The basketball which Kuroko plays © Tadatoshi Fujimaki
"Apa kau sehat, Kurokocchi?" suara ceria nan familiar yang selalu dia rindukan pemiliknya itu menyapu telinga. Pemuda berambut biru muda menatap langit oranye yang menandakan sebentar lagi malam datang dari balkon apartemennya.
"Ya. Apa kau baik-baik saja, Kise-kun?" tanyanya dengan wajah datar, tapi jelas terdengar nada kekhawatiran dalam suaranya.
Gerutu pelan terdengar di sebrang telepon, "Aish~aku baik-baik saja. Aku baru saja menyelesaikan penerbangan terakhir hari ini dan baru saja pulang ke hotel. Tapi Kurokocchi, Jakarta itu panas sekali! Lama-lama aku bisa gosong kayak Aominecchi!"
Kuroko tertawa pelan, "Sekarang di sana sudah malam, kan? Apa malam di sana masih panas juga?"
"Err…nggak juga. Tapi sama kayak kota besar lainnya, Jakarta juga kota yang nggak pernah tidur! Bahkan kalau malam masih terang banget lho, Kurokocchi! Oh, aku juga membelikanmu baju batik siang tadi! Bagus banget dan ada sepasang, jadi aku belinya couple~"
Kuroko bisa mendengar dan membayangkan kalau pemilik setengah jiwanya itu sedang cengengesan. Kuroko sendiri hanya tertawa pelan menanggapinya.
Kise yang tadinya mengekspetasi reaksi kekasihnya lebih dari itu, mulai memecah detik hening yang menggantung.
"Kurokocchi?"
Hening lagi.
"Kurokocchi!"
Masih hening.
"Kuroko—"
"Kise-kun, kapan pulang?"
Kise terkesiap.
"Besok malam, Kurokocchi." jawabnya lembut dengan sedikit rasa bersalah. "Kali ini akan kupastikan aku pulang. Janji." tambahnya berusaha meyakinkan.
Kuroko menghela nafas, terdengar lelah. "Tiga kali kau menunda kepulanganmu, Kise-kun."
Kise menelan ludah, "Kurokocchi—dengar, kali ini, besok aku pasti pulang." dia menarik nafas, "Tunggulah aku sekali lagi." pintanya memohon.
"Mhhm." Kuroko menjawab dengan gumaman, "Jujur saja, karena aku sering ditinggal olehmu, yang lain jadi sering menggodaku." tambahnya datar, "Kau tidak ingin aku direbut orang lain, bukan?"
"KUROKOCCHI! SIAPA YANG MENGGODAMU? AOMINECCHI? KAGAMICCHI?" teriak Kise reflek. Kuroko menjauhkan Hpnya dari telinga. Suara cemprengnya itu kalau teriak bisa membuat telinga sakit.
"Bukan mereka, Kise-kun. Apa kau belum diberitahu tentang mereka?" tanya Kuroko.
"So—soal apa?"
"Mereka baru saja jadian." jawab Kuroko lempeng.
"A—aa—APA?!" teriak si pirang lagi, otomatis membuat Kuroko mengamankan telinganya, "Ba—bagaimana bisa—?"
"Aku tidak tahu. Aku juga cukup kaget saat mendengarnya. Kurasa karena terlalu sering bertengkar membuat mereka saling terhubung satu sama lain secara tidak sadar."
Kise menghela nafas tidak percaya, "Berarti yang selama ini dibilang Momoicchi benar dong?" dia menepuk-nepuk dahinya, "Tapi kalau begitu, siapa yang berani menggodamu? Jangan bilang kalau ternyata Takaocchi! Dia memang usil mengganggu kekasih orang, padahal sudah punya Midorimacchi!"
"Bukan, kok, Kise-kun." jawab Kuroko anteng. Memang hanya dia yang tahan banting dengan Kise yang suka mencak-mencak nggak jelas itu.
"Lalu siapa?" tanya Kise yang jelas penasaran banget plus nafsu membunuh yang tersembunyi.
"Aku nggak tahu kenapa, tapi yang menggodaku itu Akashicchi."
Kise geming.
"De—demi apa, Kurokocchi? Kau tidak bercanda, kan? Bukannya dia pacaran dengan Murasakibaracchi?"
Lagi, Kuroko menjawab dengan kalem.
"Demi kulit gosongnya Aomine-kun, Kise-kun."
Malam itu, Kise menyesal setengah mampus karena menunda kepulangannya hingga tiga kali.
FIN.
