LET'S JUST FALL IN LOVE
Part I.
Yuka
.
.
.
KOTA Seoul dirundung mendung saat seorang pemuda berambut coklat keluar dari ruang kuliahnya di lantai tiga. Mahasiswa jurusan Film itu keluar sembari meneliti kembali tas dan bawaan script yang dia bawa. Masih lengkap. Lelaki itu tersenyum manis. Rambutnya yang kecoklatan terhembus angin yang masuk melalui celah-celah jendela membuatnya sedikit bergoyang.
Nakamoto Yuta mendengus kecil hendak menuruni tangga saat dari belakang dia merasakan tepukan di bahunya, "Yuta, mau pulang?" tanya seorang pemuda dengan rambut hitam. Lelaki itu tinggi kurus, berdiri di atas sepatu Nike biru tua dan kemeja putih kotak-kotak dengan kaos hitam di dalamnya.
Yuta mengerjabkan mata lebarnya, "Oh, tidak, Tae. Aku harus menemui Johnny. Kau tahu." Kata Yuta tersenyum canggung. Lelaki yang dipanggil Tae itu tersenyum kecil.
"Menemui kekasihmu?"
Sontak mata besar Yuta membulat, "Tidak, Taeyong. Bukan! Aku dan Johnny tidak-"
Taeyong tertawa, "Hahaha. Iya Yuta aku tahu, baiklah. Oh iya, besok, kita bisa mulai syuting lagi."
Yuta menerjab kecil, "Script naskah barunya sudah jadi." Katanya dan Taeyong tersenyum.
"Aku tahu kita bisa mengandalkanmu. Besok syuting lagi setelah kelas selesai, apa tidak apa-apa?" tanyanya dan Yuta mengangguk kecil memberikan senyum terbaiknya. Taeyong mengulum senyum.
Mata hitam Taeyong bergerak ke sana ke mari, "Uh... dan, apa besok malam, kau ada waktu? Mau minum kopi?" tanya Taeyong membuat Yuta berpikir sejenak.
"Umm... baiklah." Lalu kembali Yuta menunjukkan senyumannya. Taeyong tersenyum lebar dan tertawa kecil sebelum berkata, "Kalau begitu besok aku hubungi. Hati-hati." Katanya lalu menepuk kecil bahu kurus Yuta dan berlalu menuruni tangga.
Yuta masih tersenyum saat berjalan pelan dan menuruni tangga. Tangan lentiknya merogoh saku jaket merah menyalanya saat merasakan ponselnya bergetar. Yuta berhenti di lantai dasar, mengambil ponselnya dan membuka pesan itu. Senyum lebar mengembang di bibirnya.
From: Johnny
Apa kelasmu sudah selesai? Aku masih di studio.
Tanpa membalas pesan itu Yuta berlarian kecil untuk keluar dari gedung jurusannya. Dia menuruni tangga depan kemudian kembali berlari kecil untuk masuk ke gedung jurusan fotografi yang berada tidak jauh dari jurusannya. Gedung bercat merah maroon itu menyambutnya. Ia memasuki pintu kaca, menyapa beberapa orang yang dia kenal lalu menaiki tangga ke lantai dua.
Menuju tempat Johnny berada.
Pintu coklat besar yang terpampang di depannya membuat senyumnya mengembang. Lalu, saat dia membuka pintu kayu itu suara jepretan foto terdengar.
Yuta tersenyum kecil saat tahu Johnny berdiri tak jauh darinya. Kamera Canon hitam berada ditangannya. Beberapa kali kamera itu memotretnya, setiap hembusan nafas dan setiap pergerakannya. Yuta tertawa, meletakkan tasnya di kursi studio dan berjalan ke arah calon fotografer itu.
"Berhenti memotretku, aku tidak dibayar untuk ini." Kata Yuta membuat Johnny menurunkan kameranya. Dia melihat-lihat gambar Yuta sambil mencibir.
"Kau aneh. Semua fotomu sempurna." Komentar Johnny membuat Yuta memutar bola matanya lalu berlarian kecil ke arah lelaki keturunan Amerika itu.
Yuta menyipitkan mata lebarnya, "Sekedar informasi untukmu, Johnny Seo. Aku selalu sempurna. Kau tahu itu."
Johnny menggeleng kecil, "Overconfident." Katanya dan Yuta merengut, berlarian kecil ke arah Johnny yang mulai membereskan barang-barangnya.
Lalu pintu studio terbuka. Yuta menoleh, rambutnya berkibas kecil demi melihat siapa yang datang. Seorang lelaki berambut hitam yang lebih pendek darinya berdiri di ambang pintu sambil membawa tas dan kamera.
Yuta tersenyum canggung saat lelaki itu masuk, "Hai, Johnny." Katanya lalu berjalan ke arah Johnny yang masih membereskan barang-barangnya.
Yuta melihat Johnny melempar senyum pada lelaki itu, "Hai Ten, sebentar aku sedang beres-beres." Katanya lalu melirik Yuta yang berdiri di sampingnya, terdiam.
Johnny tersenyum kecil pada Yuta lalu mengusap rambutnya sayang, "Aku pulang dulu." Johnny mencubit pipi Yuta gemas lalu ditepis dengan pelan. Yuta mengerutkan alisnya.
Lelaki keturunan Amerika itu mengambil tas dan berjalan keluar bersama Ten yang melempar senyum manis pada Yuta.
Yuta mengelus sisa cubitan di pipinya dengan tatapan sendu. Bibirnya mengerucut lucu lalu keluar dari studio foto. Ia menuruni tangga kemudian berjalan keluar gedung.
Gerimis kecil membasahi rambut kecoklatan Yuta yang berjalan menuju halte bus di depan kampus. Setelah sampai di sana Yuta duduk di kursi sambil menghela nafas berat. Pikirannya melayang. Hati merasa tidak enak akhir-akhir ini.
Johnny menghindarinya sejak hari itu. Sejak di lapangan itu. Yuta tidak tahu apa yang salah. Ia hanya tahu kalau mereka sama-sama tidak ingin merusak persahabatan mereka, tapi Yuta sangat tidak menyangka kalau Johnny akan bertindak sejauh ini.
Bus datang. Yuta berdiri untuk masuk ke dalam.
Hujan semakin deras, Yuta menempelkan kepalanya ke kaca. Johnny bahkan mengajak orang lain untuk pulang. Yuta mendesah kecil lalu melihat tetesan hujan yang berlalu di kaca jendela.
Saat bus berhenti, Yuta mengerutkan keningnya. Dia tidak merasa ingin pulang ke apartemennya sendiri hari ini, jadi dia berhenti di depan gedung apartemen Johnny. Yuta turun dari bus, berlarian kecil menghidari hujan lalu menyebrang jalan untuk masuk ke gedung apartemen mewah itu.
Sampai di dalam Yuta segera berlari kecil menuju lift, menyapa beberapa orang yang dia kenal lalu masuk ke dalam. Dia memencet angka 5. Saat pintu lift terbuka, Yuta berlari kecil ke kamar Johnny dan langsung mengetuk pintu.
Yuta mengerutkan kening lalu memutar knob pintu yang ternyata tidak dikunci itu. Yuta belum pernah merasa segugup ini untuk masuk ke apartemen sahabatnya itu. Biasanya dia akan seenaknya masuk bahkan saat Johnny telanjang sekali pun.
Tubuh Johnny yang tinggi besar tampak di pandangannya lalu menoleh ke arah pintu. Yuta tersenyum canggung. Dia masuk ke dalam berusaha melakukan hal yang biasa mereka lakukan. Johnny tersenyum lebar, "Tumben, ada apa Yuta?"
Yuta merengut kecil, "Kau pulang duluan tanpaku." Katanya jujur lalu duduk di kasur Johnny. Lelaki jangkung itu tersenyum kecil berjalan ke arah Yuta dan mengusap rambutnya sayang.
Kasur empuk Johnny menerima tubuh kurus Yuta yang dengan tanpa ampun merebahkan diri di atasnya. Tubuhnya berguncang kecil saat Johnny ikut duduk di kasurnya.
"Apa aku boleh menginap di sini?" tanya Yuta membuat Johnny mengangkat alis.
"Sejak kapan kau bertanya seperti itu?"
Iya. Yuta tidak pernah meminta ijin apapun dari Johnny jika dia menginginkan sesuatu. Dia akan dengan seenaknya memakai baju Johnny, memakai sepatu Johnny yang sudah jelas kebesaran untuknya, bahkan menggunakan alat mandi Johnny. Jadi Johnny cukup terkejut mendengar permintaan ijin Yuta.
Yuta bangun dari tidurnya lalu melepas kemeja kotak-kotak merahnya menyisakan kaos singlet hitam besar Johnny yang sudah seminggu dipinjamnya. Johnny menatapnya dengan heran, "Kau tahu, kau sedang dalam proses pendekatan dengan Ten –orang yang dekat denganmu sekarang, jadi aku pikir mungkin kau akan mulai membawanya ke mari dan sebagainya."
Johnny tidak bisa membendung tawanya, "Yuta kau menggelikan. Aku dekat dengannya bukan berarti akan aku bawa ke apartemen secepat itu kan?" Katanya tapi Yuta justru mencibir dan kembali merebahkan diri di kasur Johnny. Kaos singletnya nyaris tersingkap ke atas.
"Benarkah?" tanyanya membuat Johnny mengubah posisinya. Dia mengurung Yuta dengan kedua lengannya. Menatap Yuta yang mendongak, menatap kedua matanya.
Johnny mengangguk, mendekatkan wajahnya dan berkata, "Ya tentu saja."
Yuta menatap Johnny, tidak bisa menahan senyumnya. Dia tidak pernah bisa marah pada Johnny.
"Dasar menyebalkan!" kata Yuta lalu Johnny menggelitikinya dengan gemas.
"Rasakan ini!" katanya dan Yuta tertawa. Wajah Yuta memerah lucu membuat Johnny berhenti menggelitikinya dan tersenyum kecil.
Yuta berhenti tertawa, tapi masih terkikik geli saat jemari panjang Johnny menyapu kulit wajahnya. Bergerak dari ujung matanya, membelai pelan pipinya hingga lehernya. Yuta tersenyum lembut membalas tatapan sayang Johnny.
Mata Johnny menatap, beralih dari satu tempat ke tempat yang lain. Menatap mata besar Yuta yang kecoklatan, hidung mancungnya, pipi halus tanpa noda kemudian berhenti di sepasang bibir pink kemerahannya. Johnny menahan diri untuk tidak mengecup bibir itu barang sebentar.
Johnny malah menatap kedua mata Yuta, "Teman sekelasmu itu, siapa namanya? Taeyong?" tanyanya tiba-tiba.
Yuta mengangguk kecil, "Ada apa dengannya?"
Johnny memainkan tindik panjang di telinga kiri Yuta. Perhiasan dengan tiga permata bening itu selalu membuat Yuta terlihat semakin cantik, "Hmm..." Johnny bergumam, "...aku rasa dia menyukaimu." Katanya pelan membuat Yuta tersenyum kecil.
"Tentu saja, siapa yang tidak menyukaiku?" katanya penuh percaya diri membuat Johnny mencubit pinggangnya pelan.
"Aw! SAKIT!" kata Yuta memukul lengan Johnny dengan keras membuat lelaki jangkung itu meringis sakit.
Johnny mengenyit kecil tapi memutuskan untuk tidak membalas Yuta kali ini, "Kita melakukan ini untuk kebaikan kita sendiri, okay?" kata Johnny pelan dan Yuta mengangguk.
"Aku tahu." Lalu mereka terdiam.
Johnny tersenyum masih membelai rambut Yuta sayang. Mendadak Johnny merasa hatinya sesak. Mungkin hanya perasaan, kan? Wajar kalau dia sedikit khawatir. Ya, tentu saja.
Mereka saling menatap sebelum Yuta berkata, "Ugh.. menyingkir dari tubuhku, Johnny~ kau berat." Lalu berusaha mendorong Johnny agar lelaki yang jauh lebih besar darinya itu bangun dari tubuhnya.
Lelaki keturunan Amerika itu mengangguk lalu bengun dari tubuh Yuta. Johnny berjalan menjauh dari tempat tidur kemudian mengambil handuk yang tergantung di dekat kamar mandi.
.
.
.
Johnny menggeliat kecil saat merasakan Yuta bergerak. Membuka matanya, Johnny menerjab kecil. Ia melirik jam kotak di meja kecilnya. Jam 7 pagi. Menggeram halus, Johnny hendak merenggangkan tubuhnya saat sadar Yuta memeluknya erat. Kepala pemuda yang lebih muda beberapa bulan darinya itu menempel sempurna di dada bidangnya.
Johnny nyaris tersenyum.
Tanpa ada niat membangunkan Yuta, Johnny menyingkirkan tangan dan kepala Yuta dari dirinya. Kemudian dengan pelan, dia berjalan kecil ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat air dari shower membasuh tubuhnya, Johnny memejamkan mata berusaha mengusir pikiran-pikiran negatif di pagi harinya.
Tidak sampai 30 menit dia sudah keluar dengan celana pendek, handuk putihnya tersampir sempurna di bahu lebarnya. Johnny berjalan pelan menuju tempat tidur. Ia menunduk menatap wajah Yuta yang masih tertidur, dengan lembut Johnny berbisik, "Ireona..." katanya.
Lalu Yuta menggeliat kecil. Dia menggaruk pipinya yang memerah lalu kembali memeluk guling empuk Johnny. Johnny menggigit bibirnya gemas lalu mengambil kamera yang berada di meja. Setelah mengarahkan lensanya ke wajah Yuta yang entah kenapa sangat manis- tidak, wajah Yuta selalu terlihat manis, tapi karena terpaan sinar matahari yang masuk lewat celah jendela, dia terlihat semakin manis.
Satu foto.
Dua foto.
Kemudian beberapa foto Johnny ambil dan setelah selesai dia berbisik kembali, "Ireona..."
Lalu tanpa menunggu jawaban Yuta yang masih tertidur, Johnny berjalan ke lemari dan mengambil celana jeans biru tua dan kemeja hitam polos. Setelah berpakaian, ia berjalan ke dapur untuk membuat sarapan. Hari ini hari Rabu yang berarti mereka berdua sama-sama kuliah jam 10.
Teflon sudah panas saat Johnny mendengar suara gumaman kecil dari arah berlawanan. Johnny melirik kecil ke atas tempat tidur dan mendapati Yuta sudah bangun dan berjalan kearahnya. Kaos abu-abu Johnny terlihat begitu besar dipakai Yuta yang terlihat sedikit lebih kurus. Johnny hampir merengut.
"Ohayou..." kata Yuta parau. Ia mengucek mata coklatnya yang besar. Johnny mengangkat telur mata sapi yang dia buat di piring putih dan meletakannya di meja sebelum menjawab sapaan pagi Yuta.
"Ohayou. Sarapannya sudah siap." Kata Johnny lalu berjalan ke kulkas. Ia memasukan sisa telur dan mengambil susu saat mendengar suara kursi ditarik. Ia tahu Yuta sudah duduk di meja makan.
Johnny menuang susu ke dalam gelas, kemudian meletakannya di meja makan. Yuta menerjabkan matanya beberapa kali, "Aku mau mandi dulu." Katanya lalu beranjak dari meja makan dan masuk ke kamar mandi. Johnny mengangguk kemudian hendak memanggang roti saat mendengar dering ponsel Yuta berbunyi.
Lagu Jepang yang Johnny tidak kenal itu menggema di atas tempat tidur. Johnny menghela nafas kemudian berlari kecil untuk melihat siapa yang menelpon Yuta pagi-pagi begini. Johnny mengangkat ponsel layar sentuh bergambar Sasuke itu sebelum melihat caller id.
Taeyongie.
Johnny mengernyit kecil sebelum tersenyum, dan menggeser layar ponsel Yuta untuk mengangkat telepon itu.
"Halo."
"Halo- oh, bukan Yuta?" suara di seberang sana terlihat sedikit terkejut. Johnny terkekeh kecil. Lee Taeyong benar-benar lucu.
"Yuta sedang mandi, apa kau ingin meninggalkan pesan?" tanya Johnny lalu duduk di kasur. Ia melirik jam kotaknya. Jam 8 pagi.
Taeyong terdengar sedikit sibuk. Banyak suara gesekan kertas di seberang sana, "Uh... yah, tolong katakan padanya kalau kita akan mulai syuting sedikit lebih awal, Jaehyun tidak bisa menemukan script yang sudah dicopy jadi kita membutuhkannya dari Yuta."
Johnny mengangguk, "Baiklah akan ku sampaikan. Ada lagi?"
"Okay, dan uhm, bisa kau katakan padanya untuk menghubungiku lagi?"
Johnny mengernyit kecil. Mendadak dia merasa sedikit kesal. Ada apa di antara mereka berdua memangnya? Menggeleng cepat, Johnny menjawab, "Ya tentu."
"Baiklah, terima kasih."
"Sama-sama." Lalu telepon di tutup. Tepat saat itu pintu kamar mandi terbuka. Johnny berbalik badan demi mendapati Yuta berjalan ke arahnya dan hanya mengenakan kaos abu-abu Johnny, kaos itu sangat besar bahkan menutupi sebagian pahanya. Handuk putih duduk manis di kepalanya yang basah.
Yuta berjalan ke arahnya.
"Apa ada yang menelpon?" tanyanya membuat Johnny mengangguk. Dia berdiri menyerahkan ponsel Yuta pada pemiliknya.
Yuta mengambil ponsel itu dan mengecek caller id sebelum menggembungkan pipinya. Johnny mengambil handuk di kepala Yuta dan mulai membantu lelaki itu mengeringkan rambutnya. Yuta mendongak menatap Johnny.
"Apa Taeyong menelponku tadi?"
Johnny mengangguk membuat Yuta mengerang kecil, "Aaaah~ harusnya aku tidak mandi dulu tadi. Yuta baka na..." Katanya kesal dengan bibir mengerucut. Johnny menggigit bibirnya gemas.
Ia masih mengeringkan rambut Yuta. Lelaki di depannya sibuk menggeser layar ponselnya dan sesekali menuliskan pesan. Johnny tidak ingin tahu siapa penerima pesan itu. Setelah dirasanya kering Johnny mengambil handuk dari kepala Yuta lalu menjemurnya di jemuran kecil dekat pintu kamar mandi.
Satu jam kemudian mereka sudah berpisah ke jurusan masing-masing, tanpa kata.
.
.
.
Selesai kuliah, Yuta berlarian kecil menaiki tangga depan gedung jurusannya saat melihat Lee Taeyong melambai ke arahnya dari arah ruang editing. Mengernyit kecil Yuta melangkah ke ruangan dengan pintu coklat besar itu. Di dalamnya sudah ada beberapa teman-temannya.
"Apa kau membawa scriptnya?" tanya Taeyong pada Yuta yang langsung mengangguk dan mengeluarkan kertas-kertas script naskah yang dia bawa.
Yuta mengulum senyum saat Taeyong tersenyum lebar sambil menerima naskah itu, "Aku lega." Kata Taeyong membuat hati Yuta menghangat.
Saat memasuki ruangan Yuta bisa melihat Jaehyun, Doyoung dan Winwin sedang berdiskusi. Yuta meletakkan tasnya di samping Doyoung dan duduk di sofa empuk studio pagi itu. Taeyong membuka diskusi mereka setelah duduk tidak jauh dari Yuta.
Mereka beradu tatap sebentar, lalu Yuta tersenyum.
"Baiklah, kita mulai syuting lagi hari ini, naskah sudah siap, Yuta?" tanyanya pada Yuta yang langsung mengangguk dan meletakkan beberapa lembar kertas penuh tulisan ke meja kaca di depannya.
"Sudah lengkap." Katanya lalu melempar senyum pada semua temannya.
Taeyong mengangguk, "Baiklah, Doyoung bagaimana dengan talentnya?"
Doyoung sedikit membenahi kacamata bulatnya. Yuta mengulum senyum geli. Temannya yang satu itu benar-benar menggemaskan. Wajahnya mengingatkan Yuta pada boneka kelinci yang Johnny belikan untuknya saat ulang tahunnya yang ke 13.
Lalu Yuta menerjab kecil, dia tidak boleh memikirkan Johnny di saat seperti ini.
"Mark dan Haechan sudah setuju untuk main, Jaemin dan Jeno masih mengatur jadwal kuliah mereka. Hari ini sepulang kuliah Haechan dan Mark akan menemui kita di sini." Kata Doyoung membuat Yuta dan empat lainnya mengangguk kecil.
"Jaehyun, bagaimana dengan property?" tanya Taeyong pada pemuda berambut pirang yang duduk di sebelah Doyoung.
Jaehyun mengangguk, "Sudah ada di studio sejak kemarin, hari ini kita hanya memakai beberapa lighting dan kostum karena yang main hanya Mark dan Haechan. Adegan yang dipakai hanya scene 7 sampai 9 kan, Yuta?" tanyanya menatap Yuta yang langsung mengangguk.
"Iya, scene 7-9 yang kita pakai hari ini." Katanya lalu yang lain mengangguk.
Taeyong menggaruk dagunya, "Baiklah, berarti hanya sampai scene mereka berangkat ke kampus," katanya, nadanya sedikit menurun, "Oke, Winwin, bagaimana kostum dan make up?"
Winwin mengangguk, "Sudah siap, tapi untuk make up aku rasa kita butuh bantuan. Bagaimana, Doyoung?"
Doyoung mengangguk, "Bukan masalah, akan kuurus, lagipula hanya dua talent kan hari ini. Untuk ke depannya aku akan minta bantuan temanku." Katanya dan semua mengangguk.
Taeyong menepuk tangannya sekali dengan keras, berusaha membuat mereka fokus, "Baik! Kita sudah siap sekarang, apa kita langsung ke lokasi atau menunggu Mark dan Haechan dulu?" tawarnya melihat temannya satu per satu.
Tak lama setelah itu pintu studio diketuk. Semua kepala menoleh ke pintu dan melihat pintu dibuka menampakkan dua sosok pemuda dengan dua warna rambut berbeda. Taeyong mengembangkan senyum.
"Haechan dan Mark sudah ada, ayo kita ke lokasi sekarang." Kata Taeyong berdiri membuat teman-teman lainnya juga berdiri.
Yuta membereskan naskahnya dan memasukannya ke dalam tas saat merasakan ponselnya bergetar tanda panggilan masuk. Dengan cepat Yuta mengeluarkan ponselnya dari saku tas merahnya. Dari Johnny.
Yuta hendak mengangkat telepon itu tapi terhenti karena panggilan Taeyong, "Yuta, ayo." Katanya membuat Yuta memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.
Yuta mengernyit kecil merasakan perasaannya tidak enak.
.
.
.
Dentuman bola mengenai permukaan lantai kayu di ruang olah raga menggema dengan keras karena hanya ada tiga orang di dalamnya. Johnny Seo berlarian kecil sembari mendribble bola ke arah ring. Ia melompat tinggi bersamaan dengan masuknya bola orange besar itu ke dalamnya. Suara jatuhnya bola ke lantai lapangan sedikit tersamarkan oleh dua langkah kaki yang terdengar di samping Johnny.
"Kau mau tinggal di sini atau ikut ke kantin bersama kami?" suara yang sedikit terdengar lemah terdengar oleh telinga Johnny yang masih memungut bola.
Johnny berjalan ke arah dua pemuda seusianya yang sedang duduk di kursi penonton sambil minum air mineral. Johnny berkata, "Aku rasa aku akan tinggal di sini sebentar lagi." katanya tersenyum.
"Kau yakin?" tanya suara lain. Johnny mengangguk, "Iya aku yakin, Taeil. Kau dan Hansol bisa keluar duluan." Katanya.
Hansol, lelaki berambut pirang itu tersenyum kecil lalu berdiri, "Baiklah, aku rasa kita tidak punya pilihan lain. Kalau kau mencari kami, kami di kantin, okay?" Lalu ia berjalan melewati Johnny yang tersenyum dan menepuk bahu lebar itu sejenak. Taeil mengikuti Hansol dari belakang.
Setelah pintu ruang olah raga tertutup, Johnny melepas desahan berat. Dia berjalan menuju tasnya yang tergeletak tidak berdaya di kursi penonton kemudian merogoh sakunya, mengambil ponsel hitam dengan layar lebar itu kemudian mengotak-atiknya.
Johnny menekan layarnya pada pilihan kontak, lalu dengan cepat dia bisa menemukan nama yang sangat dia hafal. Johnny mengulum senyum sebelum menekal pilihan call. Beberapa detik kemudian hanya suara telepon menyambung yang dia dengar.
Johnny mengernyit, karena Yuta tidak biasanya seperti ini. Ia melirik jam di ponselnya.
Jam 6 sore.
Ia memutuskan untuk mengirim beberapa pesan pada Yuta sembari berjalan ke tengah lapangan untuk istirahat. Dengan hembusan nafas kecil dia mendudukkan diri di lantai kayu itu. Jarinya masih berselancar di layar ponselnya, tenggelam dalam pikiran kenapa Yuta tidak menghubunginya sama sekali hari ini.
Lalu tiba-tiba ada rasa dingin yang teramat sangat mendarat di pipi kanannya. Johnny menerjab kecil lalu menolehkan kepalanya demi bertemu dengan sepasang mata coklat besar yang dia-
Oh.
Bukan Yuta.
Johnny terlalu tenggelam pikirannya sehingga tidak menyadari suara langkah kaki Ten masuk ke dalam ruang olah raga. Dengan senyum canggung Johnny membalas senyuman hangat yang Ten berikan. Lelaki itu dengan tanpa ijin duduk di samping Johnny sambil menyerahkan sebotol air mineral di depan Johnny.
"Thanks." Akhirnya Johnny mendengar suaranya kembali. Dia melempar senyum lebar ke arah Ten yang masih tersenyum.
Ten membuka mulutnya untuk bicara, "Aku lihat kau bersama Hansol dan Taeil tadi, ke mana mereka?" tanyanya menatap Johnny yang menggeleng.
"Ke kantin."
Ten mengangguk, "Tidak ikut?"
Johnny kembali menggeleng, "Tidak, aku masih ingin di sini." Katanya membuat Ten tertawa dan mengambil bola basket yang semula berada di depan Johnny.
Johnny mengamati jemari lentik kecoklatan itu memutar-mutar bola basket. Bibirnya mengulum senyum. "Kau suka basket?" tanya Johnny masih melihat jemari Ten yang juga masih memutar bola di lantai.
Johnny mendengar Ten tertawa kecil, "Tidak juga. Aku suka menonton kalian bermain bola," katanya lalu menatap Johnny, "Tapi aku sama sekali tidak bisa bermain basket." Lanjutnya dengan wajah masam.
Johnny tertawa.
"Berhenti tertawa, itu tidak lucu." Kata Ten membuat Johnny berhenti tertawa tapi masih terkikik geli.
Johnny mengangguk, berdiri dari duduknya kemudian berjalan ke arah tasnya, memasukkan ponselnya kemudian berlarian kecil ke arah Ten yang masih duduk. Bola basket di tangannya.
Johnny berdiri di depan Ten, mengembangkan senyum lalu berkata, "Mau main satu ronde?"
Ten tersenyum dan mengangguk. Dia berdiri menghadap Johnny yang jauh lebih tinggi darinya. Johnny mengembangkan senyum lagi kemudian berlari menyuruh Ten untuk mengikutinya. Beberapa menit kemudian, Johnny larut dalam permainan dan kehadiran Ten.
Ponselnya yang terus bergetar terlupakan.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
A/N: HALO teman-teman. :'D
Udah berapa lama ya nggak update fanfic? :'D LAMA YA? LAMA BANGET PASTI YA. HAHAH /digampar/ :' ugh maafkan aku yang belum updtae FF sebelah :'( huuhuhu sedih blm bisa nerusin karena penyakit wb terus kambuh sedangkan sekarang laptop lagi di servis jadi ya… begitulah :') /ga peduli/ /alesan aja!/ :'D FF ini lanjutan dari Let's Not Fall In Love dan… ya, meski pun maksa banget akhirnya aku bikin lanjutannya. SEBENERNYA, FF ini tu oneshot, tapi karena sangat panjang jadi niatnya mau aku bagi jadi 3 chapter /AMIN YA GUSTI JANGAN NAMBAH/ jadi yaaa begitulah :'D ahahahahha.
Um, apalagi ya? Sebenernya FF ini udah sangat lama jadi draft sih tapi belum sempet aku upload karena aku ganti hampir 3 kali ganti plot dan konsepnya jadi ya.. begitulah :'D /kenapa malah curhat?/ oke, please tell me what do you think about it, dan please do review karena hal itu sangat membantu buat para author menjalankan tugasnya(?) hehehe. See ya in next chapter! XOXO
-Yuka
