"Ohayou.." Lucy menghampiri meja makan dengan riang. Dikecupnya pipi kiri Sting yang saat itu sedang sibuk membaca surat kabar. Merasa tidak digubris oleh sang kakak, Lucy mempoutkan bibirnya kesal. Kakinya menghentak keras lantai marmer rumahnya dengan jengkel, "Ehem!"
"Eh?" Sting mendongak lalu tersenyum geli melihat adik semata wayangnya cemberut sepagi ini, "Ada apa, Princess?" panggilan kesayangan itupun meluncur membuat Lucy mendengus dengan tangan yang menopang dagu diatas meja makan, "Did I do something wrong?" tangan besarnya mengusap dagu lancip miliknya dengan pose berpikir.
Gadis blonde itu mendengus dengan tatapan yang tajam seolah menghujami wajah tampan kakaknya dengan kutukan, "Huh! You're making a big mistake Brother!" sungutnya, tak pelak menyisipkan nada manja dalam gerutuannya.
"Haha.. Okay, okay, Im so sorry, Princess," ringisnya saat tangan mungil Lucy mencubit ganas pinggangnya tanpa ampun.
"Mengacuhkan sapaanku itu jahat! A-ah~ Onii-chan menyebalkan!" Lucy menggembungkan pipinya dengan nada sing a song yang sukses membuat Sting tergelak.
"Ouch.. Maaf.." raut tampan Sting meringis dengan tampang yang dibuat-buat. Membuat adik kesayangan satu-satunya cemberut adalah rutinitas hariannya setiap hari.
Bukan berarti Sting membiarkan siapapun membuat adiknya kesal, yang boleh melakukannya hanya dirinya. Tidak ada yang lain. Tanpa membantah. Itu adalah mutlak. Catat, mutlak!
"Hari ini kakak tidak bisa menjemput, kakak ada kuliah sampai malam. Setelah pulang sekolah jangan pergi kemana-mana, diamlah dirumah dan yang terpenting ingat.. Jangan berbicara pada sembarang orang diluar."
Itu adalah hal biasa. Lucy sudah ratusan kali ah ralat, sudah ribuan kali mendengar nasihat seperti itu dari kakaknya. Dia yang sejak kecil selalu dimanja oleh seluruh keluarga terutama kakaknya, merasa biasa-biasa saja ketika mendengarnya. Siapapun tahu, Sting sangat teramat menyayangi adik semata wayangnya. Bahkan Sting tidak segan menghajar habis siapapun yang berani membuat adiknya menangis. Lucy Euclife, diperlakukan bak Ratu didalam rumahnya sendiri.
Gadis bersurai blonde itu tak hanya memiliki paras yang cantik tapi juga kehidupan yang sempurna.
"Sudah selesai?" tanya Sting lembut ketika melihat Lucy menghabiskan sarapannya dengan diakhiri menegak segelas susu kedalam mulutnya. Ia hanya mengangguk lalu menyampirkan tas ransel berwarna merah muda dibahunya, "Lets go!" dirangkulnya bahu Lucy sambil mengacak surai blonde itu gemas. Sting terkekeh pelan saat Lucy merajuk dan kembali mempoutkan bibirnya lucu.
.
.
Fairy Tail Fanfiction
Love or Revenge
By : Nagisa Yuuki
Disclaimer : Hiro Mashima pencipta asli Fairy Tail. Saya hanya meminjam beberapa chara-nya.
Warning : AU, OOC, Typo(s), dll.
Rate : Untuk jaga2 Nagi pasang M takutnya saya khilaf (Maklum manusia)
Genre : Family/ Romance / Hurt comfort/ dan ada sedikit Friendship-nya. (Genrenya kebanyakan? Suka2 Nagi dong *melet*)
.
.
Fiore Academy International School. Sekolah elite nomor satu di negara Fiore. Pagi ini seperti biasa terlihat sangat tenang dan damai. Hanya ada segelintir siswa yang baru memasuki kawasan gerbang. Waktu memang masih menunjukan pukul 08.05 pagi. Itu artinya masih ada 25 menit lagi untuk memulai jam pelajaran.
"Aku masuk dulu kak," pamit Lucy setelah sebelumnya mendaratkan kecupan dikening kakak tertampannya.
Lagi-lagi Sting hanya terkekeh melihat peragai manja Lucy yang tidak pernah hilang sejak kecil, "Ya, sampai jumpa, Imouto!" dicubitnya pipi porselen Lucy dengan gemas. Meskipun sudah berumur 17 tahun dan berada ditingkat akhir dalam Senior High School, Lucy masih saja ketergantungan padanya.
Sedikit-sedikit Lucy pasti akan mengadu dan menceritakan kejadian yang dialaminya disekolah. Termasuk para pemuda yang berusaha dengan gencar mendekatinya, lalu tak lupa Lucy juga sering mengadukan tindakan siswi disekitarnya yang terkadang menatapnya dengan sorot benci nan iri.
Itu wajar.
Siapapun pasti akan merasa iri dan rendah jika disandingkan dengan Lucy. Dia cantik, memiliki kulit putih bersih dan mulus, rambut pirang panjangnya yang selalu terlihat indah dan terawat, postur tubuh idealnya yang lumayan tinggi dan terkesan langsing tanpa celah, mata coklat caramel nya yang begitu memesona.
Betapa sempurnanya sosok gadis itu.
Dan betapa over protective nya seorang Sting dalam masalah melindungi adik kesayangannya.
Jangankan laki-laki, kalau perlu dia akan tega memukul perempuan yang berusaha menyakiti dan membuat malaikatnya bersedih.
Ya, tidak akan ada yang menyangka bahwa nasib buruk justru mengincar masa depan Lucy akibat tindakan fatal yang pernah dilakukan Sting di masalalu.
"Ohayou Lu-chan!" sapa Levy riang sesaat Lucy memasuki kelasnya.
"Ohayou Levy-chan.." senyum manis Lucy terpahat lalu mengerling kearah Juniornya yang juga menyapanya dengan ramah dipintu masuk, "Ohayou Wendy-chan.."
.
:: Love or Revenge::
.
"Sting, awas!" Pemuda emo berambut hitam bermata hazel berteriak lantang untuk memperingati. Sementara pemuda yang bernama Sting itu terlihat kaget dan langsung menoleh kebelakang. Tubuhnya refleks menghindar dari serangan tersebut dan membuat pemuda bertubuh besar dan tinggi itu terjatuh dan mengaduh kesakitan.
Baru saja sampai diparkiran kampus, dia sudah disapa oleh aksi dadakan sahabatnya, Rogue, yang telah menyelamatkan kepalanya dari lemparan botol, yang mungkin saja akan membuatnya geger otak.
"Hah.. Untung saja.." Rogue mengusap dadanya dengan helaan napas lega.
"Cih! Beruntung sekali!" dengus seorang pemuda dengan dua orang kawannya yang berada dimasing-masing sisi lengannya.
Pemuda berambut merah muda dengan mata obsidiannya yang tajam, serta kedua rekannya yang memiliki warna rambut Dark Blue dan berambut biru dengan tato unik di sisi wajahnya.
Nyaris saja Sting menerjang tiga orang musuh bebuyutannya dengan sekali serang. Tapi sialnya dewi fortuna memerintahkan Rogue untuk mencekal lengannya dan menarik dirinya untuk sedikit menjauh.
Perseteruan antara Euclife dengan pemuda berambut unik bermarga Dragneel itu sudah merupakan rahasia umum. Satu kampus mengetahui bendera permusuhan yang dikibarkan oleh mereka sejak lama. Di mana kedua kubu bersaing dalam berbagai hal dan akan berusaha saling menjatuhkan antar satu sama lain.
Entah apa yang menjadi semua hal itu bermula?
Yang jelas, hanya orang yang bersangkutan sajalah yang mengetahui sebab alasannya. Dan jujur itu bukanlah hal yang biasa. Ketika kegelapan berhasil menyelimuti hati seseorang, maka bisa dipastikan hanya dendamlah yang mampu dibalaskan untuk mengakhiri permusuhan ini. Dan, jangan tanyakan apa yang telah mereka lakukan atau apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Semua sudah mampu menebak kalau perkelahian adalah rutinitas mereka setiap bertemu sapa.
"Kuhancurkan kau Euclife brengsek!" Natsu menerjang Sting dengan bogem mentah yang sarat akan amarah serta kebencian. Tidak ada hal lain yang ia inginkan selain melihat musuh yang paling dibencinya menderita dan hancur. Dia akan melakukan apapun untuk membalas dendam serta rasa sakit hatinya selama bertahun-tahun yang dirasa telah membusuk diraganya sendiri.
Natsu tersenyum sinis melihat Sting yang kepayahan karna belum siap menerima dua bogem mentah yang memukul telak rahang kirinya. Mereka saling berhadapan dan saling melontarkan tatapan penuh persaingan. Tapi kejadian itu tak berlangsung lama. Ketika suara seorang dosen menginterupsi acara adu Glare maha mematikan antar mahasiswanya yang sedang bersitegang.
"Hentikan kids! Jika memiliki dendam pribadi lakukan diluar jangan kampus!" sergah suara baritone tegas Gildarts ditempat parkir. Siapa yang tidak mengenal dosen super killer satu ini, "Bubar!" perintah dengan nada absolute itu sukses membuat kedua kubu mendecih kesal.
"Dengar.. Urusan kita belum selesai brengsek!" ancam Natsu dengan nada tak main-main. Onyx-nya berkilat tajam dan dipenuhi amarah.
"Fine! Tapi ingatlah satu hal Dragneel.. Kematian Cheria adalah keputusannya sendiri," Sting memahat senyum meremehkannya dengan sesekali menyeringai lebar melihat Natsu yang mudah tersulut akan ucapannya.
"Bajingan! Kuhancurkan kau Euclife! Kubuat kau memohon ditelapak kakiku saat pembalasan itu tiba!"
"Oh ya? Coba saja!"
Sekali lagi adu Deathglare maha dahsyat kembali menguar diseluruh penjuru parkir sampai membuat para mahasiswa yang berada di lorong bergidik ngeri merasakan atmosfer berat nan suram dari para Pangeran Kampus itu.
Cheria?
Itu adalah nama seorang gadis yang amat sangat berarti bagi Natsu. Hingga membuatnya bersumpah akan membalas perlakuan keji Sting pada gadis itu dengan berkali-kali lipat sadisnya.
Tidak ada yang mengerti sisi gelap yang dimiliki semua manusia. Makhluk kotor yang dipenuhi napsu dan keserakahan yang melebihi setan, berwajah rupawan namun banyak yang memiliki tingkah mengerikan, berlaku sok Dewa, padahal hanya merupakan sekumpulan sampah yang tidak ada gunanya.
Dan dengan kejinya menuduh setan lah yang membisikkan mereka semua. Namun, mereka juga terkadang memiliki sisi baik, hati mereka akan terus berfungsi selama mereka bisa membuka diri, hidup mereka akan lebih berarti, jika bisa menerima semua keadaan yang terjadi.
Yah, masih ada segelincir orang baik yang memenuhi muka bumi ini. Meskipun hal itu sendiri sudah terbilang langka di dunia yang semakin sesat ini.
..
"Aaargh!" Natsu menjambak helaian rambutnya dengan penuh emosi, "Euclife sialan! Kubalas dia nanti, kubuat dia menyesal karna berurusan dengan seorang Dragneel," nada arogansi itu adalah ciri khas seorang Dragneel. Desisan penuh ancaman yang dideklarasikannya tidak pernah main-main.
Pemuda dengan tato unik diwajahnya mendesah mendengar Natsu yang lagi-lagi mengamuk seusai pertengkarannya dengan Sting, "Santailah Natsu.. Jika ingin membalasnya lakukan dengan cerdik dan rapi. Semua harus direncanakan terlebih dahulu, tidak usah terburu, cukup pelan-pelan saja tapi berefek dalam,"
"Apa maksudmu?" tanya Natsu tak mengerti. Sepasang manik kelamnya menatap Jellal tajam seolah meminta penjelasan lebih. Sedangkan si empunya hanya melirik santai dengan gadget ditangannya.
"Kau ingin tahu?" Jellal menatapnya dengan seringai licik. Diletakkan gadget miliknya disisi meja lalu menaikan sebelah alisnya dengan santai, "Jika kau melakukannya, aku yakin kau akan menghancurkan Euclife dalam sekejab."
.
::Love or Revenge::
.
Tenang. Itulah sikap yang diperlihatkan oleh pemuda bermarga Fullbuster ini. Dengan kedua tangannya yang dimasukan kedalam saku, telinga yang disumbat earphone memberi kesan cuek dan dingin pada raut wajah datarnya.
Dia tampan dan keren. Semua siswi berujar serempak dalam hati saat meliriknya. Tapi pandangan penuh kekaguman itu dibiarkannya begitu saja. Gray playboy? Memang tapi seleranya cukup tinggi. Tak harus sekedar cantik dan seksi tapi gadis yang dikencaninya haruslah wanita terbaik dari yang terbaik.
"Gray-sama.." seorang gadis bersurai biru lembut menyentuh lengan Gray dan membuat Gray menegapkan tubuh jangkungnya. Tangannya yang terselip didalam saku berusaha mencabut earphone yang menyumbat telinganya.
"Cepatlah katakan, Juvia. Aku tidak punya banyak waktu untuk bermain-main, jadi cepat utarakan apa yang ingin kau katakan," suara baritone itu terkesan kasar dan dingin. Tidak seperti beberapa bulan lalu saat pertama kali mereka berkencan.
"Maafkan Juvia.. Juvia hanya ingin bilang sesuatu pada Gray-sama," gadis itu terlihat gelisah dengan jemari yang saling diremas kuat.
"Yasudah katakan!" tuntutnya tanpa basa basi. Bertemu dengan seseorang yang sudah dikencaninya tiga kali cukup membuat Gray bosan luar biasa. Dirinya bukan sembarang palyboy tapi pemuda populer dengan kualitas tinggi.
"Juvia hamil.."
Ucapan gadis berparas cantik itu sukses membuat Gray melotot tak percaya. Bukannya senang, Gray justru merasa jijik. Dia hanya akan menemui dan menikmati gadisnya disaat ia belum bosan, tapi Juvia sudah pasti telah dicoret dalam daftar gadis incarannya karna Gray sudah berhasil 'Mencicipinya'.
"Lalu?" Gray memasang poker facenya lagi, tidak menghiraukan Juvia yang sudah hampir menangis.
"Gray-sama harus bertanggung jawab. Usia kandungan Juvia sudah empat bulan, dan selama ini Juvia sudah mencari Gray-sama kemana-mana, tapi Gray-sama selalu menghindar," tangisnya gagal ia tahan. Akhirnya Juvia memperlihatkan sisi lemah dalam dirinya.
"Atas dasar apa kau menuduhku menghamilimu? Gadis jalang sepertimu sudah pasti pernah tidur dengan lebih dari satu pria-"
_Plak!_
Juvia menampar telak wajah Gray. Sungguh tidak terima dirinya dihina dan dicap jalang oleh orang yang telah mengambil kesuciannya.
"Juvia hanya melakukannya dengan Gray-sama!" raungnya sesegukan. Dia tidak perduli para siswa kini menggunjingkannya dibelakang dan mencapnya sebagai gadis nakal.
"Kau pikir aku percaya! Kau sengaja ingin menjebakku kan gadis pelacur! Katakan berapa yang kau inginkan, ha? BERAPA?!" Gray menaikan suaranya sampai beberapa oktaf. Seluruh siswa kini telah menatapnya dan menghujami tatapan menghina pada gadis yang salah. Gray lah yang seharusnya dipandang seperti itu bukan dirinya.
"Kau bajingan! Juvia hanya butuh pertanggung jawabanmu, persetan dengan uangmu! Juvia tidak butuh itu!"
"Diam!" bentak Gray sambil mencengkeram kuat kedua lengan mungil yang memukuli dadanya. Dia tidak perduli pada tangisan Juvia. Sekali barang bekas yang sudah usang, Gray tidak akan pernah memungutnya lagi. Betapa bejatnya seorang Pangeran Kampus yang sangat dipuja itu.
"Kumohon.. Bertanggung jawablah.. Ini adalah anakmu!"
"Aku tidak perduli! Sebelum ada bukti yang kuat aku tidak akan percaya! Sandiwara serta airmata buayamu tidak akan membuatku kasihan Bitch! Enyahlah!" dengan sekali dorongan Juvia tersungkur menabrak aspal jalan. Dia merasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit. Pemuda yang sangat dicintainya hingga digilainya itu tak lebih dari seorang pria brengsek.
Gray merogoh dompet yang ada didalam saku celananya lalu melemparkan setumpuk uang dalam jumlah banyak kearah Juvia. Membuat gadis itu semakin sesak dengan tangan yang meremas dadanya nyeri.
"Kalau kurang katakan saja. Aku akan memberikannya, tapi ingatlah jangan pernah menemuiku dan menggodaku lagi pelacur!"
Demi apapun, Juvia tidak pernah merasa terhina dan sesakit ini selama hidupnya. Dia yang seorang yatim piatu, harus bekerja keras untuk membiayai pendidikan serta kuliahnya lewat kerja part time dan model freelance, terpaksa harus kehilangan masa depan serta harga dirinya didepan seorang pemuda yang sangat dicintainya, Gray Fullbuster.
"Kau jahat! Ini anakmu.. Juvia tidak bohong.." tangan mungilnya berusaha meredam isakan tangisnya yang semakin sesegukan. Gray sudah meninggalkannya dan membiarkannya menjadi tontonan serta gunjingan para siswi yang menatapnya jijik.
.
::Love or Revenge::
.
Waktu menunjukkan pukul 14.45 siang. Lapangan sekolah elite itu terlihat ramai oleh beberapa murid yang sedang menjalani jam pelajaran olahraga dengan bermain volley. Keseruan dan keceriaan terekam jelas disana. Didepan gerbang sekolah terlihat adanya sebuah mobil ferrari berwarna hitam yang baru saja terparkir. Kaca mobil itu terbuka dan memperlihatkan tiga orang pemuda yang memiliki ketampanan bak Pangeran dari surga.
Natsu dengan penuh keangkuhannya melepas kacamata hitam yang dikenakannya lalu memandang kearah luar. Lebih tepatnya mengamati sekumpulan siswa yang sedang melakukan ritual olahraga dilapangan sekolah.
"Jadi disini tempatnya?" tanya Natsu pada dua orang sahabatnya.
"Yeah.. Tidak perlu diragukan lagi informasi yang didapat oleh playboy fenomenal dikampus kita," cibir Jellal sukses membuat Gray mendecih.
"Diamlah!" dengusnya masih sedikit emosi dengan kejadian dikampus tadi.
"Ada apa?" Jellal mengernyit melihat wajah masam Gray.
"Tak ada, hanya masalah kecil tapi aku sudah mengurusnya," Gray mengibaskan tangannya dengan sikap cuek.
"So, where is she?" tuntut Natsu tak sabar. Dia menatap bosan para murid Senior High School itu tanpa minat.
"Disana, diarah jam tiga yang sedang duduk dibawah pohon dengan temannya yang berambut biru," tunjuk Jellal, yang diikuti Natsu tanpa banyak bicara, " Namanya Lucy Euclife, Putri bungsu keluarga Euclife serta adik kesayangan dari si brengsek Sting. Jika kau bisa menghancurkan masa depan gadis itu, aku yakin secara otomatis hidup Sting akan segera.." seringai licik Jellal terselip nakal, lalu melanjutkan ucapannya dengan penuh antusias, "Boom.. Hancur!"
Ketiga Pangeran itu tertawa jahat sambil mengamati gadis blonde yang sedang tersenyum cerah, tanpa menyadari jika itu adalah senyuman cerah Lucy yang terakhir.
"Oke, I like it. So, kapan kita mulai eksekusinya?"
"Santailah.. Sesuatu yang dilakukan buru-buru itu tidak baik. Cukup pelan tapi jitu. Kabar baiknya gadis itu akan pulang jam 5 sore dan dipastikan akan pulang sendiri karna si brengsek Sting akan menjalani mata kuliah sampai malam. Kau bisa melakukannya detik itu juga, Natsu," jelas Gray dan Natsu hanya mengangguk paham.
"Great! Baiklah.. Kita akan kembali kesini saat jam 5 sore nanti."
Ketiganya hanya tertawa. lalu tak berapa lama kaca mobil itu kembali ditutup dan mobil itupun kembali melaju meninggalkan kawasan lingkungan sekolah elite tersebut.
.
::Love or Revenge::
.
Ketiga pasang mata itu saling mengintai. Keadaan ditempat itu sudah sangatlah sepi. Namun, didepan gerbang sekolah elite itu tengah berdiri seorang gadis cantik yang baru saja keluar dari ruang mading. Senyumannya terus tersungging dan cukup menandakan bahwa ia adalah gadis yang sangat periang dan ramah. Ia menilik arloji merah muda ditangannya yang menunjukan waktu 17.05 sore. Biasanya sang kakak akan menjemputnya tepat waktu tapi kali ini Sting mengatakan ia ada kuliah sampai malam. Jadilah dia pulang sendirian karna teman-temannya sudah pamit terlebih dahulu 10 menit yang lalu.
Tidak akan ada yang menyangka bahwa nasib sial nan keji sedang menantinya didepan sana. Tirai hitam penuh dendam itu seolah tidak mampu lagi disurutkan. Kebenciannya pada Sting sudah mendarah daging dan tidak bisa ditoleransi lagi.
Natsu menuruni mobilnya lalu sedikit mengangguk pada Jellal dan Gray. Dia menyebrangi jalan untuk menghampiri Lucy. Gadis itu tak menyadari kehadiran Natsu yang terlihat semakin mendekat kearahnya.
"Hai, Lucy ka?" sapa Natsu ramah dengan cengiran lebarnya. Tidak akan ada yang menyadari dibalik senyum hangatnya tersimpan sebuah seringai licik.
Gadis blonde itupun menghentikan langkahnya lalu berbalik. Dia tersenyum amat manis saat melihat pemuda tampan yang menyapanya tersenyum sangat ramah.
"Ya, siapa?" dia menelengkan kepalanya dengan pose imut. Lucy cantik tapi tidak begitu menarik untuk seorang iblis macam Natsu.
"Ah, Natsu Dragneel," tangannya terulur dan segera dijabat hangat oleh Lucy, "Aku adalah teman kakakmu, ada yang mau kusampaikan ini menyangkut kakakmu Sting," terang Natsu yang sudah pasti sedang berdusta dengan berakting sendu dihadapan gadis blonde itu.
"Ada apa dengan kakakku?" wajah Lucy mendadak panik. Mudah sekali membodohinya, pikir Natsu.
"Aku tidak bisa mengatakannya disini, bisa ikut aku sebentar?"
Lucy lekas mengangguk cepat. Bagaimanapun dia merasa khawatir pada kakak kesayangannya, yang kalau dipikir dengan akal yang jernih, bisa saja Lucy menelponnya dan menanyainya secara langsung.
Kepanikan memang terkadang membuat seseorang tak mampu berpikir dengan baik menggunakan logika nya.
Akhirnya tanpa curiga sedikitpun, Lucy mengikuti langkah Natsu kearah mobilnya yang terparkir. Dia tidak menyadari sesaat lalu Natsu mengukir seringai jahatnya yang berhasil ditutupi dengan senyuman manisnya.
"Jadi ada apa dengan kakakku, Dragneel-san?" tanya Lucy lembut walaupun tak menutupi kecemasan dalam nada suaranya.
"Begini.." Natsu mendekatkan dirinya pada Lucy lalu melirik kanan kirinya yang terlihat sepi dan aman. Setelah lumayan dekat dan memastikan keadaan sekitar. Tangan besarnya dengan cekatan membekap mulut Lucy rapat-rapat agar si gadis blonde itu tidak berteriak.
Ditengah usaha pemberontakannya. Jellal dan Gray segera menyeretnya masuk kedalam mobil tanpa mampu melawannya. Dia kini menyesal karna tidak mengikuti nasihat kakaknya pagi tadi. Sekuat apapun ia meronta, Lucy sadar bahwa hal itu tidaklah berarti jika dihadapan beberapa orang pria dengan tenaga besarnya.
.
.
.
Tebese
.
.
Sepertinya saya harus melakukan banzai untuk perkembangan Juvia, karna dia tidak perlu repot2 menggoda Gray lagi, *digampar reader*
Juvia : *ketawa nista*
Jujur ga tau kenapa saya lagi pengen bikin genre yang hurt dan penuh adegan penderitaan dari beberapa chara. Jika ada yang mau nge flame atas sifat dan watak Natsu di fic ini silahkan. Nagi pasrah. Namanya juga author newbie yang masih harus banyak belajar. Semoga kritikan dan saran kalian bisa membuat tulisan Nagi lebih baik lagi.
Untuk konfliknya saya sengaja menjadikan Sting kakak Lucy karna saya bosan menjadikan Sting pihak ketiga dalam hubungan pair NaLu. Hihihi.. Adakah yang kurang setuju? Kalau begitu maafkan saya :p
