Hunkai / Kaihun / Kaise / Sekai

Friendship / Bromance / Crime

Rated T+

Ah, entahlah ini cerita apa! Pikiranku sedang kacau karena belajar mengerjakan soal T.T semoga seminggu berlalu dengan cepat.

Selamat membaca!

.

.

Ini adalah pemandangan biasa yang terjadi antara Jongin dan Sehun. Tapi entah mengapa selalu saja hal itu menarik perhatian para siswa lain untuk melihatnya. Sebenarnya mereka hanya penasaran, bagaimana bisa seorang Kim Jongin menaklukan seorang berandalan seperti Oh Sehun.

Kim Jongin.

Hanya menyebut namanya saja semua orang di penjuru sekolah akan tahu siapa dia. Seorang kutu buku dengan nilai sempurna pada semua bidang pelajaran. Berkelakuan baik. Ramah dan murah senyum. Seorang pribadi yang sangat sempurna untuk dijadikan pendamping hidup.

Bahkan sekarang, meski ia sudah kelas 3, ia masih berkandidat sebagai ketua kesiswaan di sekolah mereka. Orang yang akan memilih untuk berdiam diri membaca buku di perpustakaan untuk mengisi waktu luangnya. Jika kau bertanya tentang isi sebuah buku ia akan dapat dengan mudah menjawabnya. Mungkin karena itulah nilai akademiknya begitu hebat.

Oh Sehun?

Dia hanya murid bodoh yang tertinggal kelas. Ini adalah tahun keduanya di kelas 3. Ia adalah berandalan sekolah. Tidak ada guru yang berani melawannya. Beberapa kali ia mendapat skorsing dan poin negatifnya tentu saja sudah tidak terhingga tapi entah mengapa Bapak Kepala Sekolah mereka tetap mempertahankannya sekolah disana.

Jika kau bertanya tentang keahliannya, maka tak ada satupun dari dirinya yang mampu dibanggakan. Ah, hanya satu hal yang sangat dibanggakan Sehun tentang dirinya. Kemampuannya menghajar orang.

Mereka seperti sesuatu yang tak bisa dibandingkan. Hanya wajah tampan Sehun lebih menonjol tapi kharisma wajah Jongin dari balik kacamatanya jauh lebih memikat jika kalian mengetahuinya.

Jongin menghela napasnya. Ia memandang ke arah Sehun, "bukankah sudah kubilang bertemu di belakang gedung adalah hal yang mencolok?" ucapnya lirih. Jongin dapat merasakan kehadiran beberapa orang di sekitarnya dan terdengar beberapa orang juga saling berbisik mengenai mereka.

Sehun membuang napas dari mulutnya, "apa kau menyuruhku ke ruang pendisiplinan lagi, Tuan Kim? Kau tahu aku paling tidak suka tempat itu!" kata Sehun meremehkan dengan nada tingginya. Ia lalu berjalan maju ke depan. Menghentikan langkahnya tepat di sisi Jongin dengan saling bertolak belakang.

Mata mereka saling melirik satu sama lain. Sehun mengangkat tangannya dan menepuk bahu Jongin. Semua orang yang melihat itu menganga. Ah, Sehun beraninya dia meletakan tangan kotornya pada tubuh Jongin!

Tangan Sehun akhirnya meluruh. Sebelum berlalu ia menyelipkan selembar kertas pada tangan Jongin yang menjuntai bebas di sebelahnya.

Jongin berbalik. Ia menatap ke arah perginya Sehun dari balik kacamatanya. Sehun melambaikan tangannya tanpa membalikkan badannya, "aku pergi dulu, Tuan Kim!" kata Sehun sebelum menghilang ditelan oleh tembok.

Jongin menunduk. Ia mengeratkan genggamannya pada kertas yang diberikan Sehun. Ini berjalan santai menuju anak-anak yang lain. Dan tersenyum ramah pada mereka yang sudah menyambutnya di ambang pintu gedung sebelah dan mulai merecokinya dengan berbagai pertanyaan, "aku baik-baik saja! Aku memang sedikit takut tadi! Bahkan suaraku sampai tidak keluar!" bohongnya dengan senyum lebar.

"Untung saja Sehun tak melakukan apapun padamu, Jongin! sejak tadi aku benar-benar tak tenang!" komentar salah satu dari mereka dengan memedang sebelah kanan dadanya guna merasakan detak jantungnya yang bahkan masih berdetak cukup kencang.

Jongin hanya tersenyum mendengar ucapan temannya itu. perlahan Jongin melambatkan langkah kakinya dan membuatnya agak tertinggal. Ia menatap kertas yang diberikan Sehun dengan wajah yang rumit. Senyum Jongin berubah seringai ketika semua orang mulai meninggalkannya dan tak ada seorangpun yang menyadari perubahan wajahnya tersebut.

"Ayo, Jongin!" seru Yoongi, membuatnya segera menyimpan kertas itu kembali dan berlari mendekat ke arah teman-teman lainnya.

-xoxo-

Twogether

.

.

Jongin mengambil kartu kunci kamar hotelnya. ia segera membukanya dan menghempaskannya badannya pada tempat tidur King Size di sana. Ia melempar tasnya dengan sembarang. Ia mengendurkan kekangan dasi yang terasa mencekik lehernya dan melepaskan kacamatanya.

Ia tak tahu hidup menjadi orang biasa ternyata begitu berat. Ia pikir menjadi orang biasa akan begitu menyenangkan sebelumnya.

"Itu karena kau memaksakan diri untuk bertingkah normal!" celetuk seseorang yang membuat Jongin bangkit dari acara rebahannya dan beralih duduk.

"Kau? Sehun?" Jongin menjatuhkan badannya kembali pada tempat tidurnya, "sejak kapan kau datang?"

"Sejak tadi siang! Saat cleaning service datang untuk membersihkan kamarmu!" jawab Sehun santai dan duduk di tepi ranjang Jongin dengan membawa minuman kalenganya.

Jongin berdecak, "kau bolos lagi? Dan kau selalu pintar mengambil kesempatan." Sehun tertawa renyah, "apa kau sudah mengumpulkan mereka?"

Sehun tersenyum menyeringai, "tentu saja! Untuk apa aku bolos jika bukan untuk urusan itu?"

Jongin tertawa, "baiklah! Terima kasih! Kau memang terhebat Oh Sehun!"

"Apa tugas kita?"

Jongin menarik tubuhnya kembali untuk bangun ketika mendengar pertanyaan Sehun. Pertanyaan yang cukup serius untuk dibicarakan, "Papa menyuruh menyelesaikan sengketa tanah barat. Kurasa orang-orang yang menangani sebelumnya tidak bisa diandalkan!"

Sehun tersenyum, "aku mengerti!"

.

Awalnya Sehun sangat membenci orang bernama Kim Jongin. Orang itu teralu sering tersenyum dan dipuji semua orang. Tidak seperti dirinya yang selalu mendapat makian dimanapun ia berada.

Dia juga ingin hidup biasa, punya banyak teman dan melakukan segalanya bersama-sama. Tapi karena pandangan mereka yang menganggapnya berandalan sejak pertama. Entah sejak kapan, namanya pun tiba-tiba menjadi terkenal di antara para berandalan kota. Banyak orang yang tidak ia kenal datang menemuinya, menantangnya dan menyerangnya. Dan sudah menjadi insting seorang manusia jika dia akhirnya membela diri untuk bertahan hidup.

Melaporkan mereka pada petugas kepolisian juga terasa percuma. Ia sering dianggap sebagai kelompok mereka juga dan harus mendekam disana. Dan ini sudah berjalan lima tahun ia berkecimpung di dunia kekerasan itu.

Menikam orang bukanlah hal yang sulit untuknya karena ia sudah melakukannya berulang kali.

Ia mengenal Jongin sudah dua tahun. Sejak Jongin pindah di sekolahnya, ia langsung menjadi pusat perhatian. Apalagi dengan prestasi yang dihasilkan Jongin. Menurut Sehun, Jongin adalah orang yang terlalu sempurna untuk disebut manusia. Tapi ia malah berpikir, jika dibalik kesempurnaan seorang Kim Jongin pasti ada sesuatu yang ia sembunyikan.

Hari itu seperti biasa. Sehun melewati gang pasar yang sepi untuk menuju rumahnya, yang memang terletak di belakang pasar tersebut. Ketika ia mendengar suara kegaduhan dan bangku hantam. Ia terlihat untuk tak peduli. Itu adalah tontonannya setiap hari sejak ia kecil. Dan ketika sebuah tubuh terhempas jatuh tepat di depannya ia dengan acuh melangkahkan kaki jenjangnya melewati orang tersebut.

Langkahnya terhenti. Sebuah tangan mencengkeram pergelangan kakinya. Sehun memutar bola matanya malas, "kau Oh Sehun, bukan?" pertanyaan itu jika ia tahu, Sehun sudah jengah dipanggil dengan suara seperti itu oleh orang-orang tersebut – suara memelas dengan rintihan meminta pertolongan.

Sehun tak peduli dan akan menarik kakinya, "aku akan membayarmu sebanyak yang kau minta!"

Sehun diam. Ia tergiur. Ia melirik laki-laki yang terlihat tersungkur penuh dengan luka di bawahnya. Ia merendahkan tubuhnya, berjongkok memandang orang tersebut. Orang itu tersenyum, "bagaimana kau setuju?"

"Aku tidak yakin kau akan menyetujui keinginanku! Dan aku tidak yakin kau akan memenuhi janjiku!" Sehun menarik salah satu sudut bibirnya, "dan aku yakin kau akan mengancamku jika aku tak mau? Jadi mau tidak mau aku harus melakukannya untukmu?"

Kekehan bercampur rasa kesakitan terdengar dari pris tersebut, "kupikir kau sudah berpengalaman tentang hal seperti ini!"

Sehun mengulas senyumnya, "aku rasa lebih baik aku pura-pura tidak tahu karena aku yakin orang yang akan disalahkan disini adalah orang yang menghajarmu itu!"

Seseorang menendang pintu dengan kasar dan melempar seseorang begitu saja di depan toko. Mata Sehun membulat sempurna. Ia yakin ia tak salah mengenali orang meski dandanannya kini terlihat begitu berbeda.

"Kim Jo-." belum selesai Sehun mengeja nama seseorang yang ia yakini adalah nama pemuda itu, sebuah hantaman tepat mengenai wajahnya.

"Hey, kurasa aku mengenalmu! Tapi sebaiknya tak kauucapkan nama itu disini jika tak ingin mati." Kalimat itu meluncur dari mulutnya. Jongin berjongkok mendekati laki-laki yang tersungkur di sebelah Sehun, "apa dia ayahmu, Oh Sehun?"

"Cih!" Sehun memuntahkan air ludahnya yang bercampur darah dari mulutnya, "aku tak mengenalnya! Bahkan jika kau bunuh dia, itu sama sekali tak berpengaruh dalam hidupku!"

Lelaki itu langsung bergetar ketika melihat Jongin menyeringai ke arahnya. Ia tahu apa yang akan terjadi padanya sekarang, "sesuai keinginanmu, aku akan membunuhnya!" Jongin berdiri lalu memanggil seseorang, "kau tinggal pilih, mati dengan tenang atau dengan perlahan?"

Sehun membelalakan matanya mendengar ucapan Jongin. Ini sama sekali berbeda dari yang ia lihat di sekolah selama ini. Apa orang di hadapannya itu benar-benar Kim Jongin? senyum malaikat yang sering ia lihat di sekolah entah mengapa sekarang begitu angker di matanya.

Bunyi tembakan terdengar empat kali dalam hitungan detik. Memang bukan Jongin yang menembak tapi senyum yang terkuas di wajah Jongin saat darah mengucur dari sumber luka tembak itu benar-benar membuatnya bergidik ngeri.

Tubuhnya tanpa ia rasa kini bergetar. Selama hidupnya di dunia kekerasan ia tidak pernah melihat seseorang seperti itu. Senyuman bak malaikat di atas darah itu lebih menakutkan dari pembunuhan tragis yang sering ia lihat selama ini.

Jongin kembali berjongkok menghadap ke Sehun yang masih terlihat terpaku melihat orang di sebelahnya kini sedang meregang nyawa, "Sehun, apa kau ingin hidup?" pertanyaan itu terucap dengan ringan dari mulut Jongin seolah hal itu adalah pertanyaan yang biasa.

Sehun tertawa canggung. Air mukanya terlihat keruh tapi ia tetap memaksakan untuk tetap tersenyum, "kurasa hidup matiku tak ada pengaruhnya untukmu!"

Jongin menarik sudut bibirnya tanggung, "Kai." Sehun mengernyit mendengar kata yang baru saja dilontarkan Jongin. Jongin terkekeh, "apa kau pernah mendengar nama itu?"

Sehun mengangguk was-was. Ia menjauhkan dirinya dari wajah Jongin yang terlihat mendekat. Hingga detik ini ia masih tak percaya bahwa orang yang di depannya itu adalah Kim Jongin. Orang yang sangat dibanggakan oleh sekolahnya.

-xoxo-

Sehun memegang bahu Jongin untuk menahan laki-laki itu bergerak maju, "apa kau tak melihat mereka membawa senjata?"

Tangan Jongin mengepal. Pandangannya terlihat menatap sengit dengan tontonan yang sedang ia lihat sekarang. Kawanannya banyak yang tumbang. Ia benar-benar tak bisa tinggal diam sekarang, "aku tahu! Tapi jika aku diam maka tak akan mengubah apapun!"

"Aku sudah berjanji pada Beliau untuk mengutamakan keselamatanmu!"

Jongin memalingkan wajahnya. Ia melangkah berbalik arah, "aku mengerti."

Sehun tersenyum.

"Kita harus menyelesaikan ini dengan cara yang lebih kejam dari yang mereka lalukan!" ucap Jongin dan senyum Sehun seketika luntur.

Selama mengenal Jongin, ia benar-benar tak mengerti Jongin. Ia terkadang bisa sangat dingin dan terkadang bisa sangat ramah. Ia hanya tahu, saat Kim Jongin adalah Jongin maka pribadinya bak pangeran baik hati yang sempurna. Dan saat Kim Jongin adalah Kai, dia akan berubah menajdi pangeran dingin yang tanpa segan akan membunuh orang yang sudah ia incar.

Sehun menelan ludahnya, ia terkadang merasa sangat takut dekat dengan Jongin.

Sejak hari dimana Jongin mengajaknya ke depan ayah Jongin dan merekrutnya menjadi salah satu kaki tangannya. Ia tak pernah lepas dari sisi Jongin kecuali di sekolah. Jongin selalu bercerita bahwa dia sengaja pindah ke sekolah itu karena Sehun berada di sana. Sejak awal dia memang mengincarnya.

Sehun sebenarnya tak begitu mengerti tapi Jongin bilang dia pernah menyelamatkannya saat mereka masih kecil. Tapi kurasa kisah yang ia lupakan itu berdampak baik baginya. Karena yang ia tahu, siapapun yang mengetahui rahasia seorang "Kai" akan berakhir mati dengan mengenaskan tanpa hitungan hari.

Saat itu Jongin yang dingin tiba-tiba menjadi begitu ramah dan mengajaknya bermain kerumah. Ia hanya menurut. Sehun takut jika ia berkata tidak orang di belakang Jongin akan menembaknya dengan sniper tak bersuara itu. Ia takut tak ada orang yang tahu dia mati dimana pun itu. Karena kematian tanpa orang yang tahu lebih menyedihkan.

Jongin bercerita panjang lebar saat itu. Bagaimana dia susah payah mencari keberadaan Sehun. Tapi kemudian ia mendengar seseorang dari gerombolan berandalan pelajar membahas tentang Sehun yang lagi-lagi mampu mengalahkan para penantangnya. Jongin senang Sehun tidak berubah. Ia masih sama kuatnya dengan saat dulu. Oleh karena itu Jongin selalu berusaha menjadi orang yang lebih kuat agar tak menyusahkan Sehun.

Tapi ternyata kondisinya tidak sebaik itu untuk bergaul bebas dengan Sehun di sekolah. Bahkan sekedar bertegur sapa kurasa bukanlah hal yang wajar dilakukan.

Alasan Jongin kenapa ia menjadi sosok berbeda di sekolah, ia ingin merasakan kehidupan yang normal mesti itu hanya di sekolah. Meski menurut Sehun bahkan itu bukan sesuatu yang normal. Dimana pun Jongin kurasa tidak ada kata normal untuk Jongin. Sehun tidak tahu seperti apa batas normal untuk standar seorang Kim Jongin.

"Sehun." Panggilan itu menghentikan langkah Sehun. Ia diam menunggu sampai akhirnya Jongin berkata lagi, "kau tahu, aku benci pengkhianatan! Jadi kuharap kau tak akan pernah mengkhianatiku! Karena aku tak mau membunuh sahabatku!"

Ucapan itu selalu Sehun dengar dari Jongin setiap hari. tapi entah mengapa tetap saja membuatnya ngeri ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya. Tapi meski begitu ia hanya mengangguk, ia tak perlu berjanji dalam ucapan. Ia hanya perlu membuktikan pada Jongin. Seperti ketulusan yang Jongin berikan, Sehun akan mencoba membalasnya lebih.

"Kau juga!" ucap Sehun, "kau harus melindungi dirimu agar tak terluka! Kau selalu gegabah dan aku benci alasan!"

Jongin tertawa.

Bersama Sehun, Jongin merasa ia bisa merasakan persahabatan yang normal tanpa mengingat bagaimana mereka harus hidup dalam kumbangan darah.

-xoxo-

Jongin mendorong kakinya maju saat telapak kakinya berhasil menapak di dada seornag pria yang lebih besar darinya. Ia mengumpat beberapa kali ketika musuh yang dihadapinya tidak kunjung habis. Bahkan semakin bertambah. Ia rasa kini ia sedang terjebak.

Sehun merapat ke arah Jongin. Kini tubuh mereka saling bertolak belakang dan bersiaga terhadap orang-orang yang mengerumuni mereka. Sehun rasa ini jumlah yang tidak seimbang, "aku sudah minta Jongdae untuk mengabari markas tentang kondisi kita dan kuharap mereka segera datang mengurus yang luka!" ucap Sehun dan melirik ke arah Jongin sekilas.

"Kita bisa menyelesaikannya berdua! Untuk urusan membunuh aku bisa melakukannya dalam hitungan menit!" ucap Jongin.

Sehun menghela napas, "kau sudah berjanji padaku tidak akan membunuh, bukan?"

Jongin tertawa, "mengapa?"

Sehun mendengus, "harus berapa kali kubilang! Aku tak suka melihatnya!"

"Tapi aku sudah melakukannya ratusan kali? Atau ribuan?"

"Aku tak peduli bagaimana kau yang dulu. Tapi sekarang kau bersamaku dan aku tidak suka!" Tawa Jongin terdengar. Sehun kesal mendengar tawa Jongin yang seakan meledeknya.

Sehun menendang dan memukul seseorang yang tiba-tiba menyerangnya dan membuat orang tersebut jatuh tersungkur dengan begitu mudah. Ia hanya bersyukur mereka tak menggunakan senjata tajam untuk melawan ia dan Jongin.

Memang benar kata Jongin jika mereka bisa menghabisi orang-orang itu hanya berdua dalam waktu singkat. Tapi yang ia takutkan ketika mereka sama-sama kehabisan tenaga dan masih berada di daerah musuh adalah sesuatu tindakan yang sangat ceroboh.

"Itu terlalu naïf untuk hidup di bawah bayang-bayang Yakuza, Oh Sehun!" Jongin memutar tubuhnya dan menendang wajah salah satu dari mereka hingga terpental. Jongin tersenyum puas, "bagaimana jika kita bertanding? Siapa yang lebih banyak mengalahkan ia akan menang dan mendapat hak atas yang kalah selama seminggu!"

Sehun tersenyum. Ia suka dengan permainan itu. Sudah dua kali ia kalah karena mengalah pada Jongin tapi untuk kali ini ia tidak ingin kalah.

-xoxo-