Harry Potter hanya milik J.K Rowling
(Warning : sudut pandang bergantian antara Hermione dan penulis, OOC, miss typo dan semua kekurangan lainnya. Happy reading. Ide cerita muncul tiba-tiba dari penulis, kritik dan saran terbuka)
Chapter 1
-(0)-(0)-(0)-(0)-
(Hermione)
Draco memejamkan mata di pangkuanku, aku tidak tahu dia hanya pura-pura atau mungkin sudah terlelap. Aku memandangi wajahnya yang tenang, melihat dadanya yang naik turun dengan irama yang sama. Aku tidak akan pernah bosan memandang wajahnya yang tenang dan damai, kalau boleh jujur dia jauh lebih menggemaskan dan tampan jika dia terlelap, karena saat itulah dia akan menutup mulut dan berhenti mengeluarkan kata-kata yang akan membuatku naik darah.
Tapi sungguh, apapun yang dia lakukan, aku mencintainya. Aku tidak tahu apa yang dia punya hingga aku rela melakukan apapun untuk berada terus di dekatnya, mencium bau tubuhnya dan berdua dengannya seperti ini. Aku hanya merasa nyaman, dan itu yang membuatku mencintainya.
Aku masih memandang wajahnya, dan dia masih menggenggam tanganku yang dia dekap di dadanya. Aku bisa merasakan detak jantungnya di sana, mengalun begitu lembut yang seperti nyanyian tersendiri untukku. Bagiku selama apapun memandang wajahnya, akan terasa singkat. Lagipula aku sangat jarang berduaan dengannya seperti ini, dan aku tidak akan menyiakan moment ini begitu saja.
Aku mengusap kepalanya dengan tanganku yang bebas, mengusap rambut putih platinanya yang menjadi faforitku. Membuatnya semakin terlelap dan mengendurkan genggaman tangannya padaku. Aku menarik tanganku dari dadanya, kemudian secara refleks jari-jari tanganku menelusuri wajahnya yang bagai pahatan dari seniman terbaik itu. Jari-jariku dengan perlahan menelusuri hidungnya, kemudian turun ke bawah dan berakhir di bibirnya yang menggoda.
Sumpah demi apapun yang melekat pada tubuh Merlin, aku belum pernah berciuman dengan Draco. Bukan karena aku tidak berani atau karena apa-apa. Ya, harus kuakui mungkin karena intensitas pertemuanku dengannya tidaklah terlalu sering. Jadi, tidak ada moment yang terlalu pas untuk melakukan itu.
Pikiranku melayang hingga tidak menyadari jemariku masih terhenti di atas bibir Draco, berhenti disana cukup lama. Rasanya enggan untuk menelusuri lagi bagian wajahnya yang lain.
"Hermione." Draco mengucapkan namaku. Matanya masih terpejam.
"Ya." Jawabku sambil menarik tanganku yang dengan nyaman menyentuh bibirnya.
"Ada apa?" Tanya Draco.
Draco memberikan pertanyaan seolah aku tiba-tiba terserang flu dan harus segera dilarikan kerumah sakit. Atau mungkin aku benar sakit, karena menyentuh bibir Draco rasanya seperti terkena kejut listrik, kejut listrik yang membuatku ketagihan.
"Tidak ada apa-apa. Kenapa?" Kataku sambil kembali mengelus pucuk kepalanya.
"Kau tidak pernah menyentuh wajahku sebelumnya Hermione. Wajar saja aku bertanya. Atau kau mungkin sangat mengagumi ketampananku?" Senyum Draco mengembang.
Inilah mengapa aku lebih suka dia terlelap dari pada terjaga, ucapannya yang kadang asal dan sekenanya, selalu membuatku jengkel.
"Aku hanya mengikuti naluri seorang gadis yang merindukan kekasihnya." Aku mengatakan apa yang sebenarnya aku rasakan, hanya naluri. Naluri seorang gadis yang mencintai seorang pria,
"Sulit untuk kita bisa bertemu seperti ini Draco. Melihatmu setiap hari dan berpura-pura tidak ada apapun antara kita membuatku muak, jadi aku hanya melampiaskan rasa rinduku." Jawabku akhirnya, jujur padanya tentang apa yang aku rasanya.
"Tapi ini kesepakatan yang kita buat, dan kau yang mengusulkannya."
Draco mengingatkanku pada kesepakatan kami, kesepakatan yang aku benci sekarang. Kesepakatan hubungan kami yang berjalan tidak lebih dari sepertiga tahun ini hampir membunuhku. Kesepakatan menutupi hubungan kami dari siapapun, tidak terkecuali seluruh penghuni Hogwarts dan tentunya sahabat-sahabatku Harry dan Ron.
Itu yang membuat aku sulit bertemu dengannya, dan harus berpura-pura kami tidak ada hubungan apa-apa dan tidak pernah melupakan permusuhan kami yang terjalin dari awal kami di Hogwarts. Alhasil, aku dan Draco harus memasang tampang saling bunuh saat bertemu di lingkungan Hogwarts. Bahkan kita tidak saling menyapa.
Lama kelamaan kesepakan ini bagai bom waktu bagiku, hanya menunggu saatnya meledak.
"Bagaimana kalau kita lupakan saja kesepakatan itu. Ini sungguh membuatku tidak nyaman Draco. Aku berpura-pura tidak memiliki seorang kekasih bernama Draco Malfoy dan harus berakting seolah-olah kita masih bermusuhan seperti dulu. Kita membohongi dunia Draco."
Jawabku menjelaskan alasan yang selama ini aku pikirkan, masalah kenyamanku yang paling utama tentunya, dan aku tidak ingin terus menerus membohongi dan menutupi ini dari sahabat-sahabatku. Akan lebih sulit jika harus menjelaskan pada mereka di kemudian hari, mereka pasti akan memenggal kepalaku.
Draco langsung bangkit dari tidurnya dan langsung duduk di depanku sambil menatap mataku dalam.
"Jadi kau ingin hubungan kita di publikasikan kepada seluruh warga Hogwarts? Lalu dengan begitu apa yang akan kita dapatkan Hermione, percayalah padaku, kita hanya akan mendengar berita-berita yang terlalu berharga untuk di dengarkan telinga kita. Apakah kau sudah memikirkan tentang Potter dan Weasley? Sampai saat ini mereka sepertinya masih tidak menyukaiku." Draco berusaha menguatkan kesepakatan kami, berusaha meyakinkanku bahwa berpacaran diam-diam tidak ada salahnya.
"Aku bisa mengurus itu Draco. Apa jangan-jangan kau malu punya kekasih seperti aku yang keturunan muggle?" Mukaku langsung memerah setelah mengucapkan kata-kata itu, Bukannya malu, mukaku memanas dan memerah karena mataku tiba-tiba berkaca, aku ingin menangis.
Sangat menyedihkan jika mengetahui kalau benar Draco tidak ingin mempublikasikan hubungan kami karena dia malu punya kekasih seperti aku.
"Itu yang ada di kepalamu? Kau pikir aku malu punya kekasih sepertimu yang brilliant, pemberani, cantik dan tentu saja seksi?" Tawa Draco meledak.
"Hahaha. Jangan bercanda. Kau adalah hal terindah yang pernah aku miliki Hermione dan aku sangat bahagia karena memiliki kekasih sepertimu." Draco menggenggam kedua tanganku erat.
"Jangan terlalu memikirkan hubungan kita." Tutupnya.
Ya, mungkin Draco benar, aku terlalu memikirkan hubungan kami, dan terlalu berpikiran buruk tentang itu. Hanya akan membuat aku semakin berpikiran yang tidak-tidak.
"Ya, mungkin kau benar. Aku terlalu menggebu-gebu dengan hubungan ini." Jawabku sambil tersenyum.
"Nah, pikirkan saja tentang N.E.W.T, sayang."Draco mengecup keningku, hal yang selalu dilakukannya ketika aku butuh perhatian lebih darinya. Jika kau bertanya apakah aku hanya mendapat kecupan di kening saja, aku akan menjawab "Ya" bukankah sangat "romantis" sekali. Yang benar saja.
"Kenapa kau tidak pernah menciumku Draco?" Mulutku tiba-tiba saja mengeluarkan kata-kata itu.
'Aku menciummu. Di keningmu yang selebar lapangan quidditch itu." Dia tertawa.
"Maksudku di bagian lainnya. Bibir mungkin." Jawabku sambil menggigit bibir bawahku sendiri. Dalam hati aku merutuki mulutku sendiri, bisa-bisanya aku mengeluarkan kata itu.
Draco hanya diam menanggapi respon dari pertanyaanku yang bodoh.
"Mmm, ya. Akan ada saatnya aku akan menciummu Hermione. Saat yang paling tepat. Yang jelas bukan sekarang. Jangan terlalu terburu-buru." Dia tersenyum padaku.
-(0)-(0)-(0)-(0)-
Aku kembali ke Asrama Gryffindor setelah pergi menghilang bersama Draco. Jangan berpikir aku bertemu dengan dia di tempat yang romantis nan indah. Aku selalu pergi dengannya ke hutan terlarang, kami memiliki tempat faforit disana. Draco yang menunjukkannya padaku, dengan danau yang lumayan besar yang ada di tempat itu, pepohon rindang, rumput-rumput hijau dan sedikit bunga liar. Sebenarnya tempat itu tidak terlalu buruk.
Sejujurnya aku tidak menyangka bahwa aku akan bersama Draco, tapi entahlah, hatiku luluh padanya setelah mengetahui bahwa sebenarnya dia bukanlah tipe laki-laki yang buruk. Dia baik, sopan, dan memperlakukanku dengan lembut. Terlepas dari sikapnya yang dingin, arogan dan semua sikapnya yang melekat sebagai Malfoy di depan umum, dia akui itu adalah topeng belaka.
Topeng atau bukan aku tidak peduli dengan itu semua, aku mencintainya seperti orang bodoh. Apapun yang dia lakukan, bagaimanapun sikapnya. Aku akan tetap mencintainya.
"Dari mana saja kau Hermione." Tanya Ginny saat kakiku sampai di ruang rekreasi.
"Aku sehabis dari⦠mencari angin segar. Ya." Jawabku berusaha membuatnya yakin.
"Ada yang aneh denganmu akhir-akhir ini, ada apa sebenarnya denganmu? Pergi tanpa pamit, tanpa berkata akan pergi kemana. Setidaknya beritahu aku kalau kau akan pergi." Ginny berkacak pinggang padaku.
Aku hanya memasang senyum yang di buat-buat tanpa mengindahkan pertanyaan Ginny padaku. Ayolah Gin, sesekali kau waktu butuh berduaan saja dengan kekasihmu seperti kau yang selalu bisa berduaan dengan Dean, aku iri padamu tentang hal itu. Lagi pula aku tidak pergi lama, hanya setengah hari.
"Aku hanya berjalan-jalan saja, hanya itu. Hanya butuh ketenangan sebelum menghadapi N.E.W.T. Percayalah." Kataku sambil membulatkan mataku.
"Kau tidak sedang berbohong padaku kan?"
Introgasi Ginny kadang tidak membuatku nyaman, dia sangat mewarisi ibunya. Cerewet. Aku tahu dia melakukan itu karena peduli serta khawatir pada orang lain. Bagaimanapun juga aku menyayangi mereka seperti keluargaku sendiri.
"Untuk apa aku berbohong, lagi pula ini akhir pekan. Ayolah Gin, kau pasti juga habis berkencan dengan Dean kan? Aku lelah, aku ingin mandi." Kataku sambil berjalan meninggalkan Ginny dan beberapa murid lainnya di ruang rekreasi.
Aku sampai di kamar dan langsung menjatuhkan diriku di ranjang, memandang langit-langit ranjangku yang tertutup kelambu. Membayangkan kembali pertemuanku dengan Draco yang akhirnya membuatku nyengir seperti remaja yang baru pertama kali jatuh cinta.
Ini semua membuatku gila, setelah perang melawan Voldemort berakhir semuanya berubah. Aku mulai dekat dengan Draco karena kami sering di pasangkan di kelas untuk menjadi kelompok saat mengerjakan tugas. Dan hal-hal kecil lainnya yang membuatku jadi dekat dengannya. Tentunya tanpa sepengetahuan orang-orang. Suatu hari dia mengajakku ke hutan terlarang dan menunjukkanku tempat yang sekarang menjadi milik kami, dan disana dia mengatakannya padaku. Bahwa dia mencintaiku dan aku menerimanya.
Walaupun di depan semua orang aku dan Draco pura-pura saling membenci dan ya, sesekali aku dan dia melempar ejekan saat kami bertemu. Kekanak-kanakan memang, tapi apa lagi yang bisa kami perbuat untuk menutupi hubungan kami.
-(0)-(0)-(0)-(0)-
Lain dengan pelaksanaan N.E.W.T yang sebelumnya, kali ini, sebelum N.E.W.T di laksanakan. Seluruh siswa tingkat 7 boleh pulang kerumah selama satu minggu, karena persiapan N.E.W.T sepertinya harus di rapatkan dengan matang dan membutuhkan persiapan yang cukup lama.
Aku sudah di rumah tepat satu minggu sebelum N.E.W.T di mulai. Orangtuaku baru saja pergi ke bendara untuk berlibur ke Paris . Aku memutuskan untuk tidak ikut karena aku ingin memperdalam materi yang akan di ujikan saat N.E.W.T.
Aku menghabiskan berjam-jam untuk membaca, dan merasa bosan setelah matahari terbenam. Di waktu malam rumah ini akan terasa semakin sepi. Aku memutuskan untuk turun ke bawah dan menonton televisi, aku butuh hiburan sekarang.
Aku mengganti-ganti channel televisi berkali-kali, tapi sepertinya tidak ada yang menarik yang bisa di tonton. Aku memutuskan akan pergi ke dapur untuk mengambil beberapa biskuit, sebelum ada seseorang yang mengetuk pintu.
Aku berjalan menuju ruang tamu dan membuka pintu.
"Miss Granger?" Seorang polisi yang lengkap memakai seragam yang aku temui di balik pintu.
"Ya. Ada yang bisa saya bantu?" Aku langsung panik karena tidak biasanya polisi datang ke rumahku.
"Maaf Miss Granger, orang tua anda mengalami kecelakaan mobil sewaktu akan pergi ke bandara. Sekarang mereka ada di rumah sakit." Jawab polisi itu padaku. Mulutku menganga, jantungku langsung berdebar, aku merasa sesak nafas saat ini. Orang tuaku mengalami kecelakaan.
Telingaku kemudian berdengung. Aku lemas dan hampir terjatuh menabrak polisi itu, namun aku bisa menahan diriku dengan berpegangan pada pegangan pintu. Air mataku pecah, aku memikirkan hal buruk yang bisa menimpa orang tuaku.
"Anda tidak apa-apa Miss Granger?"
"Bagaimana keadaan mereka?" Tanyaku padanya.
"Kau bisa melihat keadaan mereka dirumah sakit."
Polisi itu mengajakku menaiki mobil polisi yang terparkir di depan rumahku, kami langsung melaju dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit.
Di dalam mobil aku tidak bisa berhenti menangis, aku menangis dalam diam, aku ingin segera memeluk ibuku atau ayahku saat ini. Aku ingin mereka baik-baik saja.
Sesampainya dirumah sakit aku berlari ke resepsionis, menghampiri perawat yang sedang bertugas di balik conter.
"Tolong, dimana ruang pasien bernama Mr dan Mrs Granger." Tanyaku pada perawat wanita itu.
"Mr dan Mrs Granger baru di larikan ke ruang ICU." Jawab perawat itu.
Aku berlari mencari ruang ICU rumah sakit ini, aku berlari kencang hingga akan menabrak beberapa orang yang berlalu lalang dirumah sakit ini. Aku sampai di depan pintu ICU, tepat setelah seseorang dokter keluar dari ruang itu sambil melepas masker dari wajahnya.
"Bagaimana keadaan orangtuaku?" Tanyaku tidak sabar.
"Maafkan aku Miss Granger, ayah anda tidak bisa di selamatkan." Aku diam sejenak sambil mengatur nafas, dan kemudian mencerna kembali kata-kata dokter itu, tangisanku kembali pecah, aku tidak bisa menerima ini, ayahku pergi untuk selamanya?
Dia tidak akan pernah kembali lagi untuk mengantarku ke king cross, atau menemaniku membeli buku. Kenyataan itu membuatku sedih, aku baru menyadari aku membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bersama ayah, setidaknya aku akan berkata aku sangat menyayangi ayah saat aku bersamanya.
"Lalu bagaimana dengan ibuku." Suaraku bergetar saat mengucapkan kata-kata itu, duniaku akan segera hancur jika ibu juga pergi bersama ayah.
Dokter itu hanya menggeleng dan kemudian menepuk pundakku sebagai tanda bela sungkawa.
"Ibu." Hidupku hancur sekarang, ayah dan ibuku pergi untuk selamanya dari hidupku. Kenapa ini harus terjadi padaku, aku belum bisa menerima ini sekarang. Bagaimana hidupku akan berlanjut tanpa kedua orang tuaku?
Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku sendiri, aku menangis sesenggukan di rumah sakit, aku sendirian di sini, tidak ada seseorangpun yang aku kenal yang bisa menolongku dan bisa menenangkanku di sini.
"Maafkan kami Miss Granger." Dokter itu langsung pergi, di ikuti para perawat yang mengekornya di belakang.
Aku butuh seseorang saat ini, aku mengusap air mataku dan berjalan ke kamar mandi. Aku masuk ke salah satu bilik di kamar mandi yang cukup luas itu dan berapparate.
The Burrow, rumah keluargaku yang lain, aku berlari ke arah rumah keluarga Weasley itu, mengetuk pintunya dengan kasar. Butuh waktu cukup lama untuk membuat penghuni The Burrow terbangun. Aku mendapati Harry di ambang pintu di susul Ron, Ginny dan Mrs Weasley di belakangnya.
Aku langsung memeluk Harry, tangisanku menjadi di pelukan Harry. Semua orang tampaknya bingung dengan diriku. Tanpa ada yang bertanya aku menceritakan apa yang menimpaku, semua orang di The Burrow kaget dan merasa sedih dengan apa yang menimpaku, Mrs Weasley memelukku, menenangkan diriku. Aku melihat Ginny menangis, setelah itu pandanganku menjadi gelap.
-(0)-(0)-(0)-(0)-
Aku terbangun esok harinya, mereka bilang aku pingsan semalam, Mr Weasley dan Mrs Weasley membantu persiapan pemakaman orang tuaku hari ini.
Pemakaman orang tuaku berjalan dengan lancar, banyak teman-teman mereka yang sesama dokter menghadiri pemakaman dan mengucapkan bela sungkawa padaku, tapi aku terlalu sedih dan bingung dengan keadaan ini hingga aku tidak bisa berkata apa-apa pada mereka, walaupun sekedar terima kasih.
Keluarga Weasley ada di sini menemaniku. Aku tidak bisa berhenti menangis. Kenyataan ini sungguh berat untukku, kenyataan bahwa aku kehilangan sosok ayah dan ibu untuk selamanya. Aku mengusap air mataku dan menaburkan bunga pada makam mereka.
Aku masih berdiri di samping makam mereka untuk waktu yang cukup lama, satu persatu orang mulai pergi, pikiranku kosong. Sebuah tangan menepuk pundakku dengan lembut dan mengelusnya, aku menoleh dan menemukan Harry berdiri di sampingku.
"Ayo kita pulang Hermione." Dia berkata padaku, dan aku hanya mengangguk.
Aku dan keluarga Weasley pulang ke rumahku, aku tidak memiliki keluarga lain jadi mereka menemaniku dan menginap dirumahku, kecuali Mr Weasley, Bill dan Fleur yang memutuskan pulang ke The Burrow.
Harry dan Ron tidur di sofa, Ginny dan Mrs Weasley tidur di kamar tamu, aku tidur di kamarku sendiri. Aku membaringkan diriku di ranjang, aku memandang jendela yang ada di sebelah kanan tempat dimana aku tidur. Aku memandang malam yang semakin gelap dan dingin. Air mataku kembali mengalir. Kesedihan ini lama kelamaan membuatku merasa sepi, walaupun aku ditemani oleh sahabat-sahabat yang selalu ada untukku, tetap saja aku masih membutuhkannya, membutuhkan laki-laki yang tidak sempat memberikan kecupan selamat tinggal saat aku kembali ke rumah.
"Draco, aku membutuhkanmu."
-(0)-(0)-(0)-(0)-
Kesedihan itu akan hilang dengan berjalannya waktu. Sudah empat hari setelah pemakaman orang tuaku, aku mulai hidup normal kembali. Aku berusaha menghibur diri tentu di bantu oleh Harry dan Ron yang selalu ada di sampingku saat ini. Aku bukanlah gadis lemah. Hidupku akan terus berjalan, kesedihan tidak akan membuat hidupku berhenti.
Hari ini Harry, Ron, Ginny dan Mrs Weasley pulang kembali ke The Burrow, aku tidak tega jika mereka harus menemaniku terus disini. Lagipula aku bukan anak taman kanak-kanak yang harus selalu ditemani. Aku tidak ingin menyulitkan siapapun.
"Terima kasih Mrs Weasley. Anda telah menemani saya selama ini." Kataku sambil memeluk Mrs Weasley sebagai tanda terima kasih.
"Tidak apa-apa Hermione, kau sudah seperti anakku sendiri. Tinggallah di The Burrow jika kau bosan di rumah. Dan ingat jaga kesehatanmu, jaga dirimu baik-baik, aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu." Jawab Mrs Weasley sambil memegang kedua pipiku.
"Ya. Aku akan baik-baik saja Mrs. Weasley."
"Jangan sedih lagi Hermione, aku tahu ini sulit. Tapi kau adalah gadis terkuat yang pernah aku kenal." Ginny memelukku sebagai tanda perpisahan.
"Terima kasih banyak untukmu Ginny."
Ginny melepaskan pelukannya padaku, aku langsung memeluk Ron dan Harry sekaligus. Aku beruntung punya sahabat seperti mereka yang selalu ada di sampingku apapun yang terjadi padaku. Aku memeluk mereka erat.
"Jaga dirimu Hermione. Kami ada disini, jangan pernah berpikir bahwa kau sendiri." Harry berkata padaku, membuatku ingat bahwa aku harus mencontoh tuanya sudah tiada bahkan saat dia belum mengerti apa-apa. Dan dia baik-baik saja. Setidaknya aku beruntung masih bisa mengenal orang tuaku.
"Jangan khawatirkan aku. Terima kasih karena selalu ada untuku." Aku melepaskan pelukanku pada mereka.
"Ya, sama-sama. Kami pamit dulu Hermione, semoga kau selalu bahagia." Ron mengucapkan kata itu padaku.
"Terima kasih."
"Kami pergi Hermione." Kata Ginny padaku, setelah itu mereka semua berapparate untuk kembali ke The Burrow. Dan tinggallah aku sendirian dirumah, tanpa menanti seseorang untuk pulang. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak bersedih, dan tidak akan menangis lagi.
Aku berjalan meninggalkan ruang tengah, tempat dimana keluarga Weasley dan Harry berapparate. Kini aku hanya memiliki mereka.
Aku menghabiskan sisa pagi ini dengan melakukan sesuatu agar aku tidak terlalu memikirkan banyak hal yang nantinya akan membuatku sedih. Aku membereskan rumah, menata piring, membereskan kamar orang tuaku, memasak hingga tidak terasa matahari sudah mulai terbenam. Sinar matahari senja yang hangat menemaniku sore ini.
Selesai mandi aku duduk di depan perapian, aku menyalakan apinya dengan tongkat sihirku. Aku duduk bersila di sofa yang menghadap langsung keperapian, aku memakai baju hangat padahal ini bukan musim dingin. Mungkin ini efek terlalu banyak menangis sehingga badanku rasanya sakit dan aku merasa kedinginan.
Sudah hampir jam sebelas malam, tapi rasa kantuk tidak mendatangiku. Aku ditemani buku-buku pelajaran yang dengan asal aku bolak-balik halamannya tanpa aku benar-benar membacanya.
Suara ketukan pintu mengagetkanku, siapa yang kira-kira bertamu di hampir tengah malam ini kerumahku, aku ragu apakah orang itu mau bertamu atau mau berbuat sesuatu yang jahat. Jantungku sedikit berdebar lebih cepat. Aku mengambil tongkat sihirku yang aku letakkan di sampingku karena suara ketukan pintu itu tidak kunjung berhenti.
Sampai di depan pintu, dengan perlahan aku membukanya. Pintu itu membuka perlahan, dan ketika pintu itu terbuka sepenuhnya, aku melihatnya disana, berdiri di balik pintu, menatapku dengan tatapan iba dan penuh kesedihan, laki-laki yang aku butuhkan saat ini, aku ingin berbagi kesedihanku dengannya.
Perasaan sendu terpancar di mata abu-abunya, apa diA sudah tahu tentang peristiwa yang menghancurkan hidupku ini. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa tahu tentang berita ini.
Masih di ambang pintu, aku menatapnya sambil tersenyum. Mencoba terlihat tegar di depannya. Matanya menatap lekat-lekat mataku dan aku terperangkap dalam tatapannya. Dia tidak membalas senyumanku. Usahaku tersenyum sia-sia, air mataku sudah terkumpul dan jatuh menetes di pipiku. Aku tidak bisa berpura-pura di depannya.
Draco mendorongku ke dalam ruang tamu dengan perlahan, aku bisa merasakan dia menarik tubuhku dan seketika aku bisa merasakan bibirnya menyentuh bibirku. Tongkat sihirku terjatuh dilantai. Aku memejamkan mata, sama seperti dirinya. Aku tidak pernah merasa membutuhkan Draco seperti ini, aku ingin dia, aku ingin dia mengusir sedihku saat ini, aku ingin dia menjadi miliku malam ini.
Aku menghisap bibirnya, yang dibalas oleh Draco dengan melumat bibir bawahku. Dia menciumku dalam. Aku berjinjit untuk mendapatkan lebih darinya. Draco memiringkan kepala agar dapat menjelajahi bibirku lebih mudah. Draco berkata dia akan menciumku di saat yang tepat. Dia benar, karena ini adalah saat yang tepat. Air mataku berhenti mengalir, apa kesedihanku sirna dengan ada dirinya di sini. Aku membutuhkanmu sekarang Draco.
"Stay with me tonight Draco." Kataku memohon padanya setelah Draco melepaskan ciuman kami.
Aku tidak ingat apa yang aku dan dia lakukan hingga kami sudah ada di kamarku. Aku menciumnya kembali dalam pelukannya. Kemudian dengan lihai dia melepaskan baju yang aku kenangan satu persatu, hingga tidak ada sehelaipun menutupi tubuhku.
Dia mendorongku ke ranjang dengan lembut, sebelum akhirnya dia melepaskan kemeja yang dia kenakan dan semua pakaian yang melekat pada dirinya. Dia menindihku sekarang.
Draco mencium setiap bagian tubuhku, mata, hidung, bibir, leher hingga aku kehabisan nafas dan merasakan sengatan yang aneh. Tubuhku bergetar dan menegang, aku bisa merasakan setiap jengkal dari tubuhnya dan hangat nafasnya yang menyentuh kulitku.
Draco kini samping di bagian bawahku yang paling sensitif, dia bermain di bawah dengan mengejang, mataku terpejam agar bisa lebih merasakan permainan Draco. Aku bisa mendengar suara desahan yang berasal dari mulutku sendiri.
"Aaah, Draco." Aku menyebutkan namanya.
Draco berhenti bermain di sana dan kembali menciumku. Tangannya yang kekar kini menjelajahi dadaku, dia meremasnya dengan perlahan. Mulutnya mengeluarkan lenguhan-lenguhan di sela ciuman kami.
Kini Draco berusaha menembus bagian bawahku, dia mendorong tubuhnya perlahan padaku. Aku bisa merasakannya mencoba melesak ke dalam diriku yang masih rapat. Draco memaju mundurkan pinggangnya dengan perlahan. Membuatku kehilangan kendali.
"Aah, aah."
Draco melepaskan ciuman kami saat mendengar desahanku, aku bisa mendengar dia mengerang sekarang, dan masih berusaha menembus diriku, dengan beberapa kali dorongan yang berhasil membuatku melayang. Seketika dia berhasil menembus pertahanku disusul erangan kesakitan dari mulutku. Aku merasakan sesuatu yang baru di dalam diriku, diiringi rasa perih di antara selangkanganku.
"Arrghht." Aku berusaha mengatur nafasku kembali, berusaha agar tidak terlalu merasakan sakit ini. Draco berhenti saat aku berteriak kesakitan.
"Hermione. Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya dengan nafas memburu.
" . Aku baik saja. Just Keep going Draco." Jawabku sambil menariknya dalam ciumanku.
Draco terus mendorong dirinya hingga aku harus memeluknya erat, sensasi kenikmatan ini membuatku tidak ingin berhenti. Draco mengerang kembali di susul dengan diriku yang mengeluarkan desahan panjang. Dan seketika itu aku merasakan seluruh tubuhku mengejang kembali dan aku merasa kehilangan kendali atas diriku.
"Aah. Aah. Aah. Aah." Draco membawaku tidak lagi memijak bumi. Aku seakan terbang bersama dengannya. Aku milikmu Draco, dan kau milikku.
Aku merasakan sesuatu yang basah mengalir didalamku, di susul dengan suara kepuasan dari mulut Draco.
"Ahh."
Draco masih menindihku dengan dirinya yang masih ada didalamku, nafas kami saling memburu, aku bisa merasakan nafasnya yang panas tepat diatas mulutku. Aku kemudian membuka mata dan disambut dengan Draco yang menatapku.
"I love you. Hermione." Draco berbisik padaku dan menghisap leherku.
"love you too Draco"
TBC
RnR
