Einsamkiet

Chapter 0 : Prolog

APH HIDEKAZ HIMARUYA

Einsamkeit © Ludwig Beilschmidt/Germany/Doitsu

WARN: *mungkin* typo, human name used, minim riset, masih termasuk newbie di APH,ketidak jelasan alur juga genre cerita, dan pengetahuan-setahu-pelajar-saja, saya tak berpegang pada EYD, dan ini bukan fic yaoi. All about brotherly love.

Summary: Gilbert memikirkan kenapa ia masih saja diberi kehidupan. Padahal Jerman Timur maupun Kerajaan Prussia telah lama lenyap. "Terkadang, dunia yang diselimuti kedamaian tak akan merubah apapun menjadi lebih baik ataupun sebaliknya, West."

Ide cerita semata muncul di kepala saya. Kesamaan aspek cerita tak memiliki hubungan apa-apa dengan kenyataan. Saya hanya punya ceritanya, bukan tokoh bersetra relasinya.

.

.

Kamilah tanah yang kalian pijak.

Kamilah udara yang kalian hirup setiap hari.

Kamilah kekayaan yang kalian miliki.

Kamilah yang melindungi kalian.

Kalianlah yang melindungi kami.

Kamilah yang melihat seluruh kejadian yang di namakan 'Sejarah'.

Kamilah yang menyaksikan seluruh perubahan dunia.

Karena kamilah, kalian bisa hidup dengan sangat tenang dan nyaman.

Pada masa inilah, kami di sebut sebagai negara.

Suatu etnitas berwujud manusia namun melampaui batas kematian.

Sosok tak nyata namun selalu hadir untuk membahagiaakan hari esok siapapun.

Yang bisa menangis, juga mati dengan cara yang berbeda dan lebih menyakitkan.

Yang juga bisa memiliki saudara.

Yang bisa memiliki kawan maupun lawan.

Lawan abadi, maupun kawan yang berubah menjadi lawan.

Namun, rasanya ada hal itu terlupakan.

Hal yang merupakan alasan terjadinya dan berakhirnya perang di dunia yang kalian pijak ini.

.

.

Rapat hari ini berlangsung dengan tertib dan berakhir dengan ricuh. Itu juga di tambah dengan keikutsertaan negara-negara pada hari ini sangat banyak dan di laksanakan di Jerman. Hal ini tentu membuat sang personifikasi kerepotan lebih dari yang biasanya. Di tambah karena rapat hari ini belum selesai pada tengatnya, akan dilaksanakan rapat lanjutan lagi. Esok hanya tinggal berpikir bagaimana caranya agar seluruh personifikasi negara yang ada di rumahnya bisa pulang ke tujuan masing-masing dengan tenang.

Ludwig menghela napas berat. Ia sudah sering merasakan lelah seperti ini. Tapi kalau setiap rapat selelah ini, seorang Ludwig juga bisa emosi jiwa. Mungkin tableflip tak akan cukup jadi sasaran amukannya.

Tapi tentu ia tak akan melakukan hal yang ekstrem layaknya Ivan dengan pipa ledengnya ataupun si Britain Angel. Ia lebih memilih untuk menahan emosinya dan melupakannya dengan beberapa gelas bir koleksinya.

Ia membuka pintunya, dan berpendapat bahwa rumahnya akan sunyi senyap karena kakaknya berada di lantai 2. Salah, karena sepertinya kakaknya yang berambut albino ini sudah menunggunya sedari tadi.

Tunggu, Ludwig ingin menampar pipinya. Ia tak pernah melihat seorang Gilbert yang rusuh dengan burung kesayangannya dan penggila internet ini duduk dengan tenangnya sambil membaca buku tebal.

Bagus, sih, jika kakaknya bisa tenang tanpa harus meng-gejreng-gejreng sapu layaknya gitaris like a boss. Tapi ini pasti ada hal yang amat sangat membuat personifikasi Prussia ini bisa hampir tak menyadari kehadiran Ludwig. Ia baru menyadari keberadaan Ludwig setelah Ludwig melewatinya.

Kalau boleh jujur, Ludwig bukan hanya penasaran dengan antengnya kakaknya saja. Tapi apa yang berhasil membuat kakaknya tenang membaca buku setebal novel-novel best seller yang dijual si alis ulat bulu itu. Ludwig telah melihat cover bukunya dari dekat, tapi tak ada tulisan apapun yang tertulis. Tak seperti novel. Lebih seperti jurnal. Meski dari kejauhan, Ludwig mengetahui kalau tulisan yang berada di dalam buku bukanlah tulisan tangan melainkan menggunakan alat ketik.

"Kakak, tadi siang makan tidak?" Ludwig membuka percakapan antara ia dan Gilbert.

Gilbert masih terpaku pada bacaannya. "Aku lupa. Kalau kau ingin membuatkan sesuatu untukku, silahkan. Dan aku ingin teh hangat," jawab Gilbert tanpa mengalihkan satu sentipun pandagannya dari buku.

Ludwig lagi-lagi penasaran akan apa yang dibaca kakaknya seserius itu. Kalau itu adalah novel, seseru apa sensasi yang diberikan penulisnya sampai-sampai membuat kakaknya bisa terfokus seperti itu. Tapi ia abaikan perasaan penasarannya.

Kalau kata teman sesama personifikasi negara, Kirana, ia termasuk orang yang kepo. Ludwig tak begitu mengerti apa maksud dari kata itu karena setahunya kata itu tak ada di kamus Indonesia-Jerman yang ada di rak bukunya. Namun kata Kirana itu adalah rasa penasaran yang terus muncul di hatinya. Ia tak begitu mengerti kenapa kata seaneh itu bisa (kata Kirana) terkenal di Indonesia.

Ludwig sudah selesai membuatkan teh dan menyajikannya pada Gilbert yang sedang-tak-ingin-diganggu mode on.

"West." Panggilan itu langsung membuatnya tak jadi untuk kembali ke dapur dan membuat makanan untuk kakaknya. "Rasanya benar-benar jadi personifikasi negara itu seperti apa?"

Ludwig agak kebingungan untuk menjawabnya. Karena ia tak bisa mengatakan bahwa hal itu rasanya biasa saja. Mungkin saja hal itu dapat membuat hati kakaknya sakit. Baiklah, Ludwig tak punya kata-kata selain itu.

"Aku tak bisa bilang menyenangkan karena personifikasi negara itu sangat di sibukkan oleh pekerjaan negara. Saat rapat bersama para personifikasi negara, aku biasanya hanya bisa naik darah karena mereka lebih mementingkan membesarkan pertengkaran-pertengkaran kecil. Tapi, rasanya personifikasi negara tetap bisa senang ketika melihat para rakyat-rakyatnya bahagia saat ada program dari pemerintahan termasuk aku."

"Intinya, kau senang begitu melihat orang lain senang?" rubi-scarlet Gilbert masih tak bisa dialihkan dari bahan bacaannya.

"Bisa di bilang begitu."

"Lalu, apa kalau aku juga termasuk personifikasi negara?" pertanyaan Gilbert ini langsung bisa membuat Ludwig lagi-lagi kesusahan mencari jawaban yang sesuai dengan kenyataan namun tak akan menyakiti hati kakaknya. Sayangnya, itu terlalu susah untuk dilakukan Ludwig. Dan Ludwig sudah memakan banyak waktu untuk mencari jawaban.

"Aku sudah tetap hidup meski pernah merasakan mati saat Jerman jatuh ke tangan Hitler dan juga saat tahun 1947(1). Tapi entah kenapa aku kembali merasakan hidup setelah Jerman Timur mendeklarasikan sebagai negara. Dan setelah negara ini kembali reunifikasi, aku tetap hidup."

"Bukankah hal itu juga terjadi pada Bavaria dan yang lain-lain?"

"Tentu itu bukan masalah. Karena sejarah hidup mereka masih jelas. Sedangkan aku? Jerman timur sudah hancur bersama Komunis. Kaliningrad tetap milik si kolkol itu. Lalu apa alasanku tetap bisa hidup sampai saat ini?!"

Curhatan dari kakaknya ini memang bisa dikatakan masuk akal bagi Ludwig. Tak ada lagi orang yang percaya pada Prussia. Keberadaannya lenyap dari sebagian besar buku pelajaran sejarah yang ada di dunia(2). Semua bukti sejarah tentang keberadaan kerajaan yang luar biasa bernama Kerajaan Prussia lenyap sudah.

"Untuk apa aku di biarkan hidup? Kalaupun Kakek Germania maupun Kekaisaran Romawi Suci telah menghilang, mengapa aku tidak seperti mereka?"

Mata Ludwig meredup. Kakek Germania, meskipun matanya selalu datar layaknya orang yang mengantuk, tapi tetap saja ia adalah kakek terbaik yang belum pernah sekalipun Ludwig lihat sosoknya. Kekaisaran Romawi Suci, ia juga sering diceritakan tentang sosok anak laki-laki berjubah dan bertopi hitam yang menjadi Kerajaan yang sangat luar biasa kekuasaannya. Namun mau dikata apa lagi, semua itu hanyalah tinggal sisa sejarah.

Hanya tinggal sisa kepingan ingatan yang hanya diingat oleh para personifikasi negara. Hanya tinggal sisa robekkan kertas tua berayap saja.

Dalam beberapa detik, suara napas berat Prussia ini terdengar. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"West. Jangan pikirkan lagi perkataanku sebelumnya. Emosiku sedang tidak stabil. Anggap saja itu hanya bualanku yang tidak awesome." Akhirnya, trademark yang selalu keluar dari bibir kakaknya kembali beredar di pendengaran Ludwig. Ia tak menyangka bahwa topik berat yang di bicarakan kakaknya membuatnya tak ingat dengan sifat asli kakaknya yang narsis.

Gilbert mengambil bukunya dan kembali ke lantai 2. Ia terlihat berjalan tergontai. "Tehnya untukmu saja."

Ludwig memandang punggung kakaknya yang makin menghilang di balik tembok. Rasanya tak pernah kakaknya membawanya pada pembicaraan yang seberat ini.

Ia mengambil teh yang sedikit mendingin karena tak diminum kakaknya. Lumayan, meski ia tak begitu suka dengan teh. Setidaknya ini masih lumayan di bandingkan teh buatan kakak adik oriental yang tak memiliki rasa—cenderung pahit di lidah Ludwig.

Ia tak suka minuman pahit yang bernama ocha itu. Tapi itu lebih baik dibanding pahit dan gelapnya perjalanan hidup Ludwig.

.

.

(1)Allied Control Council dengan law 46 (keluar pada tahun 1947, kalau ga salah ingat) memutuskan untuk menghilangkan status negara Prussia (yang berada di Prussia Timur). Kaliningrad diberikan kepada Uni Sovyet. Namun keberadaan Jerman Timur sering dianggap sebagai 'reinkarnasi' dari Prussia. Setelah reunifikasi pada 3 oktober, Jerman Timur dianggap 'mati'.

(2)Prussia termasuk 'temannya' Jerman selama 2 WW. Jujur, seumur-umur aku belum nemu buku pelajaran IPS/sejarah tentang 2 WW yang memasukkan nama Prussia di buku itu. (pernah sih pas pelajaran IPS ttg WW1 muncul 1x nama Prussia di slide show guru. Percuma sih, karena sekelas cuma saya doang yang tahu Prussia dan apa hubungannya dengan WW1. Berbanggalah jadi fans APH)

Akhir kata, aku ngucapin makasih buat para reader-san dan juga guru IPS(meski sering ga bisa diajak kompromi tentang Prussia). Saya hanya pelajar biasa yang bagus pelajaran IPS karena APH. Terima kasih sebelumnya pada reader-san. Kalau berkenan, boleh kok ngasih review untuk tulisan aneh bin gaje ini.

Salam,

Fathrui99