Kisah ini sebenarnya terlalu panjang untuk diceritakan. Akan banyak menguras perasaan dan air mata. Kadang aku benci membicarakannya, tentang masa lalu pahitku yang tetap saja tercecap rasa pahit setiap kali mengingatnya.
Takdir tetaplah takdir. Masa lalu yang telah terjadi sudah tidak mungkin diubah lagi, lagipula kini aku menyadari jika tanpa adanya masa lalu mana mungkin kita menjadi sosok tangguh seperti sekarang. Yang bisa berdiri kokoh menghadapi berbagai rintangan. Bertahan melawan gelombang kehidupan yang terus menghantam.
"Minsoo, jangan jauh-jauh larinya. Nanti kalau tersandung bisa jatuh kan."
Aku tersenyum memandangi Taeyong yang kerepotan mengurus anak kembar kami, Minsoo dan Jisoo. Mereka dua anak manusia yang tercipta setelah banyaknya badai topan kesalahpahaman yang membelenggu kami. Mereka adalah alasan kenapa aku bisa berdiri di sini berubah menjadi sosok yang lebih bertanggungjawab meninggalkan segala dunia kelamku dulu.
Takdir itu terkadang suka bermain-main dengan hidup manusia ya. Terkadang kita dibuat amat menyayangi seseorang sebelum akhirnya kita harus merasakan yang namanya saling membenci.
Terkadang kita harus merasa amat menyayangi sesuatu sebelum akhirnya kita merasakan yang namanya kehilangan.
Terkadang kita juga akan merasa sangat mempercayai seseorang sebelum akhirnya merasa terkhianati.
Takdir selalu bermain-main dan terkadang itu membuat takut manusia yang merasakannya. Bahkan sebejat apa pun manusia itu, pastilah ia juga memiliki rasa takut akan takdirnya sendiri.
Mungkin itu juga yang aku rasakan. Takut akan takdir yang membelenggu hidupku.
Ayahku meninggal saat aku masih berada di dalam kandungan. Membuat ibuku harus menikah lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup kami. Ayah tiriku adalah orang Amerika. Ia baik sekali. Tidak kejam seperti orang tua yang dicap sebagai orang yang suka menghasut dan membuat anggota keluarga yang lain berantakan.
Appa sangat menyayangiku, juga kakak perempuanku. Bahkan menganggap kami seperti anak kandungnya sendiri. Ia memberikan apa pun yang aku dan kakakku inginkan.
Namun, lagi-lagi takdir seperti memainkan perasaanku.
Baru saja aku bisa merasakan keluarga yang utuh. Merasakan apa itu kebahagiaan yang sesungguhnya, tapi lagi-lagi takdir merenggutnya.
Aku kembali merasakan apa itu kehilangan. Tuhan telah mengambil ayah kandungku. Kenapa ia harus mengambil ibu dan ayahku yang lain?
Ibu dan ayah tiriku meninggal karena kecelakaan pesawat. Itu terjadi saat mereka hendak pulang ke Korea setelah selesai mengurusi urusan ayah di California.
Saat itu sedang terjadi badai di daerah samudera Pasifik. Cuaca yang sebelumnya diramalkan baik-baik saja malah berujung dengan kecelakaan maut yang menewaskan kedua orang tuaku.
Aku sudah kebal dengan apapun yang disebut perpisahan. Jadi kurasa aku masih bisa tegar untuk menghadapi ini semua, tapi tidak dengan kakak perempuanku.
Dia syok. Dia terpukul.
Untuk kesekian kalinya kami kehilangan sosok yang kami cintai. Keluarga kami. Tempat kami berlindung. Tempat kami berpulang. Semuanya sudah pergi. Hilang.
Kini hanya aku tempat dia berpulang.
Dan sekarang hanya dialah tempatku untuk kembali.
Hanya dia satu-satunya keluarga yang kupunya saat ini. Jika aku kehilangan dia itu berarti duniaku sudah hancur. Artinya hidupku akan sia-sia karena diriku tidak memiliki rumah untuk pulang lagi.
Terkadang ada banyak hal membingungkan yang terjadi di dunia ini. Kenapa kita harus ditemukan jika akhirnya ada perpisahan? Kenapa kita harus saling menyayangi jika akhirnya harus saling menyakiti? Kenapa kita harus saling mempercayai jika akhirnya kita harus saling mengkhianati?
Seperti yang terjadi padaku.
Kenapa aku malah jatuh cinta dengan musuhku sendiri?
Aku tidak mengerti bagaimana awal semuanya terjadi. Yang jelas aku dulu sangat membencinya. Sangat. Namja penjilat yang mukanya dulu selalu ingin kucabik-cabik sekarang berubah menjadi begitu menawan dan menggemaskan.
Bagaimana bisa?
Sosok yang dulu selalu ingin kusingkirkan—tapi selalu gagal. Kini malah menjadi pendamping hidupku. Teman hidupku. Dia juga yang menjadi teman bersandingku di tengah altar dan di hadapan pendeta.
Aku benar-benar tak mengerti bagaimana caranya takdir bermain. Cara takdir bekerja dan mempertemukanku dengan namja gila ini. Yang mengenalkanku dengan apa yang namanya… cinta.
"Aku sangat membencimu, Jaehyun," bisiknya dengan tatapan berbinar di hari pernikahan kami.
Aku menyeringai dan mendekatkan wajahku ke wajahnya. "Aku sangat sangat membencimu, yeobo."
Saat itu kami berciuman di tengah altar disambut dengan riuhnya tepuk tangan tamu undangan. Sudut mataku menangkap kakakku dan tunangannya yang melambai ke arah kami bahagia.
Aku tersenyum. Menikmati ciuman Taeyong yang terlihat lembut dan sedikit tergesa-gesa.
Well, ini kisahku. Perjalananku menemukan makna kehidupan. Dan merasakan hal gila yang disebut CINTA.
TBC atau DELETE?
Cerita baru yang bakal nyeritain gimana masa lalunya jaeyong sebelum nikah.
Bakal Jaehyun dan Taeyong sendiri yang cerita, jadi sebagai penulis aku nggak bisa ikut campur wkwk.
Alurnya past-present, jadi jangan kaget kalo Jaehyun lagi cerita mendadak dari presentnya lagi dipanggil Taeyong gitu (misalnya) wkwk, namanya juga orang cerita kan. Gimana wajarnya aja.
Inget ya, ini pov pertama. Jadi nyeritainnya menurut sudut pandang jaehyun maupun taeyong, yang kemungkinan sih bakal bertolak belakang, atau saling membenarkan tindakan masing-masing?
Btw ini m-preg, aku kepikirannya pas liat foto ty hamil 5 bulanan itu wkwk!
So, wanna next chapter?
