Happiness? : 1
Story telling by : Crypt14
Story idea by : Cuming
Wonwoo menghela nafasnya panjang setelah sebelumnya menjatuhkan dirinya diatas bangku kantin kampus. Menempelkan dahinya yang terekspos pada meja dihadapannya. Kepalanya berdenyut keras setelah keluar dari ruangan dosen pembimbingnya. Wonwoo sudah memikirkan hal ini sejak berada di semester 2 perkuliahannya bahwa mengambil Jurusan Teknik Sipil adalah kesalahan terbesar yang pernah ia buat dalam hidupnya. Sejujurnya pemuda berusia 21 tahun itu sempat berniat untuk pindah haluan menjadi seorang ahli psikologi namun ia mengurungkan niatannya hanya karena mulut brengsek seorang Kim Mingyu yang notabene-nya adalah sahabatnya sendiri. Bocah yang di anggap Wonwoo sebagai raksasa itu mencibir mengenai niatan Wonwoo untuk berpindah jurusan. Mengatakan bahwa ia meragukan kemampuan Wonwoo seagai seorang ahli psikologi hanya karena kebiasaannya yang selalu tampak murung. Bitch please, Wonwoo bukan kelihatan murung akan tetapi memang auranya saja yang seperti seseorang yang sudah muak untuk hidup lebih lama.
"Revisi lagi?" Ujar Mingyu yang hanya di tanggapi dengan anggukkan samar dari pemuda yang lebih tua darinya itu. Mingyu terkekeh, kembali melahap makan siangnya. "Keseluruhan atau sebagian?" Wonwoo mengangkat kepalanya yang tertunduk dengan lesu. Menatap Mingyu dengan pandangan sayu. "Eih, jangan memberi ku tatapan seakan kau ingin aku tiduri sekarang juga, Wonwoo." Pemuda itu tertawa keras setelahnya, menatap Wonwoo yang kini memandangnya jengah. Wonwoo terlalu terbiasa dengan segala hal tentang Mingyu terutama mengenai mulut pemuda itu yang bagi Wonwoo bisa di sejajarkan dengan toilet umum diluar sana, kotor. "Bukan level ku di tiudri oleh orang seperti mu. Uang di dompet mu itu tidak seberapa, Mingyu." Kali ini Wonwoo yang melemparkan pandangan puas akan ucapannya yang terdengar mengejek. Mingyu berdecih, memutar bola matanya malas. "Kau terdengar seperti pelacur level high kalau bicara seperti itu. Menjijikan." Wonwoo nyaris tertawa keras mendapati reaksi Mingyu atas ucapan sebelumnya. Wonwoo mengenal junior kampusnya itu begitu baik karena pertemanan yang cukup lama dengan Mingyu. Keduanya hanya berjarak 3 semester saat mereka pertama kali bertemu. Mingyu si junior kurang ajar yang selalu mengganggu Wonwoo yang waktu itu notabene-nya adalah salah satu staff pembantu untuk pelaksanaan ospek maba di kampusnya. Sejak awal pertemuan, keduanya sudah tampak memiliki chemistry dalam hal menjatuhkan maupun mengejek satu sama lain. Wonwoo memang cenderung di anggap mahasiswa pasif saat diluar kegiatan kampus, namun di luar dugaan bahwa pemuda itu menyimpan sisi aneh dari dirinya sendiri yang hanya akan tampak saat ia dan Mingyu bersama.
"Kau kan germo-nya, Kim Mingyu." Ujar Wonwoo masih dengan tawa yang berusaha diredamnya. Mingyu nyaris tersedak oleh makanannya sendiri mendengar penuturan Wonwoo. Pemuda itu buru-buru menenggak air mineralnya sebelum namanya terpampang lembaran Koran bagian berita kematian. "Itu benar-benar menjijikan, Wonwoo." Balasnya dengan nada tak suka. Wonwoo kembali terkekeh, ia mengetahui bahwa Mingyu begitu membenci jika Wonwoo mulai berucap di luar kontrolnya. Pemuda itu akan sangat marah mendapati Wonwoo seakan merendahkan dirinya sendiri meskipun ia tau bahwa Wonwoo mengatakan itu dalam konteks candaan namun Mingyu tetap tidak dapat menerimanya. "Baiklah, baiklah kita hentikan sebelum seseorang murka." Ujar Wonwoo kembali. Mingyu tampak tak menggubris ucapan pemuda yang lebih tua darinya itu, ia hanya menyibukkan dirinya kembali dengan makan siangnya.
"Jadi bagian mana yang di revisi?" Mingyu kembali mengeluarkan suaranya setelah keheningan mengukung kedua pemuda itu sesaat. Terdengar helaan nafas berat dari Wonwoo. Pemuda itu memijat batang hidungnya pelan seakan begitu banyak beban fikiran yang tengah menggantung dalam syaraf otaknya. Padahal ia hanya sedang berkutat dengan skripsinya saja, tidak lebih dari itu. "Keseluruhan, semua bab." Mingyu nyaris menyemburkan makanan yang berada dalam mulutnya kearah Wonwoo jika saja pemuda itu tidak berusaha mengontrol dirinya sendiri. Ia menatap Wonwoo dengan pandangan tak percaya. "Seluruhnya?" Ucapnya, mengulang kembali pernyataan Wonwoo. Wonwoo mengangguk, kembali membuang nafasnya berat. "Ya Tuhan, IQ mu benar-benar rendahan." Ujarnya setelahnya mendapatkan tatapan tidak senang dari pemuda dihadapannya. Wonwoo berdecih, masih memandang tajam Mingyu.
"Kau fikir apa yang sedang aku kerjakan sekarang itu mudah?" Ujar Wonwoo dengan penekan berat dalam nada suaranya. Mingyu menatap pemuda itu sejenak, setelahnya mengangguk pelan. "Tentu, kau lupa banyak senior yang dapat lolos skripsinya karena aku?" Seakan dilemparkan kedalam jurang yang begitu dalam, Wonwoo tertohok oleh ucapannya sendiri. Pemuda itu lupa jika Mingyu adalah Master untuk nyaris keseluruhan mahasiswa yang berada di jurusan Teknik Sipil. Sudah beberapa banyak senior yang dibantunya –tidak secara cuma-cuma- dalam pembuatan skripsi. Mingyu begitu mencintai jurusannya, hal itu yang membuat ia mampu untuk melakukan apapun dalam bidang teknik sipil. Si anak emas seluruh dosen yang berkaitan dengan jurusannya. Wonwoo kembali menghela nafas berat, mengusap wajahnya gusar. "Butuh bantuan?"
"Tidak terima kasih, uang ku tidak cukup untuk membayar jasa pembuatan skripsi yang kau tarifkan, Mingyu." Balasnya. Mingyu terkekeh, mengambil suapan terakhirnya. "Gratis untuk mu." Wonwoo terdiam. Agaknya dia merasa ragu dengan penawaran Mingyu. Ia yakin jika ucapan Mingyu itu hanya sebuah jebakan ataupun troll bodoh yang dibuat Mingyu. "Serius?" Ucapnya hati-hati. Hening, keduanya hanya saling menatap satu sama lain sebelum ucapan Mingyu membuat Wonwoo bersumpah pada dirinya sendiri untuk membunuh pemuda itu saat mereka tiba di kos-kosan mereka nanti. "Dalam mimpi mu, Wonwoo."
.
"Kau tidak mau beli makanan dulu, Wonwoo?" Wonwoo terdiam, masih mengambil langkahnya lebar-lebar. Mood pemuda itu sedang tidak baik seharian ini karena berita revisi skripsi yang di kabarkan oleh dosen pembimbingnya. "Wonwoo." Ucap Mingyu lagi yang tetap tidak ditanggapi oleh pemuda disisinya itu. Mingyu terdiam, ikut mengayunkan langkah kaki jenjangnya. Sesekali menatap Wonwoo yang menunjukkan ekspresi datarnya dari ekor matanya. Mingyu mengerti betul pemuda disampingnya itu sedang dalam keadaan yang sangat tidak baik, oleh karena itu Mingyu memutuskan untuk tidak lagi mengganggu Wonwoo untuk saat ini. Membiarkan agar mood Wonwoo kembali.
Wonwoo segera menjatuhkan tubuhnya sesaat setelah pemuda itu menapaki lantai kamar kos-kosannya dengan Mingyu. Membuang nafasnya berat. "Wonwoo, ingin makan sesuatu?" Pemuda itu masih enggan menggubris Mingyu. Ia hanya tetap pada posisinya. Membaringkan tubuhnya diatas lantai kamar kosnya dan memunggungi Mingyu. Mingyu bersumpah ingin sekali menendang tulang punggung Wonwoo hingga patah saat ini. Ia begitu membenci setiap kali Wonwoo dalam keadaan badmood karena hal itu membuat semua hal yang berada disekitar pemuda itu terkena imbas. Mingyu membuang nafas kasar, melangkahkan kakinya menuju luar kamar kosnya. Pemuda itu berniat membuat sesuatu guna mengisi perutnya yang terasa cukup lapar.
"Makan 'lah, sejak siang tadi aku tidak melihat mu makan." Ujar Mingyu seraya menyodorkan piring berisi mie goreng seafood buatannya. Wonwoo masih terdiam sejenak, setelahnya membalikkan tubuhnya. Menatap Mingyu dari balik tatapan datarnya. "Harus berapa kali aku bilang jangan menatap ku dengan pandangan horny seperti itu, Wonwoo. Aku tau jika kharisma ku itu terlalu bersinar, tapi tolong jangan membuat aku khilaf untuk meniduri mu sekarang juga." Ujar Mingyu seraya mengunyah makanan yang berada dalam mulutnya. Wonwoo hanya terdiam, masih menatap Mingyu dengan tatapan datarnya. "Otak mu masih sehat?"
Mingyu tertawa keras mendengar reaksi Wonwoo. Ia begitu menyukai setiap kali Wonwoo akan berucap datar dan menusuk saat ia menggodanya dengan perkataan kotor ataupun menjurus. Setidaknya hal seperti itu mampu membawa Wonwoo kembali pada mood-nya. "Menurut mu bagaimana?" Mingyu balik menatap Wonwoo yang sejak tadi belum melepaskan pandangan darinya. Wonwoo menyerah, melemparkan dengusan pasrah seraya memejamkan matanya sesaat. Merubah posisinya menjadi duduk, menarik sisi piring yang berada tak jauh darinya. Pemuda itu mulai melahap makanan yang disodorkan Mingyu. Sejujurnya, Wonwoo merasa sangat lapar sejak siang tadi namun ia merasa seakan seluruh tenaganya tak dapat di gunakan bahkan jika itu hanya untuk mengangkat sebuah sendok sekalipun. Wonwoo begitu kesal sekaligus malas saat mendapati kabar buruk mengenai skripsi yang di ajukannya harus kembali di revisi secara keseluruhan. Ini sudah ke-3 kalinya. Wonwoo merasa begitu pesimis jika ia mampu untuk lulus.
"Jangan terlalu memikirkan soal skripsi mu, nanti akan aku bantu." Ucap Mingyu pelan seraya kembali memasukkan satu suapan kedalam mulutnya. Wonwoo mencibir dibalik kunyahannya. Ia hanya tidak ingin kembali terjebak dengan joke bodoh yang Mingyu buat. Mingyu sedikit keterlaluan baginya menjadikan kesusahanya sebagai bahan untuk lelucon. Jika saja Kim Mingyu itu bukan sahabat sekaligus partner in crime Wonwoo, rasanya pemuda itu ingin sekali menampar wajah Mingyu dengan bokongnya. "Tidak perlu menjanjikan sesuatu yang terdengar seperti nonsense menjijikan. Aku bisa mengerjakannya sendiri."
"Kau yakin? Ini ketiga kalinya. Apa kau tidak berfikir kemungkinan ke empat kalinya akan terjadi?" Mingyu terkekeh saat menyadari Wonwoo menghentikan acara makannya. Mendorong keras piring yang berada dihadapannya seraya menatap Mingyu tajam. Mingyu tahu pasti pemuda itu begitu kesal, namun hal seperti itulah yang Mingyu cari. Ia begitu menikmati setiap kali iris matanya menangkap ekspresi marah Wonwoo yang terlihat begitu manis baginya. Sebut Mingyu gila karena ia sempat berfikir untuk memacari pemuda dihadapannya kini, jika saja syaraf yang mengatur kewarasannya sudah tidak bekerja. "Kau menyumpahi aku agar gagal lagi?!" Mingyu masih tertawa keras, membuat Wonwoo semakin berada pada puncak rasa jengkelnya. Meraih sendok yang masih berisi mie dan melemparkannya kearah Mingyu. Membuat lembaran mie itu melayang dan mengotori baju Mingyu. Pemuda berkulit tan itu terdiam, menatap hampa mie yang berada disekitarnya setelahnya menatap pada Wonwoo yang kini melemparkan pandangan kesal. Mingyu tahu pasti pemuda itu menahan amarahnya begitu kuat, terdengar dari deruan nafanya yang naik satu tingkat dari orang normal pada umumnya. "Okay, maaf. Aku keterlaluan." Ujarnya menyesal. Wonwoo hanya mendengus, setelahnya kembali berbaring di lantai, memunggungi Mingyu.
.
Wonwoo mengerang, membuka paksa kedua matanya saat merasakan sensasi menyengat pada organ vitalnya. Pemuda itu hanya ingin buang air kecil. Ia beranjak, sesaat melirik pada Mingyu yang tertidur bertelanjang dada disampingnya kebiasaan yang sepertinya akan terus dilakukan Mingyu sampai akhir hayatnya. Setelahnya berniat keluar dari kamar kosnya hanya untuk menuntaskan sesuatu yang bergejolak dalam kantung kemihnya itu. Namun langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamarnya sendiri saat dengan jelas mendapati erangan yang sepertinya dari seorang bayi. Wonwoo mencoba menajamkan pendengarannya, berfikir mungkin ia berhalusinasi karena nyawanya belum terkumpul dengan sempura saat ini. Namun suara itu terdengar begitu nyata dan Wonwoo yakin jika ia tidak sedang berhalusinasi ataupun bermimpi saat ini. Wonwoo beranjak, mengurugkan niatnya untuk membuka pintu kamarnya. Kembali menuju kasur lantai dimana Mingyu tengah tertidur pulas disana dan kembali berbaring. Sejujurnya, Wonwoo merasa parno dengan suara yang di dapatinya itu. Menyadari bahwa saat ini jarum jam berada pada angka 2 pagi membuat kinerja otak Wonwoo bekerja secara logika. Bayi siapa yang terdengar di waktu sepagi ini, lagipula di tempatnya berada saat ini tidak pernah ada bayi. Wonwoo menyimpulkan dengan pasti bahwa itu adalah bayi jadi-jadian. Mungkin saja hantu. Ia menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya. Matanya terasa jadi sulit untuk di pejamkan karena begitu banyak fikiran buruk yang dengan cepatnya berdesakkan untuk menghantui fikirannya.
Wonwoo masih pada posisinya sesaat, namun rasa menyengat yang ditimbulkan dari kantung kemihnya membuat Wonwoo mau tak mau harus bersikap seperti seorang pejantan sesungguhnya. Ia beranjak kembali, mengenyahkan segala rasa takutnya. Agaknya perasaan ragu menyapa saat tangan kanannya menyentuh knop pintu kamarnya. Namun sensasi keinginan untuk membuang air seni-nya mengalahkan perasaan ragu itu.
Wonwoo nyaris jatuh terlentang karena rasa kagetnya saat mendapati sebuah keranjang bayi lengkap dengan bayi-nya berada didepan pintu kamarnya. Ia mengedarkan pandangannya, mencari tahu bagaimana bayi itu bisa berada disana namun pemuda berkulit putih itu tidak menemukan apapun selain lorong redup yang minim pencahayaan serta suasana sepi. Wonwoo kembali menjatuhkan pandangannya pada bayi mungil yang tampak tertidur pulas dalam keranjangnya. Ia merendahkan tubuhnya hanya utnuk memastikan bahwa dihadapannya itu bayi sungguhan bukan hanya boneka. Wonwoo kembali nyaris terjungkal saat menyadari bahwa itu adalah bayi sungguhan. Ia merasa sedikit bingung harus bersikap seperti apa saat ini. Pemuda itu hanya menatap lama bayi dihadapannya.
Terpaan angin dingin mengembalikan Wonwoo pada kenyataan, ia menghela nafas panjang. Meraih keranjang bayi itu dan membawanya kedalam kamarnya. Pemuda itu meletakkan keranjang bayi tadi tepat disisi tubuh tertidur Mingyu. Setelahnya menusuk tubuh pemuda berkulit tan tadi dengan telunjuknya, bermaksud untuk membuatnya bangun. Namun membangun 'kan Mingyu bukan perkara mudah. Pemuda itu bagi Wonwoo sebelah dua belas seperti hewan yang sedang berhibernasi saat ia tertidur, sulit untuk dibangunkan. "Mingyu, bangun sebentar." Ujarnya masih menusuk tubuh Mingyu dengan jari telunjuknya. Pemuda itu hanya mengerang menandakan bahwa Wonwoo mengganggunya dengan sangat. Namun Wonwoo masih bersikukuh untuk membuatnya terbangun hingga akhirnya Mingyu terpaksa mengalah. Merubah posisinya menjadi duduk masih dengan mata yang tertutup. "Ada apa, Wonwoo? Aku masih mengantuk." Ujarnya malas.
"Buka mata mu sebentar, Mingyu." Mingyu menggaruk lehernya jengah, membuka kedua matanya yang terasa begitu berat. Ia nyaris berteriak layaknya seorang wanita mendapati sebuah keranjang bayi lengkap dengan bayi di dalamnya. Menatap Wonwoo dengan pandangan bertanya. "Kau melahirkan? Apa kata-kata ku selama ini bisa membuat mu hamil, Wonwoo? Ya Tuhan, kau ini bukan waria 'kan?" Wonwoo ingin sekali membungkam mulut busuk Mingyu yang sedari tadi mengoceh tidak jelas dengan kedua kakinya. Wonwoo tidak habis fikir bagaimana bisa manusia dengan tingkat ke idiot-an selevel Mingyu bisa menjadi mahasiswa terbaik sepanjang masa di kampusnya. Wonwoo menggeram tertahan, mencoba mengontrol emosinya. "Ini bukan anak ku, sialan! Lagi pula mana mungkin aku bisa melahirkan sementara aku tidak pernah bisa hamil. Ya Tuhan Kim Mingyu kenapa tuhan begitu mencintai mu dengan memberikan kejeniusan diluar batas kuota yang bisa ditampung otak idiot mu itu!" Ujar Wonwoo frustasi. Mingyu terdiam, hanya memandang shock pada bayi dihadapannya. "Lalu ini bayi siapa?"
"Aku tidak tau, yang jelas aku menemukannya tepat didepan kamar kita." Mingyu melongo, menunjukkan ekspresi blank-nya yang begitu bodoh di mata Wonwoo. "Maksud mu, seseorang meninggalkannya disana?" Ucapnya penuh penekanan. Wonwoo mengangguk, membenarkan ucapan Mingyu yang langsung direspon dengan baik oleh pemuda itu. Mingyu menepuk dahinya keras. "Bencana." Ujarnya samar. Ia menatap Wonwoo dengan pandangan seriusnya. Mencengkram bahu Wonwoo erat. "Ini bencana, Wonwoo. Kau tau ini artinya apa?" Wonwoo menggeleng. Ia sunggh-sungguh tidak mengerti dengan maksud ucapan Mingyu. Mingyu mendengus mendapati bahwa sahabatnya itu begitu lamban dalam menangkap sesuatu. "Wonwoo, kau tau semua ini berarti kita harus merawat bayi ini."
"Oh, jika itu yang kau maksud 'kan aku mengerti. Lalu dimana letak bencananya?" Mingyu kembali menepuk dahinya kesal, mengusap wajahnya gusar. "Wonwoo dengar, tidak ada salah satupun dari kita yang mengerti soal bayi. Aku rasa kita harus melaporkan ini pada polisi esok pagi." Kedua mata Wonwoo membulat sempurna mendengar pernyataan sepihak Mingyu. Ia mengibaskan tangannya dihadapan Mingyu, menandakan bahwa ia tidak merasa setuju. "Aku tidak setuju!" Intrupsinya cepat. Mingyu terlihat menautkan kedua alisnya. Ia begitu sulit membaca seorang Jeon Wonwoo saat ini. "Kau ingin kita merawatnya?" Wonwoo megangguk pasti, menatap pada bayi mungil yang tengah tertidur itu. "Jika diserahkan ke kepolisian aku jamin anak ini akan dibawa ke penampungan anak tanpa orang tua. Itu terlalu kejam, lebih baik kita yang mengurusnya."
"Kau membuat troll yang keren, Wonwoo." Ujar Mingyu seraya terkekeh tak percaya. Ia merasa Wonwoo agak sinting. Ini bukan mengenai kejam atau tidaknya akan tetapi mengenai bisa atau tidaknya jika mereka jika memutuskan untuk merawat bayi tersebut. "Kau tidak bersedia merawatnya?" Mingyu mengalihkan pandangannya pada iris mata Wonwoo yang menajam. "Bukan begitu, tapi…"
"Kau lebih kejam dari pada orang terkejam jika mengatakan iya. Induk penguin saja akan melindungi anak yang bukan darah dagingnya saat mengetahui anak itu dalam bahaya. Kau benar-benar tidak punya sisi kemanusiaan, Mingyu." Ujar Wonwoo cepat. Mingyu menghela nafas berat, menatap Wonwoo dengan pandangan malas. "Bukan itu mak…." Mingyu kembali menghentikan ucapannya saat Wonwoo menyela kembali, mengatakan bahwa Mingyu begitu kejam, jahat dan nyaris seperti ibilis gila yang mampu meninggalkan seorang bayi dalam keadaan sulit. Terdengar helaan nafas berat lagi dari arah Mingyu. Pemuda itu memutuskan menyerah dengan argumennya dan Wonwoo, ia tahu bahwa tidak akan ada kemenangan dalam argumentasinya dan Wonwoo. Mingyu hanya mengangguk, meng-iya-kan permohonan Wonwoo. "Kau setuju? Baiklah jika begitu kau yang urus anak ini dulu, aku sangat mengantuk. Selamat malam." Mingyu benar-benar melongo dengan wajah yang begitu bodoh saat mendapati bahwa Wonwoo sudah kembali berbaring ditempatnya. Meninggalkannya dengan bayi hidup yang memang tengah tertidur juga namun Mingyu hanya bermawas diri takut-takut jika bayi itu menangis sewaktu-waktu. Ia berdecih, rasanya ingin sekali membekap Wonwoo dengan bantal saat ini namun pemuda itu mengurungkan niatnya dan kembali fokus menatap bayi dihadapannya seraya menghela nafas berat. "Selamat datang sumber masalah."
Chit chat : Crypt kembali lg~~~~ /pose ala sailormoon xD yg skrng aku bwa ff selingan buat nunggu series Dream Walker lg d'ketik hehe. ini ide msh dr om2 alay yg lg ngurusin TA'a yg kena revisian mulu sokorin xD. Dsni Mingyu sma Wonwoo pure bgt sahabatan yessss mrk ndak kapelan jd jgn baper klo ada kata2 yg menjurus yesss xD. aku sih niat'a bikin ff ini ringan buat d'baca readers, semoga aja harapan aku trwujud yessss xD. okeh ndak bnyk chit chat krn mau lanjut ngetik ff lain'a. Jgn lupa tinggalin jejak kalian y dear buat kelansungan ff ini. trakhir aku ucapin thx buat yg msh setia sma aku, laff ya :*
Salam,
Crypt14
