Sebuah ficlet, Carnival Phantasm/Hollow ataraxia-style tentang reaksi Nasuverse saat bermain FGO. Slight romance, full humor (semoga). Beberapa dari pengalaman pribadi.

Disclaimer: EMIYA – UBW 2015 ver. © Fukasawa Hideyuki


Nasuverse Play FGO

Nasuverse © Nasu Kinoko & TYPE-MOON

Fate/Grand Order © TYPE-MOON and DelightWorks


1. Distraction

"Ramen, kah? Tampaknya lezat," komentar Shirou begitu Ayako Mitsuzuri meletakkan pesanannya di atas meja. Mantan kapten klub kyudo itu menaikkan sebelah alis, tidak biasanya Shirou membahas menu makan siang mereka. "Tapi, hmmm, apa menu seperti itu cocok untuk makan malam?"

"Memikirkan menu makan malam?" tanya Ayako.

"Benar," Shirou mengelus dagunya. "Sebentar lagi musim panas, dan nafsu makan semua orang sedang hebat-hebatnya. Apa ramen cukup buat mereka..."

Menyadari siapa yang dimaksud Shirou dengan 'mereka', Ayako memandang Shirou dengan iba.

"Um... Emiya, aku sudah lama kepikiran ini... kamu sepertinya benar-benar jadi koki pribadi untuk Saber-san dan Fujimura-sensei, ya?"

Pernyataan itu menghentikan Shirou yang hendak mengucapkan 'selamat makan'. Bahkan, sepertinya waktu juga berhenti sejenak. Ayako berkedip sekali-dua kali. Apa ia salah bicara?

Suasana canggung pecah oleh bunyi kepala Shirou yang menghantam meja kantin, membuat beberapa pasang mata menolehinya.

"K-kau benar, Mitsuzuri," gumam si rambut merah. "Akhir-akhir ini, bukannya karirku atau pendidikanku selanjutnya, aku malah memikirkan malah menu masakan! Pagi aku memikirkan menu makan siang, siang aku memikirkan menu makan malam, dan malamnya aku memikirkan menu sarapan! Apa yang salah dengan diriku?!"

"Meskipun kamu bilang begitu..." Ayako menyandarkan diri di kursi, dan membuka sumpit sekali pakainya. "Salahnya dengan dirimu, kenapa kamu begitu niat masak padahal lawannya dua orang berperut lubang hitam itu..."

"Apa yang harus kulakukan? Kalau begini terus, aku... aku..." Shirou mengangkat wajahnya, yang kini berkeringat dingin. "Aku akan menjadi koki pribadi mereka selamanya! Bahkan mungkin sampai akhirat pun aku harus mengontrak dewa makanan untuk menjadi Counter Guardian Makanan!"

Ini membuat sang mantan kapten klub kyudo tertegun. Jarang sekali Shirou minta bantuan kepada orang lain, apalagi kepadanya, sampai meracau tidak jelas lagi! Sebagai (salah satu dari sekian banyak) anak yg menyukai keberadaan sang Brownie Homurahara itu, Ayako merasa perlu memberinya solusi.

"Alihkan saja perhatian mereka dari makanan."

Ekspresi Shirou saat itu seolah mengatakan bahwa, 'percuma menghitung pasir di pantai'. Alias mustahil dan sia-sia. Ayako merasa (sedikit) tersinggung.

"M-maksudku... beri mereka kesibukan atau apa, sehingga tidak terlalu membuatmu bingung memasak yang berlebihan! Contohnya Taiga-maksudku, Fujimura-sensei. Karena beliau guru, jadi aku yakin saat minggu ujian tidak merepotkanmu. Benar?"

Shirou mengangguk sekali.

"Mengerti? Bahkan Fujimura-sensei masih mementingkan pekerjaannya dibanding makan. Begini-begini beliau itu guru profesional. Tapi si pirang dari Inggris itu, Saber-san... memangnya dia ada kegiatan apa di rumahmu selain menumpang dan makan?"

Shirou berpikir sejenak... dua jenak... cukup lama, sampai akhirnya dia menjawab lemah, "Umm, dia melatihku kendo?"

"Selain itu? Saat kamu sekolah? Dia bahkan jarang keluar rumah, kan? Apa dia itu NEET?"

Buh!

Shirou menyemprotkan air yang diminumnya, lalu tertawa terbahak-bahak. Bahkan air mata sampai melelehi pipinya. Oke, ini mulai membuat Ayako risih. Shirou Emiya yang itu, yang pelit senyum apalagi tertawa, bisa seperti itu dengan sedikit perkataan sarkas?

Mungkin benar, otaknya sudah rusak gara-gara terlalu banyak memikirkan menu makanan.

"Saber, NEET? Mu-mungkin kau benar, Mitsuzuri! Si Raja Orang Lapar itu, hanya bersemangat saat menghajarku dengan shinai atau saat makan! Selain itu, dia menganggur! Bahkan si brengsek Archer saja punya kerjaan di bengkel motor!"

"O-ooh," Ayako mengangguk-angguk khidmat. "Jadi, solusinya mudah. Berikan Saber-san itu kesibukan, supaya tidak memikirkan makan saja."

"Tapi, apa? Kesibukan yang bisa membuat seseorang sampai lupa makan...?"

"Game."

Tiba-tiba Minoru Mitsuzuri, adik Ayako, muncul di samping meja mereka. Wajahnya malas seperti biasa, dan sepertinya bertambah masam saat Shirou menatapnya.

"Minoru? Ada apa?" tanya sang kakak.

"Ada urusan yang berhubungan dengan klub, aneki. Matou-senpai... sedang sibuk," kata Minoru. Lalu dia menolehi kembali kepada Shirou, "Kuulangi, senpai. Kesibukan yang bahkan bisa membuatmu lupa makan... video game."

"H-hoo, benar juga. Kudengar para pemain hardcore bisa tahan belasan jam hanya dengan sekaleng minuman energi," Shirou mengangguk. Meskipun dia tidak tertarik dengan dunia virtual itu, tapi sahabatnya, Shinji terus mengajaknya main sehingga dia cukup tahu. "Tapi, kalau harus membiayai Saber main game online berbayar, aku sedikit keberatan..."

"Kalau begitu, game untuk smartphone saja. Sekarang kan sedang eranya," Minoru merogoh sakunya, dan mengeluarkan sebuah ponsel tipis dari dalamnya. "Kebanyakan game-nya juga gratis untuk dimainkan... yah, kadang kau butuh uang sungguhan untuk beberapa keuntungan, sih."

"Smartphone, kah?" Shirou melirik sakunya. Dia memang punya sebuah yang cukup canggih (walopun tidak terlalu perlu), hadiah dari Illya beberapa minggu lalu, agar mereka bisa berkomunikasi dengan WhatsApp dan video call. Saber juga dapat, karena Illya memang suka mengobrol dengan Servant-nya itu. "Boleh juga itu."

"Ide yang bagus sekali, Minoru! Tumben adikku pintar!" sembari mengatakan itu, Ayako bangkit dari mejanya untuk merangkul dan mengacak-acak rambut adiknya.

"G-gah, lepaskan, aneki! Ini bukan di rumah, jangan perlakukan aku seperti sandbag!" kata Minoru. Sang kakak melepaskannya, dan dia mulai mengutak-atik smartphone-nya, "Hmm, kapan hari ada game akan rilis yang sepertinya super menarik... website-nya kalau tidak salah..."

Tak lama, Minoru menunjukkan layar teleponnya ke Shirou.

"Ini yang kumaksud! Angka pre-register-nya saja sudah menembus 300 ribu! Itu hanya user Jepang, belum termasuk luar negeri!"

Itu jelas akan menarik, pikir Shirou. Diapun memicingkan matanya untuk membaca banner website yang penuh warna itu, dan...

"Fate/Grand Order. 'Panggillah pahlawan dari berbagai zaman untuk bertarung bersamamu sebagai Servant, dan berusaha mengubah masa depan dalam 7 Perang Cawan Suci!' Hmm... eeeh-?!" Shirou terperanjat. "'Servant', 'Perang Cawan Suci'... itu kan-!"

"Benar, dari franchise super terkenal dan super diperah, Fate! Akhirnya TYPE-MOON merambah smartphone, mengabaikan proyek-proyek mereka yang mangkrak!" Minoru menarik kembali telponnya, dia tampak bangga. "Semua gara-gara tuan jamur terjebak lingkaran setan."

"Hoo, sepertinya menarik. Aku juga mau main kalau begitu," kata Ayako.

Sementara kedua kakak-adik membicarakan game yang belum rilis itu, Shirou... mulai panik. Jelas saja, ada video game mengenai Perang Cawan Suci?! Apa-apaan ini?

...

"Itu benar," Rin menjawab dengan santainya, sedotan susu menancap di bibir merah alaminya. Setelah makan siang, Shirou langsung ngacir ke kelas 3B, ruang kelasnya dan Rin. Pembicaraan mereka yang menyinggung dunia sihir, terbenam oleh keramaian anak-anak kelas 3 yang berlaku seenaknya.

"Haaah?" Shirou hanya bisa melongo. "Kenapa reaksimu hanya begitu?"

"Karena aku sudah dengar itu," Rin meletakkan kotak susunya, "Video game yang terinspirasi Perang Cawan Suci kan? Katanya, developer game itu adalah orang-orang dalam Asosiasi Penyihir. Karena aku tidak tertarik, aku tidak mau tahu lebih banyak, sih."

"O-orang dalam asosiasi... tunggu dulu! Kalau benar begitu, kenapa mereka mengambil resiko membocorkan sihir kepada masyarakat awam dengan game seperti itu?!"

"Hmph, orang awam takkan menyadari apapun," terdengar suara Archer, menyeberangi ruang dan waktu dalam wujud rohnya. "Banyak 'kan game seperti itu, ber-genre fantasi dan sihir."

"Hee? Sepertinya kamu tahu banyak soal ini, Archer," komentar Rin.

"Yah, Gilgamesh kapan hari berkoar padaku, aku pun terpaksa tahu," kedua orang itu bisa merasakan si Servant Pemanah mengangkat bahunya. "Shirou Emiya, soal ini sebaiknya kau tanyakan ke Gilgamesh saja, karena dia yang paling update. Percuma tanya Rin yang tidak tahu apa-apa."

Grekk.

Rin meremas kotak susu di tangannya. "Apa maksudmu, Archer?"

"Maksudku sesuai yang kau pikirkan, dan akan membuatmu marah, Master."

Dan dengan itu, keberadaan Archer menghilang, sepertinya kabur sebelum Rin meledak. Benar saja, tak sampai 10 detik Rin sudah bangkit dengan kesal.

"Gaaaah! Si kulit coklat itu! Tiap hari semakin tajam saja omongannya!"

"U-um, Tohsaka-san...?"

"Aku marah! Baiklah, Shirou! Aku juga akan main game ini untuk membalas Archer!"

Dengan kata lain, Shirou terpaksa menemani Rin membeli smartphone, juga mengajarinya menggunakan alat itu. Dia baru bisa pulang ke rumah pukul 10 malam... menghadapi Saber dan Taiga yang kelaparan.

...

"Video game? Shirou, maksudmu, permainan virtual yang dimainkan dengan alat elektronik, yang memberikan kepuasan, juga rasa pencapaian kepada penggunanya?"

"Kamu nggak usah menjelaskannya secara teknikal begitu, tapi yah... benar," Shirou, dengan wajah bengkak dan membiru, menjawab. Saber melampiaskan rasa laparnya setelah ditinggal tanpa makanan saat latihan kendo barusan. "Kupikir, kamu pasti bosan di rumah, Saber. Apalagi siang hari saat aku keluar dan Fuji-nee mengajar."

"Kuhargai ide itu, tapi aku tidak tertarik. Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan bermeditasi, Shirou."

"Dengan kata lain, nggak melakukan apa-apa," pikir Shirou. "T-tapi, Saber. Smartphone yang diberikan Illya itu sangat mahal, akan sia-sia rasanya kalau hanya digunakan untuk berbalas pesan. Mengisinya dengan game, bisa dibilang 'memanfaatkan sebuah alat sampai batas kemampuannya', bukan?"

"Hm, kamu benar. Tapi, aku tetap-" perkataan Saber terhenti saat melihat Shirou menyodorkan smartphone miliknya ke depan wajah. Tampaklah banner website Fate/Grand Order, lengkap dengan ketiga Servant utamanya.

Arturia Pendragon, Saber. Raja Para Ksatria, Raja Saat Ini dan Selamanya.

Jeanne d'Arc, Ruler. Santa dari Orleans. Sang penyelamat Perancis.

Shielder. Semuanya adalah misteri.

"Haaah? I-itu kan... aku?! Dan ada aku satu lagi (Jeanne)!" komentar Saber. "Fate/Grand Order... Perang Cawan Suci... Servant... Shirou! Apa maksudnya ini?!"

"Kena."

...

"Aku siap, Shirou," kata Saber. Ia duduk bersimpuh, smartphone miliknya dengan gantungan Excalibur kecil (hasil trace Shirou) terletak manis di atas meja, ditemani secangkir teh juga beberapa bungkus snack.

"Hahaha, santai saja, Saber," kata Shirou dari dapur. Dia tengah mencuci piring bekas makan malam, smartphone miliknya dalam keadaan standby karena dia berjanji akan menemani Saber bermain. "Server-nya baru akan online jam 9 malam nanti, belum proses download-nya."

"Aku mengerti, tapi dalam medan perang, siapa yang siap lebih dulu akan diuntungkan!"

"Bagimu, bahkan video game itu sama seriusnya dengan Perang Cawan Suci yah," Shirou terkekeh.

...

"Jadi, Archer..."

"Rin, sudah kukatakan kalau aku tidak mau main game ini."

"Aku belum selesai bicara! Mou..." Rin menggembungkan pipinya. "O-okelah kalau kamu tidak mau main, tapi paling tidak bantulah aku! Aku masih belum familiar dengan alat ini (smartphone)!"

"Oke-oke," Archer menghela napas panjang. Master-nya ini memang sangat gaptek. Dalam benaknya sudah tersusun berbagai rencana untuk mengerjainya karena itu...

...

"Persiapannya oke?" seorang berambut panjang memasuki ruangan gelap itu, hanya terlihat nyala rokok yang terselip di bibirnya.

"Tidak pernah sesiap ini, prof!" jawaban seorang pemuda yang sepertinya terlalu antusias.

"Jangan sombong. Ingat, kelengahan sedikitpun akan menghancurkanmu di medan perang."

"Profesor, bagimu ini sama seriusnya dengan Perang Cawan Suci?"

"Ini lebih serius dari itu," seorang gadis pirang, dengan cangkir di jari-jarinya yang lentik, menyeringai dingin. "Karena kita akan menjadi penguasa dunia virtual dengan ini! Bukan begitu, direktur utama?"

"Aku tidak sabar menantikan keputusasaan yang muncul dari game ini, khu khu khu," komentar seorang pria lain dari dalam kegelapan. Beratnya suara itu meyakinkan bahwa pemiliknya bukanlah orang baik-baik.

"Ayah, aura jahatmu keluar jelas."


2. Protagonis

"U-uu... entah bagaimana, aku berhasil menyelesaikan tutorial-nya..." Rin menyeka keringat dingin yang membasahi dahinya.

Archer terkekeh, "Heh, Rin. Kalau baru tutorial saja kamu sudah gugup seperti ini, aku tidak bisa membayangkan karir permainanmu ke depannya..."

"Diam, Archer!" teriak Rin dengan gigi tajam. Ia lalu kembali ke layar smartphone-nya. "Sekarang apa...? Oh, memilih karakter? Jadi dia ini yang akan jadi perwujudanku di dunia game? Mari lihat."

Tampaklah 2 orang berkostum hitam-putih organisasi Chaldea yang terpampang di layar; yang seorang cowok berambut hitam acak-acakan dan bermata biru, satunya cewek berambut oranye dan mata coklat. Keduanya terlihat muda, penuh keyakinan menatap karir mereka di Chaldea.

"... mereka mirip denganmu dan Shirou Emiya," tiba-tiba Archer, yang mengintip dari balik pundak Rin, berkomentar.

"Hmm? Apa maksudmu?"

"Lihat yang cowok. Rambut hitam dan mata biru seperti bangsawan. Dan yang cewek... uh ya, itu Shirou Emiya versi cewek. Senyumnya saja sama. Melihat miripnya mereka... bisa jadi mereka adalah penampilan anak kalian di masa depan."

Waktu seolah-olah berhenti. Bahkan warna di dunia ini seolah luntur. Memang begitu dahsyatnya efek dari komentar Archer itu.

"A-ANAK?!" teriak Rin. Suaranya melengking amat tinggi, sepertinya pita suara gadis itu terbakar tersulut wajahnya yang merah padam.


3. Gacha

Dalam Grand Order, cara untuk memiliki Servant adalah dengan memanggil, summon. Ada dua macam summon: dengan Friendship Points, atau Saint Quartz. Untuk yang pertama, maksimal kau akan bisa mendapat Servant Rare atau *3. Sedangkan dengan Quartz kau bisa mendapatkan Servant paling langka dan kuat (*4-*5). Karena semua orang ingin Servant langka dan kuat, tentu mereka akan menggunakan summon dengan Quartz.

Masalahnya...

"ARGH! Gagal lagi! Black Keys sialan!"

Teriakan merana seorang Shirou Emiya menggema di ruang makan kediaman Emiya malam itu. Dia memegang kepalanya dengan kedua tangan, kesal dan frustasi berat.

"Umm, Shirou?" Saber, di seberangnya, meletakkan smartphone miliknya dengan wajah khawatir.

"Dan tadi 40 Quartz terakhirku!" Shirou mengomel, mengabaikan Servant-nya. "Tahu begini aku summon per 4 Quartz saja!"

Summon dengan Quartz juga ada 2 macam: summon 1 dengan 4 Quartz atau langsung summon 10 dengan 40 Quartz. Mau mencoba peruntungan sedikit demi sedikit atau nekat mempertaruhkan segalanya... pilihan ada di tangan pemain.

Bagi Shirou Emiya yang selalu mencoba yang terbaik, tentu dia mempertaruhkan semua Quartz-nya untuk summon 10. Hasilnya?

"Black Keys merah, Black Keys hijau, Black Keys biru, pisau Azoth..." Shirou meracau. "Bahkan ada Kotomine yang berlagak gagah! AAARGHHH!"

Ya... masalahnya, tentu saja, kemungkinan mendapatkan Servant langka itu cukup kecil. Selain Servant kau bisa menarik Craft Essence, atau CE alias kartu bergambar yang digunakan untuk equip para Servant. Peliknya, kemungkinan mendapat CE, terutama Black Keys (alias senjata favorit Kirei Kotomine) itu entah kenapa sangat tinggi...

"Shirou?" Saber mengintip dari sisi Shirou, dan sukses menarik perhatiannya. "Mungkin, sebaiknya serahkan padaku untuk gacha..."

Shirou menggeram. Saber memang sangat beruntung jika dibandingkan dirinya. Dia sudah mendapat Servant super langka Jeanne d'Arc (*5 Ruler), dan CE yang sangat berguna...

Memang, semua ini tergantung keberuntungan. Saber dengan Luck B jelas akan jauh lebih beruntung daripada Shirou dengan Luck E (sama seperti Archer, dirinya di masa depan)!

Tapi, Shirou tak mau bergantung pada org lain, apalagi hanya untuk game seperti ini.

"Ah, tidak usah, Saber. Aku akan mengandalkan Mashu (*3 Shielder) dan Cu Chulainn (*3 Caster) saja..." kata Shirou, pasrah. Kedua Servant itu adalah Servant "gratisan", dan tentu saja kurang bagus untuk perjalanan panjang. Untungnya, "Jika aku kesusahan, aku akan meminjam Jeanne darimu."

Dengan sistem Friend List, para pemain bisa "meminjam" Servant andalan pemain lainnya. Ini untuk mempermudah permainan, terutama untuk orang-orang apes seperti Shirou.

"O-ow, tentu saja, Shirou."

"Sembari itu, aku akan menjalani Quest dengan hadiah Quartz lagi... siapa tahu di summon kemudian hari aku akan lebih beruntung..."

Sebenarnya Shirou tak punya Servant target yang ingin dia summon. Apapun boleh asal *4. Ini adalah ekspektasi orang yang sudah menyerah.

Quartz bisa didapatkan gratis dengan menyelesaikan Quest, atau membeli dengan uang sungguhan. Karena Shirou sedang krisis moneter gara-gara memberi makan Saber, dia bertekad takkan mengeluarkan uang 1 yen pun untuk game ini. Jadilah dia hanya bisa mengandalkan Quest untuk mengumpulkan Quartz...

Tak lama, 4 Quartz sudah terkumpul. Quest di awal permainan memang mudah, dan masing-masing berhadiah 1 Quartz.

"Hmm..."

"Ada apa, Shirou?"

"Persetan semuanya! Aku akan nekat summon dengan 4 Quartz ini! Toh keberuntunganku sudah jelek, apapun yang terjadi aku nggak akan menyesal!" Shirou menekan tombol summon kuat-kuat, dan...

Criiiinggg!

Lingkaran cahaya keemasan muncul. Ini adalah pertanda Shirou berhasil men-summon Servant langka!

"U-uwooooh?!"

"Bagus sekali, Shirou, akhirnya kamu berhasil!" Saber yang mengintip, ikut merasa bersemangat.

Criiing!
Kartu bergambar kelas Archer muncul, dan begitu dibalik...

Archer – EMIYA muncul. Alias Archer-nya Rin. Alias Shirou dari masa depan.

Musik 'EMIYA-extended 2015' seolah berputar di latar belakang. Shirou merasa dunianya menjadi bukit gersang dengan asap dan debu.

"... ini pasti takdir," pikir Saber.

...

"Lihat ini, Archer! Akan kupertaruhkan semuanya, 40 Quartz!"

"Hm. Iya, iya... silakan," Archer membalik-balik koran hari ini dengan santai.

"Pasti dapat! Aku sudah melakukan semua ritual sihir untuk meningkatkan keberuntunganku!"

"Hm. Kalau begitu kemungkinannya besar, Rin."

"Akan kulakukan, sungguhan ini!"

"Aku tidak sabar lagi."

"Kenapa kamu dingin sekali, Archer?! Ini menyangkut karirku, tahu! Harusnya kamu lebih semangat!"

Archer meletakkan korannya. "... Rin, perlu berapa kali kuingatkan kalau ini hanyalah game?"

"A-aku tahu, mou..." gerutu Rin. Wajahnya memerah, malu. "N-ne, ngomong-ngomong, Archer. Apa... kamu bisa trace Quartz?"

Archer menepuk dahinya.

"Itu mustahil."

"Uuuh! Kau nggak berguna!" teriak Rin. Iapun pasrah, dan menekan tombol summon dengan 40 Quartz. Targetnya hanya ada satu...

Criiing!

Lingkaran cahaya keemasan muncul. Kartu bergambar kelas Saber muncul, dan begitu dibalik...

"Aku bertanya, apakah kamu adalah Master-ku?"

Saber – Arturia Pendragon muncul. Alias Saber-nya Shirou.

"YOOOOSHHHAAAA!"

Archer terjungkal dari kursinya, kaget dalam berbagai artian.

"Y-yang benar?" dia bertanya. Dan yang menjadi jawabannya adalah layar smartphone dengan kartu Saber yang menatapnya tajam.

"Lihat ini, Archer! Servant impianku! Aku berhasil, berhasil!"

"Oh, wow. Selamat, Master," kata Archer, sarkas.

...

"Anjing kampung! Siapa yang menciptakan game cacat ini?! Bahkan dengan Luck rank EX milikku, aku masih gagal?!" teriakan dan umpatan sang Raja Para Pahlawan menggema di ruang tamu kapel Fuyuki.

Di layar smartphone (emas) miliknya, tampaklah layar hasil summon 40 Quartz, dengan 2 Servant *4, juga beberapa CE langka. Bagi pemain umumnya, ini hasil yang luar biasa, tapi tidak bagi Gilgamesh.

"Hasil seperti itu dibilang gagal... kau benar-benar membuatku iri, oi," teman mainnya, Lancer, berkomentar sinis. Dia bangkit dari sofanya.

"Diam kau Anjing Culann! Ketidakberuntungan orang Irlandia-mu menular padaku, tahu!"

Walaupun lawannya sang Raja Para Pahlawan yang itu, Lancer merasa guratan otot menyembul di dahinya. "Dasar rasis brengsek. Ketidakberuntungan apanya? Aku sudah mendapat Servant *4, tahu! Kupikir aku cukup beruntung," katanya, sambil menunjukkan Berserker Heracles miliknya.

"Hmph. Itu karena ada aku di sini. Keberuntunganku menular, kalau begitu," komentar Gilgamesh.

"Brengsek..." Lancer menggerutu. Tapi dia tetap menghampiri kawan senasibnya itu, "Memangnya kau butuh Servant siapa lagi, Kinpika?"

Lancer melirik layar smartphone Gilgamesh, yang sedang ada di jendela pengaturan tim itu. Tampaklah tim utama Gilgamesh: Jeanne d'Arc (*5), Arturia Pendragon (*5), Saber Alter (*4 Saber), Saber Lily (*4 Saber), dan Chevalier d'Eon (*4 Saber). Sungguh tim yang luar biasa, sampai-sampai tidak semuanya bisa diikutkan dalam pertarungan karena melebihi unit cost. Belum lagi kalau bertemu musuh Archer...

Tapi bukannya iri lagi yang dipikirkan Lancer saat itu, melainkan...

"... dasar maniak Saber."

"Aku terpaksa membeli 140 Quartz lagi, sialan!" gerutu Gilgamesh.

"Hmm, coba kutebak. Kau ingin men-summon dirimu sendiri?" tanya Lancer kemudian.

"Heh! Anjing kampung! Kau tidak tahu apa-apa. Diriku yang hebat ini, sayangnya, belum diimplementasikan ke dalam game! Aku mengetahuinya langsung dari website," jawab Gilgamesh. "Jadi aku harus bersabar. Tapi, bukan itu targetku!"

"Lalu, siapa?"

"Dia!" Gilgamesh menunjuk album koleksi Servant miliknya, menuju arah... Nero Claudius Augustus Caesar Germanicus (*4 Saber). "Tinggal dia, dan tim harem impianku akan komplit!"

"Uwah..." Lancer menahan rasa mualnya. "Tunggu, Nero?"

Dia membuka browser, menuju forum diskusi FGO, dan mencari kata kunci 'Nero'. Tak lama, dia mendapat jawabannya.

"Ah, lihat ini," Lancer menunjukkan hasil investigasinya ke Gilgamesh. "Untuk bisa men-summon Nero, kau harus menamatkan Rome dulu."

"Begitukah...?"

Sejam kemudian...

"Umu. Bolehkah kamu kupanggil Praetor?"

Servant Nero (*4 Saber) muncul. Pada percobaan summon pertama Gilgamesh setelah dia menyelesaikan chapter Rome.

"Ah, akhirnya dapat," komentar si emas, dingin.

"Brengsek," jawab Lancer.


Next chapter

"Perbedaanmu dan Jeanne ada di sex appeal."

"As I pray... Unlimited Maintenance Works!"

"... demi jenggot Merlin, APA ITU?!"