Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

The Wizards Sequel is Mine, Kim Geun Hyun

Warning: Typo, AU, OOC, dll, dsb, dst...

.

.

.

행복한독서

Haengboghan Dogseo! ^^

Selamat membaca! ^^

.

.

.

Chapter 1: Lamaran?

Kelopak bunga sakura berterbangan ditiup oleh sang angin. Helaian rambut merah muda yang sewarna dengan kelopak-kelopak bunga sakura juga ikut melambai akibat ulah sang angin di musim semi. Tidak ada musim yang sebaik musim semi karena selain berbagai macam bunga tumbuh bermekaran, angin juga sangat memanja kulit setiap insan.

Si pemilik rambut sewarna dengan kelopak bunga sakura sedang memejamkan matanya di bawah pohon yang mempunyai nama yang sama dengannya. Gadis ini memejamkan matanya, menikmati hembusan angin yang memanjakan kulitnya. Ah... betapa menyenangkan musim semi.

Kelopak-kelopak bunga sakura berjatuhan di atas kepalanya. Ia tidak menyadari hal itu karena sedang asik memejamkan matanya, mungkin ia sedang tertidur. Seulas senyum manis terukir di bibirnya saat dia mengingat kembali kejadian tiga bulan lalu di atas sebuah panggung megah di negara seberang, Korea Selatan.

Pria berambut raven dengan mata onyx yang menjerat terbayang di matanya yang terpejam. Senyum tulus pemuda yang sudah mencuri hatinya itu membius dirinya hingga dia mengeluarkan semburat saat membayangkannya. Ia terus membayangkan lebih jauh tentang wajah sang pemuda. Ia pandang wajahnya dari alis hingga bibir. Ketika ia membayangkan bibirnya, gadis ini menyentuh bibirnya sendiri dengan mata yang masih terpejam.

Rasanya masih hangat. Rasanya baru kemarin dia mendapatkan ciuman itu. Padahal nyatanya sudah tiga bulan dia tidak berciuman dengan si pemuda yang ada dalam bayangannya. Ah... kenapa kau jadi memikirkan ciuman itu? Terasa seperti orang pervert saja kau! Pikirnya.

Bibir si gadis jadi melengkung ke bawah ketika menyadari jika dia sudah berpikiran yang tidak-tidak. Tak sengaja dia mengerucutkan bibirnya, persis seperti kebiasaan sang pacar—pemuda raven tersebut.

"Sejak kapan kau meniruku?" suara bariton yang sangat dia kenal mengusik kesenangannya saat melamunkan si pemilik suara. Tunggu dulu! Si pemilik suara? Tidak... itu pasti khayalannya saja karena si pemuda yang memiliki suara bariton—yang saat ini sedang ia lamunkan, sedang berada di perusahaan label rekamannya.

Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba menghapus ilusi suara itu. Matanya masih terpejam, alisnya menaut, bibirnya makin mengerucut dan membuat sebuah putaran.

"Sigh! Benar-benar meniruku rupanya." Si gadis makin menautkan alisnya. Jika ilusi, kenapa rasanya seperti nyata?

Gadis yang memakai topi Galvin ini perlahan membuka kelopak mata sebelah kanannya. Dia melihat samar-samar ada seseorang dengan kaos abu-abu panjang sedang duduk di sampingnya. Lama kelamaan bayangan orang itu makin nyata. Kedua mata si gadis langsung terbuka sepenuhnya dan dia terlonjak sedikit dari kursi kayu yang sedang ia duduki.

"Sasuke-kun!" pekiknya kaget. Yang dipanggil mendengus kemudian mengerucutkan bibirnya seperti kebiasannya kalau sedang kesal.

Sakura menyunggingkan senyumnya dengan kikuk. "Bagaimana dia bisa ada di sini saat aku sedang asik melamunkannya? Jangan-jangan dia punya kekuatan ajaib." Sakura membatin.

"Kenapa kau bisa ada di sini? Urusanmu dengan Yamato-sama sudah selesai?" tanya Sakura dengan menatap Sasuke yang masih mengurucutkan bibirnya dengan tangan dilipat di bawah dada.

Sasuke melirik Sakura lewat ekor matanya. "Kau tidak suka aku ada di sini?" jawabnya dengan pertanyaan ketus.

"Bukan begitu... aku jadi bingung. Bagaimana kau bisa menemukanku di sini?" tanya Sakura lagi.

Sasuke kini menyeringai dan masih melirik Sakura dengan ekor matanya. "Apa susahnya menemukanmu di dekat mansion?" sahutnya lagi dengan pertanyaan.

Sakura clingak-clinguk di tempat duduknya. Kemudian dia tersenyum lebar yang lebih tepat disebut cengiran karena menampilkan gigi-gigi putihnya. Ia baru sadar kalau ia sedang duduk di bawah pohon sakura yang ada di samping mansionnya.

"Iya, benar juga." Sakura menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Langit berubah menjadi oranye. Sakura juga baru sadar kalau dia sudah lama sekali duduk-duduk di bawah pohon sakura. Ketika dia sampai di mansion, Sakura segera berjalan-jalan ke luar mansion. Dia ingin mencari udara segar dan kebetulan ada pohon sakura yang sedang bermekaran di samping mansion The Wizards.

Sakura sangat senang saat mengetahui kalau pohon sakura yang ada di samping mansion tempat ia tinggal sudah berbunga. Maklum saja, jadwal manggung The Wizards sangat padat. Bahkan kuliah Sakura saja mulai keteteran. Dan pada akhirnya Sakura dipindahkan ke kelas ekstensi di mana kuliah hanya dilaksanakan pada hari minggu saja.

"Seperti biasa, kau itu bodoh sekali," kata Sasuke dengan seringaiannya. Sakura mendengus.

"Walaupun bodoh, kau sudah jatuh cinta padaku." Balas Sakura dengan senyum jahil.

"Tch. Besar kepala sekali bocah ini!" sahut Sasuke dengan ketus. Sakura membalasnya dengan menjulurkan lidahnya.

Mereka berdua kembali terdiam. Sakura kembali memejamkan matanya dan menikmati angin sore musim semi yang sepoi-sepoi membelai rambutnya. Sasuke mengamati wajah Sakura. Seulas senyum terpatri di wajah tampannya. Dia merasa beruntung memiliki gadis yang berwajah cantik seperti Sakura. Tidak sedikit juga saingannya dalam mendapatkan Sakura. Tidak sedikit pula pengorbanannya untuk mendapatkan Sakura. Tapi semuanya terbayar.

Tiba-tiba mimik wajah Sasuke berubah menjadi resah. Satu tetes keringat mengalir di pelipisnya, padahal udara di sana sangat sejuk. Lalu kenapa ia berkeringat?

Sasuke menelan ludahnya. Dia meluruskan pandangannya memandang ke arah jalanan. Dia mengambil napas panjang kemudian menghembuskannya pelan-pelan. Ia lakukan itu terus hingga tiga kali.

Sasuke mengambil sesuatu dari dalam kantong celananya. Apa dia akan melakukannya di sini? Di bawah pohon Sakura? Bukan di restoran mewah yang dia sewa dengan iringan biola seperti yang ada di drama-drama serial? Atau bukan seperti saat dia menyatakan perasaannya di atas panggung seperti saat dia menyatakan perasaannya pada Sakura? Tapi, kalau tidak sekarang, kapan lagi? Dia dan The Wizards tidak punya waktu senggang yang banyak. Dan inilah satu-satunya saat yang tepat.

Sasuke meremas kotak kecil berwarna perak itu. Hatinya seperti bom yang akan meledak. Sepertinya dia akan membutuhkan obat asma kali ini karena paru-parunya terasa sangat sesak. Dia tidak pernah segugup ini sebelumnya.

Sekali lagi Sasuke mengambil napas dan menghembuskannya. Dia mati-matian memasang wajah datar tanpa ekspresinya itu agar semburat merah tidak menjalar di seluruh mukanya.

Sasuke berdiri dari duduknya. Dia menghadap Sakura yang masih memejamkan matanya. Pria tampan ini menelan ludah dengan susah payah ketika melihat wajah polos Sakura. Dengan yakin dia berlutut di depan Sakura. Matanya menatap wajah Sakura dengan intens.

"Sakura," panggilnya dengan suara yang sangat diusahakan selembut mungkin meski tetap terdengar agak ketus.

Sakura dengan perlahan membuka matanya dan dia terkejut melihat Sasuke sedang berlutut di depannya. Apa Sasuke sedang mengajaknya main pangeran dan cinderella seperti yang di cerita dongeng ya? Pikirnya.

"Ya. Kenapa Sasuke-kun?" tanya Sakura dengan senyum manisnya membuat jantung Sasuke dua kali lebih cepat dan cepat. Semburat merah muncul di wajah tanpa noda Sasuke.

Sasuke membuka kotak perak yang tadi dia pegang erat-erat di depan Sakura. Sakura melongo melihat sebuah cincin dengan batu berlian di atasnya.

"Menikahlah denganku!" pinta Sasuke namun kedengaran seperti sebuah perintah.

Sakura makin melongo mendengar apa yang Sasuke katakan tadi. Dia mengerjap-erjapkan matanya memandang cincin dan Sasuke secara bergantian.

Lama Sasuke menunggu jawaban Sakura. Dia mulai agak kesal karena lututnya sudah mulai kesemutan. Sasuke ingin mengerucutkan bibirnya tapi dia tahan setengah mati agar saat-saat penting ini tidak ternodai, cukup ternodai dengan wajah melongo Sakura saja.

"Sakura." Sasuke memberi penekanan saat memanggil nama Sakura. Sakura pun tersadar dan menatap Sasuke dengan wajah lugunya.

"Kenapa Sasuke-kun?" tanyanya lagi dengan polos.

Sasuke menghela napasnya. "Sabar sabar..." batinnya.

"Menikahlah denganku!" ulang Sasuke lagi dengan senyum manisnya membuat Sakura merona.

Sakura menggigit bibir bawahnya. Ini jawaban yang sangat sulit bagi Sakura. Sakura baru berumur dua puluh satu tahun dan dia belum menyelesaikan kuliahnya. Bagaimana kalau dia nanti punya anak? Kuliahnya pasti akan terganggu dan begitu pula karirnya.

Melihat gelagat Sakura yang sepertinya menjurus ke arah penolakan, raut wajah Sasuke menjadi sendu. Dia mulai menurunkan tangan yang memegang kotak perak itu dengan perlahan. Wajahnya ia tundukkan agar Sakura tidak melihat betapa sedihnya ia. Tapi kemudian ia terkejut karena kotak yang ia pegang seperti tergoyang. Sasuke mendongakkan kepalanya.

"Ini keputusan yang sulit," ujar Sakura sambil mengamati cincin berlian yang terlihat mahal itu. Sasuke menelan ludahnya dan menatap Sakura dengan sedih.

"Ya, aku mengerti. Hubungan kita baru tiga bulan. Kau juga masih kuliah." Sasuke pun berdiri dan menatap Sakura dengan datar.

"Ya benar. Tapi jujur saja ini keputusan yang sulit untuk ditolak." Sakura berdiri dan tersenyum manis menatap Sasuke.

"Jadi?" tanya Sasuke dengan wajah penuh harap.

"Aku mau menikah denganmu, Sasuke-kun." Sakura tersenyum tulus dan memakai cincin itu di jari manisnya. Sasuke berniat menghalangi Sakura memakai cincin itu tapi cincin itu sudah masuk di jari manisnya. Sakura menatap Sasuke dengan bingung.

"Seharusnya aku yang memakaikan cincin itu!" kata Sasuke dengan ketus. Sakura tampak sedikit terkejut.

"Gomennasai, Sasuke-kun!" Sakura membungkukkan badannya karena merasa menyesal telah merusak momen romantis yang sudah Sasuke rencanakan. "kita ulangi saja kalau begitu, bagaimana?" tanya Sakura dengan polosnya dan berniat melepas cincin itu.

"Aish! Sudahlah, lupakan saja!" ucap Sasuke ketus sambil memberikan kotak perak cincin tadi pada Sakura dan membalikkan badannya untuk berjalan meninggalkan Sakura.

"Sasuke-kun! Maafkan aku, ya?" Sakura mengambil kotak cincin dan mengejar Sasuke yang berjalan dengan cepat meninggalkannya. "Sasuke-kun, ayo kita ulang dari awal lagi!" teriaknya.

Sasuke tersenyum bahagia. Dia senang sekali lamarannya diterima oleh Sakura meskipun rencana romantisnya yang sudah berantakan ditambah berantakan oleh Sakura. Sasuke mengelus dadanya, di mana sang jantung hampir saja keluar dari tubuhnya karena saking bahagianya. Sayup-sayup dia mendengar Sakura yang meneriakkan namanya dan dia tersenyum manis sekali.

.

.

.

Kelopak bunga Sakura kembali berterbangan tatkala Sang Tuan Angin meniupnya. Udara musim semi yang sejuk dan hangat membuat sebuah gereja dengan cat putih dan besar itu terlihat begitu mempesona. Dentingan lonceng terdengar dari atap gereja. Di halaman gereja berjejer mobil-mobil dari yang paling mewah sampai menengah. Tidak, ini bukan showroom mobil, tapi mereka adalah tamu-tamu yang sengaja hadir untuk menyaksikan sebuah acara suci seumur hidup sekali.

Keramaian di lobi geraja terasa begitu menyenangkan karena mereka semua yang hadir dalam gereja itu tersenyum bahagia menantikan saat-saat penting bagi sepasang pemuda-pemudi yang akan diikatkan dalam takdir Tuhan.

Para wartawan menyiapkan peralatan mereka. Entah apa saja itu, yang jelas bagian belakang altar jadi penuh karena para wartawan itu menempatkan segala macam jenis kamera di sana. Ini benar-benar berita yang menguntungkan bagi mereka. Tapi tentu saja mereka bahagia melihat acara penting bagi sepasang selebriti terkenal seantero Asia itu.

Gadis blonde, gadis bercepol, dan gadis indigo sedang berdiri menatap sahabatnya si gadis merah muda. Ekspresi mereka bermacam-macam, tapi yang dominan adalah ekspresi bahagia mereka.

"Sakura! Aku tidak menyangka sebentar lagi kau akan menikah!" seru Ino dengan menepuk bahu Sakura dengan semangat, membuat Sakura meringis.

"Aku benar-benar terkejut mendengar kenyataan kalau kau memang mau menikah! Aku kira itu cuma gosip." Tenten juga menepuk bahu Sakura membuat Sakura meringis kuadrat.

"Sa-Sakura-chan, selamat ya. A-aku senang melihatmu bahagia, hiks. A-akhirnya ka-kau yang duluan menikah. A-aku terharu, hiks." Hinata bicara dengan terbata-bata dan berkaca-kaca. Tenten, Ino dan Sakura memandang lembut Hinata.

"Kami juga bahagia, Sakura." Ino menatap Sakura dengan mata berkaca-kaca juga.

"Teman-teman..." Sakura hampir saja menangis saat ketiga sahabatnya memeluknya.

"Aiiissshh~ jangan menangis bodoh! Nanti kau tambah jelek saat di altar nanti!" seru Ino membuat Sakura mengerucutkan bibirnya seperti kebiasaan Sasuke.

"Tunggu dulu! Sepertinya aku pernah melihat ekspresi seperti itu," ujar Tenten sambil mengingat-ingat membuat ketiga sahabatnya menatapnya dengan bingung.

Pintu ruangan Sakura terbuka dan muncullah Sasori. Dia tersenyum lembut memandang Sakura. "Sudah saatnya," kata Sasori. Sakura membalas senyum Sasori dan mengangguk. Ketiga sahabatnya pun langsung membantunya berdiri karena gaun yang dia gunakan cukup panjang di bagian belakang.

Sasori menjadi pendamping Sakura. Sakura sengaja meminta Sasori menjadi pendampingnya karena dia sudah menganggap Sasori sebagai kakaknya sendiri. Keluarga Sakura yang masih ada, seperti neneknya pun tidak mempermasalahkan hal itu karena dia juga sangat mengenal Sasori. Lalu bagaimana perasaan Sasori sekarang pada Sakura? Dia sudah merelakan Sakura dan menganggap Sakura adiknya yang sangat berharga untuknya.

Ino, Tenten dan Hinata menjadi pengiring Sakura ketika berjalan di altar. Mereka melemparkan kelopak-kelopak bunga Sakura di atas karpet merah. Mereka bertiga memakai gaun yang sama, gaun putih panjang yang cantik.

Naruto melambaikan tangannya pada Hinata, Hinata merona melihat Naruto yang sangat tampan dengan setelan Tuxedo hitam. Naruto terlihat lebih gagah dan tentu saja lebih rapih.

Ino melihat Sai mengedipkan sebelah alis padanya membuat Ino sedikit salah tingkah, namun dia kemudian tersenyum membalas senyum manis Sai. Sai yang sedang memainkan piano menyambut kedatangan pengantin wanita sempat-sempatnya menggoda sang kekasih.

Dan Tenten terlihat sangat sumringah karena dia ingat kata-kata Neji yang memujinya kalau dia cantik memakai gaun. Dia melihat Neji duduk satu meja dengan Naruto dan Gaara. Sekilas Neji tersenyum tipis padanya, Tenten tersenyum lebar membalasnya.

Gaara memandang Sakura yang berjalan dengan anggun. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Jujur saja, di bagian hati kecilnya merasa nyeri melihat Sakura akan menikah dengan Sasuke. Namun dia sadar, tidak akan ada tempat untuknya di hati Sakura. Akhirnya dia menyerah dan berharap yang terbaik untuk Sakura.

Kakashi, Yamato dan Shizune memandang Sakura dengan wajah terharu. Shizune bahkan sudah menghabiskan entah berapa banyak tisu untuk mengelap ingusnya.

Tampak Karin dan Suigetsu menghadiri pernikahan Sasuke dan Sakura. Kalau kita perhatikan mata Karin terlihat agak sembab. Mungkin dia tertekan karena orang yang sangat dia obsesikan malah menikah dengan orang lain.

"Sudahlah, Karin. Nanti kita menyusul mereka kok," kata Suigetsu dengan senyum lebarnya yang lebih mirip cengiran. Karin mendengus mendengarnya.

"Cih!" Karin membuang mukanya, namun wajahnya merona mendengar ucapan Suigetsu. Dia pun tersenyum tanpa Suigetsu ketahui tentunya.

Tsunade, Fugaku, Mikoto dan Itachi tersenyum bahagia ketika melihat Sakura berjalan memasuki altar. Itachi kemudian memandang adiknya, Sasuke. Dia bangga sekaligus sedih melihat Sasuke akan menikah. Dia saja belum menikah, tapi adiknya sudah mendahului dia. Itachi menghela napas panjang.

Sasori menggenggam tangan Sakura dengan lembut. Sesekali dia menatap Sakura yang terlihat panik karena dari tadi kilatan blitz kamera menerpa dirinya. Sementara Sasuke yang sudah berdiri di depan pendeta mengepalkan tangannya saat melihat Sasori menggenggam tangan Sakura.

'Cari kesempatan dalam kesempitan, eh?' batin Sasuke.

"Imouto, kau gugup?" tanya Sasori dengan pelan. Sakura menolehkan kepalanya pada Sasori dan tersenyum menatapnya.

"Sepertinya begitu," jawabnya.

"Tenang saja, semua pasti akan berjalan lancar." Sasori menatap lembut Sakura dan mengeratkan genggaman tangannya seolah meyakinkan Sakura. Sakura mengangguk.

Sampai di depan Sasuke, Sasori menyerahkan Sakura pada Sasuke. Sasuke mengulurkan tangan kanannya dengan senyum manis, Sakura menyambut uluran tangannya dengan senyum manis juga dan rona merah di pipinya.

Acara pernikahan berlangsung dengan khidmat oleh pendeta bernama Hiruzen Sarutobi. Sampailah pada tahap pengucapan janji sepasang calon suami-istri ini.

"Apakah kau, Uchiha Sasuke, bersedia dan mau menerima Haruno Sakura sebagai istri anda satu-satunya dan hidup bersama dalam pernikahan suci seumur hidup anda? Bersedia untuk mengasuh dan merawatnya, menghormati dan memeliharanya dalam keadaan susah dan senang, kelimpahan atau kekurangan, sakit dan sehat, dan setia kepadanya?" tanya Sarutobi pada Sasuke.

"Ya, aku bersedia." Sasuke menjawab dengan tegas dan penuh keyakinan.

"Apakah kau, Haruno Sakura, bersedia dan mau menerima Uchiha Sasuke sebagai suami anda satu-satunya dan hidup bersama dalam pernikahan suci seumur hidup anda? Bersedia untuk tunduk kepadanya, mengasuh dan merawatnya, menghormati dan memeliharanya dalam keadaan susah dan senang, kelimpahan atau kekurangan, sakit dan sehat, dan setia kepadanya?" tanya Sarutobi pada Sakura.

"Ya! Aku bersedia!" jawab Sakura dengan lantang dan semangat ceria membuat para tamu tertawa mendengarnya bahkan Sarutobi pun menahan tawanya. Sakura menundukkan kepalanya karena malu. Sasuke memutar bola matanya dan menghela napas berat.

Acara pertukaran cincin pun berlangsung dengan sempurna. Kilatan blitz terus menerus menerpa kedua insan yang sudah resmi menjadi sepasang suami-istri ini. Sorotan kamera juga tidak lepas dari mereka. Sasuke sebenarnya tidak setuju kalau pernikahannya di hadiri oleh wartawan, namun Kakashi merayu Sakura dan bilang kalau saat-saat bahagia seperti ini harus mereka bagi ke semua orang. Dan Sasuke tidak tega menolak ketika Sakura sudah meminta dengan mata puppy eyesnya.

"Mempelai pria dipersilakan mencium mempelai wanita," ujar pendeta Sarutobi pada Sasuke.

Sasuke langsung tersenyum lebar yang bisa dikatakan menyeringai ketika mendengar kata-kata yang sangat ia tunggu-tunggu. Sementara Sakura yang polos merasakan firasat tidak enak saat mata Sasuke terlihat berbeda dengan senyum menyeramkan. Sakura jadi ingat lamunannya saat sebelum Sasuke melamarnya. Dia melihat bibir Sasuke yang tipis, Sakura menelan ludahnya.

"Ayolah, Sakura... kau pernah melakukan ini sebelumnya!" batin Sakura menyemangati dirinya yang sudah deg-degan akut.

Sakura melihat Sasuke mendekatkan wajahnya, Sakura menutup matanya mencoba setenang mungkin. "Tenang Sakura, ini cuma sebentar kok," ucapnya dalam hati. Dan ketika dia merasakan bibir Sasuke menempel di bibirnya dengan lembut, Sakura sempat menahan napas dan pipinya terasa panas.

Sakura merasa kilatan blitz menerpa dirinya lagi, meskipun dia sudah menutup matanya tapi cahaya blitz dari kamera itu begitu terasa.

"Eh? Kenapa belum selesai juga?" tanya Sakura dalam hati dan dia memberanikan dirinya membuka matanya. Dia melihat mata Sasuke yang menatap matanya dengan intens. Sakura menelan ludahnya karena merasa firasat buruknya semakin kuat.

Sakura menautkan alisnya dan kemudian dia merasa sudut bibir Sasuke bergerak, Sakura menebak Sasuke pasti sedang menyeringai dan detik berikutnya Sasuke melumat bibir Sakura dengan lembut lalu makin lama makin dalam, bahkan sampai Sasuke menahan kepala Sakura agar tidak menjauh. Sasuke juga mulai memasukkan lidahnya pada mulut Sakura. Sakura panik, benar-benar panik. Pipinya dia yakin sudah semerah lobster rebus.

Para tamu yang melihat adegan hot kissing pengantin langsung bertepuk tangan meriah. Bahkan Naruto sampai bersiul-siul. Gaara dan Sasori tersenyum geli melihat ekspresi Sakura yang panik dan ingin memberontak tapi Sasuke memeluknya dengan erat. Hinata yang melihat adegan itu mukanya langsung memerah seperti lobster rebus. Ino, dan Tenten malah bersorak-sorak. Mereka tidak menyangka Sasuke akan seganas itu.

Kakashi mengangguk-anggukkan kepalanya sambil membuka buku mesumnya. Shizune, Itachi, dan Suigetsu tertawa terpingkal-pingkal. Sai, Yamato dan Neji menahan tawa geli mereka. Sedangkan Karin menganga melihat Sasuke yang sangat bernafsu mencium Sakura.

Tentu saja para wartawan tidak akan tinggal diam menyaksikan adegan ini, mereka langsung memoto sebanyak-banyaknya, menyorot sedetail-detailnya, bahkan di close up segala! Aigoo, Sasuke benar-benar kehilangan kontrol dirinya! Ckckck...

.

.

.

Di sinilah kedua mempelai pengantin baru ini berada. Di sebuah ballroom hotel bintang lima yang menjadi tempat resepsi pernikahan mereka. Banyak sekali tamu yang datang dan memberikan selamat kepada kedua mempelai ini. Bahkan hampir semua tamu menggoda mereka akibat insiden di gereja tadi pagi. Sakura tentu saja menahan malu saat para tamu memuji kemampuan Sasuke mencium istrinya.

Di sisi lain, tampak teman-teman Sakura sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Yang paling terlihat sibuk adalah Ino, Tenten dan Hinata. Mereka bertiga adalah weeding organizer pernikahan Sasuke dan Sakura.

Di depan sebuah meja minuman tampak pria tampan berambut merah sedang mengambil segelas sirup berwarna senada dengan rambutnya. Ketika dia membalikkan badannya, seseorang menyenggol tangannya sehingga sirup di dalam gelas itu tumpah dan parahnya itu mengenai gaun seorang wanita cantik berambut cokelat.

"Maaf. Pakai saja sapu tanganku ini untuk membersihkannya." Lelaki ini mengulurkan sapu tangan berwarna merah dari kantong celananya.

"Terima kasih." Wanita tersebut menerima sapu tangan yang diberikan oleh lelaki berambut merah dan kemudian menyunggingkan senyum.

"Sekali lagi, aku minta maaf," ujar pria tersebut sambil membungkukkan badannya.

"Tidak apa-apa. Aku akan membersihkannya di toilet saja," sahut si wanita dengan senyum manisnya dan pergi meninggalkan si pria yang masih memandangnya.

"Baiklah, sekarang saatnya pelemparan bunga oleh pengantin wanita. Bagi kalian, gadis yang masih lajang, silakan berkumpul di bawah panggung singgasana mempelai!" suara Ino lewat mikrofon menyadarkan pemuda yang tampak bengong ini. Dia segera menuju panggung mempelai untuk menyaksikan kehebohan para gadis yang memperebutkan sebuket bunga.

Setelah selesai mengumumkan pengumuman tadi, Ino langsung berkumpul dengan para gadis lainnya untuk mendapatkan bunga dari Sakura. Mitosnya sih, gadis yang mampu menangkap bunga tersebut akan menyusul menikah di kemudian hari.

"Kukira dia tidak akan ikutan," kata Naruto yang berada di sisi kiri para gerombolan gadis-gadis itu.

"Mana mungkin dia melewatkan saat-saat berharga seperti ini," sahut Sai.

"Hahaha... iya ya, namanya juga Ino!" seru Naruto, kemudian dia melirik Gaara yang berdiri di samping kanannya. "Kau tidak ikutan, Gaara?"

Gaara menolehkan kepalanya menatap Naruto. "Maksudmu?"

"Kau 'kan satu-satunya yang belum punya pacar! Hahaha..." ledek Naruto. Gaara menyunggingkan senyum tipis menanggapi lelucon Naruto.

Di atas panggung mempelai, Sakura melongo melihat para gadis tamu undangan yang sudah rapih berkumpul di dekat panggungnya. Dia melihat Ino dan Tenten yang melambai-lambaikan tangannya agar Sakura melempar ke arahnya. Dia juga melihat Hinata yang tersenyum malu-malu memandangnya.

Sakura merasa tubuhnya diputar kebelakang oleh seseorang dan orang itu adalah suaminya, Sasuke.

"Kau lempar bunganya ke belakang," kata Sasuke. Sakura mengangguk.

Sasuke mendekatkan mikrofon ke mulut Sakura membuat Sakura menautkan alisnya bingung.

"Beritahu mereka ketika kau akan melemparnya," kata Sasuke. Sakura mengangguk lagi. Benar-benar pengalaman pertamanya saat ini.

"Baiklah, aku akan melemparkan bunga ini! Siap-siap, ya?" kata Sakura membuat gerombolan gadis itu bersorak riuh.

"Sakura! Lemparkan ke arah kanannmu!" teriak Ino. Sakura yang mendengar teriakan Ino mengembil ancang-ancang untuk melempar ke arah kanan.

"Pacarmu curang, Sai!" keluh Naruto dan mendecak sebal. Sai hanya tersenyum menjawabnya.

"Jangan, Sakura! Lemparkan ke arah kirimu saja!" teriak Tenten. Sakura merubah ancang-ancangnya ke arah kiri. Sasuke melihat Sakura sambil menautkan alisnya. Neji pun menatap tidak percaya pada pacarnya yang teriak tadi.

Naruto yang kesal dengan kecurangan sahabat-sahabat terdekat Sakura pun tidak mau tinggal diam saja. "Sakura-chan! Lempar ke arah Hinata-chan saja yang jauh ke belakangmu!" teriak Naruto membuat Hinata merona merah.

Sakura menjadi bingung harus melempar ke mana. Terdengar para gadis yang lain pun berteriak agar bunga yang sedang dipegang Sakura di lempar ke arahnya. Melihat istrinya yang kebingungan, Sasuke mengerucutkan bibirnya kesal karena istrinya terlalu polos dan bisa diperintah seenaknya.

"Lempar ke mana saja! Cepat!" kata Sasuke yang sudah tidak sabar.

Sakura meneguk liurnya ketika dia melihat tatapan tajam tidak sabaran dari mata Sasuke. Dengan menarik napas yang panjang, dia mengambil ancang-ancang dan melempar bunga tersebut dengan segenap kekuatannya.

Para gadis yang berkerumul di bawah panggung serempak mendongakkan kepala mengikuti arah bunga yang terbang di atas kepala mereka. Beberapa dari mereka berhasil menyentuh ujung tangkai bunga, namun yang lain melemparkan kembali buket bunga itu. Sakura dan Sasuke melihat keadaan di bawah panggung mereka dengan ekspresi melongo, tentu saja Sasuke tidak separah Sakura. Gadis-gadis itu terlihat seperti sedang memperebutkan bola basket di bawah ring basket.

Tenten hampir saja berhasil mengambil bunga tersebut jika tidak ada gadis berambut ungu yang bermaksud mengembilnya malah jadi melemparnya ke arah Hinata. Hinata berusaha mengambil bunga itu ketika dia mendengar suara Naruto yang terdengar sangat menyemangati kekasihnya. Namun, maksud hati menangkap bunga tersebut, dia malah mendorongnya ke arah Ino.

Dengan senyum sumringah Ino menyambut kedatangan bunga tersebut, dia melompat untuk mengambil bunga tersebut dan hap! Bunga berhasil dia tangkap namun kakinya tergelincir dan bunga kembail terbang ke arah kanannya.

Naruto, Sai dan Gaara terlihat bengong melihat bunga tersebut terbang ke arah mereka.

Srek!

Bunga tersebut jatuh dengan mudahnya di kedua tangan Gaara. Sai, Naruto dan semua gadis yang keadaan mereka seperti habis perang menatap Gaara dengan menganga. Bahkan Sasuke pun mengedip-ngedipkan matanya memandang Gaara.

Gaara memandang bunga tersebut tanpa ekspresi. Dia juga bingung dengan apa yang sekarang ada di kedua tangannya ini.

To be continue...

a/n: annyeong haseyo! Saya datang dengan membawa sequel The Wizards, hahaha... cwe song hamnida karena lama banget bikin sequelnya ya? Kamsa hamnida untuk yang udah request lewat review fict saya yang The Wizards agar saya bikin sequelnya. Bagi yang bingung bisa baca fict saya yang The Wizards. Boleh minta feedbacknya? Kamsa hamnida, chingudeul! ^^

Review? Gomapseumnida! ^O^