Naruto © Masashi Kishimoto

And this story is the original from my brain.

I hope you enjoy it!

Warning : Typo yang tak lekang dari manusia seperti saya, PUEBI, FANON.

.

.

.

Chapter 1

.

.

.

Ketika aku terbangun. Kaki dan tanganku terikat dengan sebuah rantai.

"Akkh" aku merinith pelan saat tanganku yang kugerakan terasa sakit.

"Sasuke sepertinya dia sudah siuman" samar-samar kudengar suara seseorang.

Kuangkat kepalaku yang awalnya menunduk ketika kudapati kegelapan disekitarku.

"Hn"

'Siapa? Siapa kalian? Kenapa kalian berbicara dalam kegelapan? Kami-sama… kenapa gelap sekali di sini?' aku kembali menunduk saat aku merasakan air mataku mulai menetes melewati pipiku.

Tes

Hening. Aku hanya mendengar suara air mataku yang jatuh.

Tes

Tes

Tes

Tes

Air mataku makin tak terbendung makin banyak hingga membuatku merasa basah di area pipiku. Kumohon siapa saja nyalakan lampunya.

"Hiks…hek…hiks" Kenapa disini gelap sekali

Tes

Tes

"Haaaa hiks…. Ku-kumohon nyalakan lampunya." Aku mencoba memohon pada siapa pun itu. Tolong.

Tes

Tes

Air mataku makin deras. Isakanku makin berisik dan aku makin tidak peduli. Aku hanya ingin keluar dari kegelapan ini.

"KUMOHON SIAPA SAJ-"

Aku berteriak lantang ketika sebuah tangan mengangkat daguku, lalu dua bola merah yang berputar cepat. Seperti sepasang mata yang memandang kearahku.

"Ssst. Kau berisik sekali"

Siapa? Kenapa hanya bola matanya saja yang kulihat? Namun tanpa kusadari aku telah menghentikan tangisanku dan aku sedikit merasa lega. Setidaknya dia mau meresponku.

Aku masih memandang bola mata merah itu ketika warna merah yang berputar mulai melambat berhenti dan matanya berubah berwarna hitam. Hitam seperti kegelapan disini.

Entah mengapa mata itu mendekat kearahku. Aku seakan tak dapat bergerak ketika kurasakan sebuah benda yang menyentuh hidungku dan nafas yang menerpa wajahku. Aku masih terhipnotis akan mata hitamnya itu. Lalu kurasakan lagi terpaan nafasnya pada kulit wajahku.

"Tidur"

Dan kegelapan menyergapku kembali.

.

.

.

Kring

Kring

"Baiklah. Jangan lupa tugas yang Sensei berikan barusan yah."

"Ha'i!"

"Oke, sampai jumpa minggu depan"

Aku pun mulai membereskan peralatan-peralatan sekolahku ketika Toshi-Sensei berjalan keluar kelas. Benar-benar hari yang melelahkan. Aku sudah tidak sabar untuk nonton episode terbaru Naruto!

"Hei, karaokean yuk."

"Yuk. Eh katanya tempat karaoke dekat stasiun mengadakan promo loh"

"Benarkah? Kesana saja!"

"Haha dasar kau. Selalu begitu"

"Haha…."

Aku hanya memperhatikan gerombolan-gerombolan teman-teman sekelasku yang mulai meninggalkan kelas. Hingga aku menyadari diriku sendirian didalam kelas. Lagi. Huh. Aku sempat berfikir kalau dua tahun sekolahku ini, belum satu pun teman yang aku dapatkan.

Aku terpaku melihat pemandangan di depanku. Angin sore meniupkan gorden. Aku serasa menjadi tokoh utama dalam sebuah anime. Apakah setelah ini aku akan bertemu lelaki tampan seperti di anime-anime? Tiba-tiba pipiku memerah setelah menyadari pikiran ngawur itu.

"Sadarlah Hinata." Aku memukul pelan kepalaku sendiri.

Saat tanganku berada diatas kepalaku, tak sengaja aku melihat jam tanganku yang menunjukan pukul 6:30 PM. Aku pun buru-buru keluar kelas untuk pulang. Sudah sore ternyata.

.

.

.

"Tadaima"

Tidak ada sahutan. Aku sudah sangat terbiasa dengan suasana ini. Mungkin karena kedua orang tuaku yang sering bekerja diluar kota. Aku pun memasuki rumahku yang tampak begitu sepi dan gelap. Setelah membuka sepatuku. Aku pun mencari saklar lampu agar menerangi rumahku yang mulai diliputi kegelapan.

Lalu aku mulai naik ke kamarku di lantai dua. Ketika kubuka pintu kamarku, terpampanglah semua poster-poster anime Naruto. Anime favoritku. Aku pun membuang sembarang tasku. Lalu diriku berlari cepat kearah kasurku dan berbaring diatasnya.

Saat kupandangi langit-langit kamarku, pikiranku tiba-tiba melayang pada kejadian tadi sore dimana 'teman-teman' sekelasku yang mungkin sekarang sedang berkaraoke ria. Senangnya mereka. Lalu mataku mulai menjelajah dan entah kenapa. Aku terpaku pada sebuah poster besar sosok seorang Uchiha Sasuke. Aku masih saja merasa bingung. Kenapa ada gambar se sempurna itu? Wajahnya tampak nyata. Begitu tampan. Sungguh. Walau hanya sebuah gambar, aku dapat merasakan kearoganan dan keangkuhan hanya dengan gambar poster itu.

"Bagaimana yah kalau kau benar-benar nyata?"

Tiba-tiba kata-kata itu keluar tanpa kuproses terlebih dahulu. Hei! Bukankah kau membencinya?! Karena gara-gara dia Naruto harus berkorban perasaan dan raganya hanya untuk dia! Hatiku menentang pemikiranku.

"Aaaah….Kyaaaaaaa"

Aku pun mulai memutar-mutar badanku kesana-kemari hingga tubuhku terjatuh mencium lantai.

"I..itai"

Aku memegang hidungku yang terbentur lantai kamarku yang dingin ini. Saat diriku ingin bangkit, tiba-tiba aku melihat seberkas cahaya dari bawah tempat tidurku.

Aku langsung beringsut kesudut kamarku. Badanku mulai berkeringat. Dan pikiran-pikiran horror mulai meracuni. Bagaimana kalau itu… ha..hantu?! TIDAK. Kami-sama lindungi aku.

"A..atau mungkin ini mimpi. Ya! Ini mimpi!" aku mulai memejamkan mataku dan mencubit pipi tembamku."Itai!" dan rasanya benar-benar sakit. Lalu kubuka mataku.

Dan cahaya itu masih saja ada. Apa… apa sebenarnya itu? Aku mulai memutar mataku dan mencari sesuatu yang mungkin bisa dijadikan tameng, jikalau ada kecoak yang bakal terbang saat aku membuka sepreinya. Aku menemukan buku tulis setebal buku telepon, saat mataku ingin mengambilnya tiba-tiba mataku tertarik pada sebuah ikat kepala konoha dan sebuah kunai sungguhan yang dulu aku beli pada sebuah toko online. Mungkin aku bisa membunuh kecoak itu dengan kunai. Lalu aku mengambil keduanya.

Mataku kembali melirik cahaya itu yang masih tetap menyala. Pelan-pelan aku mulai merangkak mendekati cahaya itu. Semakin dekat. Dan saat aku berada persis di depan cahaya itu. Aku mulai menyibakan seprei yang menutupi kolong tempat tidurku.

Mataku refleks menutup saat sebuah cahaya menyilaukan menerpa wajahku. Aku menghalau cahaya itu dengan tangan kananku yang masih menggenggam kunai dan ikat kepala. Saat kuperhatikan ada sebuah lubang dibawah tempat tidurku yang tampak bercahaya. Dan… apa itu? Tampak seperti sebuah pusaran berputar-putar. Kepalaku terasa pusing melihat pusaran itu dan cahaya ini sungguh menyilaukan.

Tiba-tiba kepalaku terasa berputar-putar, dan lubang itu mulai berubah warna menjadi hitam dengan titik…titik merah… ada tiga titik merah.. Seperti. Tomoe? Apa? Tomoe? Kedengaranya seperti sharingan. Sepertinya memang sharingan, apa aku benar-benar sadar? Kenapa lubang hitam bertomoe itu seakan menarikku?

Aku tak tahan lagi. Kepalaku terasa begitu berat dan kenapa kepalaku begitu pusing?

'Masuk saja ke lubang itu'

Siapa?

'Masuk dan kau akan tahu siapa aku'

Aku mulai mendekati lubang itu. Dan diriku tertarik kedalamnya bersamaan dengan cahayanya meredup. Meninggalkan kamarku yang seakan tak pernah kumasuki sebelumnya.

.

.

.

"..ngun."

"..Bangun!"

"HEI BANGUN MANJA"

Ngiiiiiiiing

Telingaku berdenging dan aku terkejut dengan mata melebar. Saat suara itu berteriak tepat ditengingaku. Refleks tanganku memegang telingaku, dan mataku yang memandang marah kearah orang yang membangunkanku dengan cara yang sangat tidak sopan itu.

Namun keberanianku hilang saat mataku dengan matanya yang sewarna rambutnya bertemu pandang.

"Apa? Kau mau protes?" ujarnya kasar.

Refleks aku menggeleng cepat. Menghiraukan rasa pening dan telingaku yang masih berdenging. Lalu aku mulai menunduk saat kulihat sosoknya mulai berjalan keluar kamar.

Eh?

Sejak kapan aku dikamar? Mataku meneliti kamar ini. Ini memang bukan kamarku, tapi bukannya tadi aku dirantai? Bagaimana aku bisa disini?

"SIAPA SURUH KAU DIAM DISITU MANJA." aku kembali terkejut saat melihatnya berkacak pinggang di ambang pintu kamar dengan wajah kesal.

"Ha-hai." Dengan cepat aku berdiri dan mulai mengikutinya dari belakang.

.

.

.

"Ini. Pakailah." Tiba-tiba wanita ini menyerahkan sebuah pakaian padaku. Aku hanya memandangnya bingung, hingga dia kembali berbicara "Kau yakin mau berpakaian begitu?" lalu pandanganku meneliti diriku sendiri.

"Kyaaa" tanganku refleks memeluk tubuhku sendiri. Sejak kapan? Sejak kapan aku hanya memakai pakaian dalam?! Seingatku aku masih memakai seragam sekolahku.

"Yasudah, aku buang saja."

"Tunggu! A-aku akan pakai itu!" ujarku cepat saat dirinya akan membuang pakaian itu.

Ia lalu menyerahkan pakaian itu kembali. Aku mengambilnya cepat. Lalu diriku terdiam. Diriku berbalik kearahnya.

"A-ano..ka-kamar gantinya di-dimana?"

"Disini saja."

"Ta-tapi.."

"Kenapa? Lagipula kita kan sama-sama wanita. Sudah jangan manja dan ganti saja disini."

Aku meneguk ludah. Aku kira tadi saat dirinya membawaku keluar kamar sebelumnya. Ingin membawaku kemana. Ternyata dia membawaku ke hutan di pinggiran sungai. Dan pakaian ini berasal dari sebuah tas yang ia taruh di bawah pohon pinggir sungai itu. Mungkin itu tasnya.

Tapi masa aku harus ganti disini?!

"Percuma kau tutupi. Semuanya sudah melihatmu tadi." Ujarnya sambil memutar bola matanya seakan dapat membaca pikiranku.

Aku hanya mengangguk dan mulai berbalik mencari semak-semak. Yah aku tetap tidak mau ganti baju di tempat terbuka walau semuanya sudah melihat.

….hah?

Semuanya?!

Memangnya maksud dari semuanya itu…. Apa ada selain wanita itu?

Tubuhku membatu. Aku ingat. Ada dua lagi. Dan mereka laki-laki. Namun yang masih kuingat hanya seorang. Yang hanya matanya kulihat saat kegelapan itu.

"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaa"

.

.

.

Setelah berganti pakaian. Aku pun kembali ke tempat wanita itu. Saat kembali. Aku melihatnya sedang memandang sesuatu kearah muara air terjun.

"A-ano.." aku mencoba bersuara. Kulihat dirinya nampak terkejut dan berbalik melihatku. Dengan dua pipinya yang tampak memerah.

"A-ah! K-kau sudah siap rupanya" ujarnya tampak gugup.

Kenapa ia terlihat gugup? Kulihat dirinya kembali melirik kearah air terjun itu. Aku mencoba melihat kearah air terjun itu. Dan tak kudapati apapun selain air terjun itu.

Namun entah mengapa. Perasaanku mengatakan bahwa ada seseorang sedang memandangku. Dari sana. Dari air terjun itu. Aku masih terpaku pada air terjun itu hingga wanita itu bersuara.

"Oh ya. Aku Karin. Karin Uzumaki. Yah kalau kau ingin tahu." Ujarnya tiba-tiba

Aku memandangnya bingung. Lalu seakan mengerti aku tersenyum. Ia wanita yang baik.

Tiba-tiba mulutnya menganga dengan mata melebar."Ya ampun! Kau im..-" lalu ia berdehem "ekhem maksudku.. namamu?" ujarnya sambil berusaha bersikap angkuh.

Aku kembali tersenyum melihat tingkahnya."Hinata. Namaku Hinata, Karin-san"

Kujulurkan tanganku. Lama dirinya mendiamkan tanganku. Hingga perlahan tanganya menggenggam tanganku. Dan dirinya tersenyum saat tanganya menjabat tanganku.

.

.

.

To Be Continue

Oh ya. Saya ngambil setting sebelum perang dunia 4 shinobi yah. Saya sangat berterima kasih jika kalian mau sekedar review