Disclaimer : semua karakter milik J.K. Rowling. I don't own here.

Pairing : Draco Malfoy / Hermione Granger

Rated : T

Timeline : Tahun ketujuh setelah perang Hogwarts. Hermione dan Draco menjadi Ketua Murid.

Summary : Draco Malfoy menerima tantangan untuk menaklukkan hati Hermione Granger. Apa saja usaha yang akan dilakukannya? Berhasilkah?

A/N : Disaat aku lagi mikirin alur "Better Life", eh malah ide fic ini muncul. Idenya sih mungkin pasaran. Tapi moga-moga aja isinya ga pasaran yah.

Warning! OOC, GaJe, Typo, Humor garing, dan kekurangan lainnya. Boleh dikritik kok, selama kritik itu membangun..:)

Happy Read and Review, please.


.

Mission Impossible

.

#1: Tantangan

.

"SKAK!" Blaise bersorak kegirangan merayakan kemenangannya dari Draco.

Draco mendengus dan menggumamkan sesuatu yang kedengarannya seperti 'kebetulan' dan 'aku sedang tidak enak badan'. Blaise dan Theo terkekeh mendengarnya.

"Ayolah, Draco. Ini kan cuma permainan," ujar Theo.

"Yeah, akui saja kau kalah dariku, bung!" Kekeh Blaise senang.

"Apa yang kau minta?" Tanya Draco sambil menggerutu pada Blaise.

"Bukankah tadi kita sudah ada perjanjian kalau siapapun yang kalah harus menuruti perintah yang menang? Apa maumu, Blaise?" Timpal Draco ketika Blaise hanya mengangkat kedua alisnya.

"Wow— rupanya kau sudah tidak sabar lagi untuk mengabulkan permintaanku ya, Draco?" Goda Blaise.

"Tidak usah basa-basi, Zabini," geram Draco.

Blaise terkekeh sambil merangkul pundak Draco dengan satu tangan. "Sudahlah, Draco. Kita kan teman baik. Jangan berkata seolah aku ini hanya memanfaatkanmu saja,"

"Memang begitu kan," gumam Draco pelan.

"Hei, Theo! Sepertinya bos kita ini memang sudah tidak sabar lagi untuk membuktikan kemampuannya mengabulkan permintaanku. Sepertinya dia bisa melakukan apapun—sekalipun aku memintanya membobol Gringotts—" gurau Blaise.

Draco menggerutu dan kembali menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti 'kuumpankan kau ke naga Gringotts'. Blaise dan Theo tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

"Sudahlah, Draco," kata Blaise. "Begini saja, bagaimana kalau kita bermain lagi?"

"Aku tidak mau bermain apapun lagi denganmu, Blaise," gumam Draco.

"Whoaa—apa aku tidak salah dengar? Draco Malfoy takut untuk bermain bersama dengan seorang Blaise Zabini setelah sekali dikalahkan? Tidak kusangka," ujar Theo pura-pura terkejut.

"Yeah, Theo. Aku juga tidak menduganya," Blaise tampak tersanjung.

"Diam kalian!" Geram Draco akhirnya. Dia paling tidak suka dikatakan seolah dia itu pengecut atau pecundang seperti itu.

"Oke—oke, Draco," tawa Blaise. "Kudengar kau baru saja putus dari Megan—eh?"

"Lagi—Draco? Setelah Pansy? Sekarang Megan? Megan Jones? Apakah setelah ini kau akan memangsa Milicent, Draco?," ujar Theo sambil mengangkat kedua alisnya. Blaise mendengus mendengar Theo menyebut nama Milicent.

"Milicent? Kau gila, Theo? Aku masih punya selera tahu!" Sergah Draco.

"Wow—kalau bicara soal selera, apa itu artinya kau menyamakan Pansy dengan Megan?" Tanya Blaise. "Jujur saja, Draco. Megan berpuluh-puluh kali lebih baik daripada Pansy."

"Tidak perlu kau beritahu juga aku sudah tahu," gerutu Draco.

"Jadi? Siapa korban berikutnya, Draco?"

"Apa maksudmu dengan korban berikutnya, Blaise?" Tanya Draco dingin.

"Kau tahu sendirilah, Draco," cengir Blaise.

"Aku sedang ingin menjomblo, Blaise. Aku belum membutuhkan gadis lain. Aku masih menikmati kesendirianku. Kalau nanti aku sudah ingin, tinggal ambil saja kok," kata Draco dengan angkuh.

"Benarkah itu, Draco? Lalu, kenapa sepertinya baru-baru ini aku mendengar kabar bahwa kau baru saja ditolak oleh Astoria Grengrass? Adik Daphne, eh?" goda Theo.

Sepercik rona merah muda muncul di kedua pipi pucat Draco. "Ap—aku—aku tidak—aku tidak tahu darimana kau mendengar kabar itu, Nott. Tapi kupastikan bahwa dia tidak pernah menolakku. Tidak ada yang bisa menolak pesona seorang Malfoy, Nott."

"Lalu? Apa namanya kalau bukan ditolak?"

Draco membuka mulutnya—tapi tidak ada suara yang keluar. Kemudian Drcao menutup lagi mulutnya sambil menggerutu. Dia merasa harga dirinya sudah dijatuhkan!

Blaise tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Seorang Malfoy ternyata bisa ditolak! Aku benar-benar kagum pada Grengrass muda yang cantik itu!"

"Oke. Tapi kupastikan bahwa hanya dia yang terlalu silau untuk bisa mengakui pesonaku, Blaise," ujar Draco yang sudah kembali pada sikap angkuhnya.

"Benarkah, Draco?"

"Tentu saja! Aku bisa mendapatkan orang lain yang aku inginkan! Selain gadis kecil Grengrass itu, siapa lagi yang akan menolak pesonaku?"

Tiba-tiba Blaise menyunggingkan senyum jahilnya. "Kalau begitu apa kau berani menerima tantanganku, Malfoy? Untuk menaklukkan hati seorang gadis?"

"Kau menantangku, Zabini? Tentu saja aku pasti mampu melakukannya. Aku juga bisa menantangmu balik, Zabini!" kata Draco dengan sombong.

"Buktikan saja kalau begitu, Malfoy," senyum Blaise berubah menjadi seringai. "Taklukkan hati Hermione Granger!"

Draco membuka mulutnya tanpa mamtu berkata-kata. Sepertinya otaknya mendadak macet untuk bisa mencerna kata-kata Blaise barusan. Benarkah bahwa dia baru saja mendengar nama Granger disebut?

"Bisa diulang?" Tanya Draco tanpa sadar.

"Aku, Blaise Zabini, menantangmu, Draco Malfoy, untuk mendapatkan hati seorang Hermione Granger," ucap Blaise sejelas-jelasnya.

Mata Draco membulat sempurna. "APA?"

"Jangan teriak-teriak, Draco!"

"Kau gila, Zabini!"

"Tidak. Waktumu dua minggu dari sekarang untuk melakukan tantangan itu, Malfoy," kata Blaise senang.

"Jangan Granger!"

"Oh—kau mau Pansy? Oke—"

"Baik!" Seru Draco sebelum Blaise menyuruhnya bersama Pansy. "Baik. Granger saja."

Draco tahu pasti akan lebih mudah mendapatkan Pansy. Dia tahu gadis itu masih mengejarnya walaupun mereka sudah putus. Tapi—yang benar saja! Draco tidak tahan jika harus terus menghadapi gadis manja seperti Pansy. Dan Draco tidak mau menghabiskan seluruh sisa hidupnya bersama gadis pug itu.

Tapi—bagaimana Draco bisa lupa! Tentu saja—selain Astoria, yang baru saja kemarin menolaknya dengan alasan ujian—alasan macam apa itu, pikir Draco—ada satu lagi gadis yang lebih sulit ditaklukkan daripada Astoria. Hermione Granger.

Bagaimana mungkin dia melupakannya?

Draco melotot pada Blaise yang saat ini sedang tersenyum penuh kemenangan. Draco yakin bahwa Blaise pastilah sudah merencanakan ini. Zabini muda itu rupanya ingin mengerjai seorang Malfoy yang terhormat!

"Ohh—jangan bilang kau takut menerima tantangan dariku, Drakkie," ujar Blaise.

"Tentu saja aku tidak takut padamu, Zabini," tegas Draco.

"Bagus kalau begitu!" Ucap Blaise puas. Dalam benaknya sedang berkejaran berbagai macam ide untuk mengerjai Draco.

"Baik. Kalau begitu, aku menantangmu balik, Blaise," geram Draco.

"Oke. Aku siap apapun tantanganmu!" Kekeh Blaise dengan penuh percaya diri.

Draco menatap Theo dengan alis setengah terangkat seperti bertanya. Theo sepertinya menyadari kode dari Draco karena dia kemudian ikut tersenyum jahil.

Theo menyeringai- dengan- amat- sangat- Slytherin sebelum berkata pada Blaise, "Dapatkan si Ravenclaw Turpin itu dalam waktu paling lama—karena aku baik hati—satu bulan!"

Blaise membelalakkan matanya. "Kenapa harus Li—maksudku—Turpin?"

Theo mengangkat bahunya. "Hanya ingin saja."

"Dan—kenapa satu bulan?"

Theo ganti mengangkat alisnya. "Terlalu lama? Baiklah—tiga minggu!"

"Tiga minggu?"

"Kuberi dua minggu!"

"Dua setengah!" Tawar Blaise.

"Lima hari!" Theo semakin menyempitkan waktunya.

"Satu minggu," pinta Blaise.

"Sepuluh hari! Ambil atau tidak?" Tawar Theo akhirnya.

"Oke! Oke!" Seru Blaise. Kemudian dia menggerutu. "Kau mengerjaiku, Nott. Dan kau juga curang, Draco!"

Draco balas terkekeh senang mendengar Blaise yang menggerutu soal waktunya. "Draco mendapatkan empat belas hari dan aku hanya dapat sepuluh. Tidak adil! Seharusnya kami mendapatkan dua belashari masing-masing."

Tiba-tiba Draco menoleh pada Theo. "Giliranmu, Nott!"

"Whoaa—aku kan tidak ikut-ikut, bung!" Elak Theo.

"Tidak bisa! Kau harus melakukannya dengan alasan kesetiakawanan!" Sergah Blaise.

"Tapi—"

"Tidak ada tapi-tapian, Nott!" Ancam Draco.

"Giliranmu sekarang untuk mendekati anak kelas empat Hufflepuff Rose Zeller! Waktumu dua belas hari! Ingat?" Ucap Draco cepat sebelum Theo bisa menghindar lagi.

"Hufflepuff?" Seru Theo tidak percaya.

"Ada masalah?" Tatap Draco dengan mengancam.

"Tidak."

"Bagus!"

"Supaya lebih seru dan memastikan tidak ada yang tidak mau melakukan tantangannya, bagaimana kalau yang tidak mau atau tidak berhasil melakukan tantangannya dalam waktu yang ditentukan, harus membayar denda 50 galleon. Kurasa itu jumlah yang cukup," usul Blaise.

"Setuju!"

Blaise dan Theo sama-sama menoleh ke arah Draco. Draco balas menatap kedua temannya dengan dingin. "Setuju," kata Draco akhirnya.

"Yeah!" Sorak Blaise dan Theo.

Draco memutar bola matanya. Dia kemudian menepuk dahinya dan mengacak-acak rambutnya ketika menyadari sesuatu. Kenapa dia jadi menyetujui tantangan gila ini? Dan—Hermione Granger? Astaga! Draco lebih memilih menghampiri Astoria lagi dan memaksanya untuk menjadi kekasihnya daripada harus berusaha mendapatkan hati Granger.

Dan—astaga! Hermione Granger itu kan Darah-lumpur! Apa otak Blaise sudah konslet sampai dia mengajukan nama Hermione Granger?

Sekarang apa yang harus dia lakukan? Jika dia membatalkannya, Blaise dan Theo akan punya kesempatan untuk mencemoohnya. Dan jika dia gagal melakukannya, tidak masalah pada membayar denda 50 galleon. Uang segitu tidak ada arti apa-apa bagi seorang Malfoy seperti dirinya. Tapi ini masalah harga diri!

Oke—mau tidak mau, Draco harus segera mencari cara. Dia segera berpikir, kira-kira dimana dia pernah membaca buku panduan 100 Cara Menaklukkan Hati Darah-lumpur? Sepertinya tidak ada. Kalau begitu, adakah buku 1001 Cara Menaklukkan Hati Hermione Granger? Draco bisa gila memikirkannya.

Dua Belas Cara Pantang-Gagal Memikat Penyihir Perempuan. Hanya itu harapan Draco untuk bisa menyelamatkan harga dirinya.

.

.

Malam semakin larut dan Draco Malfoy akhirnya memutuskan untuk kembali ke asrama Ketua Murid-nya. Draco keluar dari ruang rekreasi Slytherin dengan wajah kesal dan menggerutu, tentu saja karena kekalahannya bermain catur yang menyebabkan dia sekarang harus melakukan tantangan konyol dari Blaise.

Draco terus saja menggerutu dalam perjalanannya kembali ke ruang rekreasi Ketua Murid. Dia mengucapkan kata kuncinya, "Hippogriff" dan kembali mengeluh kesal, "Kenapa kata kuncinya harus diganti menjadi nama binatang 'pembunuh' itu sih?"

Draco membanting pintu di belakangnya dengan kesal dan membuat dia mendapat sambutan yang semakin membuatnya kesal. Partnernya, si Ketua Murid Putri, Hermione Granger mendelik menatapnya kesal dengan berkacak pinggang.

"Draco Malfoy! Apa maksudmu membanting-banting pintu seperti itu? Apa kau tidak melihat bahwa ini sudah malam? Tidak bisakah kau tidak membuat keributan seperti itu?" Lengking Hermione.

Draco mendengus dan menatap gadis Gryffindor itu dengan kesal. Dirinya membuat keributan? Oh—jangan melebih-lebihkan. Tidak akan ada yang mendengar suara bantingan pintu itu selain Hermione. Dan Draco tidak pernah keberatan apalagi merasa bersalah jika dia melakukan sesuatu yang mengganggu gadis-keriting-sok-tahu itu.

"Aku sedang malas berdebat denganmu, Granger," tukas Draco sambil berjalan melewati Hermione dan menuju ke kamarnya.

"Hei, memangnya siapa yang memulai keributan ini?" Seru Hermione marah.

"Kau!" Jawab Draco singkat dan membuat Hermione semakin mendelik padanya.

"Benar kan? Kau baru saja bertanya siapa yang memulai keributan ini? Nah, jawabannya adalah kau!" Lanjut Draco sambil mengangkat kedua alisnya.

"Lalu siapa yang membanting-banting pintu seenaknya dan merusak malam yang indah dan tenang ini?"

Draco mendengus. Oh, demi Basilisk-peliharaan-Salazar, darimana gadis itu mulai menggunakan kata-kata sok puitis seperti itu?

"Dan apa masalahnya denganmu kalau aku membanting pintu?"

"Masalahnya adalah kau mengganggu ketenanganku, Malfoy! Sebelum kau muncul dan merusak segalanya, aku sedang berusaha menikmati malam yang tenang ini sambil berusaha mengerjakan esai-ku setelah semua aktivitas yang melelahkan sepanjang hari!" Tuduh Hermione.

"Jangan melebih-lebihkan, Granger! Aku lelah dan aku sedang malas berdebat denganmu!" Dan dengan itu Draco masuk ke kamarnya dan membanting pintunya dengan keras.

"DRACO MALFOY!"

Draco segera mengunci kamarnya dan membuat kamarnya kedap suara supaya dia tidak perlu mendengarkan Hermione berteriak-teriak dan menuduhkan tuduhan yang menurut Draco tidak beralasan itu lagi.

Draco merebahkan diri di atas tempat tidurnya dan menutupi wajah dengan lengannya. Dia memikirkan lagi tantangan yang diberikan Blaise dengan taruhan harga dirinya. Dia harus menaklukkan hati seorang gadis yang sekarang sedang berteriak-teriak di depan kamarnya? Draco tidak bisa dan tidak mau melakukannya, tapi itu tetap harus dilakukan.

"Tantangan macam apa itu?" Dengus Draco sebelum akhirnya dia terlelap.

.

To be continue...

-Felicia Rena-

.


A/N: Satu chapter selesai. Ga terlalu panjang. Sekarang sih genre-nya masih friendship, tapi ada kemungkinan bakal ganti romance kok..Hehehe...Terima kasih buat yang udah baca. Terima kasih yang lebih lagi buat yang ngreview ^^. Fic ini sebagai ganti Black Coffee-ku kemarin yang kayaknya berantakan (Aku sampe ga berani liat reviewnya) Hehe. Semoga kalian suka sama fic ini.

Keep or Delete?

Akhir kata, Revieww yaaa...^^