Disclaimer:
Naruto © Masashi Kishimoto
Angel Beat © Jun Maeda
.
.
.
Pairing: Naruto x Kanade
Genre: romance/adventure
Rating: T
Setting: AU (zaman Heian atau zaman samurai)
Selasa, 24 Mei 2016
.
.
.
Fic request untuk Raihan Namikaze
.
.
.
MUTE SAMURAI GIRL
By Hikasya
.
.
.
Chapter 1. Pergi ke desa Nadeshiko
.
.
.
"A-APAAAA?! AKU DIJODOHKAN DENGAN PUTRI DARI DESA NADESHIKO?!"
Itulah seruan seorang laki-laki bersurai pirang jabrik acak-acakan. Bermata biru bagaikan saffir biru. Ada tiga garis di dua pipinya seperti kumis kucing. Kulitnya yang coklat eksotik. Memakai pakaian khas jepang kuno serba hitam. Umurnya sekitar 19 tahun. Nama lengkapnya Namikaze Naruto.
Dia tampak membelalakkan kedua matanya yang hampir meloncat keluar saking kagetnya setelah mendengar kabar dari ayahnya, Namikaze Minato. Sang ayah berambut pirang dan bermata biru, berprofesi sebagai kepala desa keempat yang memimpin desa Konoha. Bergelar Yondaime, atau lebih dikenal sebagai Hokage keempat.
"Ya, begitulah. Isi perjanjian antara Jiraiya-sensei dengan pemimpin desa Nadeshiko di gulungan ini. Murid Jiraiya-sensei harus menikah dengan anak perempuan dari pemimpin desa Nadeshiko. Ini akibat dari ulah Jiraiya-sensei yang telah melakukan hal aneh saat berkunjung ke desa itu."
"Lho, bukankah Tousan juga muridnya Jiraiya-sensei, kan? Kenapa aku yang harus menikah anak perempuan pemimpin desa Nadeshiko itu sih?"
"Naruto ... Jaga mulutmu! Kaasan itu istri Tousan-mu, tahu! Mana mungkin Tousan-mu itu menikah lagi! Dasar, anak menyebalkan!"
Tiba-tiba, sang ibu, Namikaze Kushina - seorang wanita berambut panjang merah dan bermata biru serta memakai kimono merah - datang dari arah dapur dan langsung memasuki ruang keluarga. Menyela pembicaraan ayah dan anaknya sehingga terjadilah peristiwa yang tidak disangka-sangka!
BUAK!
Kepala Naruto sukses dijitak keras oleh kepalan tangan Kushina. Muncullah bola kasti berwarna merah alias benjol di puncak kepala Naruto. Otomatis laki-laki berambut pirang jabrik itu memegang kepalanya yang terasa sakit berdenyut bagaikan disengat lebah.
"Aduh ... Duh ... Sakitnya ... Maafkan aku, Kaasan. Aku cuma bercanda kok."
Sang ibu merengut kesal sambil duduk bersimpuh di samping Minato. Minato hanya tertawa kikuk melihat semua ini.
"Itu hukuman buatmu. Siapa suruh kamu berbicara seperti itu, hah?"
"Aku sendiri yang berbicara begitu, Kaasan ...," kata Naruto memasang wajah kusutnya."Sekali lagi aku minta maaf."
"Huh, ya. Kaasan memaafkanmu."
Sambil bersidekap dada, Kushina melototi Naruto dengan tajam. Membuat Naruto tersentak dan mengubah wajahnya menjadi pucat pasi. Dia benar-benar takut melihat tampang ibunya yang sangat sangar itu.
Kemudian Minato berdehem keras untuk memulihkan keadaan ini.
"EHEM! Sudah ... Sudah. Jangan marah seperti itu lagi, Kushina. Narutokan cuma bercanda. Iya, kan Naruto?"
Pandangan saffir biru sang ayah menyudut ke arah Naruto. Naruto menyadarinya. Lantas mengangguk cepat.
"Ya."
Lalu Kushina menghembuskan napasnya. Mencoba untuk bersikap lembut dalam keadaan seperti ini.
Kembali pada topik pembicaraan, Minato melanjutkannya. Kushina memilih diam untuk mendengarkannya.
"Hm ... Baiklah. Bagaimana Naruto? Apa kamu mau menerima permintaan terakhir dari almarhum Jiraiya-sensei itu?"
DOOOONG!
Aura kebingungan menghujani diri Naruto sekarang. Dia benar-benar dilanda kebimbangan dan dijepit oleh permintaan aneh ini. Pasalnya lagi, dia adalah murid Jiraiya-sensei. Dia sudah banyak berlatih untuk mengembangkan kemampuan berpedangnya dengan Jiraiya-sensei. Hingga Jiraiya-sensei menobatkannya sebagai seorang samurai dewasa dan mewariskan sebuah pedang katana legendaris padanya. Sungguh hal ini tidak pernah diduganya sama sekali. Dia harus dipaksa menikah dengan gadis yang tidak disukainya. Apalagi usianya sudah menginjak 19 tahun sekarang.
Apalah dayanya, inilah takdirnya. Sepertinya takdir ini tidak bisa ditolak. Teringat juga tentang keluhan ibunya yang terus menyindirnya agar segera menikah. Itu mulai menindih hatinya yang telah tenggelam di lautan kebingungan yang membuncah. Dengan berat hati, terpaksa dia menganggukkan kepalanya walaupun dia tidak berniat sama sekali menerima perjodohan ini. Tapi, dia berpikir hal ini akan bisa membuat arwah Jiraiya-sensei tenang di alam sana. Perjodohan ini adalah permintaan terakhir dari Jiraiya yang meninggal karena diserang sekelompok samurai jahat yang berasal dari desa lain.
"Iya, aku menerimanya. Aku mau dijodohkan dengan putri dari Nadeshiko itu."
Kabar baik ini mengundang senyuman senang terukir di wajah kedua orang tuanya. Sungguh bahagia tidak terkira dari suara sang buah hati mereka.
"Baguslah, Tousan senang mendengarnya, Naruto. Mulai besok pagi, kamu sudah bisa pergi ke desa Nadeshiko. Otonashi Yuzuru yang akan menemanimu ke sana."
Naruto kaget mendengarnya. Kedua mata sedikit membulat.
"Eh? Otonashi Yuzuru juga pergi bersamaku ke sana?"
"Ya. Tousan yang mengizinkannya."
Sang Hokage keempat menganggukkan kepalanya. Dia tertawa lebar dengan wajah berseri-seri.
Sementara Naruto terpaku di tempat. Sedetik kemudian, seringaian jahil tercetak di wajahnya yang tampan. Sepertinya dia mulai merencanakan sesuatu yang tidak diketahui oleh ayah dan ibunya.
'Syukurlah, Yuzuru ikut denganku. Itu bagus sekali. Hehehe ...,' batin Naruto di dalam hatinya. Suatu rencana penuh misteri akan mulai dijalaninya di desa Nadeshiko nanti.
Lihat saja bagaimana kelanjutannya.
.
.
.
Desa Nadeshiko.
Desa itu sendiri terletak pada bagian atas dari tiga bukit besar dan curam berdiri di garis hutan ringan, dengan dua jembatan membentang pada ngarai di antara mereka. Bukit-bukit yang terletak dalam lembah hutan subur di daerah pegunungan. Dalam hal pembangunan desa tampaknya mirip dengan kubu atau istana, dengan banyak dinding, menara dan tembok menjadi fitur dominan.
Desa itu terletak di negara air. Mayoritas penduduk desa itu adalah kaum perempuan. Tidak ada kaum laki-laki yang hidup di desa tersebut. Sebab para perempuan desa tersebut, banyak bersaing untuk mendapatkan pria dari luar desa yang bisa dijadikan sebagai suami. Mereka banyak meminta bantuan pada kenalan-kenalan mereka dari desa lain untuk mencarikan jodoh buat mereka. Jodoh yang kuat dan mapan. Kalau bisa calon suami mereka berasal dari golongan samurai. Itulah yang diinginkan oleh para gadis muda di desa Nadeshiko tersebut.
Sudut pandang adegan terarah pada sebuah kapal besar yang berlabuh pada tepian dermaga di dekat pelabuhan desa Nadeshiko. Samudera biru luas sangat tenang di hari cerah seperti ini. Sang surya pun tersenyum ramah dalam menyambut para manusia yang berada dalam kapal besar. Angkasa biru melukiskan panoramanya yang elok. Kapas-kapas putih berukuran macam-macam berjalan berdampingan di langit biru sana. Beberapa burung camar asyik terbang melintasi lautan biru itu. Angin laut bertiup cukup kencang dan menerbangkan apa saja yang ada di sekitarnya.
Inilah zaman Heian atau zaman samurai. Masa yang tenang dan penuh damai. Tidak ada peperangan yang terjadi di antara para samurai di dunia ini. Walaupun masih ada tindak-tanduk kejahatan dari para samurai yang berjiwa jahat. Namun, hal tersebut telah ditangani oleh pihak militer dari setiap negara. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya berjalan dengan baik dan aman. Begitulah kira-kira.
Tampak di antara orang-orang yang keluar dari dalam kapal besar tersebut, Naruto berjalan bersama laki-laki berambut merah - Otonashi Yuzuru yang seumuran dengan Naruto - dari kapal besar itu. Menginjakkan kaki mereka pada permukaan dermaga kayu yang menuju jalan utama membentang ke arah bukit. Mereka terkagum-kagum dengan keelokan pemandangan desa Nadeshiko itu.
"Uwaaaah, ini ya namanya desa Nadeshiko itu?" seru Yuzuru yang meletakkan tangannya di atas matanya."Bagus juga pemandangannya ya."
"Ya, tapi ... Menurutku biasa-biasa saja," jawab Naruto memasang wajah bosan sambil memegang gagang katana jingga-nya yang diselipkan pada bagian kiri sabuk kain biru yang melingkari pinggangnya.
Hari ini, Naruto mengenakan pakaian zirah besi khas samurai berwarna jingga yang menutupi pakaian dalamannya yang serba hitam. Kain hitam melingkari kepalanya. Sendal kayu bertali hitam membungkus kedua kakinya. Tidak lupa dia membawa katana legendaris pemberian dari Jiraiya, untuk menemaninya ke desa Nadeshiko itu.
Sedangkan Yuzuru, mengenakan pakaian zirah besi khas samurai berwarna biru. Lengkap dengan helm Kabuto yang menutupi kepalanya. Dia juga membawa pedang katana yang berwarna biru, diselipkan pada bagian kiri sabuk kain berwarna hitam yang melingkari pinggangnya. Sepatu boots hitam membungkus kedua kakinya.
Itulah dua samurai laki-laki yang telah sampai di tujuannya, setelah menempuh perjalanan laut selama beberapa hari ini. Kelihatannya mereka sangat lelah dan ingin segera beristirahat. Apalagi rasa lapar dan haus terus menggelitik perut mereka sekarang.
TAP!
Langkah pertama diayunkan oleh Naruto. Membuat Yuzuru terperanjat.
"Hei, Naruto! Kau mau kemana?" tanya Yuzuru yang selaku sebagai pengawal pribadi Naruto. Dia juga adalah teman akrab Naruto sedari kecil.
Naruto menoleh ke arah Yuzuru dari sudut bahu kanannya.
"Tentu saja mencari kedai makan. Aku lapar, tahu."
"Oh iya ...," Yuzuru menepuk jidatnya."Aku juga lapar. Ayo, kita makan dulu!"
"Makanya ikut aku sekarang."
"Baiklah, Naruto!"
Dengan langkah yang cepat, Yuzuru mengikuti Naruto dari belakang. Mereka berjalan dengan terburu-buru. Lalu Naruto memberitahukan sesuatu yang penting sebelum masuk ke wilayah desa Nadeshiko.
"Ingat ya, Yuzuru. Kau harus mengaku sebagai murid Jiraiya-sensei dan bersedia menikahi putri desa ini. Aku tidak mau tahu. Kau harus menuruti semua permintaanku ini. Karena aku tidak mau menikah dengan gadis yang tidak kusukai. Kau mengerti, kan?"
"Eh? Akukan bukan murid Jiraiya-sensei. Akukan muridnya ..."
Sebelum Yuzuru melanjutkan kata-katanya, Naruto mendelik ke arahnya.
"Pokoknya kau yang harus menggantikan aku! Titik! Aku tidak mau mendengar semua alasanmu itu. Terus satu lagi ini!"
SET!
Naruto menyodorkan pedang katana berwarna jingga itu pada Yuzuru. Sungguh Yuzuru tercengang setengah mati dibuatnya.
Dengan terpaksa, Yuzuru menerima pedang katana jingga itu. Beribu-ribu pertanyaan muncul di benaknya sekarang.
"Ba-Baiklah, aku yang akan menggantikanmu. Tapi, kenapa kau memberikan pedangmu ini padaku?"
"Pedang itu milik Jiraiya-sensei. Mereka akan mengetahui kalau kau murid Jiraiya-sensei melalui pedang itu. Jadi, sekarang kaulah yang memakai pedangku itu. Terus akulah yang memakai pedangmu sekarang. Nah, berikan pedangmu itu padaku."
"Ya ... Ya ..."
Diberikannya pedang katana biru itu pada Naruto. Yuzuru menghembuskan napas lesunya karena harus menggantikan peran Naruto sebagai murid Jiraiya yang bersedia menikahi putri desa Nadeshiko itu. Raut wajahnya berubah kusut bagaikan benang semrawut.
Setelah menerima pedang katana biru itu, Naruto tersenyum kecil. Lalu dia melangkah lagi dengan perasaan yang senang. Pedang katana biru diselipkan pada bagian kiri sabuk kain yang melingkari pinggangnya. Sementara Yuzuru yang berjalan di belakangnya, mengeluarkan aura kesuraman yang merayap-rayap di belakang tubuhnya. Memegang katana jingga itu dengan lesunya.
Kini perjalanan dua anak muda itu terus dilanjutkan ke jalan utama yang membentang sampai ke atas bukit sana. Di mana desa Nadeshiko itu berada.
.
.
.
Setibanya di tengah jalan desa, yang diapit bangunan-bangunan tradisional jepang di dua sisinya, terlihat beberapa orang berjalan hilir-mudik di sepanjang jalanan desa. Suasana cukup ramai. Mendayu-dayu, riuh rendah, sahut-sahutan dari mulut para penduduk desa. Hanya perempuan-perempuan saja yang terlihat. Mulai dari gadis kecil, gadis remaja, wanita dewasa dan wanita tua. Mereka sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Hingga menyadari kedatangan dua pria muda yang berjalan di antara mereka.
Tak terkirakan, setiap mata memandang dua pria muda itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Beberapa gadis remaja dan wanita dewasa memasang wajah kemerah-merahan seakan-akan kagum dengan sosok dua pria muda yang berpakaian samurai itu. Itulah sosok calon suami idaman bagi para penduduk desa Nadeshiko, sebagian besar penghuninya adalah perempuan.
Langit pun memecah akibat suara-suara keras mereka. Cahaya berbinar-binar menghiasi setiap wajah penghuni desa tersebut. Begitu terpesona dengan kegagahan dua laki-laki samurai asing itu.
"Hei, mereka siapa ya?"
"Wah, ada dua pria samurai yang datang ke desa kita!"
"Apa mereka mencari jodoh di sini?"
"Aku mau punya suami seperti samurai itu."
"Aku juga mau."
"Aku juga."
WAS! WES! WOS!
Para gadis muda dan wanita dewasa ribut sendiri. Sehingga membuat Yuzuru keheranan. Naruto tidak mempedulikan keadaan sekitar sama sekali. Cuek bebek. Yang penting, terus berjalan ke arah depan untuk mencari kedai makan.
Tiba-tiba ...
SYAAAAAT! SYAAAAAT! SYAAAAT!
Naruto dan Yuzuru dikepung oleh beberapa prajurit yang berpakaian zirah besi hijau terang khas desa Nadeshiko. Prajurit-prajurit itu mengenakan helm kabuto berwarna hijau tua. Mereka adalah prajurit-prajurit perempuan yang menjaga perbatasan desa Nadeshiko tersebut.
Alhasil, kedua samurai laki-laki itu terjebak dalam lingkaran setan. Seperti itu keadaannya.
Mereka berdua memasang wajah serius seraya memandang tajam ke arah para prajurit yang menodongkan pedang katana pada mereka.
"Hei, siapa kalian berdua, pengunjung asing?" tanya salah satu prajurit perempuan itu. Dia juga menatap ke arah Naruto dan Yuzuru dengan tajam.
Yuzuru ingin menjawab. Tapi, didahului oleh Naruto yang bersuara.
"Kami adalah utusan dari desa Konoha. Kami datang ke sini untuk menemui putri yang memimpin desa ini atas permintaan terakhir dari orang yang bernama Jiraiya."
Itulah yang diungkapkan Naruto secara jujur dengan sikap yang tegas sehingga membuat para prajurit itu saling pandang antara satu sama lainnya.
WAS! WES! WOS!
Mereka malah bersahut-sahutan. Naruto dan Yuzuru bingung melihatnya.
"Oh, jadi kalian berdua adalah muridnya si pria mata keranjang itu?"
Tiba-tiba dari arah para prajurit perempuan yang mengepung Naruto dan Yuzuru, muncullah seorang wanita dewasa berumur sekitar 30-an. Berambut pendek hitam agak mencuat ke atas. Bermata hitam tegas. Bibirnya merah. Berpakaian zirah besi warna hijau tua. Namanya Tokiwa.
Naruto dan Yuzuru melihat ke arah Tokiwa dengan serius. Tokiwa berhenti berjalan dan berdiri berhadapan dengan dua laki-laki itu.
"Kau siapa?" tanya Naruto balik.
Tokiwa menekukkan tangannya pada pinggang bagian kanannya. Berdiri dengan anggun.
"Kenalkan, aku Tokiwa, pengawal putri desa Nadeshiko ini. Jadi, kalian ini ...?!"
"Aku Namikaze Naruto, pengawal murid Jiraiya ini," tukas Naruto menunjuk ke arah Yuzuru dengan tegas."Dia adalah Otonashi Yuzuru, murid Jiraiya yang ditakdirkan berjodoh dengan putri pemimpin desa ini."
Menyadari itu, Yuzuru menggerutu di dalam hatinya dan segera membungkukkan badannya dengan hormat pada Tokiwa.
"Halo, aku Otonashi Yuzuru, murid Jiraiya-sensei. Senang berjumpa dengan anda, Tokiwa-san."
Ditegakkannya badannya kembali, Yuzuru menatap ke arah Tokiwa. Tokiwa menatapnya dengan tajam.
"Apa buktinya jika kau memang murid Jiraiya yang ditakdirkan menikah dengan putri kami?" Tokiwa belum percaya sama sekali jika Yuzuru adalah muridnya Jiraiya. Dia harus memastikan hal tersebut benar agar sang putri menikah dengan orang yang tepat.
Segera saja Yuzuru menyabet pedang jingga itu dari sarungnya dan menunjukkannya pada Tokiwa. Wajahnya tegas penuh keseriusan yang dalam.
"Inilah buktinya bahwa aku memang muridnya Jiraiya yang kau maksudkan."
Wanita separuh baya itu memandangi pedang jingga itu dengan teliti sekali. Seketika kedua matanya membulat sempurna.
"Eh, itukan? Pedang katana milik pria mata keranjang itu. Kalau tidak salah namanya Flame Sword. Apa itu benar?"
Ekor mata merah Yuzuru menyudut ke arah Naruto. Naruto juga melirik ke arahnya. Memberikan isyarat pada Yuzuru jika pedang katana itu memang bernama "Flame Sword."
Kembali wajah si rambut merah itu mengarah pada wanita yang sedang menginterogasinya bak polisi yang sedang menginterogasi pelaku kejahatan.
"Ya, itu benar. Ini adalah Flame Sword."
"Hm, pedang itu cukup membuktikan jika kau memang muridnya pria mata keranjang itu ...," Tokiwa menutup matanya sebentar seraya tersenyum kecil."Kalau begitu, ayo ikut denganku. Putri Shizuka telah menunggu kedatangan kalian, para samurai yang terhormat!"
SREK!
Sang pengawal segera berbalik badan dan mengisyaratkan agar para prajuritnya segera mengawal dua tamu itu dari belakang. Para prajurit mengangguk cepat. Sejurus kemudian, salah satu dari mereka, berkata pada Naruto dan Yuzuru yang terpaku.
"Apa yang kalian tunggu? Ayo, ikuti Tokiwa-sama! Kami akan mengawal kalian dari belakang!"
"Ba-Baiklah!"
Yuzuru yang menyahutnya. Buru-buru dimasukkannya kembali pedang jingga itu ke dalam sarungnya. Berjalan cepat sambil mengikuti Naruto yang berjalan duluan. Keringat dingin mengucur di balik rambut merah milik sang samurai berpakaian zirah besi biru itu. Entah mengapa hatinya berdetak tak seenak yang dia pikirkan. Ada sesuatu yang terjadi di balik penyamaran sebagai murid Jiraiya yang palsu. Tersekat rasa bohong yang tidak akan bisa menjelma menjadi kenyataan.
'Jadi, putri pemimpin desa ini bernama Shizuka. Kira-kira seperti apa ya orangnya,' batin Naruto yang sangat penasaran di dalam hatinya. Sama penasarannya dengan apa yang dipikirkan oleh Yuzuru di tengah perjalanan menuju istana tempat bersemayamnya sang putri.
.
.
.
Benar saja.
Sang putri pemimpin desa Nadeshiko ini, memasang wajah juteknya yang bagaikan monster saat berhadapan dengan dua laki-laki asing berpakaian samurai itu. Dia duduk santai di atas kursi singgasananya yang terbuat dari kayu tebal berkualitas terbaik pada masa ini. Merengut dengan pandangan yang tidak suka pada Yuzuru ataupun Naruto. Menggerutu tidak jelas di dalam hatinya, meskipun tabiat luarnya memang terkesan sangat tenang.
Itulah Shizuka, putri pemimpin masa depan desa Nadeshiko. Seorang gadis berkulit putih dengan tinggi rata-rata. Dia memiliki mata hijau dan rambut hitam dalam gaya putri dengan rambut yang diikat ekor kuda tinggi dengan poni pendek. Biasanya, ia memakai kimono hijau terang atau jubah berkerudung. Memang hari ini, dia memakai kimono hijau terang. Dari segi wajah dan penampilannya, sudah dipastikan seumuran dengan Naruto dan Yuzuru.
Dia juga dikenal sebagai gadis samurai yang sangat andal dalam memainkan pedang. Kemampuan berpedangnya diakui sangat hebat di desa tersebut. Sudah banyak pria yang ingin meminangnya untuk dijadikan istri, tapi dengan isyarat pria yang melamar itu bisa mengalahkannya. Jika pria itu bisa mengalahkannya, maka dia pun bersedia menikahi pria tersebut. Itulah peraturan yang dicanangkannya sebagai pemimpin desa Nadeshiko itu.
Kini Naruto dan Yuzuru sudah datang untuk menemuinya atas dasar permintaan terakhir dari almarhum Jiraiya. Mereka berjarak beberapa meter dari hadapan Shizuka. Memandang gadis cantik yang ditemani oleh Tokiwa. Ada rasa kagum yang muncul di hati Yuzuru. Tapi, tidak buat Naruto.
Melalui penjelasan panjang lebar dari Naruto yang bertindak sebagai pengawal palsu Yuzuru, Shizuka sudah mengetahui maksud kedatangan mereka berdua. Ditambah dengan penjelasan dari Tokiwa yang berdiri di samping Yuzuru, mampu menyakinkan hati sang putri yang dilanda sedikit rasa curiga terhadap dua ksatria samurai itu. Tentu hal itu, sungguh mengagetkan jiwa dan raga sang putri yang sedang duduk di kursi singgasananya. Tanpa ada dayang-dayang yang mengapit di dua sisi kursi singgasananya.
"Begitulah ... Shizuka-hime. Kamilah yang anda tunggu selama ini. Maksudku, Yuzuru-lah murid Jiraiya yang ditakdirkan untuk menjadi pasangan anda. Apakah anda bersedia menerima pinangan dari murid Jiraiya ini, Shizuka-hime?" sahut Naruto seenaknya dengan tampang yang sangat serius dan sukses membuat Yuzuru tercengang mendengarnya.
"A-Apa? Yang benar saja, Naruto? Kau sudah gila apa?" bisik Yuzuru mendekatkan mulutnya ke telinga Naruto.
Namun, parahnya, Naruto tidak menggubrisnya dan tetap bersikeras dengan pendiriannya yang tetap. Seperti besi yang tidak mudah ditembus oleh apapun.
Spontan, Yuzuru menggerutu kesal sendiri. Dongkol setengah mati. Hatinya merasa pedas bak cabe merah. Kemarahan si jago merah berkobar-kobar di iris merahnya.
Benar-benar situasi yang tidak menguntungkan. Kebohongan meluas dan akan menjadi kesengsaraan bagi Yuzuru sekarang. Pikir Yuzuru begitu.
Lalu Shizuka menghembuskan napas tidak sukanya itu, berusaha tenang seperti biasa. Suasana sepi dan hening menuntut hatinya untuk menyelesaikan perkara yang ada di depan matanya. Sesegera mungkin harus diatasi.
"Baiklah, karena hukuman perjanjian itu. Atas amanat Jiraiya yang sudah meninggal dunia, mungkin aku menerima lamaran Yuzuru-san ini. Tapi, ada syaratnya."
"Syarat?"
Aksi kaget ditunjukkan oleh Naruto. Begitu juga dengan Yuzuru. Sedangkan Tokiwa tidak terkejut sama sekali.
Dengan mata emeral hijau yang tajam dan berkilat, sang bintang desa menampakkan raut tenang nan tegas. Jari telunjuknya yang putih mulus mengacung ke arah Yuzuru.
"Syaratnya Yuzuru-san harus mengalahkan aku dalam pertarungan pedang. Kita akan berduel besok pagi. Bagaimana?"
Sungguh kabar yang mengagetkan di siang bolong ini. Kedua mata Yuzuru terlihat membulat sempurna. Ia tidak menduganya sama sekali.
"Apa? Melawan anda, Shizuka-hime?"
"Ya, kenapa reaksimu begitu? Apa kau takut?"
"Tidak! Tentu saja tidak!" seru Yuzuru tegas dengan wajah yang mengeras."Baiklah, aku akan melawan anda besok dan akan mengalahkan anda dalam duel pedang besok."
Senyuman simpul terukir di wajah cantik putri itu.
"Buktikan semua ucapanmu itu besok paginya. Arena duel akan dilaksanakan di dojo istana ini. Tapi, sebelum itu, aku mengizinkan kalian tinggal di istana ini sementara waktu. Terus ...," layangan pandang Shizuka mengarah pada Tokiwa."Tokiwa-san, tolong antar mereka ke kamar tamu istana. Beritahu pada kepala koki istana dan dayang-dayang untuk melayani mereka. Beri mereka makan dan minum. Kurasa mereka pasti sudah lapar dan haus sekarang."
Mendengar perintah itu, wanita itu segera memberi hormat pada sang putri.
"Baik, perintah Hime akan saya laksanakan!"
"Ya!"
Shizuka mengangguk pelan. Kemudian, Tokiwa menoleh ke arah dua pria muda di sampingnya itu.
"Ayo, kalian berdua ikut denganku!"
Naruto dan Yuzuru mengangguk cepat. Dua samurai itu berjalan cepat mengikuti langkah anggun sang pengawal istana. Derap-derap langkah kaki berbunyi nyaring saat menghentakkan kaki ke lantai bening istana tersebut. Istana yang bernuansa kemewahan dan keindahan. Meninggalkan suasana sunyi dan sepi di ruang singgasana. Tinggallah Shizuka yang tersenyum ketika memandangi kepergian mereka. Senyuman simpul yang penuh ketenangan.
.
.
.
Saat mereka bertiga - Tokiwa, Yuzuru dan Naruto - menempuh perjalanan ke kamar tamu istana yang berada di lantai satu, langkah demi langkah terayun menyusuri jalan beranda istana yang terbuka lebar. Saat Naruto melepaskan pandangannya ke arah kirinya, tampaklah pemandangan taman istana yang luas dan indah. Dipenuhi pepohonan Sakura yang sedang bermekaran karena musim semi. Warna-warna merah muda berguguran karena terlepas dari ranting induknya. Menyebar luas tidak beraturan ke seluruh penjuru. Menyisakan kesan hujan Sakura yang begitu indah saat dipandang mata. Apalagi si angin pun datang untuk ikut menyemarakkan senandung sukacita pohon-pohon Sakura yang sedang asyik merontokkan warna-warna merah muda. Semua daun tanaman yang ada di sana ikut bergoyang dan menari sesuai dengan alur irama yang ditiupkan oleh angin. Senada dengan lirik alam pada musim semi seperti ini.
'Taman yang indah ...,' batin Naruto kagum di hatinya. Pandangannya tidak pernah lepas dari taman istana itu. Hingga ...
SET!
Dari balik pohon Sakura tersebut, muncullah sosok gadis yang berpakaian zirah besi samurai berwarna putih. Rambutnya yang panjang berwarna putih berkibar-kibar dimainkan angin. Kedua matanya berwarna kuning bagaikan emas. Tubuhnya tidak tinggi. Mungil dan imut. Membawa katana dan wakisazhi yang diselipkan di sabuk kain warna merah muda yang melingkari pinggangnya. Sepatu boots putih membungkus kedua kakinya. Umurnya sekitar 17 tahun. Dia adalah ...
"Tachibana Kanade," sahut Tokiwa tiba-tiba karena menyadari pandangan Naruto terfokus pada gadis yang berdiri di dekat salah satu pohon Sakura itu."Dia adalah adik angkat Shizuka-hime. Orang-orang di desa ini menyebutnya sebagai gadis samurai bisu."
Kontan, hal tersebut mengundang minat Naruto dan Yuzuru. Mereka memandang Tokiwa sebentar-sebentar dan terus diarahkan pada gadis samurai yang masih berdiri di dekat pohon Sakura tersebut. Gadis samurai bisu yang diketahui bernama Kanade.
"Eh? Gadis samurai bisu? Apa maksudnya?" tanya Yuzuru.
Tokiwa menoleh sejenak ke arah Yuzuru. Langkahnya terhenti sebentar. Begitu juga dengan dua laki-laki itu.
SREK!
Tangannya dilipatkan di dadanya. Sedikit membusungkan dada untuk memberikan kesan angkuh. Pandangannya lembut tapi tegas, melihat ke arah Kanade yang sedang asyik menikmati suasana hujan Sakura di kejauhan sana.
"Ya, gadis samurai bisu. Dia memang bisu. Tidak bisa berbicara sejak dia ditemukan oleh Kaa-sama Shizuka-hime, tujuh belas tahun lalu. Dia anak terbuang yang tidak diketahui siapa orang tuanya. Asal usulnya tidak diketahui. Dia yang masih bayi di kala itu, tergeletak di taman istana ini, dalam balutan kain berwarna merah. Ada dua pedang yang menemaninya. Dua pedang yang menjadi teman baginya saat bertarung dan menyendiri. Menganggap dua pedang itu seolah-olah bisa berbicara padanya. Ada suara lembut dan jernih yang muncul saat dia sudah mengeluarkan dua pedang itu dari sarungnya. Dengan kata lain, dua pedang itu bisa berbicara sebagai wakil suara gadis samurai yang bisu. Kehidupannya dihabiskan untuk pengabdian kerajaan ini. Itulah yang dia inginkan sejak dinobatkan menjadi gadis samurai oleh Kaa-sama Shizuka-hime pada saat umurnya menginjak 13 tahun."
Cerita yang mengharukan tentang gadis samurai bisu itu. Kedua pria samurai memasang wajah kusutnya saat terus mendengarkan cerita dari Tokiwa. Hingga iris biru sang Namikaze melirik lagi ke arah Kanade tadi. Kanade tampak asyik menikmati suasana damai dari hujan Sakura yang terus menerpanya. Wajahnya datar tanpa ada ekspresi sama sekali. Kedua mata kuning yang menyorotkan kekosongan dan kesedihan. Salah satu tangannya bergerak perlahan-lahan untuk menghalangi satu kelopak bunga Sakura yang turun tepat ke arahnya.
SET!
Kelopak bunga Sakura itu berhasil mendarat di telapak tangan kanannya yang terbalut sarung tangan putih dengan bagian jari-jari yang terbuka. Memandangi kelopak bunga Sakura itu dengan pandangan datar. Tiada emosi yang terpancarkan dari wajahnya. Apalagi suara yang diharapkan keluar dari tenggorokannya itu, mustahil untuk dikeluarkan karena dia memang ditakdirkan tidak bisa berbicara alias bisu sejak dia masih bayi.
"..."
Terdiam tanpa kata-kata. Ditambah tanpa adanya emosi untuk mencetak perubahan pada wajahnya yang datar. Tak mampu. Tak bisa. Itu semua yang terjadi.
'Sakura sedang bersemi sekarang. Betapa indahnya.'
Suara dan suara. Hanya suara hatinya yang menggema di dalam pikirannya.
Hening dan sunyi didapatkannya dalam kesendirian. Angin menjadi temannya dalam renungan tentang dirinya yang sebenarnya.
Sejenak didongakkannya kepalanya ke atas sana. Memperhatikan langit biru yang cerah dengan hiasan bentuk awan-awan yang bermacam-macam.
'Kami-sama ... Siapa aku? Aku bukan saudara kandung Shizuka-nee-sama. Jadi, aku ini siapa? Asal usulku? Aku tidak mengetahuinya secara pasti.'
Dia membatin lagi dengan suara hatinya. Kedua bola kuningnya bagaikan matahari itu, semakin meredup dan kemudian menjadi menyipit. Menutup mata sembari menurunkan kepalanya kembali. Menarik napas dalam-dalam. Lalu dihembusnya secara perlahan-lahan.
Kelopak bunga Sakura tadi digenggamnya kuat-kuat. Lantas dia berbalik arah untuk memutuskan masuk lagi ke dalam istana.
Tanpa diduga ...
Iris biru itu bertemu dengan iris kuning. Naruto terpaku memandanginya dengan tatapan aneh. Itu terjadi hanya beberapa detik. Dia hanya berwajah datar. Memperhatikan Naruto, Yuzuru dan Tokiwa yang juga memandang ke arahnya. Tidak membuatnya merasa risih sedikitpun. Dia tahu arti tatapan itu yang mengisyaratkan dirinya yang memang dikenal sebagai gadis samurai bisu. Pasti dua laki-laki samurai yang bersama Tokiwa, sudah mengetahui tentang dirinya dari Tokiwa. Tidak aneh lagi.
TAP! TAP! TAP!
Dengan langkah tergesa-gesa, gadis samurai putih pergi meninggalkan taman istana tersebut. Menfokuskan arah perjalanan ke arah belakang istana untuk memeriksa sesuatu.
Ketiganya masih memandangi kepergian Kanade dengan perasaan yang berbeda-beda. Entah apa yang mereka pikirkan sekarang.
"Jadi, begitu ya? Aku mengerti tentang gadis yang bernama Kanade itu," ucap Naruto yang berwajah suram."Pasti dia merasa tertekan karena tidak mengetahui asal usulnya. Tapi, apa dia tahu kalau dia adalah adik angkat Shizuka-hime?"
"Dia sudah tahu semuanya. Hal itu tidak membuatnya tertekan. Dia tetap bersikap seperti biasanya," jawab Tokiwa masih bersidekap dada.
"Oh ...," Yuzuru membulatkan mulutnya seperti huruf o.
"Kita sudahi saja obrolan ini. Mari, kita lanjutkan perjalanan kita. Aku akan menunjukkan letak kamar tamu itu pada kalian berdua."
"Hm."
Dua anak muda itu mengangguk bersamaan. Sesudah itu, mereka kembali berjalan mengitari beranda yang terbentang lurus di samping istana pagoda tersebut.
.
.
.
BERSAMBUNG
.
.
.
NOTE:
Cerita pertama di fandom Xover Naruto and Angel Beat. Atas permintaan Raihan Namikaze.
Update dulu deh cepat daripada nanti hilang kalau disimpan terlalu lama di hp. Nanti saya lanjutin sambungannya pas abis raya idul fitri di bulan Juli. Hiatus dulu sampai hari raya.
Berminat mereview nggak?
Terima kasih.
Rabu, 25 Mei 2016
