Diamond no Ace/ダイヤのA

Belongs to

Terajima Yuuji

.

Keiko Kazuya

present

Broken —

.

.

.


I've known it from the moment that we met
No doubt in my mind where you belong


Eijun menatap pantulan dirinya dengan bangga. Usianya hampir menginjak kepala tiga. Namun kulit tubuhnya masih halus dengan massa otot yang rupawan. Tidak tampak kerutan dikulit wajahnya. Ia mengulum senyum simpul ketika sekali lagi mengamati bayangannya didalam cermin besar yang menempel gagah disamping ranjang tidurnya.

Ia memantapkan tekad untuk menghadiriacara reuni anggota tim bisbol Seidou yang tiap tahun diadakan setelah ia mangkir lima tahun lamanya. Menggunakan mantel coklat susu dengan syal bermotif kotak dengan warna dasar biru langit menutup rapat leher jenjangnya. Kakinya dibalut celana denim yang nampak melekat sempurna. Eijun tampil kasual untuk bertemu rekan lawasnya. Ia segera bergegas menuju Tokyo ketika jarum jam sudah menunjukkan pukul enam lebih lima menit pagi.

.

.


Gonna live his life to keep the promises he made
Even though he make mistakes I know I'm ready —


.

.

Sabtu pagi pukul sembilan lebih empat puluh menit, disebuah kafe keluarga di tengah kota Tokyo. Eijun sudah menjatuhkan diri diatas kursi kayu. Duduk manis. Jendela sedang menjadi tempat favoritnya dimanapun ia berada. Acara akan dimulai pukul sepuluh tepat. Eijun mengamati ruangan kafe itu sekilas. Tersenyum simpul mendapati hampir semua anggota satu generasinya sudah berkumpul. Ada yang datang seorang diri, membawa pasangan atau bahkan keluarga mungilnya. Jujur, Eijun iri melihat mereka.

Suara dentingan sendok yang bertubrukan dengan cangkir porselen mengalun bagai melodi. Memecah keheningan dalam keramaian kafe. Ya. Ditengah hiruk pikuk perbincangan rekan satu timnya dulu, Eijun merasa hening. Kosong. Bagai sosok raga tanpa jiwa. Manik ambernya menatap kosong ke arah jendela. Menikmati apapun yang ditangkap lensa matanya.

"Bagaimana kabarmu, Sawamura?" Suara baritone itu amat familiar ditelinga Eijun. Suara yang amat ia rindukan selama tujuh tahun ini. Suara yang biasanya terdengar angkuh nan arogan bila mengucapkan namanya. Kini terdengar sedikit parau. Mungkin kegugupan mengganggu pita suara pemuda itu. Miyuki Kazuya. Pemuda berkacamata yang menjadi partner batterynya semasa di Seidou bahkan berlanjut selama masa perkuliahannya. Catcher favorit dan tentu kesayangannya—dulu. Meski sampai sekarangpun perasaan sayang masih melekat dalam jiwanya tak memudar barang sedikitpun.

Eijun mendengus geli. Lima tahun tanpa tatap muka, hanya pertanyaan itu yang mampu lawan bicaranya ungkapkan. Hening berlangsung beberapa detik. Sekon mulai bergulir. Kazuya menatap Eijun cemas. Batinnya selalu bergejolak bila berhadapannya dengan pitcher berisik, mantan kouhainya dulu. Sosok yang selalu Kazuya banggakan. Pemuda hiperaktif yang mampu menjungkir balikkan perasaannya.

"Sudahlah. To the point saja. Aku tidak punya banyak waktu untuk berbincang denganmu." Jawab Eijun tenang. Namun nada bicaranya terdengar sangat dingin ditelinga Kazuya.

Menggigit bibir bawahnya. Kazuya mengumpulkan nyalinya yang nyaris luntur tersiram dinginnya sikap Eijun.

"Gomen, karena tidak mengundangmu dipesta pernikahanku." Kazuya menyorot langsung manik amber Eijun. Sorot yang tak mampu Kazuya mengerti. Biner emas yang biasanya membara kini terlihat meredup. Terselubungi kabut kebencian, kekecewaan, meremehkan. Entah emosi apalagi yang memenuhi manik lawan bicaranya. Satu hal yang Kazuya sadari, tidak ada lagi kilauan emas yang biasanya berpendar pada netra amber Eijun. Dan Kazuya menyesalinya. Dialah sosok utama penyebab redupnya biner amber sang pitcher. Kazuyalah sosok kelabu dalam mata bulat Sawamura Eijun itu. "Ini Rei-chan, istriku." Melirik sosok perempuan cantik dengan surai sekelam jelaga disamping kirinya. Eijun mengangguk kecil, membalas salam dari istri Kazuya. "Dan ini si kecil, Chihiro. Jagoan kecil kami." Kazuya melanjutkan. Tangan membelai surai brunette bocah kecil dipangkuannya. Kemudian pandangannya kembali beralih pada Eijun.

"Ohayou, ji-chan. Namaku Chihilo. Umulku pat tahun. Salam kenal." Bocah kecil itu memperkenalkan diri. Kecadelannya mampu menghangatkan hati Eijun. Ia mengulum senyum sembari menjabat tangan mungil sang bocah. Bocah berusia empat tahun itu tersenyumbangga lantaran mampu memperkenalkan diri dengan baik.

"Mereka sangat manis." Ujar Eijun sembari mengamati keluarga kecil Kazuya yang kini sudah berpindah tempat. Si kecil mulai berlari mengitari ruangan dengan sang ibu yang membuntutinya.

"Arigatou. Aku anggap itu pujian."

"Tentu saja."

"Apa kesibukanmu sekarang?"

"Ini hadiahku untuk kalian." Mengabaikan pertanyaan basa-basi lawan bicaranya. Eijun mengulurkan satu kotak persegi bewarna coklat tua pada Kazuya. "Jaa nee." Kemudian bangkit berdiri meninggalkan kafe. Tidak peduli acara reuni belum juga dimulai. Ia berjelan terburu. Menapakkan kaki selangkah demi selangkah ditengah dinginnya suhu Tokyo dipertengahan bulan November.

Kakinya berhenti melangkah ketika suara klakson mobil memekakkan gendang telinganya, tepat lima menit setelah ia meninggalkan kafe. Ia menoleh ke arah kiri. Sebuah mobil audi hitam berhenti lima langkah diamping kanannya. Kaca jendela mobil sudah diturunkan. Memperlihatkan sosok bersurai lumut tengah menatapnya. Mantan senpai sekaligus rekan satu kamarnya—Kuramochi Youchi—duduk manis dibalik kemudi.

"Bakamura, masuklah!" Suaranya masih senyaring dulu ketika masih bocah. Melambaikan tangan kiri. Meminta Eijun untuk masuk dalam mobilnya.

Eijun menghela nafas lelah. Namun tetap mengiyakan ajakan sang senpai. Melangkah gontai menuju mobil.

Youchi kembali memacu mobil ketika Eijun sudah duduk manis disampingnya. Melirik sekilas sebelum beralih pada jalanan didepan. Ia memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan Tokyo dengan perlahan. Suasana hening menemani perjalanan keduanya.

Youchi berdeham. Menarik atensi pemuda brunette disampingnya. Berusaha mencairkan suasana mobil yang tiba-tiba terasa dingin, membekukan. Ia tidak terbiasa berada dalam keheningan bersama sosok berisik itu.

"Kau mau kemana?"

"Stasiun."

"Baiklah."

Youichi ingat betul seperti apa sosok kouhainya ini. Pitcher enerjik yang tidak bisa tenang barang satu menit. Pemuda ceria dengan semangat yang selalu membara. Diamnya seorang Sawamura Eijun tentu saja menjadi pertanda buruk. Tidak pernah ada hal baik ketika sosok hiperaktif itu bersikap tenang. Semua orang dalam Seidou pun paham betul betapa banyak rasa sakit yang disembunyikan dalam diamnya Eijun. Dan kini ia menjadi salah satu orang yang mengetahui penyebab bungkamnya Sawamura Eijun.

Kisah kelam itu berawal dari dua belas tahun yang lalu. Tahun terakhir Eijun berada di Seidou. Perasaan spesialnya terhadap sang catcher mendapat respon positif. Pasangan battery itu benar-benar menjadi nyata. Relationship goal. Mereka merealisasikan hubungan mereka tidak hanya selama bertanding sebagai pasangan catcher dan pitcher saja melainkan juga sebagai sepasang kekasih. Keduanya sepakat membina hubungan yang dianggap tabu oleh lingkungannya. Bertahun-tahun mereka habiskan bersama. Berbagi tawa ataupun tangis. Menjalani kehidupan layaknya pasangan normal dengan saling mendukung.

Tepat tahun kelima kebersamaan mereka, salah satu pihak mengkhianati. Melempar bom nuklir dalam jantung kebersamaan keduanya. Hingga tak ada lagi yang tersisa, selain rasa sakit yang mendera. Kazuya—memutuskan menjadi sosok pemuda normal. Membangun keluarga sebagai mana kodratnya sebagai seorang lelaki. Menikahi perempuan sempurna baik fisik maupun psikis, pilihan ayahandanya. Eijun tidak memiliki pilihan lain selain melepaskan. Dengan hati yang tercabik pun jiwa yang tak lagi utuh, ia putuskan melepaskan genggaman sang catcher.

"Senpai, kau tidak perlu mengantarku." Suara Eijun membuyarkan lamunan Youichi. Sontak Youichi menoleh. Memberikan perhatiannya pada Eijun. Kerutan mulai tercetak didahinya. Tidak paham maksud permintaan sang kouhai.

"Aku akan tetap mengantarmu."

"Tidak usah. Kau temani saja Wakana."

"Aku datang sendiri."

"Benarkah?"

"Iya. Jadi jangan mencegahku mengantarmu.'

"Oke."

Suasana kembali senyap. Hanya suara deru mesin mobil yang terdengar. Eijun menghabiskan perjalanannya dengan mengamati pemandangan dari balik kaca jendela. Mengabsen satu demi satu momen yang mungkin akan segera ia rindukan. Keping-keping memori kelam tentang Kazuya kembali menyapa ingatannya.

"Aku akan ke Kyoto malam ini."

"Berapa lama?"

"Sebulan, mungkin."

"Segeralah kembali, Kazuya."

Sosok Kazuya sangat berarti dalam hidupnya. Alasan utamanya untuk tetap berjuang. Eijun merutuki dirinya sendiri—betapa bodohnya aku yang memberikan kepercayaan pada manusia brengsek sepertinya. Hingga sulit rasanya untuk bangkit setelah dihancurkan berkeping-keping.

"Bakamura? Apa undangan pernikahan Miyuki itu benar?"

"Apa maksudmu, Mochi-senpai?"

"Ini. Nabe mengirimiku foto undangan pernikhan Miyuki."

"Kazuya tidak mengatakan apapun padaku."

"BRENGSEK!"

Eijun meringis. Dadanya terasa ngilu ketika ingatan tentang Kazuya kembali muncul. Tangan kanannya meremas dada kirinya yang berdenyut. Lima detik ia lewatkan dengan meremas dada. Sesaat setelahnya, ia menghela nafas panjang. Membuang seluruh aura negatif dalam jiwanya.

Ia melirik ke arah Youichi. Mengulum senyum kecil. Lengan kirinya masih bertumpu pada jendela. Menopang dagu.

"Ne, Mochi-senpai?" Eijun mulai bertanya. Suaranya terdengar riang. Namun terasa kosong bagi Youichi.

Youichi hanya menggumam merespon pertanyaan Eijun. Atensinya masih berpusat pada jalan raya didepan.

"Bagaimana kabar Wakana?"

"Bulan depan dia akan melahirkan. Datanglah."

Mobil audi hitam milik Youchi berhenti sebelum Eijun sempat merespon. Diparkirkan rapi diarea parkir stasiun. Youichi membuka kunci otomatis pada pintu mobil. Memberikan akses pada Eijun turun keluar dari mobilnya.

Eijun segera bergegas. Tangan kirinya membuka pintu perlahan. Berbisik pelan ketika pintu sudah setengah terbuka. "Sampaikan salamku untuk jagoan kalian." Suaranya sangat lirih. Namun masih tertangkap dengan jelas oleh indera pendengaran Youichi. Eijun mengulum senyum penuh arti. Lalu, kaki jenjangnya mulai menapaki lantai beton tempat parkir.

Youichi merasa tersambar petir. Senyum itu. Bukan senyum yang biasa ia umbar pada semua orang, bahkan Youchi sekalipun. Senyum penuh keputusasaan. Youichi sempat melihat. Walau hanya beberapa sekon. Biner amber Eijun kian meredup. Tiada tanda kehidupan didalamnya. Pikirannya kacau. Pikiran-pikiran negatif mulai memenuhi otaknya. Dengan kecepatannya, Youichi berlari mengejar Eijun.

"Oi, Bakamura!"

Youichi berteriak ketika pupil kecilnya menangkap punggup tegap Eijun berada lima langkah didepannya. Sontak Eijun menoleh, menghentikan llangkahnya. Kedua alisnya terlihat berkerut, meski samar-samar.

"Aku bukan lagi bocah kelas tiga SD yang harus diantar pulang, senpai." Ujar Eijun ketika sudah berhadapan dengan Youichi.

Youichi mendengus kasar. Membuang pandangan. "Akan kutemani sampai diperon." Ucapnya singkat. Kemudian berlalu. Berjalan mendahului Eijun.

Eijun membuntuti Youichi. Berjalan perlahan dibelakang mantan senpainya itu. Biner amber menatap lekat punggung sang lead off. Punggung yang selalu siap memagarinya dari segala keburukan. Pagar hidup pelindungnya.

Untuk kesekian kali, Eijun mengulas senyum disudut bibirnya. Merapalkan kata dengan suara lirih. Tak peduli pemuda bersurai hijau didepannya mampu mendengar atau tidak.

"Arigatou na, Mochi-niisan."

Youichi menjatuhkan diri diatas bangku peron. Menunggu Eijun yang tengah mengantre diloket. Sepasang bola matanya melirik jarum jam yang tergantung disudut kanan stasiun. Sudah pukul sebelas lebih tujuh belas menit. Ternyata perjalan dengan kecepatan pelannya sukses memakan waktu banyak.

"Kau segeralah kembali, Mochi-senpai. Sampaikan maafku pada mereka." Youichi tersentak mundur ke belakang. Terkejut oleh suara Eijun. "Keretaku sebentar lagi tiba." Lanjut Eijun tidak menghiraukan tatapan penuh intimidasi Youichi.

Youichi kembali menghela nafas. Memutuskan bangkit berdiri saat terdengar suara rangkaian gerbong kereta. Ia segera bangkit berdiri. Menatap Eijun yang mulai berjalan menjauh. Pupil minimalisnya menangkap samar-samar 'sayonara' keluar dari belah bibir renum Eijun tanpa suara. Ia memilih mengabaikan. Berbalik badan. Pintu keluar adalah tujuannya. Sebelum suara gadis mungil menarik atensinya.

"Okaa-chan, nii-chan itu berdiri diatas rel kereta."

.

.


Would it be a sin
If I can't help falling in love with you


.

.

Keiko : Holaaa, minna-san. Ketemu lagi sama Keikooooo ^^

Terima kasih sudah mau mampir dan baca fic ini yaaa.. ditunggu jejak-jejak penyemangat dari reader-sama sekaliannnnn..

Hontou ni arigatou gozaimasu.

Salam,

Keiko ^^


-FIN-


OMAKE

.

.

.

Kazuya duduk seorang diri. Merenung diatas ayunan sebuah taman tak jauh dari kafe tempat reuni tim bisbol Seidou. Ia menatap lekat kotak coklat tua dihadapnnya. Pemberian Sawamura Eijun. Mengamati tiap jengkalnya tanpa berkedip selama tiga detik. Detik keempat, ia menyerah. Kedua tangannya terampil membuka pita perekat secara perlahan. Kotak beludru berwarna biru tua dengan ukuran lebih besar berada didalamnya. Kazuya untuk kedua kalinya, membuka kotak beludru itu pelan.

Manik hazelnut Kazuya buah kalung palladium dengan motif kepingan salju tertata rapi didalam kotak beludru biru tua. Sepasang netranya mengambil sebuah surat kecil yang diselipkan ditepi kotak.

Jaga mereka baik-baik

Eijun—

Kazuya menggigit bibir bawahnya. Menahan sesak yang tiba-tiba saja menyerang paru-parunya. Nafasnya seakan tercekak. Surat pendek dari Eijun mampu merobohkan dinding kokoh pertahanannya yang selama tujuh tahun ia bangun. Kazuya tak mampu membohongi perasaannya. Eijun merupakan belahan jiwanya. Partner hidup yang selama ini selalu dia dambakan.

Bagi Kazuya, sosok Eijun telah melekat pada dirinya. Bagian dalam hidupnya. Kazuya telah menempatkan Eijun pada tiap sudut terdalam relung hatinya. Tak mungkin dapat dibuang, dikeluarkan. Eijun akan abadi disana. Ditempatnya. Relung hati Kazuya yang paling dalam.

Kazuya akan terus menyimpan Eijun dalam hati, raga bahkan pikirannya meskipun raga Eijun tak mampu ia miliki.

Biip.. biip.. biip..

Sebuah pesan masuk mengalihkan perhatian Kazuya. Kuramochi. Kazuya membaca pesannya dengan seksama. Berharap tidak mendapatkan kabar buruk dari sang sahabat. Namun, Kami-sama tidak mengabulkan harapan Kazuya. Pesan dari sahabatnya semakin mengguncang kejiwaannya.

"Eijun.." Gumamnya lirih. Memanggil sosok belahan jiwa yang hanya mampu memiliki hatinya.

From : Mochi

To : Miyuki Kazuya

[ Miyuki, datanglah ke rumah sakit XXX ]

[ Penghormatan terakhir untuk Sawamura. ]