Nineteen Days With You In Europe
[Johnny Seo x Kim Doyoung]
[Chapter 1 : Kim Doyoung's]
...
Doyoung hate this so much!
Satu kalimat nyata yang mampu menjelaskan semua hal yang memenuhi seluruh sel saraf yang ada di otaknya kali ini.
"Kau tetap tidak aku izinkan pergi kemana pun, Kim Dong Young!"
Kakaknya—Gong Myung—mulai lagi.
"Hyung, pleasse. Who do you think you are?"
"I'm your older brother, Doyoung."
Satu erangan keras penuh kejengkelan kembali Doyoung keluarkan entah untuk yang keberapa kali. Sembari terus mengemasi koper, ia kembali berbicara untuk pembelaan.
"Aku sudah membeli tiket pesawat serta segala macam akomodasi ku, Hyung. Adik mu ini hanya akan pergi ke Eropa sebentar untuk merelaksasikan batin dan pikirannya dari segala macam masalah yang akhir-akhir ini intensitasnya meningkat."
Gongmyung akan kembali bicara jika adik satu-satunya itu tidak kembali membuat gerakam kombinasi antara lidah dan bibirnya secepat Sinkansen.
"Menggunakan uang tabungan ku sendiri yang sudah aku simpan demi hal yang aku impikan sejak lama. Tambahan, aku seorang laki-laki dan umur ku sudah dua puluh tiga tahun. Demi Tuhan, pria dewasa mana di dunia ini yang masih suka di kekang oleh kakaknya sendiri untuk pergi berlibur."
Setelah menarik nafas, Gongmyung—27 tahun—melipat tangan di dada sembari memandang adiknya yang masih sibuk mengemasi pakaian.
"Pertama, aku tidak mempermasalahkan umurmu. Aku juga tidak meragukan mu sebagai seorang pria. Yang jadi masalah adalah kau seorang omega, Doyoung. Omega single yang pergi berlibur seorang diri dan itu tidak sebentar. Kau perlu menggaris bawahi tentang 'sembilan belas hari' di negeri orang dan 'seorang diri' bukanlah hal yang bagus untuk mu."
Naik darah. Satu frasa yang tepat untuk situasi emosi Doyoung setelah mendengarkan Gongmyung. Lengkap dengan semua intonasi penekanan pria itu.
"Stop act like everyomega is weak!" Doyoung berdiri dan berbalik badan untuk memunggungi kopernya.
"Aku tidak selemah itu, Hyung. Aku bisa menjaga diri ku sendiri walaupun aku seorang omega. Apa gunanya training Taekwondo selama tiga tahun jika kau masih memperlakukan ku seperti ini? Aku bukan anak kecil yang selalu kau gendong ketika kau pulang sekolah lagi. Tolong jangan terus menganggap ku lemah."
Doyoung menahan diri. Sungguh, demi apapun dia membenci kalimat yang seolah menghakimi kaumnya adalah sosok yang lemah. Lebih tepatnya lagi ia membenci sistem kasta ini.
Gongmyung melihat itu. Kedua mata sang adik yang menatap miliknya. Dia bisa melihat banyak hal dari sana. Kesedihan dan rasa jengah serta penuh emosi memenuhi obsidian itu. Gongmyung mengerti, Doyoung memang sangat membutuhkan hal ini. Tapi di sisi lain, dia tidak bisa membiarkan Doyoung pergi begitu saja. Sendirian pula. Gongmyung terlalu khawatir. Ayah dan Ibunya memberi amanah di pundak untuk menjaga adik bungsunya ini sebaik mungkin. Ditambah lagi, Doyoung adalah satu-satunya keluarga yang ia punya. Ketika aku mengatakan satu-satunya, itu benar-benar bermakna satu-satunya.
Itulah alasan kenapa Gongmyung sangat takut.
"Doyoung, kau tahu bukan maksud Hyung untuk menganggap mu lemah atau merendahkan mu. Tapi, ini Eropa. Kau akan pergi kesana seorang diri selama lebih dari dua minggu. Itu sangat jauh dan lama."
Gongmyung sengaja memberi jeda. Ia berusaha mencerna ekspresi si bungsu.
"Hyung hanya takut. Sangat takut. Itu karna Hyung menyayangi mu. Ayah dan Ibu meminta agar kau selalu dijaga. Dan kau adalah satu-satunya yang Hyung punya. Aku harap kau mengerti."
Doyoung menghela nafas lagi.
"Aku mengerti, Hyung."
Kemudian dia melanjutkan.
"Tapi ini sudah betul-betul kelewatan. Aku sudah cukup dewasa untuk membuat keputusan ku sendiri. Jadi aku akan tetap pergi."
Kakaknya akan kembali menyaut dan Doyoung dengan cepat mengangkat tangannya.
"Aku mohon, Hyung. Aku akan tetap pergi dan tanpa seorang teman 'pun. Sendirian."
"Keputusan ku sudah bulat." Adalah tambahan dari Doyoung.
Membuat Gongmyung mendesah dengan wajah lesu.
Doyoung akan segera kembali mengisi koper jika saja ponselnya tidak berdering secara tiba-tiba. Layarnya menyantumkan nama seseorang yang sangat Doyoung kenal—setidaknya itulah apa yang ia yakini sebelumnya.
Tangan ramping itu meraih ponsel di atas kasur. Kemudian kakinya berjalan meninggalkan Gongmyung sendirian di kamar dominasi putih itu.
"Here we go, the main Mr. Trouble." Kata Doyoung saat ia berdiri di balkon apartement sebelum mengangkat panggilannya.
"We need to talk."
Satu helaan nafas dia keluarkan melalui kedua belah bibir.
"Apa yang harus kita bicarakan lagi, Jung Jae Hyun?"
...
"Jadi, kau akan benar-benar pergi ke Eropa?"
Doyoung sedang duduk tenang. Menikmati segelas latte hangat dan brownies lembut sebagai dessert. Bersama Taeyong dan Ten. Sahabatnya yang kini sudah memantapkan satu sama lain sebagai mate. Taeyong sebagai alfa dengan Ten sebagai omega—tentu saja ini sudah jelas.
"Yap, tentu saja."
Jawaban Doyoung untuk pertanyaan Ten membuat sepasang mate itu saling melirik.
"Sendirian?" kali ini giliran Taeyong.
Doyoung mengangguk setelah memasukan potongan kecil brownies ke dalam mulutnya.
"Sendirian. Keliling eropa selama sembilan belas hari. Menenangkan pikiran dan melupakan semua masalah mu. I cant wait for it anylonger." Senyum manis Doyoung terpatri.
"Kau yakin sendirian?"—Ten.
"No doubt at all."
"Kau tidak takut diganggu orang?"—Taeyong.
Kali ini Doyoung menatap sini pada Taeyong sebelum memutar matanya jengah dan beralih melihat ke wajah Ten.
"Ten, ku harap kau bisa mengingatkan pacar mu tentang siapa yang meringis kesakitan karna sudah berani menggoda ku saat SMA dulu."
Ten melirik Taeyong sejenak. Wah, sepertinya ada yang tidak dia ketahui disini.
"Memangnya apa yang apa dia lakukan?"
Taeyong mengerang.
"Tidak penting untuk dibahas."
Lalu Doyoung segera menyela.
"I kicked his dick." Dengan tambahan senyum manis.
Ten menganga dan Taeyong menutup wajahnya malu. Doyoung dan Taeyong adalah teman sejak SMA dan dulu pria alfa bermarga Lee itu memang suka menggoda Doyoung untuk kesenangannya semata sampai Doyoung benar-benar jengah hingga pemuda bunny itu menendang Taeyong tepat di alat vital saat sedang pelajaran olah raga dan membuat si alfa langsung mengerang kesakitan di tengah lapangan basket sekolah.
Untuk Ten, mereka bertemu saat Doyoung dan Taeyong—dengan segala amanah 'menajaga Doyoung' dari Gongmyung—menimba ilmu sebagai mahasiswa di kota London. Kuliah di departement yang sama dan jadilah mereka yang sekarang hingga Doyoung diberi tahu Taeyong dan Ten menjadi mate satu sama lain. Well, Doyoung cukup iri.
Tapi, ngomong-ngomong masih kurang dua orang untuk acara kumpul mereka kali ini. Ada yang berubah dan Taeyong sangat menyadarinya. Ten dan Doyoung juga sangat menyadarinya dan mereka hanya pura-pura untuk melupakan itu. Jadi, Taeyong hanya diam sampai kekasihnya berhenti tertawa karna mendengar cerita Doyoung tentang kisaa konyol Lee Tae Yong.
"Doyoung.."
Taeyong bersuara saat pacarnya sudah masuk ke mode kalemnya. Nice timing, may be.
Doyoung menoleh dan bergumam.
"Apa kau sudah berbicara dengan Jaehyun?"
Sebenarnya Ten agak kaget saat alfanya ini tiba-tiba bertanya soal Jaehyun. Bukannya apa, ini hanya sedikit...
"atau Yuta?"
...sensitif.
Tapi, Ten pikir ini tidak akan menjadi sedikit. Tapi benar-benae sensitif saat mendengar nama tambahan dari seorang Lee Tae Yong.
"Berbicara untuk apa?" Doyoung justru balik bertanya. Ten yang merasakan suasana tiba-tiba mendingin segera meraih telapak tangan pacarnya untuk digenggam.
"Aku yakin kalian harus bicara. Baik antara kau berdua dengan Jaehyun ataupun Yuta. Lebih bagus lagi jika kalian bicara bertiga."
"Apa Jaehyun yang meminta kalian?"
Ten spontan mengerutkan dahi dan memandang Doyoung yang duduk di depannya.
"Apa Jaehyun yang meminta mu?" Doyoung menangkap ketidak tahuan salah satu sahabatnya. Jadi, dia mengubah pertanyaan tadi.
Taeyong menghela nafas.
"Ini sudah lebih dari satu minggu. Kau dan mereka harus bicara. Selesaikan semua ini. Setidaknya, sebelum kau ke Eropa, semuanya sudah benar-benar jelas di antara kalian bertiga."
Doyoung mengesap lattenya.
"Semua sudah selesai, Lee Tae Yong. Semunya juga sudah jelas. Aku, kau dan Ten tahu itu bukan."
Hening sejenak.
"Hanya saja, aku masih tidak mengerti kenapa kau dan Ten menyimpan ini diam-diam di belakang ku."
Ten menggigit bibirnya serta menundukan kepala. Disisi kanan, Taeyong mengeratkan genggaman tangan mereka.
"Kami hanya..."
"Hanya apa? Membantu penusukan antar sahabat itu?" Doyoung dengan cepat memotong.
"Apa kalian berdua memihak pada mereka?"
"Doyoung, kau tahu bukan itu maksud aku dan Ten."
Helaan nafas keluar belah bibir Doyoung.
"Ya, aku tahu. Aku minta maaf."
Doyoung tahu harusnya ia tidak berkata sesinis itu pada Ten dan Taeyong. Ia jadi merasa sangat bersalah melihat Ten yang menunduk sembari menggigit bibir bawahnya. Harusnya Doyoung ingat bagaimana gilanya Ten menelfon saat Taeyong benar-benar hampir membunuh Jaehyun karena marah ketika konflik memuncak. Atau Ten Yang menangis habis-habisan saat dia, Yuta dan Doyoung berbicara enam mata di apartement Ten dan Taeyong.
Doyoung kembali menghela nafas.
"Baiklah, aku akan bertemu dengan mereka nanti."
...
Ini sudah satu minggu lebih sejak Doyoung tidak bertemu dengannya—atau mungkin mereka.
Di sebuah cafe penuh warna krem dekat salah satu pusat perbelanjaan Gangnam.
Doyoung di sana. Di salah satu kursi di hadapan mereka—yang sepertinya sudah menjadi pasangan sejoli baru.
Ini sudah seminggu lebih. Jadi, Doyoung tidak heran saat melihat luka-luka di wajah Jaehyun sudah tidak begitu parah.
"Kau tampak membaik, Jung Jaehyun."
Jaehyun tersenyum tipis sebelum menjawab Doyoung. Ada kecanggungan di wajahnya dan Doyoung tidak peduli itu.
"Ya, begitu lah."
Giliran Doyoung untuk tersenyum.
"Baguslah. Aku bersyukur Taeyong tidak benar-benar membunuh mu." Terdengar sinis memang. Tapi Doyoung tidak bohong—lebih tepatnya tidak biaa. Dia bersyukur luka-luka itu membaik. Walaupun Jaehyun baru saja mematahkan hatinya begitu parah, rasa khawatir itu tidak bisa hilang begitu saja. Oleh karena itu Doyoung mengekspresikannya dengan kalimat sinis untuk menutupi kelemahannya.
Kedua matanya beralih menatap sosok yang duduk di sebelah Jaehyun. Menambah luka lebih dalam di hati Doyoung. Mungkin lebih sakit dibanding luka yang Jaehyun berikan.
"Kau tampak baik-baik saja, Nakamoto Yuta." Doyoung sedikit tersenyum sinis.
Membuat yang dipandang merasa sangat tidak nyaman. Jadi Yuta hanya diam dan tidak berniat untuk menjawab. Bagaimanapun, ia harus sadar posisi.
"Jadi, apa yang ingin kita bicarakan Jung Jaehyun? Aku tidak punya banyak waktu."
Jaehyun terbatuk kecil sebentar. Seperti menyiapkan diri untuk mengeluarkan kata-kata yang tersangkut di tenggorokan.
"Aku minta maaf. Untuk semuanya yang sudah terjadi." Akhirnya kata-kata itu keluar. Entah kenapa itu membuat Doyoung merasa benar-benar muak.
"Mudah sekali ya?" tanya Doyoung remeh sebelum kembali melanjutkan.
"Mudah sekali. Tidakkah kau berpikir tentang posisi ku sedikit 'pun, Jaehyun? Melihat kekasih ku berciuman panas dengan sahabat ku sendiri di apartementnya."
Ya, Doyoung melihat itu semua. Puncak dari seluruh kecurigaannya. Dia yang berencana datang tiba-tiba ke apartement Jaehyun sebagai surprise untuk ulang tahun kekasihnya justru disuguhi kejutan kegiatan Jaehyun sedang mencumbu mesra seorang Yuta—sahabat Doyoung, Ten, Taeyong dan bahkan Jaehyun sendiri—di sofa ruang TV dengan pemuda Osaka itu duduk manja di pangkuan Jaehyunnya—setidaknya dulu.
Untuk sesaat, Doyoung berpikir betapa bodohnya Jaehyun yang notabene seorang calon penerus perusahaan Ayahnya. Memilih untuk berselingkuh di apartementnya sendiri disaat Doyoung hafal betul akan password pintu masuknya. Lucu sekali. Apa pria bodoh itu tidak mampu membayar kamar hotel?
Tapi, untuk sisi lainnya. Doyoung cukup bersyukur untuk kebodohan Jung Jaehyun ini. Karena hal itu, iya jadi tahu bahwa kecurigaannya tidak salah. Ya, tentu Doyoung curiga. Dari sekian banyak kecurigaannya, alfa mana yang menggunakan lipbalm rasa stroberry yang sama persis dengan milik Yuta. Jangan lupakan bagian saat Doyoung dengan iseng berbaring di ranjang Jaehyun dengan aroma parfum yang baunya mirip dengan parfum milik Yuta. Atau saat Doyoung menemukan sebuah kemeja berukuran lebih kecil dari badan bongsor Jaehyun dengan insial NY kecil tertulis di bagian ujungnya. Ah! Kalian tau? Doyoung menemukan kemeja itu di ranjang cucian Jaehyum dengan bahu sperma yang samar-samar tercium.
Doyoung tidak perlu ragu lagi tentang 'Apa yang sudah pria brengsek ini lakukan?'
Semua memori pahit itu kembali membuat kepala Doyoung memanas. Hatinya sangat sakit. Melihat Jaehyun yang hanya diam, Doyoung memandang pria yang satunya.
"Kau..."
Yuta hanya diam. Ia tidak berani untuk sekedar memandang mata terluka Doyoung yang kentara.
"Maafkan aku, Doyoung."
"Apa salah ku pada mu, Yuta? Apa aku kurang baik? Apa aku sudah rasis pada mu?"
Rasanya Doyoung sangat ingin mengeluarkan semua kata-kata yang berputar di otaknya ini. Semuanya.
"Apa yang membuat mu menusuk ku seperti ini?"
Air mata Doyoung jatuh lagi. Rasanya sangat sakit waktu tahu kenyataan tentang Yuta mengkhianati persahabatan mereka sekejam ini.
"Maafkan aku, Doyoung. Aku hanya me—"
"Tutup mulut mu." Titah Doyoung lirih tapi tajam.
"Kau akan mengatakan kalau kau mencintai Jaehyun 'kan? Luar biasa sekali." Mati-matian Doyoung menahan emosinya kini.
Lelah melihat Yuta yang bahkan tidak membalas tatapannya. Doyoung beralih ke arah Jaehyun. Lelaki itu hanya diam saja sejak ia berbicara pada Yuta.
"Kau..."
Doyoung menggantung ucapannya.
"Sudah pasti tahu 'kan? Mungkin memang ini yang kau mau. Kita sudah selesai. Aku bukan omega mu dan kau bukan alfa ku lagi."
Jaehyun sedikit kaget saat melihat Doyoung mengucapkan kalimat itu dengan mantap. Seolah tak ada keraguan lagi.
"Jadi, kalian berdua bisa menjalani hubungan kalian tanpa sembunyi-sembunyi lagi."
Doyoung kemudian menatap ke arah Yuta lagi. Kali ini dia menggigit bibir bawahnya sedikit. Menarik nafas pelan dan Doyoung mengatakannya.
"Yuta, aku harap kau tidak akan melihat Jaehyun mencumbui sahabat mu di apartmentnya."
Yuta mengangkat kepalanya untuk melihat Doyoung setelah mengatakan itu. Ia bisa melihat senyum tipis terpatri di bibir sahabatnya itu.
Jaehyun yang duduk di sebelahnya pun juga tampak terkejut dengan perkataan Doyoung.
Setelah itu, Yuta melihat pemuda bermata kelinci itu pamit dan pergi dari sana setelah membayar tagihan.
Tanpa sadar, pemuda Osaka itu meneteskan airmatanya.
"Doyoung.."
...
Bandara Incheon. Doyoung baru saja sampai di parkiran bandara. Dengan wajah cerah dan penuh semangat, pemuda dengan coat hitam dan sweater abu-abu itu keluar dari mobil Taeyong—ya, Taeyong dan Ten bersikeras untuk pergi mengantar Doyoung ke bandara.
"Biar aku bawakan barang mu." Ujar Taeyong yang baru keluar dari mobil dan berjalan menuju bagasi. Membawa sebuah koper abu-abu favorit Doyoung.
"Tidak usah repot-repot, Taeyong-ah." Doyoung hendak merebut koper itu sebelum Ten datang dan menahan Doyoung dengan menggandeng lengannya.
"Biarkan saja dia yang bawa. Taeyong kan alfa." Kata Ten dengan senyum kucingnya yang manis.
Kemudian, ketiga sahabat itu berjalan menuju gedung bandara untuk mengurus beberapa prosedur check-in Doyoung.
"Kau akan pergi selama sembilan belas hari. Sungguh?" tanya Ten sembari memeluk tubuh ramping Doyoung.
"Tentu saja. Aku tidak keliling eropa saat kita masih kuliah dulu."
"Hmm, arasseo. Kenapa harus sendiri sih? Padahal aku dan Taeyong bisa menemani mu."
"Ah tidak! Aku tidak akan tahan mendengar desahan mu dan Taeyong di gerbong nanti."
Ten dengan cepat melepas pelukannya dan memandang kesal Doyoung dengan pipi merahnya yang lucu. Sedangkan Taeyong hanya memutar bola matanya mendengar itu.
"Apa-apaan itu!"
"Kidding."
Doyoung kemudian beralih memandang Taeyong. Sahabat sejak SMA yang selalu melindungi Doyoung dan ada kapanpun ia membutuhkan lelaki berwajah dingin ini.
"Ada pesan untuk ku, tuan perfeksionis?" tanya Doyoung dan Taeyong hanya mendecih untuk panggilan 'tuan perfeksionis'nya.
Kemudian, tangan kekar lelaki itu tergerak untuk mengusak rambut brunette Doyoung dengan senyum tipisnya.
"Hati-hati disana. Kau tau apa yang harus kau lakukan kalau ada yang mengganggu mu. Kau ingat kan cara alat setrum yang aku belikan?"
Doyoung terkikik mendengar pesan Taeyong. "Arasseo, uri Taeyongie"
Wajah Taeyong mendatar.
"Berhenti memanggil ku dengan cara memjijikan seperti itu."
Alis Ten berkerut dan segera mendelik tajam kekasihnya.
"Jadi selama ini aku—"
"Pengecualian untuk mu, sayang." Potong Taeyong cepat.
Doyoung menahan tawa melihat tingkah sepasang mate di depannya ini. Lagi-lagi dia merasa sedikit iri. Tapi tidak apa, Doyoung senang dulu mati-matian menjodohkan Taeyong dan Ten—bahkan sejak jaman kuliah.
"Ok teman-teman. Aku akan check-in. Sampai jumpa dua minggu lagi."
Ten menghela nafas sedih. Dengan mata berkaca-kaca sembari mengatakan.
"Hati-hati. Jangan lupa hubungi aku kalau sudah sampai."
"Arasseo~" sahut Doyoung. Ia melambaikan tangannya sembari berjalan masuk ke ruang check in dengan koper di tangan kirinya.
"Hah~"
Taeyong menoleh ke arah kekasihnya yang berwajah murung. Ia tersenyum sebelum merangkul pundak Ten hangat.
"Wae?"
"Doyoung..."
"Tenanglah, dia hanya pergi liburan selama dua minggu lebih."
Ten merengut mendengar jawaban Taeyong.
"Itukan lama."
Taeyong hanya mengedikan bahu sebagai respon.
"Nanti dia pulang juga."
Ten dengan jengah melepas paksa rangkulan Taeyong. Mengatakan sesuatu sebelum berjalan cepat meninggalkan si alfa.
"Kau 'kan tidak mengerti persahabatan antara omega dan omega."
Taeyong hanya menghela nafas dan tersenyum maklum melihat omeganya melakangkah besar-besar dengan kaki-kaki pendeknya itu.
"Imut sekali sih." Katanya gemas dan kemudian berlari mengerjar Ten.
...
Doyoung sudah duduk di ruang tunggu kira-kira dua puluh menit setelah mengurus urusan bagasinya. Tangan putihnya yang halus bergerak menulis-nulis di buku catatan ukuran sedangnya. Tangan kiri Doyoung terlihat memegang sebuah kertas peta benua Eropa yang akan dia kunjungi. Selesai dengan tulisannya di buku. Dengan rasa semangat yang menggebu-gebu, Doyoung dengan senyum lebarnya memberi tanda beruba contreng di beberapa nama kota yang tertulis di peta. Dia sudah sangat tidak sabar untuk petualangan keliling eropanya kali ini.
"Wahh, eropa aku datang!"
Masih dengan senyum manis. Doyoung melipat peta Eropa tersebut dan menyelipkannya di salah satu halaman buku catatan.
Kemudian, Doyoung melihat ke arah jam tangan. Masih ada waktu untuk ke toilet sebelum masuk ke pesawat. Jadi, sembari membawa buku di tangan, Doyoung berjalan cepat menuju toilet.
Sesampainya di toilet. Doyoung masuk ke salah satu bilik untuk menyelesaikan urusannya. Kemudian pergi ke bagian wastafel untuk mencuci tangan setelah meletakan buku catatannya di salah satu sisi wastafel.
Pemuda itu diam sebentar untuk bercermin dan tersenyum-senyum disana. Kemudian terkikik sendiri saat berpikir bahwa ia terlihat manis dengan pakaian yang baru ia beli kemarin. Untung saja toilet sedang sepi.
"Si bodoh Jung Jaehyun itu akan menyesal karna sudah menyia-nyiakan omega semanis kau, Kim Doyoung."
Ok, Doyoung terlihat narsis sekali.
Drtt drtt.
Pemuda kelinci ini agak kaget saat tiba-tiba saja merasakan ponsel di saku celananya bergetar.
"Gongmyung Hyung." Eja Doyoung setelah meraih ponselnya.
"Halo, Hyung."
"Syukurlah kau belum masuk pesawat."
Mendengar itu, Doyoung dengan cepat melihat jam tangannya. Sepuluh menit lagi check in pesawat.
"Sebentar lagi hyung." Doyoung kemudian bergegas berjalan keluar dari toilet sembari mendengar semua pesan-pesan yang diberikan Gongmyung dari sana.
"Iya, Hyung. Aku akan hati-hati."
"Berapa lama penerbangan ke Roma?"
Doyoung berjalan sembari melihat ke arah jam tangannya. Berusaha memperkirakan waktu perjalanan dari Seoul ke Roma.
"Tidak tahu, Hyung. Kalau dihitung transit mungkin—awh."
Doyoung sangat kaget saat tiba-tiba saja ia menabrak punggung seseorang. Punggung pria yang sangat lebar dan terlihat kokoh dengan badan tingginya.
"Uhuk-uhuk."
Pria berkemeja putih korban penabrakan Doyoung itu terbatuk-batuk. Membuat Doyoung menggigit bibir bawahnya. Matilah aku.
Kedua mata kelinci Doyoung semakin membesar saat melihat lelaki tinggi itu berbalik. Kemeja putihnya terkena noda kopi dari gelasnya dan itu benar-benar buruk. Ini semua salah Doyoung. Titik salah Doyoung!
"Mianhamnida! Omona jeongmal mianhamnida!" Doyoung segera mengatupkan kedua tangannya. Menggunakan jurus bunny eyesnya karena Doyoung lihat lelaki ini masih cukup muda dan seperti seorang alfa. Semoga dia luluh dengan jurus ini—pikir Doyoung.
Melupakan panggilan kakaknya yang masih on, Doyoung kembali melanjutkan.
"Aku tadi sedang buru-buru dan tidak fokus di jalan. Ditambah lagi sebentar lagi aku akan check in pesawat. Maafkan aku. Aku tidak tidak bermaksud membuat kemeja mu jadi kotor atau menabrak mu. Mian..."
Sesuai harapan Doyoung, pria itu tersenyum tipis—dan jujur saja bagi Doyoung senyum itu terkesan dewasa dan sangat tampan.
"Iya, tidak apa-apa. Kau 'kan tidak sengaja dan ini hanya kecelakaan. Lebih baik kau bergerak cepat untuk check in mu."
Telinga Doyoung sangat bersyukur karna sudah mendengar suara se-manly ini.
"Ah terima kasih dan sekali lagi aku minta maaf."
Tangan Doyoung bergerak untuk meraih dompetnya di tas selempang yang dia bawa.
"Ini untuk mengganti kemeja mu ya—"
"Ah tidak perlu-perlu." Pria dengan dagu runcing itu segera membuat Doyoung menghentikan gerakannya.
"Tapi—"
"Sudahlah, tidak apa-apa. Ini masih bisa aku bersihkan nanti."
Doyoung akan segera menyaut lagi jika saja ia tidak mendengar suara pengumuman yang mengingatkan tentang check in penerbangannya.
"Penerbangan ku..."
"Lebih baik kau bergegas." Kata pria asing itu lagi dengan senyum tampannya.
Doyoung ikut tersenyum manis saat melihat senyum tampan pria ini. Membuat perasannya berdebar-debar.
Dengan senyum malu-malu, Doyoung kembali mengucapkan terima kasih serta permintaan maaf dan pergi dari sana dengan lari kecil dan kembali menempelkan ponsel ke telinga—ia masih ingat soal Gongmyung rupanya.
...
"Huahhh~"
Doyoung duduk manis di salah satu kursi di dalam kabin pesawat. Ini akan menjadi perjalanan yang sangat panjang menuju kota Roma, Italia.
"Rome, I'm coming~" ujar Doyoung semangat.
Ngomong-ngomong, Doyoung teringat akan pria asing yang dia tabrak tadi. Tiba-tiba saja memori tengang suara maskulin itu terputar lagi di otak.
Kim Doyoung terlihat seperti orang gila karena tersenyum-senyum sendiri sekarang.
Ah, Doyoung jadi ingat juga tentang senyum tampan pria itu. Jangan lupakan dagu lancipnya juga. Andaikan saja dia alfa ku.
"Kekeke." Penumpang yang duduk disebelah Doyoung terheran-hersn melihag dia terkikik-kikik sendiri.
Puas terkikik, Doyoung kemudian berniat untuk melihat daftar rencana yang akan dia lakukan di Eropa nanti.
"Tapi...tunggu dulu." Doyoung keheranan saat ia tidak melihat buku yang dia cari.
"Ah tidak, jangan sampai..."
Doyoung mencoba tenang untuk mengecek tas selempang yang ia bawa. Mungkin saja sudah disimpannya tadi.
Namun, semua nihil. Buku penting itu tidak ada. Dimanapun Doyoung mencari. Kemudian, dia diam. Mengingat-ngingat dimana terakhir kali Doyoung menyimpan buku itu.
"Toilet! Aku meninggalkannya di toilet. Aish jinjja! Bagaimana ini?!"
Dia ingat sekarang. Buku penting itu. Buku yang berisi banyak catatan pentingnya. Jangan lupakan daftar hotel, kereta, negara, tempat wisata. Semuanya ada disana. Di buku catatan itu. Bodohnya lagi, Doyoung meninggalkan bukunya di toilet bandara yang sudah berjarak sangat jauh sejak pesawat lepas landas.
"Tidak mungkinkan aku minta pilotnya untuk putar balik."
TBC
A/N :
Maafkan aku tidak mengikuti aturan main ABO Verse yang baik dan benar.
Maafkan bahasa inggris ku yang masih kacau.
Sebenarnya ini direncanakan untuk ff JaeDo, tapi karna sebuah ff dan dorongan teman segrup, ff ini berubah haluan menjadi ff JohnDo :v
Maaf ya banyak typo. Dan juga, ini ff engga bakalan ada konflik yang berat atau apa. Ini ff manis plus ringan.
Terima Kasih sudah bacaa. Boleh favorit dan follow. Trus kudu review ya :v nanti pas update aku jawab review kalian
Makasih dan see you next chapter
