Fifty Shades of Freed

HAEHYUK

.

FIFTY SHADES OF FREED
© E. L. James

REMAKE
senavensta

Genre: Romance/Drama

Cast:

Lee Hyukjae
Lee Donghae
Cho Kyuhyun Lee Sungmin
yang lain nyusul

.

Warn: Remake, BL/Boys Love, M-Preg, OOC, Typo(s).

Perubahan nama keluarga dan tempat, lokasi gedung, langsung didalam cerita, sengaja gak aku tulis dicast satu-satu karena nanti kepenuhan hahaha. Yang tidak suka hal-hal berbau remake dan laki-laki bisa hamil, gak perlu maksain diri buat baca ini.
Daftar istilah ada dibagian paling akhir –kalo ada(?).

.

Wanna RnR?

.

.

Fifty Shades of Freed

.

Hyukjae sedang menatap jauh melalui sela payung hijau pada langit yang sangat biru, musim panas yang cerah, Laut Mediterrania yang biru dengan nafas panjang penuh kesenangan.

Donghae disampingnya, meregang pada kursi berjemurnya. Suami Hyukjae –suaminya yang seksi, tampan, tanpa baju, dan jeans pendek– sedang membaca sebuah buku tentang prediksi keruntuhan sistem bank aliran barat. Setelah semua perhitungan, dia membalik halaman bukunya.

Hyukjae belum pernah melihat Donghae duduk diam seperti itu, sama sekali. Dia lebih terlihat seperti seorang murid daripada seorang CEO papan atas yang berada pada peringkat tinggi perusahaan pemilik pribadi di Seoul.

Di penghujung bulan madu mereka, mereka bersantai di pantai saat matahari siang berada di teras yang bernama Pantai Plaza Monte Carlo di Monako, meskipun mereka tidak benar-benar menginap di hotel itu.

Hyukjae membuka matanya dan menatap keluar "Fair Lady" yang bersauh di pelabuhan.

Mereka tinggal, tentu saja, di atas kapal pesiar yang mewah. Dibangun pada 1928, mengapung dengan anggun di atas air, ratu dari semua kapal pesiar yang ada di pelabuhan. Itu terlihat seperti mainan anak-anak yang menggoda.

Donghae sungguh menyukai kapal ini, Hyukjae berani menduga kalau Donghae pasti tergoda untuk membelinya. Jujur saja, hal itulah yang disebut dengan laki-laki dan mainannya.

Duduk kembali, Hyukjae mendengarkan lagu dari iPod barunya yang berisi lagu-lagu campuran dari Donghae dan selusin dari matahari siang yang terus bersinar, sembari bermalas-malasan dan mengingat saat Donghae melamarnya.

Ya, lamaran yang sungguh hebat di rumah kapal.

Dengan mengingat itu, Hyukjae bahkan hampir bisa mencium aroma dari bunga padang rumput saat itu.

.

Fifty Shades Freed

.

"Bisakah kita menikah besok?" bisik Donghae lembut di telinga Hyukjae.

Saat ini Hyukjae tergeletak di dada Donghae, mereka didalam bungalow rumah kapal yang penuh dengan bunga, puas akan gairah setelah bercinta.

"Hmm."

"Apakah itu artinya YA?" tanya Donghae, sebuah harapan jelas tercetak tebal diwajahnya.

"Hmm."

"Tidak?"

"Hmm."

Donghae kemudian tersenyum menggoda.

"Hyukjae, pikiranmu sedang kacau ya?"

Hyukjae tersenyum lebar sebelum membalas.

"Hmm."

Donghae membungkus dan memeluk Hyukjae erat, kemudian mencium kepalanya.

"Besok, Vegas, lalu pernikahannya."

Dengan mengantuk Hyukjae mengangkat kepala.

"Kupikir orang tuaku akan sangat tidak senang dengan itu."

Donghae mengetuk-ketukan ujung jarinya keatas dan kebawah pada punggung telanjang Hyukjae, lalu membelai dengan lembut.

"Apa yang kau inginkan, Hyukjae? Vegas? Pernikahan besar dengan segala hiasannya? Katakan padaku."

"Tidak besar. Hanya teman dan keluarga."

Hyukjae mengatakan itu sambil menatap Donghae dengan penuh perhatian pada permintaan mendesaknya.

"Oke." Donghae mengangguk. "Dimana?"

Hyukjae segera mengangkat bahu.

"Bisakah kita mengadakannya disini?" tanya Donghae dengan ragu-ragu.

"Di tempat keluargamu? Apa mereka akan setuju?"

Donghae mendengus sebentar.

"Ibuku akan berada di surga tingkat tujuh."

"Oke. Disini. Aku yakin ibu dan ayahku juga akan setuju."

Mendengar itu Donghae segera mengusap rambut Hyukjae.

"Jadi, kita sudah menetapkan dimana, sekarang kita tetapkan waktunya."

"Tentu saja kau harus bertanya pada ibumu."

"Hmm." Senyuman Donghae melengkung ke bawah.

"Ibu punya waktu sebulan, itu saja. Aku terlalu menginginkanmu dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi."

"Donghae, kau memilikiku. Kau memilikiku saat ini. Tapi baiklah, waktunya sebulan." Hyukjae kemudian mencium bahu Donghae, ciuman lembut nan murni, dan tersenyum padanya.

.

Fifty Shades Freed

.

"Kau akan terbakar," bisik Donghae di telinga Hyukjae, membuat si manis itu takjub dan tersadar dari rasa kantuknya.

"Hanya untukmu," Hyukjae memberi Donghae senyuman termanis.

Matahari sore telah bergeser, dan Hyukjae tepat di bawah kilauan penuhnya.

Donghae menyeringai dan dalam sekali gerakan cepat mendorong kursi berjemur Hyukjae kedalam tempat teduh di bawah payung.

"Hindari matahari Laut Tengah, Hyukjae."

"Terimakasih atas altruisme (sifat yang mementingkan kepentingan orang lain, -pent.) mu, Mr. Lee."

"Dengan senang hati, Hyukjae, dan aku sama sekali bukan seseorang yang berusaha untuk mementingkan kepentingan orang lain. Jika kau terbakar, aku tidak akan bisa menyentuhmu."

Donghae kemudian mengangkat alisnya seperti tersadar akan sesuatu, matanya bersinar oleh kegembiraan.

"Tapi aku sudah menduga kau pasti mengetahuinya dan menertawakanku."

"Bisakah aku seperti itu?" Hyukjae mengeluh, pura-pura tidak bergairah.

"Ya kau bisa dan kau melakukannya. Sering. Ini adalah salah satu dari sekian banyak hal yang aku cintai dari dirimu."

Kemudian Donghae membungkuk dan mencium Hyukjae, menggigit dengan main-main pada bibir bawahnya.

"Aku berharap kau mau menggosok tubuhku dengan lotion anti matahari," cibir Hyukjae di bibir Donghae.

"Tuan Hyukjae, itu adalah pekerjaan kotor, tapi itu adalah sebuah tawaran yang tidak bisa aku tolak. Duduklah."

Donghae memerintah Hyukjae, suaranya serak.

Dan Hyukjae melakukan hal yang sesuai perintah, dan dengan usapan lembut yang cermat dari jari-jari yang kuat dan luwes, Donghae melumuri tubuh Hyukjae dengan lotion pelindung matahari.

"Kau sungguh sangat mengagumkan. Aku pria yang beruntung," gumam Donghae saat jari-jarinya meluncur diatas dada Hyukjae, menyebarkan lotionnya.

"Ya kau memang lelaki yang beruntung, Mr. Lee," Hyukjae menatap Donghae dengan tersipu.

"Kau sungguh sopan, Hyukjae. Berbaliklah. Aku akan melumuri punggungmu."

Tersenyum, Hyukjae memutar tubuh, dan Donghae menyangga ujung kemeja putih tipis Hyukjae.

"Kenapa aku tidak kau ijinkan membuka pakaian ini kalau kancing depannya tetap terbuka?" Hyukjae bertanya.

"Tidak senang."

Bahkan Donghae menjawab tanpa ragu sedikitpun.

"Aku sangat tidak senang melihatmu pamer tubuh dengan orang lain, orang asing sekalipun."

Donghae kemudian mendekati Hyukjae dan berbisik di telinganya.

"Jangan memaksa keberuntunganmu."

"Apa itu sebuah tantangan, Donghae?"

"Tidak. Ini pernyataan tentang sebuah fakta, Hyukjae."

Hyukjae kemudian mendesah dan menggelengkan kepala. Donghae begitu posesif, pencemburu, dan sok penguasa.

Ketika Donghae selesai, dia memukul punggung Hyukjae lembut dan mengembalikan tatanan kemeja Hyukjae.

"Sudah selesai, tada."

Apple Donghae yang selalu hadir dan aktif berbunyi.

Hyukjae segera memasang tampang masam dan Donghae menyeringai.

"Jangan jauh dari mataku, Hyukjae," Donghae menaikkan alisnya dalam peringatan yang main-main, memukul punggung Hyukjae sekali lagi, lalu kembali duduk di kursi berjemurnya untuk menanggapi panggilan itu.

"Mam'selle? Un Perrier moi, un Coca-Cola light pour ma femme, s'il vous plait. Et quelqe chose a manger… Laissez-moi voir la carte."

Hmm…

Donghae yang berbicara fasih dalam bahasa perancis telah membangunkan Hyukjae.

Kelopak mata yang cantik itu mengerjap dalam silauan matahari, dan Hyukjae menemukan Donghae yang sedang menontonnya saat wanita berpakaian pelayan pergi menjauh, mengangkat nampan tinggi diatasnya dengan rambut kuncir ekor kuda tingginya terayun secara provokatif.

"Haus?" Donghae bertanya.

"Ya," gumam Hyukjae mengantuk.

"Aku sanggup menontonmu seharian. Lelah?"

Hyukjae memerah.

"Aku tidak dapat cukup tidur tadi malam."

"Aku pun begitu," Donghae segera tersenyum lebar, menaruh kembali Apple-nya, dan berdiri.

Celana pendeknya turun sedikit dan menggantung, dengan cara itu celana pendek renangnya terlihat sangat tidak pantas.

Donghae menarik turun celana pendeknya, melepaskan dari sandal jepitnya.

Melihat itu Hyukjae kehilangan alur pikirannya.

"Ayo berenang bersamaku," Donghae menjulurkan tangannya saat Hyukjae menatapanya, linglung.

"Berenang?" kata Donghae lagi, memiringkan kepalanya ke satu sisi, dan menunjukkan eskpresi geli di wajahnya.

Ketika Hyukjae tidak memberikan respon, tampan itu menggelengkan kepalanya perlahan.

"Aku pikir kau butuh panggilan untuk bangun."

Tiba-tiba Donghae menerkam dan mengangkat Hyukjae di tangannya.

"Donghae! Turunkan aku!" bentak Hyukjae sesegera mungkin.

Donghae terkekeh.

"Hanya jika kita sudah dilaut, sayang."

Beberapa orang yang sedang berjemur di pantai menonton dengan tatapan melongo yang khas dengan tipe orang yang melongo namun menunjukkan ketidaktertarikan, yang sekarang baru Hyukjae sadari bahwa memang seperti itu orang-orang Perancis saat Donghae membawanya ke laut, tertawa dan mengarunginya.

Hyukjae mendekapkan tangan di sekitar leher Donghae.

"Kau tidak akan melakukannya," Hyukjae berkata sambil terengah-engah, mencoba menahan kekehannya.

Donghae menyeringai.

"Oh, Hyukjae, sayang, apa kau tidak belajar apapun bahwa kita mengenal satu sama lain dalam waktu singkat ini?"

Dia kemudian mencium Hyukjae, lalu menghirup napas dan mundur kebelakang, matanya berasap namun waspada.

"Aku tahu permainanmu," Donghae berbisik dan perlahan tenggelam ke dalam air yang dingin dan jernih, membawa Hyukjae bersamanya saat bibirnya menemukan bibir Hyukjae sekali lagi.

Ketenangan Laut Mediterrania terlupakan dengan cepat saat Hyukjae membungkuskan tubuh di sekitar suaminya.

"Kupikir kau mau berenang," Hyukjae bergumam pada mulut Donghae.

"Kau sangat mengalihkan perhatianku," Donghae menyentuhkan giginya di sepanjang bibir bawah Hyukjae yang penuh.

"Tapi aku tak yakin aku ingin orang-orang baik di Monte Carlo melihat istriku dalam pergolakan nafsunya."

Hyukjae melarikan giginya di sepanjang rahang Donghae, tidak memperdulikan picisan tentang orang-orang baik di Monte Carlo.

"Hyukjae," erang Donghae.

Donghae membungkus rambut hitam di sekitar pergelangan tangannya dan menariknya dengan lembut, memiringkan kepala Hyukjae kebelakang, memamerkan leher putih istrinya.

Ia menjalankan ciumannya dari kuping lalu turun ke leher Hyukjae.

"Bisakah aku membawamu di lautan?" Donghae menarik napas.

"Ya," bisik Hyukjae.

Donghae menarik diri dan menatap Hyukjae, matanya hangat, penuh keinginan, dan geli.

"Tuan Lee, kau tidak pernah puas dan sangat tebal muka. Monster seperti apa yang sudah aku ciptakan?"

"Monster yang cocok denganmu. Dapatkah kau memilikiku dengan cara lain?"

"Aku akan memilikimu dengan posisi apapun yang bisa aku lakukan, kau tahu itu. Tapi tidak sekarang. Tidak dengan para penonton," Donghae menengokkan kepalanya kearah pantai.

Padahal beberapa penjemur di pantai telah menanggalkan ketidakacuhan mereka dan sekarang memandang Donghae dan Hyukjae dengan ketertarikan.

Tiba-tiba, Donghae menangkap pinggang Hyukjae dan meluncurkannya ke dalam air, membiarkan istrinya jatuh ke dalam air dan tenggelam di bawah gelombang menuju pasir lembut di bawahnya.

Hyukjae muncul ke permukaan, terbatuk, memercik, dan terkekeh.

"Donghae!" hardik Hyukjae, marah padanya.

Donghae menggigit bibir bawahnya untuk menahan kegiranganya.

Hyukjae kembali memerciknya, dan Donghae memercik istrinya dengan air juga.

"Kita punya waktu semalaman," kata Donghae, tersenyum lebar seperti orang bodoh. "Tapi nanti, sayang."

Dia kemudian menyelam di bawah laut dan muncul ke permukaan sejauh tiga kaki dari Hyukjae, lalu dalam ketidakpastian, merangkak dengan penuh syukur, berenang menjauh dari pantai, menjauh dari Hyukjae.

Donghae yang menggiurkan dan suka main-main.

Hyukjae melindungi mata dari matahari saat melihat Donghae menjauh darinya.

Donghae seperti penggoda. Entah apa yang dapat Hyukjae lakukan agar suaminya mau kembali ke tepi pantai.

Saat Hyukjae berenang kembali ke pantai, ia merenungkan pilihan.

Minuman mereka sudah tersaji di kursi berjemur, dan ia meneguk Coke dengan cepat. Donghae terlihat seperti titik lemah di kejauhan.

Hyukjae akhirnya membaringkan diri di depan dan, meraba kancing kemeja tipisnya, membukanya dan melemparkan kemejanya begitu saja ke atas kursi berjemur milik Donghae.

Lihat.

Hyukjae juga seorang pria yang punya hak untuk bertebal muka, Lee Donghae.

Ia menutup mata dan membiarkan matahari menghangatkan kulitnya, menghangatkan tulang, dan ia hanyut kembali di bawah panasnya matahari, pikirannya kembali pada hari pernikahannya.

.

Fifty Shades Freed

.

"Kau bisa mencium mempelaimu," Pendeta Kim mengumumkan.

Hyukjae berseri-seri menatap suaminya.

"Akhirnya kau menjadi milikku," Donghae berbisik dan menarik Hyukjae ke dalam lengannya dan mencium dengan kemurnian di bibirnya.

Hyukjae telah menikah. Ia adalah suami –dengan posisi istri- dari seorang Lee Donghae.

Dalam hati, Hyukjae sangat riang dengan sukacitaan.

"Kau terlihat manis, Hyukjae," Donghae bergumam dan tersenyum, matanya bersinar penuh rasa cinta dan sesuatu yang gelap, sesuatu yang seksi.

"Jangan biarkan orang lain melepaskan pakaianmu kecuali aku, mengerti?" Senyuman Donghae memanas ratusan derajat saat ujung jarinya berjalan turun di pipi Hyukjae, memicu darah.

Hyukjae segera mengangguk dalam diam. Berharap tidak ada orang yang mendengar mereka. Sungguh beruntung Pendeta Kim diam-diam melangkah mundur.

Hyukjae menatap sekilas pada kerumunan yang berkumpul dengan riasan pesta pernikahan mereka.

Ibu Hyukjae, Hangeng, dan keluarga Donghae semua bertepuk tangan –bahkan Sungmin, pendamping pengantin Hyukjae, yang telihat mempesona dalam nuansa pink muda saat berdiri di samping pendamping pria Donghae, Kyuhyun.

Siapa yang tahu bahkan Kyuhyun bisa terlihat sangat keren dan jauh lebih tampan dari biasanya?

Semua tersenyum lebar dan berseri-seri –kecuali Boa, yang sedang menangis penuh syukur pada sapu tangan putihnya yang halus.

"Siap untuk berpesta, istriku?" Donghae berbisik, memberikan Hyukjae senyuman malu-malu.

Hyukjae memerah. Donghae terlihat hebat dalam tuxedo hitam yang sederhanan dengan rompi silver dan dasi. Dia sangat tampan.

"Siap seperti biasanya," Hyukjae tersenyum lebar, benar-benar senyuman bodoh.

Kemudian pesta pernikahan itu langsung pada puncaknya.

Kangta dan Boa benar-benar hebat. Mereka memiliki tenda besar yang dipasang dan dekorasi pink muda yang cantik, silver, dan warna gading dengan sisinya yang terbuka, memperlihatkan teluk.

Pestanya sendiri di berkahi dengan udara yang bagus, sinar matahari sore diatas air. Ada satu lantai dansa diujung tenda besar, dan buffet yang mewah di sisi lainnya.

Hangeng dan Heechul menari dan tertawa bersama.

Hyukjae merasakan pahit-manis melihat mereka bersama. Ia harap ia dan Donghae bisa bersama selamanya. Ia tak tahu apa yang akan ia lakukan jika Donghae meninggalkannya.

Menikah terburu-buru, menyesalinya saat di waktu luang.

Kata-kata itu menghantui Hyukjae.

Sungmin disebelah Hyukjae, terlihat sangat manis dalam stelan suteranya. Dia menatap sekilas pada Hyukjae dan merengut.

"Ya! Ini seharusnya menjadi hari yang paling bahagia dalam hidupmu," tegurnya.

"Memang," bisik Hyukjae.

"Oh, Hyukjae, ada apa? Apa kau sedang melihat ibumu dan Hangeng?"

Hyukjae mengangguk sedih.

"Mereka bahagia."

"Bahagia dengan berpisah."

"Apa kau memiliki keraguan?" tanya Sungmin khawatir.

"Tidak. Tidak juga. Ini hanya… Aku sangat mencintainya," Hyukjae membeku, tak mampu atau tak sanggup mengucapkan rasa takutnya dengan jelas.

"Hyukjae, ini sudah jelas bahwa dia memujamu. Aku tahu kau punya hubungan yang diawali dengan keadaan yang tidak biasa, tapi aku bisa lihat betapa bahagianya kalian berdua telah melewati waktu lebih dari sebulan."

Sungmin menggenggam tangan Hyukjae, meremasnya.

"Disamping itu, ini sudah terlambat."

Dia menambahkan dengan seringaian.

Hyukjae terkekeh. Kepercayaan Sungmin untuk menunjukkan dengan jelas. Dia menarik Hyukjae ke pelukan spesial seorang Lee Sungmin.

"Hyukjae, kau akan baik-baik saja. Dan jika dia melukaimu sehelai saja rambut di kepalamu, dia akan menghadapiku," Sambil melepaskan Hyukjae, Sungmin tersenyum lebar dengan siapapun itu yang ada di belakang Hyukjae.

"Halo, sayang," Donghae meletakkan tangannya ditubuh Hyukjae, mengejutkan, dan mencium ujung kepalanya.

"Sungmin," Donghae akhirnya mengakui keberadaan Sungmin. Dia tetap bersikap dingin terhadap Sungmin bahkan setelah enam minggu.

"Halo lagi, Donghae. Aku akan pergi mencari pendamping pria mu, yang juga menjadi pria terbaikku," Dengan senyuman untuk mereka berdua, Sungmin mendatangi Kyuhyun, yang sedang minum bersama Hyunseung dan Kangin.

"Saatnya pergi," Donghae bergumam.

"Sekarang? Ini pesta pertama dimana aku tidak keberatan untuk menjadi pusat perhatian di dalamnya."

Hyukjae berbalik dalam lengan Donghae untuk menghadap padanya.

"Kau pantas mendapatkannya. Kau terlihat mempesona, Hyukjae."

"Begitu pula dirimu."

Donghae tersenyum, ekspresinya memanas.

"Tuxedo putih ini cocok untukmu."

"Tuxedo lama ini?" tanya Hyukjae dengan memerah malu-malu dan menarik hiasan pada tuxedo yang sederhana dan pas yang di rancang untuknya oleh Ibu Sungmin.

Donghae membungkuk dan mencium Hyukjae.

"Ayo. Aku tak mau lagi membagimu dengan semua yang ada disini."

"Memang kita bisa meninggalkan pesta pernikahan kita sendiri?"

"Sayang, ini pesta kita, dan kita bisa melakukan apapun yang kita mau. Kita sudah memotong kue. Dan sekarang, aku lebih suka untuk cepat-cepat membawamu keluar dan memilikimu hanya untuk diriku sendiri."

Hyukjae terkekeh.

"Kau memilikiku seumur hidupmu, Mr. Lee."

"Aku sangat senang mendengarnya, Tuan Lee."

"Oh, disini kalian berdua rupanya! Seperti burung lovebird saja."

Hyukjae mengerang dalam hati.

Neneknya Donghae telah menemukan mereka.

"Donghae, sayang –dansa sekali lagi bersama nenekmu?"

Donghae mengerutkan bibirnya.

"Tentu saja nek."

"Dan kau, Hyukjae yang manis, pergilah dan buat pria tua itu bahagia –berdansalah dengan si kakek-kakek itu."

"Kangta, Nyonya Lee?"

"Kakek Lee. Dan menurutku kau bisa memanggiku nenek. Sekarang, kalian berdua benar-benar harus berusaha untuk memberikan aku cucu. Aku tak mau menunggu lebih lama lagi," Dia memberi Hyukjae senyum simpul.

Donghae menatapnya ngeri.

"Ayo, nek," katanya, terburu-buru menarik tangan wanita tua itu dan menuntunnya ke lantai dansa.

Donghae memandang Hyukjae lagi dengan tatapan sekilas, praktis cemberut dan memutar bola matanya.

"Nanti, sayang."

Saat Hyukjae berjalan ke arah kakek Lee, Kangin mencegatnya.

"Aku tidak akan memintamu untuk berdansa lagi. Kupikir aku sudah memonopoli waktumu terlalu banyak di lantai dansa tadi. Aku senang melihatmu bahagia, tapi aku serius Hyukjae. Aku ada disini jika kau membutuhkanku."

"Kangin, terima kasih. Kau adalah teman yang baik."

"Aku serius," Mata gelap Kangin bersinar dengan ketulusan.

"Aku tahu kau serius. Terima kasih Kangin. Sekarang jika kau berkenan mengijinkanku –aku punya kencan dengan pria tua."

Kangin mengerutkan keningnya dalam kebingungan.

"Kakeknya Donghae," Hyukjae segera mengklarifikasi.

Kangin tersenyum lebar.

"Semoga berhasil kencannya, Hyukjae. Semoga berhasil dengan segalanya."

"Terima kasih, Kangin."

.

Setelah dansa Hyukjae dengan kakeknya Donghae yang paling menawan, ia berdiri di pintu perancis, menatap matahari tenggelam perlahan di Seoul, menuang kilauan bayangan oranye dan biru laut melintasi teluk.

"Ayo pergi," kata Donghae mendesak.

"Aku harus ganti pakaian," Hyukjae menyambar tangan Donghae, maksudnya untuk membawanya melalui jendela Perancis dan naik ke atas dengan Hyukjae.

Donghae mengerutkan dahi, tak mengerti dan menarik lembut tangan Hyukjae, membuat Hyukjae ragu.

"Kupikir kau mau menjadi satu-satunya orang yang melepaskan pakaian ini," Hyukjae menjelaskan.

Mata Donghae menyala.

"Benar," Donghae memberinya seringai yang membangkitkan nafsu.

"Tapi aku tidak menelanjangimu disini. Kita tak akan pergi sampai… Aku tak tahu…" Donghae melambaikan jemari panjangnya, meninggalkan kalimatnya tidak selesai tapi maksudnya sangat jelas.

Hyukjae merona dan melepaskan tangan Donghae.

"Dan jangan lupa untuk mengacak rambutmu juga," gumam Donghae gelap.

"Tapi–"

"Tidak ada tapi, Hyukjae. Kau terlihat manis. Dan aku ingin menjadi satu-satunya yang melepaskan pakaianmu."

Hyukjae merengut.

"Kemasi baju berpergianmu," perintah Donghae.

"Kau akan membutuhkannya. Taylor sudah menyimpan koper besarmu."

"Oke."

Entah apa yang Donghae rencanakan. Dia bahkan tidak memberitahu Hyukjae kemana mereka akan pergi.

Tidak pula Hyuna atau Sungmin yang berusaha membujuk Donghae untuk mengeluarkan informasinya.

.

Hyukjae kembali dimana ibunya dan Hyuna sedang berdiri di dekat situ.

"Aku tidak akan mengganti pakaianku."

"Apa?" kata Heechul.

"Donghae tidak mau aku melakukannya," Hyukjae mengangkat bahu seakan itu menjelaskan segalanya.

Heechul mengerutkan alisnya sekilas.

"Kau tidak berjanji untuk patuh," dia mengingatkan Hyukjae dengan bijaksana.

Sungmin mencoba menyamarkan dengusannya menjadi batuk.

Hyukjae menyipitkan mata padanya. Tidak Sungmin, tidak ibunya, tidak ada yang bisa mengerti pertengkarannya dengan Donghae mengenai masalah itu.

"Aku tahu, eomma, tapi dia suka tuksedo ini, dan aku ingin menyenangkannya."

Ekspresi Heechul melembut. Sementara Sungmin memutar matanya dan dengan bijak pergi menjauh untuk meninggalkan ibu dan anak itu sendiri.

"Kau terlihat sangat manis, sayang," Dengan lembut Heechul mengusap rambut rapi Hyukjae.

"Aku sangat bangga padamu, sayang. Kau akan membuat Donghae menjadi pria paling bahagia," Dia menarik Hyukjae dalam pelukannya.

"Aku tidak percaya betapa kau terlihat dewasa saat ini. Memulai hidup baru… Ingatlah pria itu berasal dari planet yang berbeda, dan kau akan baik-baik saja."

Hyukjae terkekeh. Donghae itu berasal dari alam semesta yang berbeda, jika saja Heechul tahu.

"Terima kasih, eomma."

Hangeng bergabung dengan mereka, tersenyum manis pada mereka berdua.

"Kau menciptakan seorang bocah manis, Heenim," katanya, matanya menyala-nyala dengan rasa bangga.

Hangeng terlihat sangat tampan dalam tuksedo hitamnya dan rompi pink muda.

Air mata mulai menusuk belakang mata Hyukjae. Sejauh ini ia sudah berencana untuk tidak menangis.

"Dan kau menjaganya dan membantu dia untuk tumbuh dewasa, Hangeng," suara Heechul terdengar sedih.

"Dan aku menyukai itu dalam setiap menitnya. Kau menjadi pengantin yang hebat, Hyukjae," Hangeng merapikan belahan poni Hyukjae.

"Appa," Hyukjae menahan tangis dan memeluknya sebentar, dengan cara yang aneh.

"Kau akan jadi istri yang hebat juga," bisik Hangeng, suaranya serak.

Ketika dia melepaskan Hyukjae, Donghae sudah ada di samping mereka.

Hangeng segera menjabat tangannya dengan hangat.

"Jaga anak manisku, Donghae."

"Itu memang tujuanku, abeoji. Eommonim," Hangeng mengangguk pada ayah Hyukjae dan kemudian mencium pipi Heechul.

Sisa-sisa dari tamu pesta pernikahan membentuk lengkungan manusia yang melewati jalan, menuntun lingkaran menuju bagian depan rumah.

"Sudah siap?" kata Donghae.

"Ya."

Mengambil tangan Hyukjae, Donghae menuntunnya di bawah tangan-tangan yang terulur ketika tamu-tamu mereka meneriakkan semoga beruntung dan selamat dan menyirami mereka dengan beras.

Menunggu dengan senyuman dan saling merangkul di ujung barisan yang melengkung adalah Boa dan Kangta.

Saat gilirannya mereka memeluk dan mencium Donghae dan Hyukjae. Boa menjadi emosional lagi saat mereka berdua memberi ucapan selamat tinggal dengan terburu-buru.

Taylor menunggu untuk membawa Donghae serta Hyukjae dengan Audi SUV.

Saat Donghae memegang pintu yang terbuka untuk Hyukjae, Hyukjae berbalik dan melemparkan buket bunga mawar pink dan putih ke keramaian wanita-wanita muda yang sudah berkumpul.

Dengan penuh kemenangan Hyuna memegang buket itu tinggi-tinggi, dan tersenyum sangat lebar.

Saat Hyukjae meluncur masuk kedalam SUV menertawai tangkapan Hyuna yang berani, Donghae sedikit membungkuk untuk merapikan tuxedo Hyukjae.

Begitu Hyukjae sudah aman didalam, Donghae menawarkan perpisahan kepada kerumunan yang menunggu.

Taylor memegang pintu mobil yang terbuka untuknya.

"Selamat, Pak."

"Terima kasih, Taylor," balas Donghae saat dia mendudukkan dirinya disamping Hyukjae.

Saat Taylor menarik diri, tamu pernikahan mereka menyiram mobil dengan beras. Donghae menggenggam tangan Hyukjae dan mencium buku jarinya.

"Sejauh ini baik-baik saja, Hyukjae?"

"Sejauh ini sangat mengagumkan, Donghae. Kita akan pergi kemana?"

"Kau akan tau," katanya simple dan tersenyum seperti senyum patung spinx.

.

Fifty Shades Freed

.

Taylor tidak menuju ke terminal keberangkatan seperti yang Hyukjae kira tapi melewati gerbang keamanan dan langsung menuju jalan yang berkerikil. Dan kemudian Hyukjae melihatnya –jet-nya Donghae.

SM Enterprises Holding Inc. dalam tulisan biru yang sangat besar melintang di badan pesawatnya.

"Jangan bilang padaku kau telah menyalahgunakan properti perusahaan lagi!"

"Oh, aku harap tidak, Hyukjae," Donghae menyeringai.

Taylor berhenti pada pijakan kaki yang mengarah naik ke pesawat dan melompat keluar dari Audi untuk membuka pintu Donghae. Mereka berdiskusi singkat, lalu Donghae membuka pintu Hyukjae –dan daripada memberi ruang untuk Hyukjae keluar, Donghae membungkuk dan mengangkat tubuh ramping istrinya.

"Apa yang kau lakukan?" bentak Hyukjae.

"Membawamu menuju ambang pintu," kata Donghae.

"Oh."

Donghae membawa Hyukjae dengan mudah menaiki anak tangga, dan Taylor mengikuti dengan koper kecil Hyukjae. Dia meninggalkannya di ambang pintu pesawat sebelum kembali ke Audi.

Di dalam kabin, Hyukjae mengenali Stephan, pilotnya Donghae, dalam seragamnya.

"Selamat datang di penerbangan ini, Tuan," Dia tersenyum lebar.

Donghae menurunkan Hyukjae dan menjabat tangan Stephan. Di samping Stephan berdiri seorang wanita dengan rambut gelap kira-kira berumur, awal tigapuluhan? Dia juga mengenakan seragam.

"Selamat kepada kalian berdua," lanjut Stephan.

"Terima kasih, Stephan. Hyukjae, kau kenal Stephan. Dia kapten kita hari ini, dan opsir Pertama Beighley."

Wanita itu merona saat Donghae mengenalkannya dan berkedip cepat. Hyukjae ingin memutar mata.

"Sangat senang bertemu dengan anda," sembur Beighley.

Hyukjae tersenyum ramah padanya.

"Semua persiapan sudah lengkap?" Donghae bertanya pada keduanya saat Hyukjae menatap sekilas di sekitar kabin.

Interiornya semua berwarna kayu maple pucat dan kulit krem muda. Sungguh indah.

Wanita lain dengan seragamnya berdiri pada ujung sisi kabin satunya –wanita dengan rambut coklat yang sangat cantik.

"Semua sudah beres. Cuaca bagus dari sini menuju Boston."

"Turbulensi?"

"Tidak ada sebelum ke Boston. Itu cuaca di depan menuju Shannon yang mungkin memberi kita perjalanan yang buruk."

"Aku mengerti. Baiklah, aku harap aku bisa tidur saat melalui itu semua," kata Donghae blak-blakan.

"Kita akan segera berangkat, pak," kata Stephen.

"Kami akan meninggalkan anda dengan pelayanan mahir dari Krystal, pramugari anda."

Donghae melirik ke arah Krystal dan memberengut tapi beralih ke Stephan dengan tersenyum.

"Bagus sekali," katanya.

Meraih tangan Hyukjae, Donghae membimbingnya ke salah satu kursi kulit yang mewah. Pasti ada sekitar dua belas jumlah total kursi yang ada disini.

"Duduk," katanya sambil menyingkirkan jaketnya dan membuka potongan rompi brokat silvernya.

Mereka duduk di dua kursi yang saling berhadapan, dengan meja kecil yang di pelitur penuh diantara mereka.

"Selamat datang di penerbangan ini, tuan, dan selamat," Krystal berada disamping mereka.

Menawarkan mereka berdua segelas sampanye berwarna pink.

"Terima kasih," kata Donghae, dan wanita itu tersenyum sopan pada mereka berdua dan menarik diri kembali ke dapur pesawat.

"Ini untuk pernikahan yang bahagia, Hyukjae," Donghae mengangkat gelas ke gelas Hyukjae, dan mereka bersulang.

Sampanye-nya sungguh lezat.

"Bollinger?" tanya Hyukjae.

"Masih tetap sama."

"Pertama kali aku minum ini, aku meminumnya dengan sebuah cangkir," Hyukjae terkekeh.

"Aku mengingat hari itu dengan baik. Hari wisudamu."

"Kemana kita akan pergi?" Hyukjae tak mampu menahan rasa penasaran lebih lama lagi.

"Shannon," kata Donghae, matanya berseri-seri dengan kegembiraan.

Dia terlihat seperti anak pria kecil.

"Di Irlandia?"

"Untuk mengisi bahan bakar," jawab Donghae, menggoda.

"Lalu?" desak Hyukjae.

Senyum Donghae melebar dan dia menggelengkan kepalanya.

"Donghae!"

"London," kata Donghae, menatap Hyukjae dengan seksama, mencoba untuk mengukur reaksi.

Hyukjae tergagap. Ia pikir mereka akan pergi ke New York atau Aspen atau mungkin Karibia. Ia benar-benar tidak bisa percaya.

Ambisi seumur hidup Hyukjae adalah mengunjungi Inggris.

"Lalu Paris."

"Lalu Perancis Selatan."

"Aku tahu kau selalu bermimpi untuk pergi ke Eropa," kata Donghae lembut. "Aku ingin membuat mimpimu menjadi kenyataan, Hyukjae."

"Kau adalah mimpiku yang terwujud, Donghae."

"Begitupun dirimu, Hyukjae," bisik Donghae.

"Pasang sabuk pengamanmu."

Hyukjae tersenyum lebar dan melakukan apa yang Donghae perintahkan padanya.

Saat pesawat berjalan menuju jalur lepas landas, mereka meneguk sampanye, menyeringai bodoh satu sama lain.

Hyukjae tidak percaya ini. Pada umur dua puluh dua tahun, akhirnya ia meninggalkan Seoul dan pergi ke Eropa –ke London khususnya.

Begitu mereka mengudara, Krystal melayani mereka dengan menawakan sampanye lagi dan mempersiapkan perayaan pernikahan mereka. Dan perayaannya adalah –salmon asap, diikuti oleh daging ayam hutan panggang dengan salad kacang hijau dan kentang dauphinoise, semua di masak dan disajikan oleh pelayanan Krystal yang sangat efisien.

"Makanan penutup, Pak?" tanya wanita itu.

Donghae mengelengkan kepalanya dan melarikan jarinya di bibir bawahnya sendiri saat dia menatap Hyukjae dengan bertanya-tanya, ekspresinya gelap dan tidak terbaca.

"Tidak, terima kasih," Hyukjae bergumam, tak mampu memutuskan kontak mata dengan Donghae.

Bibir Donghae melengkung kecil dalam senyuman yang misterius dan Krystal menarik diri.

"Bagus," gumamnya. "Aku lebih berencana mendapatkanmu sebagai makanan penutup."

"Ayo," lanjutnya.

Bangkit dari meja dan menawarkan tangannya pada Hyukjae. Donghae menuntunnya menuju bagian belakang kabin.

"Ada kamar mandi disini," jelas Donghae menunjuk pada sebuah pintu kecil dan membimbing Hyukjae turun melewati koridor kecil dan menuju pintu yang berada di ujungnya.

Sebuah kamar tidur.

Kabinnya berwarna krem dan kayu maple dan kasur dobel yang kecil berlapis emas dan bantal berwarna kelabu tua. Terlihat sangat nyaman.

Donghae berbalik dan menarik Hyukjae ke dalam lengannya, menatap kearah sang istri.

"Kupikir kita menghabiskan malam pengantin kita pada ketinggian tigapuluh lima ribu kaki. Ini sesuatu yang belum pernah aku lakukan sebelumnya."

"Mile high club (bercinta di dalam pesawat dalam jarak yang tinggi dari permukaan –pent.), aku pernah mendengar tentang ini," batin Hyukjae tidak santai.

"Tapi pertama-tama aku harus mengeluarkanmu dari pakaian pernikahan ini," Mata Donghae bersinar dengan cinta dan sesuatu yang gelap, sesuatu yang Hyukjae cintai.

Dia bisa membuat Hyukjae sesak napas.

"Kepala keatas," perintah Donghae, suaranya rendah, berkuasa, dan sangat seksi.

Entah bagaimana bisa dia memasukkan begitu banyak janji ke dalam dua kata.

Dengan rela Hyukjae memenuhinya dan tangan Donghae berpindah ke rambut Hyukjae.

Dengan lembut dia mengacak surai hitam Hyukjae secara perlahan, dengan jari yang lihai, membuat pekerjaan itu menjadi cepat selesai.

Rambut Hyukjae lebih jatuh, dengan poni yang terkunci menjadi satu, belahan poni itu sudah tidak ada dan dahi mulusnya tertutup sempurna.

Hyukjae mencoba untuk tetap diam dan tidak menggeliat, tapi ia melengkung oleh sentuhan Donghae. Setelah hari yang panjang, melelahkan namun menyenangkan, ia menginginkan Donghae, semua dari diri suaminya.

"Rambutmu begitu indah, Hyuk," Mulut Donghae dekat dengan telinga Hyukjae sehingga si manis itu dapat merasakan napasnya, melalui bibirnya yang tidak menyentuh Hyukjae.

Donghae melarikan jari-jarinya melalui rambut Hyukjae, dengan lembut memijat kulit kepalanya sampai Hyukjae menutup mata dan menikmati sensasi itu. Jari Donghae berjalan turun, dan dia menarik lalu memiringkan kepala Hyukjae kebelakang untuk menampakan lehernya.

"Kau milikku," Donghae bernapas dan giginya menarik daun telinga Hyukjae.

Hyukjae mengerang sebentar karena hal itu.

"Sekarang diam," nasehat Donghae.

Dia menjalankan jari-jarinya melintasi bagian tuxedo Hyukjae, dari bahu ke bahu mengikuti tepi kerah. Membuat tubuh Hyukjae gemetar dalam antisipasi, Donghae menanamkan ciuman yang lembut di lehernya di atas kerah.

"Sangat manis," kata Donghae saat dengan cekatan membuka kancing pertama.

"Kau telah membuatku menjadi pria paling bahagia yang pernah hidup hari ini," Dengan kelambatan yang tak berbatas, dia membuka kancing satu demi satu, seluruhnya menuruni tuksedo Hyukjae.

"Aku sangat mencintaimu," Menjalankan ciuman mulai dari rahang sampai leher Hyukjae, dengan tangannya yang terus berusaha melepas semua pakaian Hyukjae.

Diantara setiap ciuman itu ia juga bergumam, "Aku. Menginginkanmu. Berada. Dalam. Pelukanku. Kau. Adalah. Milikku."

Setiap kata sungguh memabukkan.

Hyukjae menutup mata dan memiringkan kepala, memberi Donghae akses mudah ke bahu, dan Hyukjae jatuh lebih jauh ke dalam mantra suaminya.

"Milikku," bisik Donghae sekali lagi.

Membuka kemeja Hyukjae turun melalu lengan, sehingga menjadi genangan berbentuk awan sutera gading yang menimpa tuxedo putih di bawah kaki Hyukjae.

Mata Donghae menjelajahi tubuh mulus Hyukjae dengan tamak, tanpa mengatakan apapun. Ia hanya menatap Hyukjae, matanya melebar penuh keinginan.

"Kau suka?" bisik Hyukjae, lengkap dengan rona malu di pipi tirusnya.

"Lebih dari suka, sayang. Kau terlihat sangat sensasional. Kemarilah," Donghae menjulurkan lengannya dan Hyukjae mengambilnya, ia melangkah keluar dari genangan pakaiannya.

"Tetap diam," gumam Donghae dan tanpa mengalihkan pandangannya yang gelap dari mata Hyukjae, dia juga menjalankan jari tengahnya diatas pahatan tulang rusuk Hyukjae, mengikuti garisnya.

Nafas Hyukjae menjadi pendek-pendek, dan Donghae melanjutkan perjalanannya di atas dada Hyukjae, jemarinya yang menggiurkan mengirimkan rasa yang menggelitik ke bawah tulang belakang Hyukjae.

Donghae berhenti dan memutar telunjuknya diudara, menunjukkan bahwa dia ingin Hyukjae memutar tubuh.

Untuk Donghae, saat ini, Hyukjae akan melakukan apapun.

"Berhenti," kata Donghae.

Hyukjae menghadap ranjang, jauh dari Donghae. Lengan kekar suaminya melingkari pinggangnya, sehingga ia tertarik ke dalam pelukan sang suami.

Donghae mencium leher Hyukjae. Kemudian dengan lembut mengusap dada Hyukjae, lalu memainkannya ketika ibu jarinya melingkar di atas puting Hyukjae sehingga rasanya cukup menyiksa.

"Milikku," bisik Donghae.

Meninggalkan dada Hyukjae yang merasa kehilangan, Donghae melarikan tangannya turun menuju bagian atas perut Hyukjae, dan kemudian ke paha, lalu jempolnya meluncur pada organ seks Hyukjae.

"Nngg–" Hyukjae menahan rintihan.

Tangan Donghae kemudian memebelai di sekitar tubuh belakang Hyukjae.

"Milikku," ia menarik napas saat tangannya menyebar melewati pantat Hyukjae, dan ujung jarinya membelai anal Hyukjae.

"Anhh–"

"Ssstt."

Membungkuk ke bawah, Donghae menarik selimut yang ada di atas kasur.

"Duduklah."

Hyukjae melakukan seperti yang Donghae katakan dalam perbudakannya, dan setelah itu ia dapat melihat suaminya yang tampan berlutut di hadapan Hyukjae dan dengan lembut menarik satu demi satu sepatu pernikahan putih rancangan Jimmy Choo milik Hyukjae.

"Ini seperti membuka hadiah natalku," gumam Donghae, tersenyum pada Hyukjae melalui bulu matanya yang gelap.

"Sebuah hadiah yang sudah kamu miliki..."

Donghae merengut karena mengingat, "Oh tidak, sayang. Kali ini benar-benar milikku."

"Donghae, aku sudah menjadi milikmu sejak aku mengatakan Ya," balas Hyukjae, kemudian bergerak cepat kedepan dan menangkup wajah Donghae yang paling ia sayangi dengan tangan halusnya.

"Aku milikmu. Aku akan selalu menjadi milikmu, suamiku. Sekarang, kupikir kau berpakaian terlalu lengkap," lanjut Hyukjae. Setelah itu ia membungkuk untuk mencium Donghae, lalu tiba-tiba suaminya bangun, mencium bibir Hyukjae, dan jari-jarinya menyusup ke dalam rambut hitam Hyukjae.

"Hyukjae," Donghae menarik napas.

"Hyukjae ku," kemudian bibirnya menandai bibir Hyukjae sekali lagi, lidahnya meyakinkan dengan infasiv.

"Pakaian," bisik Hyukjae.

Nafas mereka berbaur saat Hyukjae mendorong rompi suaminya dan Donghae pun berusaha melepaskannya, hingga melepaskan Hyukjae sesaat.

Donghae terhenti, menatap pada Hyukjae dengan mata melebar, mata yang menginginkan.

"Tolong biarkan aku yang melakukannya," bujuk Hyukjae dengan suaranya yang lembut.

Tentu saja, Hyukjae juga ingin menelanjangi suaminya.

Donghae berlutut kembali, dan condong ke depan saat Hyukjae merenggut dasi suaminya –dasi silvernya, dasi kesukaan Hyukjae- dan dengan perlahan membukanya lalu membebaskan simpul dasinya.

Donghae mengangkat dagunya untuk membiarkan Hyukjae menyelesaikan dengan membuka kancing atas dari baju putihnya; dan sekali lagi itu terlepas.

Sekarang Hyukjae beralih pada manset suaminya.

Donghae mengenakan kancing manset platinum –yang diukir dengan jalinan huruf D dan H- hadiah pernikahan dari Hyukjae untuknya.

Saat Hyukjae memindahkan kancing itu, Donghae mengambil kancing manset itu dari Hyukjae dan menggenggam benda itu ditangannya. Lalu dia mencium genggamannya dan memasukkan benda itu ke dalam kantong celananya.

"Sangat romantis, Mr. Lee."

"Untukmu, Tuan. Lee. Bunga dan hati, selalu."

Hyukjae mengambil tangan Donghae dan menatapnya melalui bulu mata. Ia mencium cincin pernikahan platinum suaminya yang sederhana. Hingga Donghae mengerang dan menutup matanya.

"Hyukjae," bisiknya dan nama Hyukjae adalah sebuah doa.

Meraih kancing kedua baju Donghae dan meniru apa yang dilakukannya sesaat tadi, Hyukjae menanamkan ciuman lembut di dada suaminya setiap ia melespakan satu per satu kancing baju itu dan berbisik diantara ciumannya.

"Kau. Membuatku. Sangat. Bahagia. Aku. mencintai. Mu."

Donghae mengerang dan dalam satu gerakan cepat dia menjepit Hyukjae di sekitar pinggangnya dan mengangkatnya ke kasur. Bibir Donghae menemukan bibir Hyukjae, lengannya menggulung di sekitar kepala istrinya itu, memposisikannya saat lidah mereka mengagungkan satu sama lain.

.

Fifty Shades Freed

.

Tiba-tiba Donghae berlutut, meninggalkan Hyukjae yang terengah-engah dan menginginkan lebih.

"Kau sangat cantik, istriku," gumam Donghae pelan kemudian melarikan tangannya menuruni kaki Hyukjae lalu merenggut kaki kiri itu.

"Kau punya kaki yang begitu indah. Aku ingin mencium setiap inchinya. Dimulai dari sini."

Donghae menekan ciumannya pada tumit kaki Hyukjae, lalu menyentuh alasnya dengan gigi. Membuat semua bagian bawah pinggang Hyukjae mengejang.

Lidah Donghae kemudian meluncur ke ujung kaki Hyukjae dan tangannya menyendoki tumit indah sang istri dan naik ke pergelangan kaki. Donghae lalu menjalankan ciumannya di bagian dalam betis Hyukjae; ciuman basah nan lembut.

Hyukjae bergeliang di bawah Donghae

"Diam, sayang," peringat Donghae dan tiba-tiba ia membalik tubuh Hyukjae, sehingga sekarang yang ia lihat adalah bagian belakang tubuh istrinya yang indah.

Dan melanjutkan perjalanan tergesa-gesanya, Donghae dengan mulutnya naik ke bagian belakang kaki Hyukjae, ke paha, punggung, dan lalu dia berhenti.

"Kumohon…" erang Hyukjae tak sabar.

Kemudian barulah Donghae melarikan lidahnya pada sepanjang tulang punggung Hyukjae.

"Donghae, kumohon."

"Apa yang kau inginkan, Tuan. Lee?" tanya Donghae lembut dan dekat dengan kuping Hyukjae. Dan dia hampir bersandar pada tubuh Hyukjae, sehingga sang istri bisa merasakan jika Donghae menjadi keras dibelakangnya.

"Kau."

"Dan aku menyayangimu, cintaku, hidupku–" bisik Donghae, dan sebelum Hyukjae mengetahui apa rencana Donghae selanjutnya, ia sudah membalik tubuh Hyukjae hingga telentang.

Donghae berdiri dengan cepat dan dalam satu gerakan efisien dia membuka celana dan celana boxernya, dengan begitu istrinya dapat melihat kejantanan suaminya yang terlihat besar menjulang, sangat siap untuk Hyukjae seorang.

Donghae membungkuk ke bawah dan melepaskan celana dalam Hyukjae lalu menatap ke bawah, pada Hyukjae.

"Milikku," ucap Donghae.

"Tolonglaah," mohon Hyukjae, dan Donghae malah menyeringai. Sehingga terlihat cabul, jahat, dan menggiurkan.

Donghae merangkak kembali diatas kasur dan menjalankan ciumannya di atas kaki kiri Hyukjae, kali ini sampai ia mencapai puncak dari pantat Hyukjae. Ia juga mendorong kaki Hyukjae agar terbuka lebar.

.

Fifty Shades Freed

.

"Ahh istrikuu…" Donghae bergumam dan mulutnya menemukan mulut Hyukjae.

Hyukjae hanya bisa menutup mata dan menyerah pada lidah Donghae yang oh-sangat-gesit. Tangan menggenggam rambut sang suami saat pinggulnya berayun dan bergoyang, diperbudak oleh ritme suaminya.

Donghae meremas pinggul Hyukjae untuk membuat istrinya tetap diam, tapi tidak menghentikan siksaan lezatnya. Hingga Hyukjae merasa dekat, bahkan sangat dekat dengan klimaks.

"Haeee–" erang Hyukjae.

"Belum," Donghae bernapas dan menaikkan tubuh Hyukjae, lidahnya menggali ke dalam pusar istrinya.

"Ja-jangann–"

.

Fifty Shades Freed

.

"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?" teriak Donghae, membangunkan Hyukjae dari mimpi yang menyenangkan.

Saat ini Donghae berdiri, basah kuyup dan tampan diujung kursi berjemur Hyukjae dan menatap ke bawah pada Hyukjae.

Dimana istrinya, Lee Hyukjae, berbaring telentang dengan santainya tanpa memakai kemeja.

.

.

TBC


Hai, maaf atas keterlambatannya.

Jadi gimana dengan chap pertama ini? Puaskah kalian?

Aku minta semua yang ada dipikirannya bisa dituangin aja dikotak ripiu biar aku juga ga merasa sendirian disini(?) wkwk jadi ya lanjutannya nanti gatau kapan, tergantung kalian mau kapan hahaha

oh iya, word segini kepanjangan ga ya?
dan apakah lebih enak sudut pandang gini ato diganti hyukjae pov aja?

Thankyou.