"Nuna Neomu Yeoppeo"
Eyeshield 21 belong to R. Inagaki and Y. Murata. I just own this story.
Warning
OoC detected
AU
Maybe typo
Failed at genre(s)
And other
Dedicated for Eyeshield 21 Fanfiction Award
Month August-September: Reborn
—iamyunna13
.
"Nuna."
Jung Soojin menoleh ke arah adik laki-lakinya. Panggilan dari adiknya itu tidak membuatnya menghentikan kegiatan menyisir rambut auburn panjang yang dibuat bergelombangnya.
"Hmm?"
"Sampai kapan sih, kita harus berada di Seoul?" Jung Yejun, adik Soojin itu pun bertanya. Ia duduk di ranjang empuk milik kakaknya, ikut melihat setiap gerak-gerik gadis yang lebih tua setahun darinya. "Aku bosan pakai nama Jung Yejun. Namaku Kakei Shun."
Soojin atau Kakei Mamori tertawa kecil sambil menyimpan sisirnya. Kali ini, ia mengambil parfum keluaran Et*de-nya dan menyemprotkan parfum itu ke bajunya. "Jung Yejun itu namamu juga. Jangan bilang kau malas menggunakan nama itu."
"Kalau begitu, aku tidak usah jawab," ujar Yejun atau Shun datar.
"Kalau tidak mau menjawab, ayo kita pergi," balas Mamori sambil meraih tas selempangnya. Shun menghela napas dan mendelikkan matanya.
"Pekerjaanmu benar-benar merepotkan, Nuna~."
"Semua pekerjaan tidak ada yang tidak merepotkan, Jun. Semuanya sama, harus kerja keras," ujar Mamori lembut. Ia memang bukan tipe kakak yang galak, tapi menurut Shun, kakaknya itu bawel minta ampun jika adiknya sedang sakit, meskipun cuma flu.
Shun cuma mengangguk seadanya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke luar kamar Mamori untuk mengambil kunci mobil yang dibelikan kakaknya. Bagaimanapun, ia tetap mengantar kakaknya kemanapun yang ia mau. Bukannya Shun adalah adik yang dimanfaatkan menjadi supir, tapi karena resiko pekerjaan Mamori yang mengharuskannya menemani gadis setahun di atasnya itu.
Sekali lagi, Mamori mengecek dandanan naturalnya. Wajahnya yang cantik alami—ditambah bahwa ia adalah blasteran Amerika-Jepang—yang diberi make-up ringan semakin menyempurnakan rupa seorang Jung Soojin. Setelah yakin, ia mematikan listrik di kamarnya menggunakan sakelar dan mengunci pintu kamarnya.
Langkah dari wedges hitamnya terdengar berbeda begitu bersentuhan dengan tanah. Itu memang sudah hukum alam(?). Mamori pun masuk ke mobil sport hitam yang sudah dipanaskan terlebih dulu oleh Shun.
"Sudah siap, kan, Nuna?" 'sambut' adiknya begitu Mamori masuk.
Ia pun hanya mengangguk.
.
Shun mengaduk cappucino panasnya sambil melihat ke arah luar melalui jendela. Jalanan yang padat, meskipun hujan turun siang ini. Pemandangan kota yang padat sudah biasa dilihatnya karena ia sudah terbiasa tinggal di kota besar.
Ia menghembuskan napasnya. Suhu udara sekarang sedang rendah karena napasnya terlihat mengepul. Embun pun nampak di jendela.
Setelah mengantar kakaknya ke tempat syuting music video terbarunya, Shun pun pamit main keluar. Sebenarnya, ia pun tidak yakin mau main kemana. Pasalnya, ia tidak begitu suka jalan-jalan keluar. Akhirnya, keputusannya adalah di caféini.
Kakei Mamori atau yang lebih dikenal Jung Soojin.
Mamori adalah kakak tiri Shun. Ayahnya Shun dulunya seorang single-parent, karena sang Ibu sudah meninggalkan mereka duluan ke Surga. Lalu, ayahnya memutuskan untuk menikahi ibunya Mamori. Shun yang asalnya tidak punya saudara pun mendapat seorang kakak perempuan, meskipun seorang kakak tiri.
Sebelum ayahnya memutuskan untuk menikah lagi, Shun tidak ingin menerima dua perempuan berdarah seperempat Amerika tersebut. Setiap sang ayah mengajaknya untuk bertemu dengan calon ibunya tiri dan kakak tirinya sendiri, sebenarnya ia selalu ingin menolak. Tapi kemudian, ia hanya bisa menurut kemauan sang ayah.
Sesudah ibu dan Mamori sendiri sudah menjadi keluarga Kakei, Shun masih belum bisa menerima kehadiran mereka. Ia yang dulu memang seseorang yang tertutup dan dingin semakin dingin lagi. Berkali-kali sang ayah menegurnya untuk ramah sedikit, namun ia tidak mengindahkan teguran ayahnya.
Tapi, lama-lama, Shun bisa membuka hati dan dirinya untuk sang kakak, Mamori. Mamori bukan tipe kakak kebanyakan; bawel, galak, dan centil. Mamori di mata Shun adalah sosok kakak yang lembut, baik hati, dewasa, meskipun sensitif layaknya seorang perempuan dan bawel saat ia sakit.
Membuka hati untuk kakaknya, bukan berarti berlaku sama kepada ibunya. Shun masih sangat kaku dengan keluarga barunya. Hingga ia merasa tertekan karena tidak bisa beradaptasi dengan baik. Dengan kakaknya saja ia masih canggung.
Pintu diketuk entah—oleh—siapa, tapi ia terlalu malas untuk membukakan pintu bagi sang pengetuk. Lagipula, mood-nya sedang sangat tidak baik kali ini.
"Shun, aku masuk, ya?"
Pintu pun dibuka dan sosok Mamori pun terlihat. Shun yang sudah tahu itu kakaknya hanya diam di posisinya dan melakukan kegiatan yang sama, memainkan PSP-nya. Meskipun sudah kuliah, apa salahnya bermain barang elektronik itu?
"Kau merasa tertekan, ya?" tanya Mamori to the point, hingga membuat Shun mem-pause game yang sedang dimainkannya, namun masih tidak menatap wajah kakaknya.
"Neechan tau darimana?
"Aku juga merasakannya, kau tahu?" jawab Mamori enteng sambil tersenyum. Ia pun duduk di ujung tempat tidur adiknya. Kali ini, Shun benar-benar mematikan PSP-nya dan menatap Mamori heran.
"Maksudnya?"
"Aku juga sama sepertimu, kan? Ayahku tewas saat sedang menjalankan tugasnya sebagai pilot. Kau tahu kecelakaan pesawat Japan Airlines nomor xyz yang jatuh setengah tahun yang lalu? Itu pesawat yang ayah kendarai," cerita Mamori. "Aku dan ibuku hanya tinggal berdua. Ibuku harus bekerja keras demi kelangsungan hidup kami berdua. Apalagi, aku dulu bersekolah di sekolah seni."
'Bersekolah di sekolah seni tapi gambarannya lebih bagusan anak TK,' batin Shun menyela cerita kakaknya.
Mamori mengambil napas untuk melanjutkan ceritanya. "Singkatnya, ayahmu melamar ibuku. Awalnya, aku tidak setuju Ibu menikah lagi, karena aku tidak mau memiliki ayah dan saudara tiri. Tapi, mau bagaimana lagi, aku sudah menjadi bagian dari keluargamu, kan?"
Shun hanya mengangguk seadanya.
"Sampai sekarang, jujur, aku masih tidak bisa beradaptasi. Aku merasa sangat tertekan sehingga menjadi stress sendiri. Apa kau begitu juga?" tanya Mamori sambil mendekatkan dirinya ke tempat adiknya duduk.
"Tapi, Neechan tidak terlihat tertekan. Neechan malah seperti terlihat bahagia dengan keadaan ini," ujar Shun sejujurnya. Ia memang heran dengan sikap kakaknya yang terlihat menerima.
Mamori menjentikkan jari lentiknya. "Itulah gunanya sekolah seni. Kau mempelajari akting, dan kau bisa menipu orang-orang di sekitarmu."
"Itu namanya licik," cibir Shun.
"Kalau ini? Kausebut ini licik?"
"Tidak. Neechan sudah berhasil membuatku stress tahu. Kupikir, aku saja yang belum bisa beradaptasi."
"Kupikir, kita tidak akan bisa beradaptasi dengan baik, Shun," celetuk Mamori sehingga membuat Shun terperangah. "Kita tidak akan bisa kalau seperti ini."
"'Seperti ini'? Maksudnya apa?"
Mamori menghela napas. "Aku tidak bisa beradaptasi dengan ayah baru, kau pun tidak bisa beradaptasi dengan ibu baru. Tapi, dengan saudara, kita sudah bisa beradaptasi."
"Lalu?"
"Kita akan terpecah lagi dengan sendirinya."
"Tunggu, maksudmu, jika kita masih tidak bisa menerima orangtua baru kita, akan timbul pemikiran kalau kita membenci orangtua baru masing-masing? Contohnya, Neechan tidak menerima Ayah, dan aku tahu itu. Aku akan berpikir kalau Neechan membenci Ayah, sehingga aku akan memusuhi Neechan, begitu?" tanya Shun tentang 'penjabaran' maksud kalimat Mamori. Mamori mengangguk.
"Otakmu itu encer benar, ya."
"Terima kasih?"
"Sama-sama, Adik Kecil."
"Hey, aku sudah kuliah!"
"Tapi, aku lebih tua setahun darimu!"
"Ah lupakan." Shun yang asalnya meluruskan kakinya, sekarang duduk bersila dengan 'manis'. "Kalau begitu, bagaimana caranya agar kita tidak terpecah lagi? Jujur, aku sudah lelah kalau ada perpecahan lagi."
"Aku sudah memikirkannya sejak dulu," jawab Mamori langsung. "Keluar dari rumah."
Shun menatap kakaknya tidak percaya. Ucapan kakaknya yang tidak terkesan main-main membuatnya kaget. "Harus?"
"Dengan begitu, kita bisa menata hati kita dan perpecahan bisa dihindari," jawab Mamori sambil merebahkan diri di kasur. "Itu menurutku."
"Hmm …." Shun pun mengambil bantal dan menyandarkan diri pada benda empuk itu. "Usulmu boleh juga, Neechan."
"Kita pindah ke Korea. Ke Seoul," ujar Mamori. "Mendiang ayahku yang dulu lahir di Korea, dan aku pun punya nama Korea."
"Nenek dari mendiang ibuku orang Korea juga," timpal Shun, sehingga Mamori tiba-tiba bertepuk tangan satu kali. "Kenapa?"
"Kita sudah sehati." Mamori mengubah posisi yang asalnya tiduran menjadi tengkurap. "Kau punya nama Korea?"
"Punya."
"Jung Soojin iyeyo*."
"Jung Yejun iyeyo**."
Shun menghabiskan cappucino-nya yang mulai mendingin. Ia melamun tentang asal-mula bagaimana ia menghabiskan waktunya di Seoul sekarang. Kakaknyalah yang mengajaknya ke Seoul untuk menata hati agar bisa menerima kehidupan keluarga mereka yang baru.
Setelah mendapat izin dari kedua orangtuanya—dengan alasan melanjutkan kuliah, mereka berdua pun terbang ke Seoul dan memulai hidup baru di Negeri Ginseng ini. Hidup baru, nama baru, lingkungan baru, rumah baru, dan kampus baru.
Hingga akhirnya Shun tahu kenapa Mamori memilih untuk tinggal di Seoul ketimbang di kota dan negara lain. Selain dekat dari Jepang dan kota kelahiran mendiang ayahnya, ternyata impian kakaknya digantung di kota ini sejak lama. Sejak SMA, kakaknya menggantung harapan untuk menjadi seorang penyanyi. Dan impiannya terkabul.
Pindah ke Seoul menumbuhkan perasaan baru kepada Shun. Ia merasakan perasaan yang lain kepada Mamori. Awalnya, ia hanya beranggapan kalau perasaannya hanya sebatas sayang seorang adik kepada kakaknya. Dongsaeng kepada Nuna-nya.
Shun menghela napas, berusaha meringankan perasaannya. Ia bangkit dari duduknya, sudah selesai bersantai di hari hujan sambil minum segelas kopi hangat. Tidak dipedulikannya sekumpulan gadis di caféitu yang memekik girang begitu ia melewati mereka. Ia sudah terbiasa dengan fangirl-fangirl tersebut. Shun sering disebut-sebut sebagai ulzzang***—bahkan oleh kakaknya sendiri, tapi ia sendiri menolak karena kenyataannya, ia memang bukan ulzzang.
Tadi, ia mendapat SMS dari Mamori, bahwa syutingnya sudah selesai dan minta dijemput. Sekarang, ia akan menjemput kembali kakaknya. Setelah masuk ke mobil dengan hujan-hujanan, menyalakan mesin, dan mobil sport hitamnya pun melaju, bergabung dengan mobil-mobil di Seoul yang lainnya.
to be continued.
*Jung Soojin iyeyo: Aku Jung Soojin(informal)
**Jung Yejun iyeyo: Aku Jung Yejun(informal)
***ulzzang: best face. Jadi, di Korea itu, ada kontes untuk jadi ulzzang(semacam kontes kecantikan/kegantengan(?)). Seorang ulzzang bukan berarti seorang artis. Mereka orang biasa, tapi jadi beken karena dandanan mereka yang oke. (kalau di Indonesia semacam model nggak resmi)
a/n
hai semua :")
akhirnya, aku kembali :") setelah sebelumnya meninggalkan FESI untuk setengah tahun, akhirnya balik juga :")
apa tema reborn-nya terasa? :") kurasa tidak :") /shower mana shower/
ini keseluruhan ceritanya tentang Shun-Mamori yang kabur dari rumah supaya bisa adaptasi sama ortu baru masing-masing :") aneh memang, tapi ya sudahlah X"D dan lagi, judulnya sangat-sangat tidak nyambung dengan fanfic. Abaikan saja :"| Itu diambil dari lagu(debut) SHINee. :'3 ada yang tau? Replay replay~
kalau ada kosakata yang tidak dimengerti, tanyakan saja di kolom review :") akan aku jawab dengan senang hati :")
salam author galau,
bandung: 8-24-2012 / 7.00 p.m.
