kencang dan dingin menyelinap masuk. Ia sama sekali tidak kedinginan bahkan dengan pakaian tidur super tipis seperti yang ia pakai ia tetap tidak kedinginan.
Ia menarik nafas panjang sebelum turun dari ranjang, melangkah keluar kamar menuju dapur guna mengambil segelas air. Namun, langkahnya terhenti melihat keponakannya keluar dari dapur membawa dua gelas cangkir kopi.
"Samchon!"
Wajah itu juga begitu takut, panik dan terkejut melihat dirinya-Min Yoongi sudah terbangun dari tidur lelap sepagi ini. Wajah itu semakin pucat mendapat pandangan curiga dari Yoongi.
"Kenapa kau menatapku seperti melihat hantu?" tanya Yoongi sewot. NamJoon tersenyum lebar, terlihat konyol dan sikap nya itu terlihat begitu jelas kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu. Ia maju selangkah, mendekati NamJoon sambil melirik dua cangkir kopi itu.
Dengan gugup NamJoon menyembunyikan dua cangkir kopi itu, "Anni. Aku terkejut saja melihat Samchon bangun sepagi ini, biasanya Samchon lima belas menit sebelum berangkat ke rumah sakit" elak NamJoon. Matanya mulai melirik ke kanan dan kiri, mencari objek lain untuk di tatap asalkan jangan kedua mata Yoongi yang berkilat tajam.
"Kenapa kau membawa dua cangkir kopi? Untuk siapa?"
"Aku ingin sedang minum kopi. Jadi, aku membuat dua cangkir untukku" jawab NamJoon seraya melangkah mundur menjauhi Yoongi yang semakin menatap dirinya curiga. Ia benar-benar tertangkap basah dan semua pasti akan langsung ketahuan.
Yoongi sendiri, terdiam di tempat memikirkan kemungkinan NamJoon meminum dua kopi sekaligus dipagi hari seperti ini. Dengan rasa penasaran ia melangkah ke ruang tengah. Seketika matanya memicing tajam melihat seorang pria asing berjas hitam, celana dasar hitam, kemeja putih, dasi hitam dan sepatu pantopel hitam mengkilat serta topi menyebalkan berwarna hitam juga. Alisnya terangkat, melangkah maju lalu merebut cangkir kopi yang semula disajikan untuk si pria berpakaian hitam itu.
"Kau sedang apa di sini?"
"Dia temanku, samchon" jawab keponakannya cepat-NamJoon. Yoongi meliriknya sekilas dengan pandangan tajam, seketika NamJoon terdiam di tempat. Mulutnya serasa terkunci mendapat tatapan super tajam dan dingin dari Yoongi. Pemuda dengan kulit putih pucat itu beralih menatap pria berpakaian hitam tadi.
"Aku tanya kau sedang apa di sini?" tanya Yoongi dengan nada menjengkelkan dan ekspresi menyebalkan. Si pria berpakaian hitam berdecih kesal, ia mengeluarkan sebuah surat dari amplop di meja ruang tengah Yoongi lalu memberikannya pada pemuda putih pucat itu. Seketika mata sipit Yoongi membulat membaca deret kalimat di dalam kertas itu adalah surat jual beli rumah ini.
Ia membuang nafas kesal, ia menoleh ke belakang guna mencari keponakannya itu tapi tidak ada satu orang pun di belakang. NamJoon dengan lincah keluar dari mansion samchonnya guna melarikan diri. Si pria berpakaian hitam-SeokJin tersenyum miring melihat ekspresi kesal Yoongi.
"Aku adalah pemilik baru mansion ini, aku beri waktu 10 hari untukmu membereskan barang-barangmu" perintah SeokJin dengan nada mengejek. Yoongi memicingkan matanya, "Wae? Aku benar, mansion ini adalah milikku."
"Ah, aku baru tahu makhluk hina sepertimu bisa tinggal di mansion seperti ini bukan dikastil seperti di film-film" balas Yoongi mengungkit status asli dari pria bernama SeokJin itu adalah seorang vampire. SeokJin berdecak sebal, ia melangkah maju lalu merebut surat jual beli mansion ini dan mengamankannya.
"Gumiho sepertimu seharusnya tinggal di gua. Aku sudah membayar lebih dari 200 juta untuk rumahmu ini. Ini rumahku"
"Ini rumahku" Yoongi kembali membalas dengan nada mengejek pada Yoongi. SeokJin mengangkat alisnya tidak suka, tidak terima dengan ledekan menantang itu.
"Kalau masih tetap memaksa rumah ini memiliki banyak kamar kosong. Tinggallah disalah satu kamarnya. Coba usir gumiho ini, hwaiting" ucap Yoongi dengan senyum mengejek dan tangan terkepal di udara seperti memberi semangat tapi bagi SeokJin terlihat seperti ejekan.
Yoongi sendiri berdecih, kembali masuk ke kamarnya. Seharusnya ia sudah bersiap ke rumah sakit tempatnya bekerja tapi karena si vampire sialan itu ia harus menunda persiapannya dan berdebat dengan vampire tidak tahu malu itu. Kenapa ia harus selama ini dan bertemu makhluk aneh mirip nyamuk itu.
…
…
…
KRING KRING KRING
Remaja laki-laki itu langsung bangun. Menatap sekitarnya sebentar dan bergegas mematikan jam alarmnya. Ia tidak mau terkena kemarahan dari bibinya karena bunyi jam alarmnya yang begitu nyaring. Ia melirik ke samping, bibinya masih tertidur lelap dan itu membuatnya bernafas lega. Ia menarik selimutnya, melipat lalu menaruhnya di atas lemari bersama dengan kasurnya.
"Hari yang menyiksa sebentar lagi datang" gumam remaja laki-laki itu, seraya bangun menuju kamar mandi. Setelahnya ia memakai seragam, lalu ke dapur memikirkan apa yang harus ia buat untuk sarapan. Ia membuka kulkas, mengeluarkan apapun yang ada di dalam seperti telur dan lain-lain.
Remaja itu menatap ke kamarnya tadi bibinya masih tertidur lelap. Ia menghela nafas, mengambil tasnya lalu kembali menatapi meja makan di rumah ini begitu kecil.
"Sarapan sudah siap! Aku berangkat sekarang!"
Remaja itu kembali bersuara cukup melengking tapi baru saja ia melangkah untuk membuka pintu sebuah bantal yang sedikit keras menghantam kepala bagian belakangnya. Ia meringis, memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, tanpa berbalik pun ia tahu siapa pelakunya.
"Kau mau kemana? Kabur dariku? Kabur membawa semua uangku?"
Remaja itu-Jimin menahan air matanya yang siap tumpah jika saja ia tidak tahan sekuat tenaga. Ia melirik ke belakang menemukan sang bibi sedang berkacak pinggang menatapinya dengan tajam dari bawah sampai atas.
"Itu bukan uangmu! Itu uang eomma, eomma meninggalkannya untukku bukan untukmu. Jangan membuatku kesal pagi-pagi seperti ini!"
Jimin berucap dengan nada tidak kalah tinggi dari bibinya, keluar dari rumah begitu saja meninggalkan sang bibi dan sepupunya yang benar-benar menikmati sarapan mereka. Sampai kapan ia harus hidup seperti ini? Hidup seperti pembantu di rumahnya sendiri?
…
…
…
Ia tidak ingin menangis tapi air mata itu turun sendiri membasahi pipinya, berulang kali ia sudah membasuh pipinya tapi tetap saja air matanya terus mengalir. Ia menatap langit Seoul hari ini begitu mendung, ia kembali berdecih kenapa di saat seperti ini hujan malah turun. Apa Tuhan tidak tahu bahwa ia tidak diperbolehkan memabawa payung oleh bibinya? Ia kembali ingin menangis untuk kesekian kalinya tapi ia tahan.
Pandangannya lalu pergi menjauh dari langit lurus ke depan menunggu bus. Matanya memandangi seorang anak kecil yang sedang berlari sendirian bersama bola kecilnya. Ia perlahan tersenyum melihat anak itu begitu ceria, tapi senyumnya hilang melihat bola anak itu menggelinding ke jalan. Si anak yang tidak mau kehilangan bolanya ikut berlari mengejar bolanya.
"Itu berbahaya" gumam Jimin begitu pelan. Ia menatapi sekelilingnya, seorang wanita juga nampak dudu memerhatikan anak tersebut. Wanita itu bangun dan berjalan ke depan seperti ingin menghampiri anak itu tapi nyatanya wanita itu berbelok pergi. Jimin berdecih, melepas earphone nya dan bangun dari duduknya.
"Anni, anni! Orangtuanya pasti ada di sekitar sini" ucap Jimin pada dirinya sendiri. Mengedarkan pandangannya mencari keberadaan orangtua bocah itu tapi tidak ada. Hanya ada beberapa orang berlalu lalang tanpa memedulikan anak itu. Jimin berdecih tidak peduli, ia berbalik berpura-pura tidak tahu sambil memukul-mukul dada dan kepalanya.
HIK
"Anni! Jimin kau tidak perlu melakukan apapun, saat kau ke sana pasti orangtuanya akan mencurigaimu. Tapi jika kau tidak ke sana…"
HIK!
TIIN
Suara klakson mobil truk membuatnya segera tersadar dari perdebatan kecil antar dirinya sendiri. Anak itu masih setia mamainkan bolanya di tengah jalan tanpa ada satu orang pun menghampirinya.
HIK
"Anni! Jimin-ah kau tidak perlu melakukan itu, orangtua anak itu dan orang-orang pasti akan-HIK! Kya! Kenapa aku lagi?"
Jimin kalah, berlari menembus lampu merah bagi pejalan kaki, menghampiri anak itu dan mendorongnya ke tepian tapi tidak dengan dirinya. Ia sedikit terserempet truk tersebut hingga terseret beberapa meter dari tempat anak itu menepi.
Orang-orang yang semula tidak peduli dan tidak tahu mulai memerhatikan, menghampiri Jimin yang masih sempat berdiri menghampiri si anak yang sedang menangis mungkin karena shock. Jimin benar-benar tidak peduli dengan keadaan sekitar, bahkan pada keadaan kakinya sendiri yang terluka cukup parah.
"Gweanchana? Apa kau terluka? Dimana orangtuamu?"
"Omo!"
Jimin menengadah, menemukan sepasang suami istri dengan pakaian mewah dan formal terlihat begitu panik dan khawatir melihat anak mereka menjadi pusat perhatian di tengah jalan. Jimin mengangguk, menyerahkan anak itu tapi pandangannya mulai berangsur-angsur mengabur. Anak itu sedikit berteriak menunjuk kepala dan tangan Jimin yang meneteskan darah ke aspal.
"Darah!"
Itu adalah kata terakhir yang ia dengar sebelum semuanya menjadi gelap. Orang-orang yang berkumpul mulai mengerubungi tubuh Jimin yang ambruk dan semakin mengalirkan banyak darah. Orang tua dari anak itu berniat menelfon 119 tapi seseorang tiba-tiba saja muncul dari balik tubuh mereka, menghampiri Jimin dan memeriksanya.
"Nuguseyo?"
"Aku seorang dokter"
Aku pernah mengalami hal ini. Kejadian yang sama kembali terulang dan tanpa sadar aku terpanggil ke mari dan menyelamatkan dia seperti waktu itu. Saat itu… delapan belas tahun lalu. Waktu yang begitu panjang dan sekarang dia sudah sebesar ini-Yoongi.
18 tahun lalu…
Saat itu jalanan Seoul penuh dengan salju. Otomatis suhu di sekitar benar-benar menusuk tulang saking dinginnya. Orang-orang lebih memilih berdiam di dalam rumah, menikmati kehangatan rumah yang begitu nyaman ketimbang keluar rumah sekalipun itu urusan pekerja. Tapi wanita pekerja keras ini tetap memaksakan diri keluar dari kantornya dengan tergesa-gesa. Takut membuat bayi di dalam perutnya kedinginan.
"Apa kau kedinginan?" tanya si wanita pada perutnya sendiri. Ia menatapi lampu penyebarangan jalan yang berwarna hijau. Ia segera melangkah dengan hati-hati tapi sebuah hantaman membuat tubuhnya terbang ke atas dengan begitu mudahnya. Waktu bergulir begitu cepat bahkan ia tidak sadar ataupun ingat plat dan warna mobil tersebut.
Ia hanya bisa terbaring lemah di jalan penuh salju. Menatap lurus ke seberang jalan yang benar-benar kosong tanpa ada satupun orang. Ringisan kesakitan keluar dari bibirnya yang merah karena darah. Kepalanya terasa pening luar biasa bahkan menjalar sampai ke perutnya. Ia memejamkan matanya sebentar, lalu terbuka dengan sangat pelan saat samar-samar ia bisa mendengar suara langkah kaki mendekatinya.
Ia berusaha menengadah. Terbatuk-batuk menggapai kaki tersebut dan memohon pada siapapun di hadapannya ini. Ia tidak peduli, yang ia pedulikan adalah calon anaknya yang sedang kesakitan.
"Selamatkan aku…"
"Kenapa aku harus menyelamatkanmu? Aku bukan dokter, Tuhan atau siapapun yang bisa menolongmu. Aku hanya ingin melewati jalan ini"
Ia menggeleng. Menahan kepergian orang tersebut, menahan kaki itu untuk melangkah lebih jauh. Ia masih berusaha bernafas dengan normal, memegangi perutnya yang mulai terasa sakit luar biasa, perutnya seperti ingin pecah.
"Selamatkan aku… aku mohon… kalau kau tidak mau menyelamatkanku… selamatkan dia" si wanita menunjuk perutnya. Tapi orang di hadapannya tetap tidak peduli, melangkah pergi begitu saja tanpa ada rasa kasihan. Si wanita kembali menangis, meminta pertolongan dengan suara yang begitu parau dan lirih.
Orang tadi menghentikan langkahnya. Melirik ke belakang lalu perlahan berbalik menghampiri si wanita yang sudah tidak bernafas lagi. Orang itu menghela nafas, berjongkok di hadapan si wanita sambil menyentuh kening dan perut buncitnya. Dari tangannya perlahan keluar cahaya biru yang benar-benar menyilaukan mata, cahaya itu meresap ke tubuh si wanita dan secara ajaib wanita itu terbangun. Menatapi sekeliling dengan bingung terutama melihat darah begitu banyak berceceran dari tubuhnya. Tidak ada siapapun kecuali dirinya, apa mungkin itu terjadi…
Ia menatapi tubuh anak ini sudah berbalut perban dengan rapi. Entah mengapa ia teringat wanita delapan belas tahun lalu hanya karena ia menyelamatkan seorang remaja tidak dikenal. Ia juga tidak tahu kenapa tubuhnya bisa seperti ini, tubuhnya tidak sinkron dengan otaknya. Tiba-tiba saja saat ia sedang di toilet ia langsung berada di jalanan tepat di lokasi kecalakaan remaja tanggung ini.
"Aku sudah menghubungi sekolahnya karena kami tidak bisa menemukan kontak keluarganya"
Yoongi mengangguk. Keluar dari UGD dengan otak yang terus berpikir keras bagaiaman ini bisa terjadi? Ia menghela nafas, menatapi sekeliling di rumah sakit yang sedang sibuk ini. Menatap dengan aneh, entah kenapa ia teringat masa itu. Masa yang benar-benar membuat dadanya begitu sesak. Bahkan ia masih bisa merasakaannya saat ini.
1180
Ia bukan seorang pembunuh. Ia seorang pemusik. Ia tidak mau berperang dan membunuh tapi mengingat semua pengkhianatan yang diberikan padanya membuat ia begitu brutal membunuh siapa saja saat ini. Bahkan ia harus memerhatikan siapa yang ia bunuh saat ini, perajuritnya atau musuhnya. Seperti saat ini ia hampir saja membunuh prajuritnya karena terlalu fokus menghunuskan pedangnya ke depan.
…
Ia juga tidak tahu kenapa dirinya dijadikan kambing hitam politik yang tidak mau ia sentuh sekalipun ia masih tergolong keluarga kerajaan. Tidak ada yang mau mendengar penjelasannya. Tidak ada yang mau kecuali keluarga terdekatnya, yaitu adik satu-satunya.
Ia menatapi adiknya yang tersenyum menenangkan, meskipun tubuhnya sudah berlumuran darah karena siksaan dua hari dua malam yang diberikan suaminya sendiri, yaitu Yang Mulia Raja. Bahkan dirinya yang baru saja pulang berperang mendapat sebuah hadiah anak panah menembus dadanya bahkan ia hampir tidak bisa bergerak karena kakinya terkena sabetan pedang.
"Kenapa kau kembali sebagai pahlawan? Kalau kau tidak kembali dan mati di sana kau tidak akan melihat adikmu terkapar seperti itu. Seharusnya kau mati sebagai pahlawan bukan pemberontak seperti ini"
Ia tetap diam meskipun anak panah sudah menancap di tubuhnya sebanyak sembilan buah di dadanya. Ia masih tetap berdiri tegak di hadapan sang Raja.
"Berikan aku pedang beracun sekarang. Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri"
Ia tetap diam di tempat. Duduk bersimpuh dengan menggunakan tangannya sendiri sebagai tumpuan, ia sudah tidak kuat bukan karena anak panah ini melainkan melihat adiknya mati secara perlahan-lahan di hadapannya.
Sang Raja ada di hadapannya, menghalangi pandangannya untuk menatap adiknya yang terakhir kali. Setelahnya yang ia lihat bukan tubuh sang raja melainkan kegelapan dan rasa sakit yang menjalar di jantungnya.
…
Ia tidak bisa berdoa atau memohon lagi. Tubuhnya terlentang dengan sembilan anak panah menusuk dadanya. Ia terbaring dengan anak panah yang selalu ia gunakan sebagai senjata ampuhnya. Ia mati karena senjata yang paling ia sukai selama ia berperang.
"Kau akan hidup sebagai hewan.
Selama kau hidup kau sudah membunuh begitu banyak manusia seperti hewan.
Kau akan hidup sebagai gumiho dengan sembilan anak panah itu sebagai ekormu.
Kutukan abadi yang hanya bisa diputus melalui sebuah hukuman.
Sebuah hukuman yang begitu menyakitkan.
Namun dibalik hukuman itu ada sebuah anugrah.
Anugrah yang membuatmu bertemu dengan hukumanmu.
Anugrah, hukuman dan kutukan yang akan kau pilih sendiri"
"Sonsaengnim!"
Yoongi menoleh mendengar nama dirinya dipanggil dengan begitu keras oleh salah satu juniornya. Ia kembali berusaha fokus dan mulai bertanya ada apa.
"Sonsaengnim, pasien yang kau tolong itu kabur"
…
"Aish! Aku tidak boleh ketahuan!"
Jimin melangkah dengan sangat hati-hati namun juga sangat cepat menjauhi area sekitar rumah sakit. Ia bernafas lega karena ia kabur tanpa ketahuan oleh satu orang pun. Entah kenapa ia bisa terdampar di rumah sakit itu hanya karena luka kecil di kening, kaki dan tangannya. Ia tidak boleh ketahuan mengalami kecelakaan oleh bibinya, bisa-bisa ia kembali dipukuli lagi.
"Ess…"
Ia duduk di halte bus sambil melepas perban yang membalut kepalanya, setelah tadi melepas perban di kaki dan tangannya lalu menggantinya dengan sebuah plaster. Kemudian, ia menghela nafas melihat orang-orang disekitarnya lebih tepatnya kepala mereka. Saat ia menyelamatkan anak itu ia bisa melihat bahwa anak itu belum waktunya mati dan tidak pernah berbohong. Makanya ia berlari menyelamatkan anak itu, malahan ia melihat yang sebentar lagi akan mati adalah si supir truck.
"Kemampuan menyebalkan" gumam Jimin memperhatikan mobil-mobil yang berlalu lalang di hadapannya. Ia merogoh saku celananya mengambil ear phone dan memasangkannya di kedua telinganya dengan volume suara yang besar.
11987 (1980-2019)
11899 (1999-2030)
34456 (1978-2018)
56667 (1970-2035)
"Dia sering berbohong tapi hidupnya panjang" ucap Jimin memandangi kepala pria botak tadi yang mulai menjauh. Entah kenapa orang yang paling sering berbohong hidupya lama? Soal kemampuan anehnya ini kalian jangan tanya kenapa Jimin bisa mendapatkannya karena ia sendiri saja bingung. Ibunya mengatakan bahwa ini adalah anugrah Tuhan, sebelum ia tahu bahwa ibunya besok akan mati tepat di hari ulang tahunnya karena menyelamatkan dirinya dari timpahan sebuah tiang listrik.
Ia menghela nafas melihat kehadiran sesosok yang begitu menyebalkan. Ia bangun dari duduknya, berjalan dengan santai bahkan sesekali menyenandungkan lagu yang ia dengar untuk mengalihkan perhatian dari suara si anjing yang bisa ia dengar dan mengerti meskipun itu sebuah gonggongan memekakan telinga.
"Ya! Apa kau benar-benar istri dari gumiho? Tapi kenapa laki-laki?"
Ia masih tetap tidak peduli.
"Ya! Aku tahu kau mendengarku jadi jawab pertanyaanku. Apa benar kau calon istri gumiho? Meskipun hubungan sesama jenis sudah dilegalkan tapi tetap saja kenapa harus laki-laki?"
Ia masih tetap tidak peduli bahkan untuk menoleh ke arah si anjing kumal pun tidak. Anjing itu cukup besar dan sangar bahkan beberapa orang yang berjalan di sampingnya menatap takut ke arah si anjing bahkan menghindari kontak dengannya. Anjing itu menggeram marah, melompat ke hadapan wajah Jimin berniat menerkam wajahnya dengan sebuah suara gonggongan yang menyeramkan.
GUK GUK GUK ("BRENGSEK!)
"KYAA!"
Jimin menghentikan langkahnya. Melangkah mundur sambil menutup mata karena gonggongan anjing ini dan deretan giginya yang begitu tajam benar-benar menakutkan.
"Aku mendengarmu! Ternyata anjing bisa mengumpat!" gumam Jimin masih sedikit ketakutan bahkan matanya masih terpejam. Setelah di rasa si anjing tiba-tiba pergi ia membuka mata, menatap si anjing sekarang terlihat ketakutan. Lalu pergi begitu saja meninggalkan Jimin yang sedikit bingung karena anjing itu.
"Mwoya? Aneh sekali anjing itu" gumam Jimin menghela nafas lalu kembali berjalan tidak peduli pada keadaan sekitar yang menatapnya aneh karena baru kali ini ada orang yang bisa menakut-nakuti anjing nakal dan ganas seperti itu.
…
…
…
Sepulang dari bekerja Yoongi tidak henti-hentinya memikirkan tentang pemuda mungil bermata sipit itu. Kenapa ia bisa tertarik ke jalan padahal jelas-jelas ia sedang berada di dalam mobil miliknya guna mengambil hasil laporan salah satu pasiennya yang tertinggal. Tahu-tahu ia tertarik ke jalanan ramai tempat terjadinya sebuah kecelakaan kecil yang melibatkan pemuda mungil itu.
Ia merasa dejavu mengalami hal yang sama seperti 18 tahun lalu. Ia seperti mengalami kejadian 18 tahun lalu tapi dengan orang yang berbeda namun rasa dan aura yang sama. Yoongi mengambil nafas panjang, bangun dari kursi goyangnya lalu berjalan ke salah satu rak bukanya. Ia mengambil salah satu buku favorite nya yang berisi tulisan tangannya sendiri.
Hari dimana untuk pertama kalinya aku memberikan sesuatu yang berharga bagiku untuk orang lain. Meskipun nilainya setengah aku tetap tidak ingin memberikan pada siapapun jika itu milikku. Tapi malam itu entah darimana dan siapa yang mendorongku berbuat hal seperti itu. aku melakukan hal yang tidak pernah aku sukai dan aku mulai menyukai hal itu.
Apa arti semua ini? apa dia akan datang? Dia adalah sebuah hukuman yang begitu menyakitkan. Namun dibalik hukuman itu ada sebuah anugrah. Anugrah yang membuatkuu bertemu dengan hukumankuu. Anugrah, hukuman dan kutukan yang akan aku pilih sendiri.
Apa aku sudah memulainya?
…
…
…
Ini sudah larut malam. Tapi ia masih tetap berada di sekolah karena jam pelajar tambahan, ketika ia hendak pulang langkahnya terhadang oleh sekolompok genk abal-abal yang selama ini selalu membully nya. Jimin terdiam memperhatikan sekumpulan pemuda cantik dan gadis-gadis centil mengerubunginya.
"Ttarawa."
Jimin hanya diam ketika salah satu gadis dan pemuda cantik menyeret tubuh mungilnya mengikuti mereka ke gudang belakang sekolah. Tubuhnya sedikit gemetar memikirkan bahwa ia akan di kurung di dalam semalam suntuk tapi bukan itu yang mereka lakukan. Dengan kasar Jimin di suruh berlutut di hadapan sepasang sepatu olahraga bermerek. Kepalanya mendongak untuk melihat siapa pemilik sepatu ini.
Jeon Jungkook.
Trouble Maker yang selalu membuat onar, tapi selalu membuat sekolah bangga karena kecerdasaannya. Trouble maker yang diam-diam selalu membantunya kabur dari kejahilan teman-temannya. Trouble maker yang menjadi idola seluruh murid di SMA nya.
"Kenapa kalian membawa cecenguk ini?" tanya Jungkook sambil menunjuk Jimin yang sudah kembali menunduk dalam, takut. Takut jika ia dikerjai dengan melibatkan Jungkook dan hal-hal berbau intim. Namun, semua terjawab saat sebuah lemparan telur dihadiahi di kepalanya. Tubuhnya membeku di tempat merasakan lemparan telur itu semakin menjadi-jadi hingga cangkang telur berserakan di sekitarnya.
"Ini hadiah dari aku, Irene, dan Joy" ucap Jieun penuh semangat dan ceria. Ia begitu bahagia menunjukkan Jimin sebagai hadiah ulang tahun ke sembilan belas tahun untuk Jungkook. Gadis dengan tahi lalat di pipinya itu mengeluarkan tiga kantung besar tepung dan menyerahkannya pada masing-masing tiga pemuda cantik.
"Ini hadiah dari aku, Jinyoung dan Bambam" ucap salah satu pemuda cantik memakai eye liner-Baekhyun. Ketiga pemuda cantik itu kompak menuangkan tiga kantung tepung itu di atas kepala Jimin. Tanpa mereka semua sadari Jimin menangis, ia menangis sedih dan takut. Ia sudah tidak kuat lagi menghadapi semua ini tapi ia harus tetap bertahan di sekolah ini hingga lulus. Ia harus menang dalam pertempuran pembunuhan karakter ini.
Tangannya terkepal begitu sangat erat dibalik tepung-tepung itu yang menutupi tangannya. Air matanya jatuh ke lantai yang sudah berubah warna menjadi putih akibat tepung-tepung itu.
"Ini adalah puncak dari kado terindahmu yang ke sembilan belas"
Satu gallon air dingin di tumpahkan begitu saja di tubuhnya. Mereka semua tertawa tidak terkecuali Jungkook, memang dia tidak tertawa lepas seperti teman-temannya tapi ia tersenyum miring. Dia bahagia melihat Jimin dalam keadaan berantakan dengan seragam yang masih basah dan harus dipakai besok.
"Eottaeyo? Joah?" tanya Jieun setelah puas tertawa dan bertepuk tangan. Jungkook tersenyum kecil pada gadis mungil itu, bertepuk tangan dengan suara kecil lalu mengangguk semangat. Tersenyum begitu lebar pada seluruh teman se genk nya tersebut.
"Aku harap kalian bisa melakukan hal ini lagi ketika aku berusia dua puluh tahun, aku tidak akan melupaka kado seindah ini" ucap Jungkook menatap Jimin sebentar lalu teman-temannya. "Aku akan mentraktir kalian bukan karena ulang tahunku tapi karena kado yang kalian berikan" lanjut Jungkook seraya merangkul Jieun menjauh dari gudang belakang sekolah.
Mereka semua pergi meninggalkan Jimin yang masih terdiam di tempat dengan kondisi mengenaskan dan kedinginan. Sekali lagi pandangannya lurus ke depan, percampuran antara sedih, marah dan tidak terima dengan semua perlakuan ini.
"Aku ingin bertemu dengan orang yang memberikanku takdir sekejam ini. Aku ingin bertemu dengan dia"
…
…
…
…
…
Kali ini ia kembali bangun pagi seperti biasa. Menyiapkan sarapan untuk bibi dan tiga sepupunya yang super pemalas. Ia makan lebih dulu sebelum memanggil mereka karena jika tidak maka ia akan mendapat omelan dan caci maki dari bibinya itu. Meskipun begitu omelan, cibiran dan sindiran itu akan tetap menjadi agenda rutin di pagi harinya yang suram.
"Untung saja semalam kau pulang cukup larut. Apa kau melacur pulang selarut itu?"
Jimin hanya diam saja, telinganya sudah biasa mendapat cibiran pedas dari bibinya. Ia menatapi buku-buku yang akan ia bawa hari ini sudah lengkap atau belum dan terakhir ia tidak lupa membawa earphone nya untuk mencegah dirinya mendengar suara-suara binatang itu bergossip soal dirinya. Setelah memastikan semua siap ia bergegas pergi tapi sebuah jegalan dari bibinya membuat ia terjatuh terjerembab.
"Ass…"
"Jawab pertanyaanku! Kau kemana semalam? Kau sembunyikan dimana asuransi ibumu!"
Jimin menahan ringisan dan tangisnya. Ia bangun dari posisi jatuhnya, menatapi bibinya yang makan dengan tenang bahkan ia masih bisa memakan sup meskipun sedang memarahinya.
"Kenapa menatapku seperti itu? Kau mau aku pukuli"
"Orang yang sering berbohong itu memiliki hidup yang panjang. Mungkin Tuhan memberi kesempatan bagi permbohong untuk bertobat, termasuk Shungmo" ucap Jimin pedas sambil melangkah keluar dari rumah tapi lebih mirip neraka. Matanya memerah ingin menangis tapi sebisa mungkin ia tahan, ia mendengarkan lagu rock dengan volume sebesar mungkin untuk mengalihkan rasa tangisnya.
…
…
…
Ia menangis di atap sekolah. Ia membolos untuk pertama kalinya, hanya demi untuk menangis tanpa suara di atap sekolah. Jimin menekuk kedua kakinya, menyembunyikan wajah berlinang air matanya di balik kedua lutut mungilnya. Kenapa ia harus hidup jika seperti ini terus? Kenapa ia tidak dibiarkan mati saja? Kenapa harus ibunya yang pergi? Kenapa ia harus memiliki kelainan aneh ini? kenapa semua ini harus menimpanya?
Tangisnya semakin deras namun tanpa suara. Apa ia harus mati? Perlahan jari-jarinya terangkat mengusap kasar air matanya yang mengalir deras sejak tadi. Setan mulai menguasai batinnya, pikiran jahat dan irasional mulai berputar-putar di kepala pemuda mungil bersurai hitam itu.
Mati. Itu satu-satunya jalan bagi dirinya terbebas dari semua penyiksaan ini, penyiksaan yang tidak berujung. Penyiksaan yang selalu ia dapatkan di rumah, sekolah dan masyarakat. Ia tidak akan mendapatkan semua itu jika ia mati. Matanya menatap lurus sebuah pecahan kaca di sudut dekat pintu masuk.
Kaki mungilnya bergerak guna menghampiri pecahan kaca itu, menatapnya penuh tekad dan rasa keputusasaan. Jimin mengambil langkah mantap ke pagar pembatas atap sekolahnya. Menatap langit, lapangan sekolahnya, dan terakhir tangan mungilnya.
"Aku tidak perlu bertemu dengan orang yang sudah memberiku kesialan seperti ini. Aku yang akan menemui orang itu"
"Aku akan pergi"
HIK!
Suara cegukan kembali terdengar. tangisnya kembali pecah, tubuhnya merosot ke bawah menyadari satu hal bahwa ia tidak mau mati. Ia masih mau hidup mengejar mimpinya, ia tidak mau kalah dalam pertarungan ini. ia tidak mau menjadi pecundang tapi ia tidak bisa menahan semua ini. ia sudah lelah, frustasi tapi hati kecilnya berkata tidak.
"Hikss… jebalyo… selamatkan aku…"
Tanpa sadar telapak tangannya yang meremas kaca mulai mengalirkan darah segar berwarna merah gelap. Ia terus menangis dengan tangan meremas kaca, perlahan darah itu menetes ke lantai atap yang dingin dan berdebu.
Darah itu terus mengalir dan membasahi sekitarnya tapi ia tetap tidak peduli. Ia terus menangis tanpa menyadari bahwa seseorang melihatnya. Orang itu melangkah mendekati Jimin, berjongkok di samping Jimin matanya melirik ke telapak tangan Jimin yang masih mengalirkan darah segar tanpa henti.
"Uljima"
Jimin menegakkan kepalanya, menoleh ke samping dan betapa terkejutnya ia melihat seorang pria asing dengan mantel cokelat, rambut berwarna hitam, dan memakai kaos turtle neck di dalam mantelnya. Pria itu kira-kira tiga puluh tahun, dan yang terpenting ia tidak mengenal pria asing ini. pria yang dengan berani mendekatinya, menarik telapak tangannya yang berdarah lalu membalutnya dengan sapu tangan berwarna biru.
Yang terpenting dari semua ini adalah pria ini tidak memiliki angka-angka aneh di kepalanya. Pria yang kemungkinan tidak mengenalnya mau mendekati, peduli dan bicara dengannya. Pandangan mereka beradu setelah si pria selesai mengikat lukanya. Netra berwarna cokelat gelap itu menatapnya dengan dalam dan intens.
"Uljimara…" ucap si pria sambil tangannya terangkat mengusap pipi Jimin yang masih mengalirkan air mata deras, meskipun tidak sederas tadi. Jimin terpaku di tempat, matanya tidak pernah lepas dari pandangan dan pergerakan si pria asing ini. pria yang sudah dengan berani menyentuh, menenangkan dirinya dan membuat perasaan aneh dan asing di hatinya.
"Ahjussi…"
Setelah sekian lama akhirnya Jimin bisa mengeluarkan suara merdunya. Si pria tersenyum kecil mempersilahkan Jimin untuk melanjutkan kalimatnya. Tapi bibir mungil itu tidak terbuka lagi, malahan Jimin mengajak si pria saling beradu pandang kembali. Ia tidak mengenal pria ini tapi entah kenapa ia merasa terikat setiap kali ia menjatuhkan pandangannya ke kedua bola mata cokelat gelap itu.
To Be Continue
(Tiger Jk ft Mad Soul Child-Reset, Baekhyun EXO-Beautiful & Crush-Beautiful)
Ryeo note:
Adakah YoonMin shipper mampir ke sini?
Aku harap iya, karena untuk pertama kalinya aku nulis ff dengan cast Yoonmin sebagai sebagai cast utama karena sebelum-sebelumnya ff di folderku itu ff EXO Chankai dan BTS dengan cast JinV. Jadi semoga feel Yoongi ahjussi nya kerasa ya.
Ada yang bisa tebak nggak Jungkook jadi apa di sini? Hayo~~~ nanti yang bisa jawab dapet hadiah piring cantik *digamparreaders* bercanda kok. Ada yang bisa tebak nggak? Terus soal V akan muncul seiring berjalannya ff ini dan aku perkirakan ff ini tamat sekitar enambelas atau dua belas lah. Nggak sampe dua puluh karena nanti akan kebabalasan kayak Cinta Fitri dulu.
So, gimana pendapat kalian? Semoga suka, aku mohon dukungan, bantuan dan bimbingannya.
Ghamsahamnida, chingudeul!
