Our Destiny
(Am I Wrong to Love You? - Sekuel)
Part 1
By:: Anita Lee Del Vongola
Rate:: T
Genre:: Romance, Hurt/Comfort
Warning:: Shounen-ai (Boys Love), AU, OOC, Typo(s), previously Incest.
Cast:: EXO members
Pairing:: ChenMin (Kim Jongdae/Xiu Min) slight EXO Couple(s)
Disclaimer:: They belong to God, their parent, and themselves.
"Am I Wrong to Love You?" Chap 2 Reply:
Akita Fisayu-ssi: Gomawo udah di-like~ X3 Sequel is coming~ XD
Honey-Chan: Haduuh.. Bingung mau jawab gimana.. ^^a Oke~
1. Err.. Kenapa ya? Saya sendiri juga nggak tahu.. ^^a *plak!* Ne, saya pikir juga begitu :)
2. Waah~ Gomawo udah jadiin AIWtLY FF favorit~ TwT *terharu* Saya mau publish FF itu pun sebenarnya karena dorongan temen.. ^^
3. Feeling-nya terasa? O.O Jadi malu.. #blushing *sembunyi di balik pintu* Siip~ tunggu saja, pasti saya publish FF EXO yang lain~
4. Kamsahamnida~ Xie xie~ ^v^
Daevict024: Sekuel sudah update~ Happy reading~ ^w^
ajib4ff: Gomawo~ 3 Ini sudah update~ XD
Rin Rin Kim ChenMin EXOtic: Mian kalo di FF sebelumnya saya bikin MinMin bernasib mengenaskan.. #ojigi *plak!* Tapi sekuelnya nggak kok~ Suer.. O_OV Gomawo review-nya~ XD
"I Said, I'm Here" Reply:
chochoberry: Aww~ Jadi blushing nih saya.. ^^a Gomawo review-nya~ XD
pepiqyu: Gomawo~ Pertama kali baca LayKai? Memang jarang banget yang buat, tapi gomawo sudah review~ :) FF yang lain segera menyusul~ :D
Reply sudah selesai~
Okay then, happy reading~ XD
'Hyung… Tiga tahun sudah berlalu, tapi kenapa aku masih belum bisa melupakanmu?'
Butiran-butiran salju menghiasi malam bulan Desember yang dingin. Jalanan yang dilewati namja bermata tajam itu juga telah tertutupi oleh selimut salju. Sepi. Itulah yang ia rasakan meskipun ia tahu, bahwa disekelilingnya banyak orang yang berseliweran.
Hidupnya terasa sepi dan tak berarti semenjak ia kehilangan orang yang ia cintai.
'Dan itu semua salahku. Karena aku hyung–'
Bruk! Braaak!
Dentuman yang cukup keras tercipta ketika seseorang tak sengaja bertabrakan dengannya. Well.. Itu bukan sepenuhnya salahnya, karena orang itulah yang berlari dan menabraknya begitu saja. Sedikit mengerang karena terjatuh, ia melihat sekitarnya. Banyak bahan makanan yang berserakan dan tentu saja bukan kepunyaannya karena ia tak membawa apa-apa.
Beralih dari barang-barang itu, ia melihat ke arah sang pemilik. Iris hitamnya terpaku ketika melihat sosok yang mulai memunguti barang-barang miliknya dengan cepat, sepertinya ia sedang terburu-buru.
"J-joesonghamnida. Maaf sudah menabrakmu, permisi…."
Namja itu masih terduduk di trotoar, tak menganggap orang-orang yang tengah memandangnya dengan tatapan aneh. Matanya masih membelalak saat sosok yang baru saja pergi itu menghilang di tengah kerumunan. Otaknya sudah jelas-jelas mengingatkannya bahwa seseorang yang baru saja dilihatnya bukanlah sosok dari orang yang dicintainya.
Namja yang telah "menghilang" dari kehidupannya. Selamanya.
Tetapi.. Siapa yang baru saja dilihatnya? Mata yang terkesan inosen itu. Pipi chubby itu. Dan bibir merah muda yang kissable itu… Semuanya…
'Minseok-hyung?'
"Aku.. bertemu dengannya, Baekhyun-hyung."
"Siapa maksudmu Jongdae-ah? 'Dengannya'? Siapa?"
"Minseok-hyung."
Kelima namja itu terdiam mendengar pernyataan dari Jongdae. Terlebih ketika mereka mendengar nama yang tak pernah mereka sebut lagi agar Jongdae tak larut dalam kesedihannya. Agar Jongdae bisa melupakan sang empunya nama itu dan menjalani kehidupannya dengan normal. Karena Minseok jualah yang berpesan pada mereka.
Tapi tak ada gunanya.
Meskipun Jongdae terlihat baik-baik saja, tapi dalam hatinya masih terdapat rasa bersalah sekaligus rindu yang mendalam bagi hyung-nya. Bagaimana ia bisa melupakannya? Setiap detik. Menit. Jam. Bayang-bayang dari sosok hyung tercintanya selalu timbul dalam pikirannya. Seperti kilasan film ketika hari-hari di mana ia masih bisa bersama dengan Minseok muncul di bayangnya.
Dan sekarang? Ia bahkan mengatakan kalau ia baru bertemu dengan Minseok.
Mereka menatap iba pada Jongdae. Hati mereka juga sakit jika harus diberikan kenyataan memilukan ini. Kisah cinta mereka memang berakhir bahagia meski ada beberapa halangan yang harus mereka hadapi. Itu karena mereka tidak.. normal. Gay? Oke. Tapi jika sudah cinta mau apa lagi?
Berbeda dengan Jongdae. Katakan ia sama seperti mereka, tapi Cupid seperti tak punya perasaan. Kenapa panahnya harus mengarah pada dua bersaudara itu? Kenapa bukan yang lain? Kenapa?
Kenapa Kim Jongdae dan Kim Minseok harus saling mencintai?
Kenapa kisah mereka tak berakhir bahagia?
Menyedihkan.
"H-hyung.. kau tahu kan kalau Minseok-hyung–"
"Aku bertemu dengannya! Kenapa kalian tidak percaya padaku hah!?"
Bentakan yang cukup keras dari Jongdae menutup mulut Jongin agar tak meneruskan ucapannya. Tersentak karena bentakan tiba-tiba dari Jongdae membuat Jongin meringsut ke arah Kyungsoo seperti seorang anak yang meminta perlindungan dari ibunya. Kyungsoo mengelus pundak Jongin untuk menenangkan pemuda berkulit tan itu.
"Jongdae-ah, kami mengerti perasaanmu, tapi walaupun kau mengatakan hal itu.. Bukankah itu… mustahil?" Baekhyun, namja tertua di antara mereka mencoba untuk menyadarkan Jongdae dari halusinasinya. Mana mungkin seseorang yang sudah meninggal dapat hidup kembali?
Seperti apa pun kau memikirkannya… Itu mustahil.
"Tapi aku sungguh–"
"Itu hanya refleksi dari Minseok-hyung yang muncul di kepalamu, hyung. Jangan terlalu lama hidup dalam dunia khayalmu," ucap Sehun datar setelah menginterupsi penjelasan Jongdae. "Itu semua hanya khayalanmu, Jongdae-hyung."
"Diam kau Oh Sehun! Jangan berlagak sok tahu!"
"Tapi Sehun-ah benar, hyung. Kau harus sadar kalau Minseok-hyung sudah.. pergi."
Amarah Jongdae tak bisa dibendung lagi. Satu komentar dari Kyungsoo, namja kekasih Kim Joonmyun itu membangkitkan sesak di dada Jongdae.
Menyesakkan.
Oksigen itu seakan tak ingin kembali ke paru-paru Jongdae untuk membantu sistem pernapasannya.
Memuakkan.
"Kalian.. Kalian tidak mengerti! Semua yang kukatakan itu benar! Nyata! Kenapa tak ada seorang pun dari kalian yang percaya padaku!?"
Mata Jongdae memandang tajam, menelisik ke arah kelima namja yang sejak tadi bersedia mendengar penjelasannya. Mendengar, tapi tak mengerti.
Menganggapnya seperti orang gila.
Gila? Ya, sebut dia gila karena "penglihatannya" kemarin. Jelas-jelas ia merasakan bahwa ia bertabrakan dengan namja itu, bahkan ia mendengar suara indahnya saat itu. Semua itu.. nyata. Mengapa mereka menganggapnya seakan ia hanya membangun sebuah imaji semu untuk menggantikan eksistensi dari namja yang dicintainya?
Brak!
Dengan satu gebrakan di meja, Jongdae meninggalkan mereka semua. Sudah cukup. Ia harus bertemu dengan namja itu. Ya, harus.
"Jongdae-ah…."
Baekhyun menatap nanar kepergian Jongdae. Chanyeol mendekatkan dirinya pada Baekhyun dan mendekap namja mungil itu. Memberikan kekuatannya supaya kekasihnya itu bisa menghadapi sifat keras kepala milik sahabat mereka.
"Hyungdeul.. Dari tadi aku memikirkan hal ini." Sehun, anggota paling muda dari mereka berlima mengucapkan pernyataan yang membuat keempat namja di dekatnya menoleh penuh rasa penasaran.
"Maksudku.. Bagaimana kalau Jongdae-hyung.. benar?" Sehun melanjutkan ucapannya dengan sedikit keraguan.
"Che! Apa kau sudah mulai gila seperti Jongdae-hyung, huh? Mengatakan hal yang tidak rasional setelah kau menyangkalnya tadi," sindir Chanyeol. Apa Sehun sudah kehilangan akal sehatnya?
"Bukan begitu maksudku, Chanyeol-hyung. Menurutku, Jongdae-hyung memang bertemu dengan seseorang yang sangat mirip dengan Minseok-hyung," ucap Sehun. Mereka mendengarkannya dengan seksama. "Dan Jongdae-hyung menganggapnya sebagai Minseok-hyung."
Keempat namja yang lebih tua dari Sehun itu mengangguk. Masuk akal jika hal itu yang terjadi. Dan artinya…
"Namja itu pasti ada di kota ini," sahut Jongin yang mood-nya sudah terasa lebih baik. "Dan aku yakin Jongdae-hyung akan mencari namja itu," lanjutnya.
"Kalau itu benar, maka kita juga harus membantunya," tambah Kyungsoo dengan mata berbinar.
"Ne, Kyungsoo-ah benar. Sudah waktunya Jongdae mendapatkan kebahagiaan, dan aku yakin Minseok-hyung juga berharap demikian," ujar Baekhyun bijak. Chanyeol menggenggam tangan kekasihnya lembut.
"Aku juga ingin membantu…."
Seorang namja cantik telah berdiri di belakang Sehun. Senyum teduh menghiasi wajah cantiknya. Matanya terpejam seiring senyum itu tercipta.
"Hannie-hyung."
Luhan membuka kedua matanya. Memperlihatkan manik indahnya yang masih diiringi senyum manisnya.
"Karena aku juga ingin namja yang paling dicintai oleh sahabatku.. bahagia."
Menendang frustasi batu yang ada di depan ujung kakinya, belum bisa membuat amarah Kim Jongdae reda seketika. Kata-kata yang terucap dari bibir orang-orang yang dipercayainya masih terngiang di kepalanya. Bergema tanpa henti. Berisik dan mengganggu. Seperti dengungan suara lebah.
"Sial! Kenapa mereka tak mau percaya padaku?" rutuknya dengan masih terus menendang bebatuan di trotoar yang dilewatinya.
Tanpa tujuan. Entah apa yang akan dilakukannya setelah ini. Ia ingin bertemu dengan namja yang menabraknya kemarin. Tapi ke mana? Ia sama sekali tak punya petunjuk di mana namja itu berada.
"Heh!"
Senyum sarkas di bibirnya dipersembahkan untuk dirinya sendiri. Hah, bagaimana dia bisa tahu? Mereka kan hanya tak sengaja bertemu, mana mungkin ia bisa tahu? Kim Jongdae pabbo, itu semua cuma kebetulan. Jika ia bertemu dengan namja misterius itu lagi untuk beberapa kali, barulah ia akan mengakui bahwa itu adalah takdir.
Takdir baru yang akan mengganti takdirnya yang tak sampai.
"Gwaenchana yo adik kecil? Ini, hyung beri permen untukmu tapi jangan menangis lagi ne?"
Langkah kakinya terhenti saat telinganya mendengar suara milik seseorang yang takkan pernah dilupakannya. Mengedarkan pandangannya, mencari kira-kira di manakah pemilik suara itu. Sesosok namja yang sedang mengulurkan tangannya pada seorang anak kecil menyorot perhatiannya. Namja yang kemarin..
'Akhirnya bertemu juga.'
Berjalan pelan ke arah namja itu, sembari menunggu anak kecil yang telah diam sesudah menangis tadi untuk pergi. Anak kecil itu pun menurut dan mengangguk kecil sambil menerima pemberian namja manis yang tengah Jongdae cari, kemudian meninggalkannya setelah mengucapkan "Gomawo" padanya.
Dan sekarang tak ada siapa pun di dekat namja itu.
Kesempatan yang bagus.
Memantapkan hatinya untuk "mengenal" namja itu, Jongdae memberhentikan dirinya di belakang namja yang tengah berdiri setelah anak kecil itu pergi. Berdehem kecil untuk menyita perhatian namja dengan pipi chubby itu.
"Ehem! Permisi, apa aku boleh minta tolong?" ucap Jongdae yang otomatis membuat namja itu berbalik menghadapnya.
"Ne?"
Jongdae terpana, manik hitam dari namja itu langsung berhadapan dengan manik hitam miliknya. Begitu cantik.
'Sama seperti milik Minseok-hyung.'
"Hello..? Apa yang bisa kubantu untukmu?" Namja itu menggoyangkan telapak tangannya di depan Jongdae, menyadarkannya dari lamunannya.
"N-ne.. K-Kim Jongdae imnida," ucap Jongdae terbata. Namja di hadapannya terkikik kecil.
"Pfft.. Kau lucu. Aku bertanya kau butuh pertolongan apa, malah kau menjawab namamu siapa." Jongdae merasakan darahnya berkumpul di wajahnya. Aah.. Pasti sekarang rupanya seperti tomat yang sudah memasuki masa panennya.
"Kalau begitu, aku juga harus memperkenalkan diriku kan? Karena kau sudah memberitahu namamu padaku. Ne, Xiu Min imnida, kau ingin minta tolong soal apa?" ucap namja bernama Xiu Min itu ramah.
'Xiu Min…'
"Bisakah.. kau menemaniku ke suatu tempat?" pinta Jongdae yang disambut dengan guratan kebingungan di wajah Xiu Min. Padahal mereka baru bertemu kan? Kenapa Jongdae langsung mengajak orang yang baru dikenalnya? Setidaknya itulah isi pikiran Xiu Min.
"A-ah! Mian, kau pasti merasa aneh karena aku tiba-tiba memintamu menemaniku. Ka-kalau kau keberatan tidak apa-apa," lanjut Jongdae gugup ketika ia sadar apa yang sudah diucapkannya. Ia hanya ingin berbincang sebentar dan mendekatkan diri dengan Xiu Min. Tapi mungkin permintaannya tadi terlalu frontal? Ia jadi salah tingkah sendiri.
"Aniyo, aku bisa menemanimu. Kupikir kau sedang punya masalah dan mungkin aku bisa membantumu." Pernyataan tak terduga dari Xiu Min membuat Jongdae melebarkan matanya. Apa dia serius?
"Benarkah?"
"Ne! Kajja!"
Xiu Min menggenggam tangan Jongdae dan menariknya untuk ikut bersamanya. Jongdae tersenyum tipis. Sungguh, untuk saat ini saja ia ingin waktu berhenti berjalan. Agar tangan itu tak melepaskan genggamannya. Agar Jongdae bisa bersama dengan namja manis itu. Kalau bisa, selamanya.
"Tunggu!"
Xiu Min menghentikan langkahnya dan secara tak langsung, Jongdae juga ikut berhenti. Apa yang terjadi? Apa Xiu Min berubah pikiran untuk tidak pergi dengannya?
"Kau.. mau pergi ke mana?" tanya Xiu Min polos. Jongdae tertawa kecil dan segera menarik tangan Xiu Min yang masih belum melepaskan genggaman tangannya.
"Aku janji kau pasti akan suka!" seru Jongdae sebelum mereka berlari dengan cepat melewati kerumunan pejalan kaki di sekitar mereka. Dengan senyum bahagia merekah di wajahnya.
Rasanya hidup Jongdae kembali berwarna.
Matahari sebentar lagi siap berganti singgasana dengan sang rembulan. Langit yang semula berwarna biru cerah kini tersirat mega jingga. Angin dingin yang berhembus juga ikut ambil andil dalam mengiringi malam yang mulai datang. Uap air dari napas tersengal yang keluar dari bibir dua orang namja itu terbayar sudah ketika mereka sampai di tempat yang dimaksud oleh salah satu dari mereka.
"Lihat kan? Kau pasti suka," ucap Jongdae sembari menatap senja yang terlukis di langit. Xiu Min ikut melihat lukisan alam dari sang pelukis agung. Matanya membulat. Mengagumi betapa indahnya pemandangan yang dilihatnya kali ini. Kenapa ia baru tahu ada tempat yang bisa membuatnya menikmati betapa indahnya alam ini?
"Ne.. Benar-benar indah," komentar Xiu Min yang masih tertegun dengan panorama di hadapannya.
"Dulu.. aku sering ke sini bersama seseorang yang kusayangi," bisik Jongdae, namun masih bisa terdengar oleh Xiu Min. Xiu Min mengalihkan pandangannya ke arah Jongdae yang tepat berada di sampingnya.
Wajah tegas itu. Matanya yang tajam. Ditambah dengan sinar dari mentari senja membuat Xiu Min terpaku sekaligus terpana. Baru ia sadari, Jongdae amatlah sangat tampan. Dan ia belum bisa mengalihkan iris hitamnya dari salah satu ciptaan Tuhan itu sebelum Jongdae menoleh hingga membuat mata keduanya bertemu. Xiu Min menunduk, menyembunyikan rona wajahnya akibat kontak mata yang tak disengaja itu.
Di posisi sebaliknya, Jongdae juga menoleh ke sisi lain supaya sapuan merah di pipinya bisa segera hilang. Penyebabnya? Tak lain dan tak bukan adalah Xiu Min. Bolehkah ia berkata kalau ia "jatuh cinta" pada namja chubby itu? Pada namja yang "mirip" dengan hyung-nya?
'Minseok… hyung?'
Jongdae terkesiap. Apa dia bertingkah seperti itu karena Xiu Min mengingatkannya pada Minseok? Apa desiran halus di jantungnya itu hanyalah hasil dari kemiripan Xiu Min dengan Minseok? Jika benar, apakah ia "mencintai" sosok Xiu Min sebagai Minseok dan bukan diri Xiu Min sendiri? Hanya sebagai "pengganti" Minseok?
"Jongdae-ssi? Kau melamun?" tanya Xiu Min, membuat Jongdae sedikit terkejut. Mau bagaimana lagi? Jarak wajahnya dan wajah Xiu Min hanya tinggal berjarak sekitar lima senti saja. Jongdae bisa saja langsung mencium bibir kissable milik Xiu Min saat itu juga jika ia tak ingat bahwa mereka baru sebatas saling kenal saja.
Oh ya, bagaimana bisa dia berpikir pervert setelah bermelankolis ria?
"Tidak," elak Jongdae dengan nada dingin. Digeser sedikit badannya untuk memberi jarak bagi mereka berdua. Xiu Min mengernyitkan dahinya heran, juga sedikit kecewa dengan sikap tiba-tiba dari Jongdae. Kenapa Jongdae jadi dingin begitu?
"E-eh.. Mianhae," ucap Xiu Min meminta maaf. Jongdae melirik Xiu Min yang sedang menunduk. Jongdae bodoh! Kau yang seharusnya minta maaf, bukan Xiu Min! Batin Jongdae mengutuk dirinya sendiri.
"Gwaenchana, kau tidak salah. Maaf, mungkin aku memang sedang banyak pikiran," aku Jongdae menyesal. Xiu Min mengangkat kepalanya, melihat Jongdae yang tengah tersenyum padanya. Bibir pucat Xiu Min ikut tertarik membentuk lengkung senyum tipis.
Apa kau bilang? Pucat?
"Kau sakit?" ujar Jongdae ketika menyadari kejanggalan di diri Xiu Min. "Bibirmu pucat, kau kedinginan?" lanjutnya khawatir.
"A-ah.. Tidak apa-apa, i-ini sudah biasa kok," ucap Xiu Min sebelum memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Baju yang dipakainya memang bukan termasuk baju yang tergolong tipis, tapi juga tidak tebal, dan di tengah cuaca seperti ini baju seperti itu tidak akan bisa melindunginya dari hawa dingin.
Grep.
"Bagaimana? Tanganmu sudah cukup hangat?" tanya Jongdae setelah menangkap tangan Xiu Min yang belum dimasukkan ke dalam sakunya. Jongdae menggenggam tangan dingin Xiu Min untuk mengalirkan panas dari tubuhnya. Sontak hal ini membuat Xiu Min terkejut.
"N-ne…."
"Tunggu sebentar." Jongdae melepaskan genggaman tangannya dan segera menanggalkan jaket yang dipakainya. Xiu Min mengedipkan matanya beberapa kali melihat kelakuan Jongdae.
"Pakai ini agar kau tidak kedinginan," ucap Jongdae seraya memakaikan jaketnya pada Xiu Min. "Kau lebih membutuhkannya."
"Go-gomawo, Jongdae-ssi." Xiu Min mengeratkan jaket milik Jongdae yang sudah melekat di tubuhnya. Jujur saja, ia tipe orang yang tak tahan dengan udara dingin. Namun karena ada Jongdae dan ia tak mau merepotkannya, ia lebih memilih menahannya. Tapi akhirnya ia tetap merepotkan namja yang baru dikenalnya tadi siang itu.
"Bagaimana kalau kita kembali? Kurasa sebentar lagi salju akan turun, aku tidak mau kau sakit," usul Jongdae. Xiu Min mengangguk mengiyakan.
"Akan kuantar kau sampai rumah, bagaimana?" tanya Jongdae lagi. Kali ini Xiu Min menggeleng cepat. Tanda ia tak setuju.
"Tidak usah, aku malah akan merepotkanmu nanti," jawab Xiu Min sambil menggoyangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Tidak bisa."
Grep.
Jongdae kembali menangkap tangan Xiu Min.
"Katakan padaku di mana rumahmu dan aku akan mengantarmu pulang, arasseo?"
"A-arasseo…"
"Nah, kalau begitu, ayo!"
Menuntun menuju jalan pulang tanpa melepaskan tautan tangannya dengan Xiu Min.
"Tinggal melewati belokan itu, dan kita sudah sampai."
Tak ada jawaban setelah perkataan Xiu Min tadi. Jongdae hanya menanggapinya dengan mengangguk. Membawa atmosfir hening dan kecanggungan di antara mereka. Jongdae hanya diam karena ia tak tahu harus bicara apa. Katakan saja dia agak bingung dalam memulai pembicaraan. Apa lagi lawan bicaranya adalah Xiu Min.
Di lain pihak, Xiu Min juga sedikit canggung untuk mengajak Jongdae bicara. Sepanjang perjalanan tadi, ia cuma menunjukkan jalan menuju rumahnya. Selain itu tidak ada topik lain yang diangkatnya untuk memulai pembicaraan dengan Jongdae. Terlebih dengan perlakuan Jongdae sebelum mereka pulang. Jika Xiu Min mengingatnya, rasanya jantungnya memompa darah lebih cepat dari biasanya.
"Umm.. Jongdae-ssi, boleh aku bertanya sesuatu?" Xiu Min akhirnya membuka percakapan di antara mereka. Berjalan bersama seseorang tanpa berbicara apa pun akan terasa membosankan bukan?
"Ne, boleh. Apa?" tanggap Jongdae masih terpaku pada jalan di depannya.
"Umurmu.. berapa?"
Entah apa yang dipikirkan Xiu Min. Dari banyak pertanyaan, kenapa harus bertanya tentang umurnya? Batin Xiu Min menyesal. Ia rasa, ia harus lebih memikirkan ucapannya ketika hendak berbicara. Slip tongue-nya itu sepertinya cukup berbahaya.
"Aku? 21 tahun, memangnya kenapa? Wajahku terlihat lebih tua ya?" tanya Jongdae, mengernyitkan dahinya. Xiu Min kelabakan mengetahui reaksi Jongdae.
"A-ah.. Bu-bukan, maksudku.. err.. kalau boleh jujur.. kukira kau sedikit lebih tua dariku," gagap Xiu Min salah tingkah. Jongdae menelengkan kepalanya. Memangnya umur Xiu Min berapa?
"Memangnya umurmu berapa?" tanya Jongdae.
"Umm.. 23 tahun, bulan Maret yang lalu."
Jongdae tertegun mendengarnya. Umurnya 23 tahun? Terlebih lagi, bulan Maret? Bukankah umur Xiu Min saat ini sama dengan umur Minseok jika dia masih hidup?
Kebetulan? Ataukah.. takdir?
"A-apa ada yang salah? Err.. Orang di sekitarku juga sering bilang kalau umurku tidak sesuai dengan kelihatannya sih." Xiu Min berbicara masih dengan mode salah tingkahnya.
"Bukan begitu. Kau.. menurutku mirip dengan seseorang, dan dia juga sering dikira lebih muda dariku. Bahkan umurnya sama denganmu–"
'Kalau saja dia masih ada di sini,' lanjut Jongdae dalam hati.
"Benarkah? Di dunia ini ternyata banyak yang memiliki wajah baby face ya!" ucap Xiu Min tertarik.
"Hey, kau bisa mengenalkanku pada orang itu kan, Jongdae-ssi? Sepertinya kau punya perasaan khusus padanya. Ah! Biar kutebak, jangan-jangan tempat yang kau tunjukkan tadi itu tempat spesial untuk kalian berdua ya? Wah.. Aku tersanjung!" celoteh Xiu Min bersemangat. Senyum ceria terulas di bibirnya yang agak pucat karena dingin.
"A-ah.. T-tapi sepertinya tidak bisa. Dia.. sudah pergi jauh," tolak Jongdae dengan nada suara yang makin menurun. Xiu Min menatap heran.
"Pergi jauh?" tanya Xiu Min penasaran. "Kenapa?"
"Dia.. Sebenarnya sudah meninggal tiga tahun yang lalu," lirih Jongdae. Xiu Min membeku, menghentikan langkah kakinya. Rasanya ia salah ucap lagi.
"Mi-mianhae.. A-aku tidak bermaksud… Maaf," sesal Xiu Min dengan nada sedikit bergetar.
Jongdae yang menyadari hal itu ikut berhenti ketika tahu Xiu Min tidak mengikutinya dan tertinggal di belakangnya. Pengertian, Jongdae berjalan ke arah Xiu Min dan memeluknya untuk menenangkannya. Xiu Min pasrah saat menerima perlakuan Jongdae. Kalau boleh dibilang, ia merasa nyaman ketika namja itu memeluknya.
Rasanya hangat.
Dan tentram.
"Uljima.. Minseok-hyung," ucap Jongdae tanpa sadar. Xiu Min terpaku ketika mendengar nama seseorang yang asing di telinganya.
'Minseok.. siapa? Apa dia orang yang Jongdae sukai?'
Memikirkan hal itu, Xiu Min merasakan jantungnya seakan ditusuk sembilu. Tajam, hingga ia bisa merasakan perihnya. Bagaimana bisa ia merasakan hal itu? Ia juga baru bertemu Jongdae beberapa jam yang lalu kan? Tapi kenapa dalam periode itu dia langsung merasakan perasaan lain pada Jongdae?
Perasaan yang membuatnya berbunga-bunga. Di saat perhatian Jongdae tertuju padanya. Hanya perhatian dan ia bisa merasakan kumpulan kupu-kupu berterbangan di perutnya. Apakah itu cinta?
Namun, apa Jongdae juga mencintainya?
Atau Jongdae memberi semua perhatian itu karena ia belum bisa melupakan orang yang dia cintai?
'Tidak Xiu Min, Jongdae hanya ingin tempat berbagi masalahnya. Dan kau adalah orang yang terpilih sebagai tempat berbaginya. Kalian hanya teman, tidak lebih,' batin Xiu Min miris.
"Jangan menangis, ne?" ucap Jongdae lagi. Mendengarnya, Xiu Min menggelengkan kepalanya dalam dekapan Jongdae.
"Jongdae-ssi, bisa kau lepaskan pelukanmu? Aku tidak menangis, sungguh. Kau terlalu khawatir saja," ujar Xiu Min sembari mendorong sedikit tubuh Jongdae. Bohong. Ia sebenarnya menangis.
Dalam hatinya.
"A-ah.. Baiklah. A-aku.. hanya teringat dengan seseorang. Kau.. sungguh mirip dengannya."
'Seseorang.. lagi? Apakah dia Minseok yang kau sebut tadi?' Xiu Min membatin. Sakit ketika Jongdae mengucapkan alasannya.
Jongdae akhirnya melepaskan pelukannya pada Xiu Min. Agak berat ketika Xiu Min meminta Jongdae melepaskannya. Karena ia ingin Jongdae terus memeluknya.
"Se-sebaiknya kita berjalan kembali, rumahku sudah dekat, lagipula udaranya tambah dingin," ajak Xiu Min dengan mengulas senyum manisnya. Jongdae mengangguk, menurut.
Drap.. drap.. drap..
Hening kembali. Xiu Min dan Jongdae hanya meneruskan perjalanan mereka dalam diam. Tak ada sebuah kata yang terucap dari mulut keduanya. Hingga mereka berhenti di depan sebuah apartemen yang merupakan tempat tinggal Xiu Min.
"Gomawo sudah mengantarku, Jongdae-ssi. Sebaiknya kau segera pulang ne?" nasehat Xiu Min ketika dia akan melangkah ke halaman apartemen.
"Umm.. Xiu Min-hyung," panggil Jongdae. Xiu Min berbalik, menoleh.
"Ya? Ada apa, Jongdae-ssi?" tanya Xiu Min. Jongdae menggerak-gerakkan bola matanya dari Xiu Min lalu ke jalan dan sebaliknya beberapa kali. Kelihatan kalau dia sedang gelisah.
"Apa.. aku boleh memanggilmu seperti itu? A-aku tahu kalau kita baru berkenalan tadi, tapi aku ingin lebih dekat denganmu. Ja-jadi.. boleh kan aku memanggilmu Xiu Min-hyung?" tanya Jongdae sedikit terbata. Xiu Min tersenyum kecil.
"Tentu saja boleh, Jongdae-ah. Aku boleh memanggilmu begitu kan?"
Jongdae menatap lurus ke arah Xiu Min. Panggilan itu dan suara itu.. seperti cara Minseok memanggilnya. Jongdae tersenyum membalas Xiu Min.
"Ne, go-gomawo Xiu Min-hyung. Aku pamit dulu, dan kalau bisa.. apa aku bisa bertemu denganmu lagi besok?"
"Ne.. Tentu saja."
"Ah.. Untuk jaketku kau bisa menyimpannya dulu, hyung. Kalau begitu, Annyeong…"
"Annyeong…."
Xiu Min mengawasi Jongdae yang berjalan pergi meninggalkannya. Jaket milik Jongdae juga masih melekat di tubuhnya, melindunginya dari angin malam dan juga butiran salju yang dingin. Ia mengeratkan jaket Jongdae dan memasuki apartemen itu. Melangkahkan kakinya ke tangga menuju lantai di mana terletak kamar miliknya.
Cklek!
Pintu berwarna nutbrown itu terbuka. Di dalam ruangan yang tak terlalu besar itu tak seorang pun yang menyambut kedatangan Xiu Min. Ia tinggal sendiri di sana.
Dinyalakannya sakelar lampu di dekatnya dan segera mengunci pintu itu kembali. Kemudian melepaskan jaket Jongdae dan menggantungkannya di gantungan yang ada di serambi. Meletakkan sepatu yang sudah dilepasnya di rak sepatu dan langsung menuju kamar tidurnya.
Bruk!
Dihempaskannya tubuhnya di tempat tidurnya dan bergulung dalam selimut yang tersedia di sana. Tanpa menyalakan lampu. Dalam kegelapan. Namun sorot cahaya dari jendela yang tak tertutup itu masih bisa menerangi kamarnya. Kamar yang memang selama ini dia tempati. Sendiri.
Karena selama ini dia hanya sendiri.
Dan semenjak ia bertemu Jongdae. Dalam harapnya ia ingin bisa selalu bersama dengan namja pemilik mata laksana elang itu. Selamanya.
'Kalau pun aku hanya sebagai pengganti'nya'…'
Dan harapan itulah pengiring tidurnya malam ini.
Satu harapan yang diinginkannya untuk terwujud.
Untuk pertama kalinya sejak tiga tahun yang lalu. Kim Jongdae. Ya, Kim Jongdae kembali mengulas senyum aslinya. Dan kelima namja yang kemarin berkumpul dengannya ditambah Luhan, memandangnya penasaran. Apa yang membuat namja yang sudah lama depresi–ya, bilang saja begitu–itu jadi kembali seperti Jongdae yang dulu? Siapa yang bisa mengubah kepribadian tiga tahunnya itu jadi seperti dulu?
Tak akan jadi jawaban jika itu hanya tersirat dalam pikir mereka.
"Jongdae-ah.. kau sedang senang ya?" tanya Luhan pada adik Minseok–sahabatnya–itu. Tak ingin langsung to the point tentang penyebab kebahagiaan Jongdae saat itu.
"Ne, Luhan-hyung. Karena kemarin aku bertemu dengan Xiu Min-hyung~" ujar Jongdae senang.
'Xiu Min-hyung?' Setidaknya mereka membatin pertanyaan yang sama.
"Dia namja yang kutemui dua hari yang lalu. Dia namja yang manis~"
'Dua hari yang lalu? Jadi maksudnya..'
"Err.. Jongdae-ah, apa aku bisa bertemu dengannya? Aku ingin mengenalnya, boleh kan?" pinta Luhan yang langsung menyita perhatian dari kelima namja yang lain.
"Boleh saja, kebetulan setelah ini aku akan pergi ke rumahnya," balas Jongdae kemudian memasukkan beberapa buku catatan yang dikeluarkannya tadi–untuk membaca beberapa materi kuliah–ke dalam tas.
Mereka bertujuh sedang berada di kantin kampus mereka. Hal ini biasa mereka lakukan ketika jam kuliah mereka sudah selesai. Ya, mereka lebih sering bersama-sama seperti ini semenjak tiga tahun yang lalu. Persahabatan yang mereka jalin untuk saling menguatkan satu sama lain. Terlebih Jongdae…
"Hannie-hyung, apa ini ide yang bagus? Kau tahu kan apa yang Jongdae-hyung katakan kemarin?" bisik Sehun yang duduk di sebelah Luhan. Luhan mengangguk kecil sebagai balasan pada namjachingu-nya itu.
"Oh ya, apa kalian mau ikut? Tidak seru kalau cuma aku dan Jongdae-ah saja kan?" ajak Luhan pada kelima namja selain dirinya dan Jongdae. Jongdae menghentikan kegiatannya dan menatap mereka semua.
Ah, mana mungkin mereka mau? Bukannya kemarin mereka tidak percaya padanya? Untuk apa mereka ikut segala kalau mereka tidak percaya? Pikir Jongdae sarkastis, namun tak terlihat dari poker face-nya.
"Boleh juga, aku ikut," jawab Baekhyun.
"Kalau Baekkie-hyung ikut, aku juga!" sambar Chanyeol dengan creepy smile miliknya.
"Aku.. ingin ketemu, hyung," tambah Kyungsoo.
"Jika Jongdae-hyung mengizinkan, aku juga ikut," ujar Jongin sopan.
Keempat namja itu sudah menyatakan diri untuk ikut bersama Jongdae dan Luhan. Tinggal satu orang lagi. Sehun, yang sebelumnya–menurut Jongdae–orang yang paling tak percaya pada Jongdae.
"Karena Hannie-hyung yang mengajak, bolehlah," ucap Sehun setuju. Meskipun begitu, Jongdae agak kurang senang dengan alasan Sehun. Apakah harus dengan ajakan Luhan dulu baru dia mau melakukan permintaan orang lain?
"Baiklah, kita pergi sekarang."
..::To Be Continue::..
Author's Note::
Sequel is here~! XD
Jeongmal kamsahamnida untuk yang sudah membaca FF ini~ :D Jika ada kekurangan seperti typos saya minta maaf yang sebesar-besarnya.. m(_ _)m
Untuk couple yang saya pakai, tolong jangan dipermasalahkan oke? Karena saya sudah menjelaskan di FF sebelumnya.. :)
Last, mind to give me a Review?
Kritik dan saran diterima dengan senang hati, tapi tolong jangan ada Flame.. :)
Thank you~ And see you again~ ^o^/
Sign,
SHUNie An-New
