Yoooooo……. Hmmm….
Yakk… Franbergh dengan sebuah fic AU-nya yang baru lagi. Fic baru lagi and actually, something terrible happen en makes me write this new fic (halah! Sok inggris!). Huehehe…. Bagi yang bertanya-tanya tentang fic 'Autumn', fic itu memang sedang hiatus karena authornya lagi sibuk persiapan ujian di sana-sini. Mau tau penjelasan selengkapnya? Anda bisa mengunjungi profil Franbergh. Arigatou^^.
Ja! Bisa kita mulai ceritanya?!
Disclaimer: Haaah...terakhir kali dicek masih hak milik Kishimoto-sensei-_-'
Summary: Nasib seorang putra keluarga Uchiha dipertaruhkan. Dia akan melakukan segalanya demi membela masa depannya yang di ujung tanduk. Bahkan kakaknya sendiri sudah menyerah dengan nasibnya, tetapi dia masih memiliki seorang sahabat yang dia percayai. Akankah sahabatnya menemukan sebuah jalan keluar untuknya? AU.
St. Anna
1st. Encounter
Selimut tebal berwarna biru laut membungkus seorang pemuda berkulit pucat di atas tempat tidur berukuran queen size berwarna putih di tengah kamar berukuran 5x5 meter. Pemuda itu dengan malas menggeliat lalu membuka matanya sedikit dan melirik sebuah jam digital kotak berwarna hitam di meja di sisi tempat tidurnya.
"Nggggh…." dengan malas dia meregangkan tubuhnya dan memaksakan dirinya untuk duduk. Setelah menguap dan mengacak rambut hitamnya, dia turun dari tempat tidurnya dengan malas dan berjalan ke kamar mandinya. Masih dengan mata terpejam.
"Pagi ototo-kun! He?" seorang laki-laki berambut hitam panjang terikat menyerbu masuk dengan semangat ke dalam kamar dan dengan heran hanya menatap tempat tidur yang sudah ditinggalkan.
"Hooo…. Sudah bangun," gumamnya. Kemudian laki-laki itu berjalan menuju kamar mandi yang dibiarkan terbuka. Suara air siraman shower terdengar di balik tirai saat laki-laki itu masuk ke dalam kamar mandi.
"Yo! O…to..to! Hari ini sepertinya kau sedang semangat sampai bisa bangun pagi-pagi begini. Apa kau berencana menjemputku di bandara? Yah, kau telat sih," si 'ototo' di balik tirai tidak menjawabnya.
"Aku sudah mendengar dari ayah. Apa kau akan pergi ke tempat Karin-chan?" laki-laki itu melanjutkan sambil bersandar di dekat pintu.
"Berisik!" jawab suara di balik tirai terdengar ketus membuatnya menahan senyum.
"Aaah. Kasar sekali."
Beberapa saat kemudian si pemuda keluar dari balik tirai dan menarik handuk berwarna putih yang dilipat di dekat washtafel kemudian melilitkannya di pingganggnya, dengan sebuah handuk lagi dia mengeringkan badannya dan berjalan keluar tanpa menghiraukan kakaknya yang sedari tadi berdiri di dekat pintu menungguinya mandi. Laki-laki itu kemudian mengikuti adiknya berjalan keluar dari dalam kamar mandi.
"Oi Sasuke! Bagaimana rencana kalian?" tanyanya masih belum menyerah mendapatkan jawaban dari sang adik yang jelas-jelas tidak berminat atau lebih tepatnya sebal dengan pertanyaan kakaknya.
"Seharusnya sebagai kakak kau membantuku sedikit kan, Itachi-nii?!" Sasuke memakai celana panjang baggy berwarna hitam kemudian mengusap kepalanya yang masih basah dengan handuk di bahunya. Itachi dengan santai duduk di atas tempat tidur dan hanya tersenyum menatap adiknya yang sibuk di depan lemarinya.
"Heh! Di saat seperti ini kau baru memerlukan kakak ya?" sambut Itachi ringan.
"Haaah.. Keberuntunganku tidak sebesar milikmu,"
"Aku tidak menyebutnya keberuntungan. Kenapa kau tidak mengikuti saran ayah dulu? Kau bisa mengenal Karin lebih dekat, kau akan menemukan sesuatu yang menarik," bujuk Itachi sambil menatap Sasuke yang sedang memakai t-shirt hitam dengan huruf R melintang di bahu kanannya. Sasuke berbalik dan menatapnya dengan bosan.
"Heeh...Nii-san! Apa ayah menyuruhmu cepat-cepat pulang hanya untuk membujukku? Kau sama sekali tidak bisa diharapkan. Kau sama sekali tidak membantuku. Aku akan ke tempat Neji, dia lebih bisa diandalkan. Ah, irasshai, ja!" Sasuke meninggalkan Itachi sendirian di dalam kamarnya dengan senyuman masih tertarik di sudut-sudut bibir Itachi.
"Hoo... Apa yang akan kau lakukan, Ototo?" gumam Itachi kemudian berdiri dan dengan bersemangat meninggalkan kamar Sasuke yang masih berantakan. Sebentar lagi seorang pelayan akan masuk ke dalam kamar Sasuke dan membereskan kamarnya.
= OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO =
Di dalam sebuah rumah tradisional Jepang berukuran sangat besar, Sasuke sudah dengan sukses menggeser pemuda berambut coklat panjang hingga terjatuh dari tempat tidurnya di salah satu kamar.
"Apa-apaan kau Sasuke?!" dia berdiri dengan rambut panjang coklatnya yang tampak berantakan, tangannya mencengkeram bantal mengamuk pada Sasuke yang dengan santai berbaring menatapnya dari tempat tidurnya.
"Ah! Pagi Neji!" sambut Sasuke tenang seakan-akan makhluk yang sudah mulai merah padam siap menghabisinya tidak sedang berdiri di hadapannya.
"Apa-apaan pagi-pagi begini kau sudah menggangguku? Siapa yang mengijinkanmu masuk? Turun dari tempat tidurku!" Neji menyemburnya dengan emosi yang susah payah ditahannya.
"Che! Apa-apaan kau pagi-pagi marah-marah begitu? Lagi datang bulan ya?" komentar Sasuke enteng, tentunya tanpa ada nada menyesal sedikitpun.
"Berisik! Minggir!" sergah Neji jelas-jelas tidak mau menanggapi lelucon di pagi hari.
"Hoi Neji! Aku perlu bantuanmu."
"Hah?" Neji menatap Sasuke yang belum juga mau beranjak dari kasur empuknya. Sekejap alis berkerut dan mata Neji yang menatap tajam melunak, tetapi kemudian…
"Apa-apaan kau datang mengacau, membangunkanku pagi-pagi begini, mendorongku hingga jatuh dari tempat tidur, lalu minta tolong?! Sikap macam apa itu?! Jangan bilang kau tidak diajari tata krama ya mentang-mentang kau ini putra keluarga Uchiha?" reaksi Neji menjadi makin buruk.
"Haah. Aku tidak menyangka kalau pagi kau bisa secrewet ini. Harusnya aku datang agak siang," Sasuke bersikap seolah menyesali perbuatannya.
"Tch!"
"Uph! Hoi!" Neji dengan emosi melemparkan bantal di tangannya dengan kasar ke wajah Sasuke dan berjalan menuju kamar mandinya. Sasuke menghela nafas dan meletakkan bantal yang barusan menghantam wajahnya ke bawah kepalanya lalu menutup matanya. Beberapa saat kemudian Neji yang sudah tampak segar keluar dari kamar mandi dan memakai yukata berwarna abu-abu gelap menatap Sasuke yang tidur di tempat tidurnya dengan emosi.
"Oi! Jangan bilang kau datang ke sini cuma untuk tidur di tempat tidurku!" semburnya sambil menarik selimut di bawah Sasuke.
"Hnn.." jawab Sasuke malas-malasan. Sepertinya dia memang bangun terlalu pagi hingga kembali mengantuk saat kepalanya menemukan tempat mendarat yang nyaman di atas bantal empuk Neji.
"Kau tidak sarapan? Rasanya aku lapar," lanjut Sasuke tidak ada hubungannya membuat Neji ingin sekali melemparnya dengan apapun yang bisa dijangkaunya.
= OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO =
"Jadi?"
"He? Aku tidak sempat sarapan saat pergi tadi," Sasuke asik memakan sarapannya tanpa menghiraukan Neji saat akhirnya mereka duduk di sebuah ruangan di sisi halaman tengah rumah yang hijau. Neji hanya menghela nafas dengan sikap Sasuke. Dia sudah hafal dengan sifatnya sejak dulu, Sasuke akan melakukan kekacauan padanya saat sedang mengalami masalah dan Neji hanya perlu menunggunya menceritakannya saja. Memang menyusahkan kalau Neji mengingat Sasuke sudah menganggapnya seperti pengganti Itachi.
"Ah, ya," Sasuke melanjutkan "Itu, kau tahu kan?! Biasa, yang terjadi pada para Uchiha saat mereka mencapai umur 17 tahun," Sasuke mengatakannya tanpa mengalihkan matanya dari mangkuk nasinya. Neji menaikkan sebelah alisnya. Para Uchiha di saat mencapai umur 17 tahun adalah diwajibkan memiliki seorang calon istri. Ini adalah peraturan wajib yang sudah turun-temurun dilakukan dalam keluarga Uchiha. Neji menghela nafasnya.
"Kau bukan kabur dari rumah kan?" Neji mulai menatapnya was-was.
"Yang benar saja. Kau tahu aku tidak mungkin sebodoh itu," jawab Sasuke meletakkan sumpit di atas piring kotak berwarna abu-abu karang di depannya lalu mengatupkan kedua tangannya dan menggumam "gochisousama*!"
"Lalu, kenapa? Bukannya tidak ada masalah denganmu?" Neji juga meletakkan sumpitnya dan juga menggumamkan kata yang sama "gochisousama!"
"He? Tidak ada masalah? Apa maksudmu?"
"Yaah, kalau hanya calon istri bukankah sudah ada?! Kudengar calonmu adalah putri bungsu keluarga Orochimaru, si Karin itu kan?! Apalagi yang kurang darinya? Dia cantik, pintar, putri dokter pemilik rumah sakit terbesar di Jepang. Dia tidak buruk untuk bisa dibawa-bawa,"
"Heh! Kalau hanya untuk dibawa-bawa, kenapa aku tidak memakaikanmu gaun saja. Kau juga cantik," elak Sasuke. Neji hanya mendengus dengan sindirannya.
"Hah! Terima kasih tetapi aku tidak berminat," tolak Neji ketus. Sasuke bukan satu-satunya yang memuji kecantikannya, bahkan Hinata dan Hanabi kedua adik perempuannya bisa bersemu merah saat melihatnya menari dengan kostum lengkap. Tidak terkecuali Kiba yang langsung berlutut melamarnya saat melihatnya menari untuk yang pertama kalinya. Saat itu Neji hanya menjawabnya dengan ringan "langkahi dulu mayatnya!" sambil menunjuk Sasuke dengan kipasnya.
"Haah, ini sungguhan Neji. Gadis itu menakutkan. Sejak ayahku memberitahuku, aku sudah mencoba mencari tahu tentangnya, dan dia mengerikan. Aku tidak akan tahan kalau harus menjadi suaminya. Menghabiskan seluruh hidupku dengan orang seperti dia, rasanya aku lebih baik menjadi biksu saja,"
"Ha? Yang benar saja! Orang sepertimu menjadi biksu. Kau bisa mati karena bosan. Memangnya apa yang bisa kulakukan? Pilihan ayahmu itu sudah paling sempurna," jawab Neji mulai terdengar pasrah. Ya, rasanya tidak ada kandidat yang lebih baik dari Karin.
"Ya aku tahu. Seandainya semua orang penting di Jepang ini mempunyai putri seumuranku, aku pasti bisa memilih yang cocok untukku," Sasuke juga sudah kedengaran pasrah.
"He?"
"Ayahku masih memberiku waktu. Dia memberiku kesempatan mencari gadis lain. Tentunya dengan syarat latar belakang yang tidak kalah dengan keluarga Orochimaru. Tetapi dimana aku bisa berburu yang seperti itu?" lanjut Sasuke lemas. Sebenarnya dia mengenal banyak anak perempuan di sekolahnya, tetapi rasanya tidak ada yang bisa dibandingkan dengan level Karin. Karin seperti sudah menjadi kandidat utama tanpa pesaing saja.
"Hmm, mungkin di Saint Anna," gumam Neji membangunkan Sasuke dari kepasrahannya.
"He?"
"Saint Anna-Josephine. Sekolah elit putri. Tidak hanya dokter, kebanyakan petinggi negara, duta besar bahkan perdana mentri juga menyekolahkan putrinya di sana. Sekolah itu bukan hanya populer karena siswi-siswinya yang berasal dari keluarga terpandang, tetapi level pendidikan di sana juga tidak bisa disepelekan," jelas Neji.
"Wah.. Ah, bagaimana kau tahu?"
"Hinata bersekolah di sana. Dimanapun juga dia tetap akan menjadi seorang gadis elegan. Tetapi dia memang paling pantas berada di sana," lanjut Neji sambil tersenyum menatap halaman, jelas-jelas sedang membanggakan adiknya.
"Che! Dasar..siscon!" gerutu Sasuke pelan.
"Apa?"
"Tidak. Tetapi akan sama saja. Kalau hanya latar belakang dan fisik saja, aku masih belum puas." Sasuke mengacak rambutnya dan menatap cemara udang yang berdiri di halaman dengan pasrah.
"Seberapa jauh kelonggaran yang ayahmu berikan untuk mencari pengganti Karin?" tiba-tiba Neji bertanya setelah mereka terdiam beberapa saat.
"E? Aku punya waktu sekitar 3 bulan sampai ulang tahun ke-17 ku dan aku boleh melakukan apa saja," jawab Sasuke enggan. Neji melirik Sasuke kemudian senyuman terkembang di bibirnya.
"Apa saja?" ulang Neji menegaskan jawaban Sasuke.
"Ya. Kecuali cara curang dengan membuat seseorang hamil, itu lain lagi. Ayahku akan langsung membunuhku. Jangan sarankan aku melakukannya, aku masih harus hidup lebih lama darimu," tegas Sasuke jelas khawatir Neji akan menyarankannya lebih dulu.
"Hmm…begitu ya? Hhh… aku tahu."
"He?! Sungguh?! Hah! Aku tahu kau memang bisa diandalkan kawan! Jadi bagaimana?" sambut Sasuke mulai bersemangat.
"Katamu, sekedar latar belakang dan penampilan fisik tidak akan membuatmu puas kan? Cara menemukan seseorang yang benar-benar kau inginkan adalah dengan mengenal mereka tentu saja. Tetapi, aku juga tahu seperti apa gadis-gadis kebanyakan di hadapan kita. Jadi, kau harus melihat sifat asli mereka. Mereka baru menunjukkan sifat asli mereka pada teman-teman dekat mereka," cara bicara Neji mulai terdengar sok diplomatis.
"Jadi? Apa yang mau kau katakan? Tidak perlu berbelit-belit!" sambut Sasuke tidak sabar.
"Jadi, kau harus menjadi teman mereka,"
"Heh! Kau sendiri yang bilang mereka akan menjadi sok kalau berhadapan dengan kita,"
"Maksudku, menjadi salah satu dari mereka," Neji tersenyum menatap Sasuke sambil melipat tangan di dadanya.
"Ha….?"
"Ya, kalau kau tahu maksudku. Kau harus menjadi seorang siswi Saint Anna kalau ingin menemukan seorang gadis yang kau sukai di Saint Anna."
Hening. Sasuke hanya menatap Neji dengan mulut terbuka.
"Jangan bercanda?!" akhirnya Sasuke merespon tetapi Neji hanya menatapnya dengan diam, "kau gila?!" lanjut Sasuke menahan emosi.
"Tidak. Ini salah satu cara paling ampuh. Kalau kau ingin menyukai seseorang, kau harus mengenalnya lebih dulu," senyuman Neji menghilang digantikan dengan pandangan serius.
"Kalau ayahmu benar-benar mengijinkanmu melakukan apa saja, pasti tidak akan ada masalah kalau kau ingin menyusup ke sana," jelas Neji "lagipula tidak ada salahnya. Di sana bertebaran gadis-gadis selevel Karin. Tidak akan sulit menemukan beberapa yang lebih baik darinya," lanjut Neji membujuk. Sasuke terlihat mengerutkan alisnya, jelas-jelas sedang berpikir serius mempertimbangkan ide Neji.
ToBeContinued depends on...
Nah! Bagaimanakah keputusan Sasuke? Apakah dia akan menerima saran Neji? Akankah dia mengorbankan harga dirinya dengan menjadi salah satu siswi sekolah elit putri? Akankah ayahnya memberi ijin Sasuke untuk melakukan aksinya? Atau ide apa lagi yang akan dimasukkan Neji ke dalam kepala Sasuke?
*Gochisousama: kalau tau arti kata 'itadakimasu' yang diucapkan sebelum makan, kata ini adalah penutupannya^^.
Ja!
Komen pliiiiis :D
Apakah kalian suka? Perlu dilanjutin, ato udah nebak bakalan kayak apa ntar ceritanya^^. Sudah..sudah.... nggak perlu pake acara ngata-ngatain pake mulut. Langsung aja pencet kotak ripiwan en berilah saiya ripiw.
