Chapter 1: My Last Letter

Tuk Jadi Kenangan

»«

.

.

.

»«

Summary: Sebuah surat yang dikirimkan Sakura. Hanya selembar surat yang berisi curahan hatinya selama ini. Saat setiap langkah yang diambil Sasuke, membuat segores luka tambahan di hati kecilya yang rapuh./AU

»«

.

.

.

»«

Disclaimer © Masashi Kishimoto

Story © Uchiha Raikatuji

Rate: T

Genre: Romance

Pairing: SasuSaku

Warning: Miss typo(s), GJ, AU, alur aneh, etc.

Words: 1.043

»«

.

.

.

Happy Reading!

.

.

.

Don't Like Don't Read!

.

.

.

»«

Aku melangkah masuk ke dalam rumah saat langit semakin mendung. Sengaja sekali memaksaku menghabiskan waktuku di dalam rumah. Saat sedang mengenang kenanganku dengan Sasuke, yang paling membuatku nyaman adalah bersantai di halaman depan sembari membaca beberapa novel untuk menghibur diri.

Ah, Sasuke, ya?

Sudah berapa lama kita tidak bertemu?

Dear Uchiha Sasuke,

Lama tak jumpa, ya, Sasuke-kun. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Rasanya baru saja kemarin kita manikmati waktu bersama. Bagaimana kabar anakmu? Hahaha… dia pasti sudah besar, ya.

Maaf aku mungkin menjadi seseorang yang menyebalkan selama ini. Kau tahu? Rasanya aku mau mati saja saat mendengarmu menikah. Maaf juga untuk tidak datang ke pernikahanmu. Aku tahu kau pasti tahu kalau aku menyukaimu. Aku pernah berpikir untuk menjadi lajang seumur hidupku hanya karena aku tidak bisa mendekatimu.

Aku baru saja merasa lapar. Entah kenapa terkadang membaca novel membuatku melupakan segala hal termasuk urusan perut.

Rinai hujan yang mulai membasahi bumi kini membuatku memilih memasak ramen instan karena tidak bisa keluar rumah untuk sekedar membeli lauk. Untung saja aku selalu punya stok sejak aku mengenal Naruto. Dulu Sasuke yang mengenalkanku dengan Naruto. Pria baik itu dulu bilang ia menyukaiku. Hanya saja aku tidak pernah bisa membuka hatiku lagi pada siapa pun.

"Untuk kepentingan darurat, kau harus selalu siap ramen instan, Sakura-chan."

Dia sahabat yang baik. Aku tersenyum mengingatnya. Naruto dan Sasuke sebenarnya rival abadi. Aku tahu itu. Nyaris setiap detik rasanya mereka selalu saling melempar sindiran yang justru membuat mereka terlihat akrab.

Banyak hal yang terjadi pada diriku setelah kita memilih untuk berhenti berhubungan. Bukan hal buruk, kuharap. Tapi tidak semua yang terjadi itu sesuai harapan, kan?

Salah satu dari semua kabar buruk yang kualami adalah aku tidak bisa melupakanmu. Kaa-san bahkan membawa sepuluh lelaki ke rumah demi membuatku terlupa akan kamu. Sungguh bukan laki-laki buruk rupa dengan kemiskinan yang merajalela. Bukan.

Akasuna, Sabaku, Nara, Hyuuga, Uzumaki (dia sepupu Naruto, wajahnya mirip sekali, tapi aku lupa namanya), bahkan ada Hatake (meskipun usianya terpaut 10 tahun lebih tua dariku, tapi dia memang menawan, walau aku tidak tertarik), semuanya sungguh bukan nama keluarga yang bisa diremehkan.

Air yang kumasak mendidih. Gelembung-gelembung gas naik ke permukaan karena suhu yang terus naik.

Udara semakin dingin walau aku tidak bisa merasakannya.

"Kau tidak bisa memasak, Sakura-chan? Astaga. Teme harus mendapat calon istri yang jago masak." ejek Naruto sambil memukul bahuku bercanda dulu.

Itu sudah dulu sekali.

Hanya karena ucapan itu, aku akhirnya gigih belajar memasak dan mengambil kursus memasak. Hanya gara-gara candaan Naruto. Kuharap si bodoh itu tidak akan berulah lagi kalau kita bertemu.

Aku memasukan mie ke dalam air dan menyiapkan bumbunya di dalam mangkuk.

Sayangnya bahkan sepuluh pria itu tetap tidak bisa menyingkirkan satu saja Uchiha. Beliau memintaku mengencani masing-masing dari mereka berurutan selama satu bulan untuk setap orangnya. Semuanya gagal. Hanya karena kamu.

Mungkin kau justru berpikir ini bukan hal penting, ya?

Maafkan aku… untuk segalanya.

Entah kenapa, mengenang semuanya membuatku kalap. Semua kenanganku dengan Sasuke bangkit. Betapa dulu kami sering pulang sekolah bersama. Jalan-jalan bersama. Bahkan saling mengunjungi rumah masing-masing. Kedua orang tua kami pun saling mengenal dekat.

Mungkin ini yang dikatakan cinta tak harus memiliki. Mungkin juga ini karma karena aku menyakiti hati pria kuning itu dulu.

Apa aku harus berusaha menerima Naruto hingga akhirnya ia akan kembali padaku?

Mie yang semakin mengembang menunda jatuhnya air mataku dari pelupuknya. Tanganku yang hendak menuangkan ramen ke mangkuk bergetar pelan.

Dulu aku memiliki rasa yang begitu besar padamu. Sekarang pun masih. Hanya saja, aku tahu aku tidak pantas. Gadis itu manis, kuakui. Jauh lebih cantik dariku. Wajar saja kan kalau kau lebih memilihnya? Haha.

Gadis yang lembut, manis, penyayang, dan baik hati itu sangat cocok untukmu. Kau pasti selalu kesal padaku yang cerewet, tomboy, atau mungkin kasar. Kau sangat tahu bagaimana sikapku pada Naruto. Aku bukan tipe gadis feminim yang lemah lembut.

Sasuke-kun

Ada satu hal yang ingin kuketahui darimu.

Dadaku sesak. Hatiku meringis.

Tidak. Aku tidak bisa membiarkan diriku menangisinya lagi. Kenapa aku menangisinya? Ia bahkan sudah bahagia bersama gadis Hyuuga itu. Aku tahu sekali. Pasti sebuah keluarga harmonis yang diidam-idamkan banyak orang.

Termasuk kamu. Aku ingin sekali kita akan bersatu kelak.

Apa… kau sama sekali tidak pernah menyukaiku walaupun hanya sedikit? Tidak butuh waktu panjang. Bahkan jika kau pernah, sekali saja, memikirkanku dalam waktu 5 menit. Sungguh, aku akan sangat tersanjung kalau kau menjawab 'iya'.

Ah, aku bodoh. Aku bertanya padamu, padahal aku tahu sediri pasti apa jawabannya. Hanya saja… aku ingin sekali kau menjawab langsung kepadaku. Meskipun sudah tahu jawabannya, aku ingin memantapkan hatiku. Apa benar kau sebenci itu padaku? Kalau iya, sungguh bukan masalah besar mengetahuinya.

Hujan turun semakin deras.

Entah kenapa, aku membawa mangkuk ramen ke kamarku dan meletakkannya di atas nakas sementara aku naik ke atas kasur dan meringkuk.

Ingatan yang datang menyapa membuat nafsu makanku menurun drastis. Entahlah… aku bingung sekali. Semua perasaan yang menguar di atmosfer semakin membuatku sesak. Untaian memori indah datang seiring dengan setiap tetes air hujan menyentuh permukaan bumi.

Sepertinya berat badanku akan semakin turun. Akhir-akhir ini pikiranku semakin kacau.

Di Konoha hujan sekarang. Langit sedang mengejekku. Apa di sana cerah? Karena aku tahu kau pasti bahagia bersama gadis pilihanmu.

Jika kau mau menghubungiku, nomorku masih yang dulu. Aku takkan membicarakan ini lagi jika kau mau. Aku akan pergi jauh darimu. Kuharap surat ini tidak terlalu panjang. Oh iya, selamat ulang tahun, Sasuke-kun.

Tertanda,

Haruno Sakura

Handphone putihku bergetar panjang menandakan seseorang sedang berusaha menghubungiku.

Naruto is calling

"Moshi, moshi, ada yang bisa kubantu?" tanyaku pelan. Tak bersemangat.

Yang di seberang telepon justru membalas sapaanku dengan enerjik.

"Sakura-chan, apa kabar? Aku baru saja menanyakan pada kedua orang tuaku, akhirnya mereka setuju dengan pilihanku."

Aku berusaha menyimak ucapannya sekali pun pikiranku kali ini sedang sama sekali tidak bisa fokus.

"Ayo menikah, Sakura-chan."

Ucapan Naruto terakhir membuat seluruh fokusku tercurah pada pria yang sedang melamarku di seberang telepon.

Aku mendengus. "Bodoh."

Sebelum sempat membiarkan Naruto berkomentar atas ucapan kasarku, aku menyela. "Kau pikir aku ini masih waras?" tanyaku lirih. "Aku tak akan menikah dengan siapa-siapa hingga kapan pun. Jangan berharap pada gadis ini. Ia sekarat. Hatinya sudah mati sejak lama. Luka yang ia dapatkan sama sekali tidak bisa disembuhkan."

Aku menutup teleponnya sepihak. Aku tahu aku membuatnya patah hati. Pria yang malang. Sayang sekali, ia jatuh cinta pada gadis bodoh sepertiku.

Ini semua pasti akan menyakitinya.

Karma sudah berlaku padaku sejak awal. Untuk apa aku berbaik hati? Karma yang kuterima sama sekali tidak akan berkurang. Kami akan tetap saja membenciku dan mengambil Sasuke dari sisiku.

Tidak akan ada yang berubah.

»«

.

.

.

»«

To Be Continued…

»«

.

.

.

»«

Author's Note:

Haaaiiiii! *lambai tangan*

Kuharap ini bisa selesai dalam threeshot. XD

Heum… ini terinspirasi dari temanku. Kita pernah belajar nulis bareng. Tapi dia mainnya di crime. Keren banget, semua mengakuinya.

Nah, ini pendek banget, ya?.-.

Oke, langsung saja… Review?