Perfect Future Husband

Rating : T

Genre : Romance / Family

Pairing : Hunkai as main

Warning : OOC, AU, Crack Pair, Typos, Abal gaje, BL, and bla..bla..bla...

Summary :

Kim Jongin seorang remaja 18 tahun. Orang yang skeptis dan keras kepala. Oh Sehun si duda beranak satu yang workaholic dan selalu gagal saat berkencan.


.

.

.

.

PROLOG

Jongin Remaja Indigo. Merasa berbeda dengan banyak orang di sekitarnya. Tatapan intimidasi selalu ia dapatkan sejak ia kecil. Membuat dirinya jadi menutup diri dengan pandangan skeptis terhadap orang lain. JONGIN ORANG yang tertutup meski ia tahu usiaNya sudah beranjak 19 tahun. Ia tinggal dengan ibunya di sebuah ruko. Dimana ibunya membuka rumah makan tradisional di ruko tersebut.

Kris adalah roh seorang namja yang mati diusia 24 tahun. Dia selalu menemani Jongin sejak pertemuan mereka 11 tahun Yang lalu.

SEMENTARA Oh Sehun seorang duda beranak satu yang workaholic. Istrinya meninggalkan dirinya ketika putra mereka baru berusia 8 bulan. Sementara itu hubungan percintaannya dengan beberapa pacarnya selalu saja kandas di tengah jalan akibat ulah putra kecilnya.

.

.

.

.

.


"Apa kita harus membayar tagihan itu?"

Ibu mengangguk pelan.

Jongin mendesah dengan wajah lelahnya. Dia baru saja pulang bekerja, tapi melihat ibu yang kebingungan dengan kertas kertas tagihan di tangannya hanya semakin membuatnya lelah.

"Tapi kan bukan kita yang menikmati semua uangnya, Bu"

Dia tak pernah habis pikir dengan sifat ibunya yang baik hati itu. Membayar hutang pada Bank Keliling yang dilakukan oleh bibinya? Apa-apaan itu! Bahkan ibunya saja juga tidak berani berhutang barang satu perak pun pada orang lain.

Lalu ini bibinya. Seorang yeoja yang tidak punya penghasilan. Berhutang, dan memberikan alamat tagihan ke ruko mereka. Brengsek benar bibinya itu.

"Pamanmu tidak akan mau membayar hutang bibimu, Jongin" Kata ibu. "Ibu tidak mau bibimu mengalami kesusahan seperti itu"

terserah, pikir Jongin. Orang baik sekali pun juga tidak seperti ibunya kan?

"Apa saat ibu kesulitan bibi bersedia membantu?"

Yeoja itu terdiam. Mungkin ibunya sedang memikirkan sesuatu yang tidak akan pernah ia tahu apa. Tetapi Jongin pun juga tampak tidak mau tahu apa yang sedang dipikirkan oleh sang ibu.

"Tapi ibu percaya satu hal" kata ibu.

Jongin yang baru saja hendak melangkah pun menghentikan gerakannya.

"Suatu saat Tuhan akan membalas semuanya dengan kebaikan yang jauh lebih besar" ibu berkata lagi.

kebaikan ibu bilang?

"Entah itu pada ibu sendiri, anak ibu, atau cucu ibu. Tapi ibu percaya itu"

Jongin menarik napas pelan. "Aku ganti baju dulu" pamitnya.

.

.

.

.

Jongin hanya remaja 19 tahun. Dia baru saja lulus sekolah Tahun ini. Dia bekerja di sebuah toko buku yang terletak 2km dari ruko milik sang ibu.

Tak banyak cerita tentang dirinya. Karena sejak kecil dia tidak punya teman dan berubah menjadi sosok yang tertutup pada lingkungannya.

dia jarang sekali bicara. Kalau bicara pun juga percuma. Tak banyak orang yang mengerti apa yang ia bicarakan.

Jongin pun juga tidak akan keberatan. Dia tampak tak peduli ketika banyak orang yang memandangnya penuh intimidasi.

baginya, biarkan orang lain berkata apa. Dia tetap berada di jalannya sendiri.

Dia tak pernah mau mengganggu orang lain. Dia sosok yang baik dan tenang di mata orang-orang terdekatnya.

hanya saja...

sebenarnya Jongin mencoba untuk menutupi semua kekurangan yang ia miliki. Dia tidak pernah percaya diri dengan yang ia miliki saat ini.

Jika semua orang akan bangga bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang banyak orang. Jongin justru malu, dan berusaha seolah dia tidak pernah memiliki kemampuan tersebut.

'Bibimu berhutang lagi?'

Jongin yang tengah membaca buku di atas ranjang mediumnya menoleh. Kris adalah sosok yang tak bisa dilihat orang lain, namun selalu berada di dekat Jongin ketika remaja itu kesepian.

11 tahun yang lalu adalah pertemuan mereka yang pertama. Kris adalah hantu berusia 24 tahunan yang dilihat Jongin saat usianya 8 tahun. Ia melihat Kris duduk merenung di balkon kamar ibunya dengan tatapan sendu.

Sejak saat itulah mereka jadi terlihat bersama. Dan sebut saja mereka teman jika kau mau.

"Aku sama sekali tidak pernah mengerti dengan ibuku itu" sahut Jongin.

Kris tertawa mendengarnya.

'Ibumu orang yang baik hati ya'

Sangat, pikir Jongin.

"Padahal belum tentu Yuan mau membayar hutangnya" Gumam Jongin.

'Ku rasa ibumu hanya mencoba menjadi kakak yang baik untuk adiknya'

"Apa? Yuan punya suami yang selalu dia elu-elukan" Ujarnya. "Harusnya dia malu saat kakaknya yang seorang Janda itu mau membantu dirinya"

Kris mengangkat bahu, pertanda tidak tahu.

Sebenarnya Kris ingin berkata lebih banyak lagi. Tapi melihat mood Jongin yang sedang tidak baik, ia memilih untuk diam dan lebih memilih membaca buku bacaan koleksi Jongin sejak masih duduk di bangku sekolah.

.

.

.

.

"Tidak boleh!" Haowen berseru dengan wajah kesalnya.

Paman Luhan menarik napas pelan. Ini sudah yang kesekian kalinya Haowen melarang ayahnya berdekatan dengan yeoja maupun namja manis lainnya dalam konteks berpasangan.

Bocah 7 tahun itu merenggut. Dia belari ke arah sang ayah. Seolah tidak mengizinkan wanita itu menyentuh tangan sang ayah.

"Kenapa Haowen bisa ada di sini, Hyung?"

"Dia ingin bertemu denganmu" Luhan menjawab. "Sudah dulu ya? Aku mau menjemput Pacarku"

Sehun hendak berkata. Tapi sang kakak sudah pergi lebih dulu.

Di samping kirinya ada Minah dengan wajah bete-nya.

"Jadi?"

Sehun mendengus pelan. Putranya yang berada digendongannya itu kembali menatap Minah dengan tatapan sengit.

"Suruh tante ini pulang, Pa!" Haowen merengek.

"Apa? Oh Sehun kau benar benar"

"Minah, aku sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi" lelaki itu berkata. "Tapi aku benar-benar minta maaf, karena hanya itu yang bisa ku katakan"

Minah menghentakan kakinya kesal. Yeoja itu sama sekali tak bisa habis pikir dengan namja kaya raya ini. Terlihat dewasa namun bisa dikalahkan oleh anaknya sendiri. Apa sih maunya?

Haowen memeletkan lidahnya. 'Aku pemenangnya' soraknya dalam hati. Melihat kepergian pacar sang papa adalah kesenangan tersendiri untuknya.

.

.

.

'Seperti saat kau membiarkan Park Chanyeol berkencan dengan Sahabatmu'

"Siapa? Baekhyun?"

Kris menganggukan kepala. Tubuhnya yang jangkung itu tidak menapak tanah, alias melayang. Well, dia sudah mati cukup lama. Mungkin 19 atau 18 tahun yang lalu. Dia sudah tidak mau lagi menghitungnya.

'Nah itu'

"Dia cantik, wajar saja Chanyeol memilihnya"

'Tapi jika Chanyeol benar-benar menyukaimu, dia tidak akan terpesona begitu saja pada namja itu'

Jongin tidak tahu harus berkata apa. Dia sebenarnya juga tidak mau mengingat masalah percintaanya yang tragis itu. Ya, cukup tragislah untuk seorang sahabat yang mengambil gebetan sahabatnya sendiri.

Namun dia juga tak bisa menyalahkan Baekhyun di sini. Membenci saja juga tidak bisa. Siapa sih yang bisa menolak diva sekolah? Jongin yang hanya nerd ya bisa apa?

"Namja setampan Chanyeol cocok saja dengan Baekhyun. Mereka kan sama sama terkenal di sekolah"

Jongin bahkan tidak peduli ketika orang-orang yang tak sengaja berpapasan dengan menatap aneh ke arahnya. Mungkin mereka berpikir, seseorang Yang berjalan Dan Berbicara sendirian di keramaian itu sangatlah janggal. dikatakan gila sekalipun tubuhnya juga tidak kumal. Kalau orang waras mana mungkin berbicara seorang diri di jalanan ramai seperti ini? Kasihan sekali.

"Kris"

'Hm?'

"Bisakah kau diam? Makin lama kau makin cerewet seperti ibuku"

.

.

.

"Hey, Kyung"

Yeoja mungil itu menoleh. Para pelanggannya cukup menikmati hidangan rumah makan sederhana yang ia kelola sejak putranya berusia 5 tahun.

"Ku pikir kau tidak akan pulang" Kyungsoo berkata perlahan.

Ia berjalan ke arah dapur mungilnya, hendak menuangkan segelas air putih untuk sang adik.

"Jun pasti mencariku selama aku di Busan" Yuan berkata, setelah meminum segelas air putih yang dihidangkan sang kakak.

Yuan mengetukan jarinya ke atas meja. Wajah cantiknya nampak lesu setelah perjalanan 2 Jam Busan-Seoul dengan kereta.

"Mengapa kau tidak memilih Tuan Kang saja? Dia lebih baik dibandingkan suamimu itu"

"Jadi kau memintaku untuk menceraikan Jun?"

Kyungsoo menggeleng. "Memangnya pernikahanmu dan Jun itu sah? Jun seorang pemabuk"

"Entahlah" Yuan mengangkat bahunya.

"Apa kau mempertahankan dia karena dia tampan?"

"Tentu saja tidak"

Kyunsoo terkekeh mendengarnya.

"Mungkin aku mencintainya" Yuan berkata, jujur.

Sang kakak menatapnya ragu.

"Apa? Apa aku terlihat seperti pembohong?"

"Tidak" sahut Kyungsoo. "Aku malah tidak bisa membedakan saat kau berbohong atau tidak"

.

.

.

.

"Jangan kaku begitu" Wonshik menepuk pelan bahu Jongin. "Kau kan sudah bekerja di sini selama 3 bulan, seharusnya sudah terbiasa kan"

Jongin mengangguk pelan. Kemudian ia melanjutkan pekerjaannya menata buku baru di rak.

"Jongin"

"Ya?"

Wonshik tidak tahu harus bagaimana. Tatapan Jongin ke arahnya membuat ia ragu untuk berkata-kata.

"Impian terbesarmu itu apa?"

"Impian?"

Namja tampan itu mengangguk pelan.

"Ingin jadi sukses"

"Hanya itu?"

"Ingin jadi kaya"

Wonshik tertawa mendengarnya. Jawaban yang simple. Mahasiswa arsitektur itu membantu sang Junior menyelesaikan pekerjaannya.

"Impianku itu menjadi seorang arsitek dan membangun rumah untuk keluarga kecilku"

Sederhana sekali, pikir Jongin.

"Aku ingin menikah, punya dua orang anak, dan tinggal di rumah minimalis yang ku rancang sendiri"

"Hyung dewasa sekali"

Wonshik mengulum senyuman.

"Jongin"

"Ada apa, Hyung?"

"Apa kau pernah berpikir untuk memiliki pacar?"

"Aku-"

Prangg..

Kalimatnya terpotong oleh suara debuman keras yang ditimbulkan oleh sosok anak kecil yang terjatuh dan tak sengaja menyenggol alat tulis kantor.

"Sakit, hiks"

"Ya, ampun" Jongin membulatkan kedua matanya

Ia segera menggendong bocah laki-laki itu dan membawanya ke ruangan staff. Dengan sangat perhatian ia membersihkan luka di kaki kecil itu. Serpihan Alat Tulis Kantor yang patah mengenai lutut sang bocah sehingga lututnya berdarah dan harus segera diobati.

...

"Nah, sembuh" Jongin berseru riang.

Ia harap bocah tampan itu tidak merasakan sakit lagi di lututnya.

"Kaki Hao sembuh?"

Jongin mengangguk.

"Hyung, terimakasih" ucap bocah itu.

Ia memeluk leher Jongin yang tengah bersimpuh di bawah lantai. "Hao tidak sakit lagi"

"Ya, sama-sama. Lain kali, Hao harus berhati-hati ya"

Bocah yang menamai dirinya Hao itu mengangguk pelan.

"Oh, Dimana ayahnya Hao?"

"Papa sedang sibuk sekali dengan pekerjaannya"

"Lalu, Hao ke sini dengan siapa?"

"Dengan Paman Luhan"

Jongin hendak berkata. Tapi suara Jongdae hyung lebih dulu menyela dari arah pintu

"Jongin, Tuan Ini mencari keponakannya yang kau tolong tadi"

Jongin berdiri tegap dan memberi hormat pada namja tampan itu.

"Paman Lu"

"Aigoo, ada apa dengan Jagoan kecil ini?"

"Tadi Hao jatuh waktu mau lihat-lihat di toko ini"

Sang paman menarik napas pelan.

"Lain kali jangan diulang lagi, Hao! Paman mencemaskanmu tahu"

Hao tertawa kecil. "Habis Paman Lu sibuk pacaran sih. Hao kan bosan"

.

.

Jam di tangannya menunjukan pukul 8 malam. Jongin baru saja membeli makanan ringan di sebuah minimarket.

Ia pandangi angka yang tertera pada jam tangan digital miliknya yang ia beli murah di situs jual beli online.

'Ku rasa Wonshik menyukaimu'

Ia terkejut ketika melihat sosok Kris yang tiba-tiba saja berjalan di sampingnya. Dasar hantu yang semaunya, pikir Jongin. Mungkin Kris berpikir jika makhluk yang terbuat dari angin seperti dirinya ini bisa bepergian kemana saja tanpa perlu Jongin tahu kemana ia pergi.

Jongin yakin, di masa hidupnya dulu, Kris adalah sosok namja menyebalkan yang pernah ada.

"Kau membuatku terkejut tahu" ia berkata.

Kris terkekeh dan mengucapkan kata maaf beberapa kali.

'Tadi aku sempat melihat bagaimana cara ia memandangi dirimu diam-diam'

Jongin pandangi wajah tampan yang selalu terlihat pucat. Dan tidak pernah berubah sejak 11 tahun pertemuan mereka. Kris akan tetap muda, selamanya pun akan tetap begitu.

"Lalu kau menilai dengan mudah jika dia menyukaiku dalam konteks pasangan?"

'Hey, aku mati dalam usia 24 tahun. 5 tahun lebih tua darimu yang sekarang ini'

Ia menghentikan langkah kakinya. Menatap namja itu tanpa ekpresi. Kris tampak merenggut, tidak suka dengan ekpresi dingin yang tertuju tepat ke arahnya.

"Lalu?"

'Aku lebih berpengalaman dibandingkan dirimu'

Tawa di bibir Jongin pecah begitu saja. Untung sepi. Coba kalau ramai, bisa disangka gila kan..

"Kau terlalu mengada-ada" kata Jongin, kembali berjalan begitu saja, tanpa menoleh lagi ke arah Kris. "Kau bahkan tidak ingat apa yang telah membuatmu masih di sini walau kenyataannya kau sudah mati"

...

Oh Sehun menyentuh luka di lutut putranya yang dibalut plester.

Matanya menyipit, pasti Haowen bertindak nakal lagi ketika Luhan mengajaknya Jalan - Jalan. Anaknya memang sangat aktiv, dan diam dalam waktu satu detik itu sama sekali bukan gaya seorang Haowen.

Entah darimana sifat hyper aktiv anaknya itu. Kalau ia ingat masa kecilnya saja, dia cenderung pemalu dan tidak terlalu terbuka dengan lingkungannya meski dia bukan orang yang sombong.

Dengkur halus Haowen terdengar pelan. Bocah itu sedikit bergerak dalam tidurnya ketika sang ayah tidak sengaja menyentuh lututnya terlalu keras.

"Ibu pikir kau kemana, ternyata kau di sini" Boom berkata. Ia sedikit heran ketika mendapati ruang kerja putranya kosong dan melihat kamar cucunya dalam keadaan terang serta pintu yang terbuka.

"Haowen sepertinya tadi jatuh"

"Benarkah?"

Yeoja paruh baya itu agak panik. Dan ikut memeriksa lutut sang cucu. "Luhan pasti kewalahan sekali menghadapi Haowen"

Sehun mengangguk setuju. Kakak sepupunya telah banyak membantu dirinya selama ini. Meski ia namja playboy dan menyebalkan, Luhan tetaplah sosok humoris dan penuh kasih sayang.

"Mengapa ibu tidak tidur?"

"Ayahmu tadi menelpon ibu dan meminta ibu untuk menyusulnya ke Hongkong"

Sehun terkekeh mendengarnya. Kedua orangtuanya itu memang saling mencintai dan cukup romantis meski usia mereka tidak muda lagi.

Tentu saja tidak seperti dirinya. Kisah cintanya bahkan tidak pernah semanis yang dilakukan ayah dan ibunya saat ini. Kalau dibandingkan tentu saja berbeda jauh.

Sehun pernah tak sengaja menghamili anak orang diusia 19 tahun. Ia pun musti bertanggung jawab dan harus menjadi sosok ayah muda bagi putra semata wayangnya itu.

Sementara istrinya? Ah, yeoja itu malah pergi dengan namja lain dan tidak pernah kembali lagi sejak Haowen berusia 8 bulan.

"Sehun" ibunya menyebut namanya dengan nada yang keibuan.

Ayah muda itu ber-hm pelan. Matanya tertuju ke arah sang ibu yang entah mengapa kali ini terlihat sendu dan tak tenang.

"Ibu memikirkan banyak hal akhir-akhir ini"

Pasti itu berat sekali. Sehun selalu tak tega jika ibunya harus kelelahan. Boom didiagnosa kanker payudara stadium dua. Cukup menakutkan meskipun ibunya Sudah mencoba semua alternatif kesembuhan yang disarankan dokter padanya.

"Ibu harus banyak istirahat" ujarnya. Ia menyentuh tangan sang ibu dengan senyuman.

Ibunya balas tersenyum.

"Bukan itu"

"Maksud ibu?"

Yeoja itu menyentuh kening putranya.

"Ibu ingin melihat seseorang yang bisa mengurus dirimu dan Haowen dengan penuh kasih sayang yang besar"

Gampangnya saja! Boom ingin Sehun menikah lagi.

"Aku mengerti maksud ibu" Sehun berkata perlahan. "Tapi itu tidak mudah. Haowen selalu punya cara untuk menghancurkan semuanya"

"Haowen masih terlalu kecil. Dulu kau juga begitu, kau posesif sekali kalau mau tau"

Sehun kembali tertawa.

"Ibu ingin punya cucu lagi"

"Ibu?"

"Ibu ingin bisa menimang cucu lagi sebelum ibu pergi"

Alisnya bertaut. Entah mengapa Sehun sangat tidak menyukai kalimat terakhir sang ibu. Sesuatu yang tidak nyata, tapi berhasil membuat jantungnya berdegup cukup cepat.

.

.

.

"Ibu butuh istirahat" Jongin berkata.

Ibunya bilang dadanya sering terasa sakit. Dan kemarin kolestrolnya sempat tinggi saat di check ke dokter.

"Makanan yang ibu buat itu terlalu enak. Makanya ibu kena kolestrol"

Jongin tahu, ibunya adalah sosok yang selalu melakukan banyak hal memakai cinta. Memasak saja juga musti pakai cinta. Aneh...

"Kalau ibu masak tidak enak, pelanggan pasti akan merasa tidak betah makan di sini"

"Ah, terserah ibu sajalah"

Ia beranjak dari sofa, masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Percuma saja, ibu tidak akan mau mendengarnya dan Jongin tidak suka memulai perdebatan yang panjang dengan ibunya.

...

'Wajah ibumu pucat sekali' Kris berkata.

Tubuhnnya yang tembus pandang itu melayang-layang di samping Jongin.

"Ibu sakit"

'Sudah ke dokter?' Kris tampak khawatir. Dan itu terlihat jelas di matanya.

"Sudah"

Tubuhnya berbaring di atas ranjang. Jongin memcoba untuk tidak memikirkan masalah yang baru saja terjadi akhir-akhir ini. Sebenarnya itu bukan masalah, Jongin saja yang terlalu ambil pusing dengan memikirkannya sendiri.

Ibu memakai uang simpanannya untuk membayar hutang adiknya. Ibunya yang kelewat baik hati itu dengan begitu saja melunasi hutang bibi Yuan yang nominalnya bisa setara 5 atau 6 bulan gaji seorang Kim Jongin.

'Ku harap ibumu cepat sembuh'

"Ku harap juga begitu"

Lelaki Jangkung itu mencoba untuk berkata lagi. Namun melihat wajah lelah Jongin, membuat dirinya mengurungkan niatnya itu. Ia harap Jongin tidak terlalu memikirkan banyak hal dan menjadikan semuanya beban dalam hidupnya.

Jongin orang yang mudah baper. Dan Kris tahu hal itu. Lama bersama Jongin membuatnya tahu bagaimana sifat pemuda itu.

Sejak kecil Jongin terkenal dengan sifatnya yang tertutup dan aneh. Dia tak punya teman, karena tak ada satupun yang bersedia menjadi temannya. Jongin kecil suka bicara sendiri. Salah satu hal yang membuat para ibu-ibu di lingkungannya berpikir Jika Jongin anak yang gila dan tidak bagus untuk mental anak-anak mereka jika bermain dengan Jongin.

"Kris"

Yang dipanggil menyahut. Dia tidak perlu tidur karena dia tidak akan pernah merasakan yang namanya lelah. Mungkin Kris akan terus duduk di kursi belajar Jongin selama pemuda itu tertidur lelap di ranjang empuknya.

"Aku tadi menolong seorang anak kecil"

'Lalu?'

"Entahlah" sahutnya. JONGIN kembali mendudukan tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang. "Saat tak sengaja melihat matanya jantungku berdegup cepat"

'Benarkah?'

JONGIN mengangguk pelan. "Aku rasa kali ini feeling ku terlalu kuat untuk merasakannya"

'Merasakan apa? Kau tidak mungkin jatuh cinta pada seorang anak kecil kan?'

Ia mendengus sebal. Kris dengan selera humornya yang payah hanya akan membuat moodnya mendung seketika.

"Aku serius"

'Kali ini aku juga'

Jongin hanya mencoba untuk mengatakan jika tatapan bocah laki-laki itu mampu membuat perasaannya campur aduk. Jantungnya berdegup cepat seperti terkena serangan jantung.

Perasaan yang tidak ia rasakan seperti saat pertama kali jatuh cinta pada Park Chanyeol. JONGIN rasa dunia terlalu gila jika memang jodohnya seorang bocah kecil bernama Haowen yang mungkin saja usianya bisa 11 atau 12 tahun lebih muda dibandingkan dirinya.

.

.

.

"Pokoknya hyung yang kemarin manis sekali lho, Pa"

OH Sehun tersenyum mendengar putranya yang terus berceloteh tentang hyung manis baik hati yang sudah menolongnya saat terjatuh di toko buku.

"Haowen tahu namanya?" Papanya bertanya. LANTARAN Haowen terus bercerita tanpa menyebut nama sosok tersebut

Haowen mencebikan bibirnya. Dia menggeleng, dan kesal karena ia lupa menanyakan nama hyung manis itu.

Ayah muda itu tertawa kecil. Haowen bilang ia ingin jadi pacar hyung manis itu kalau sudah besar. Tentu saja Sehun menganggap ucapan anaknya hanya sebatas adore sehari saja. Karena bagaimana mungkin Haowen yang masih kecil ini berpacaran dengan namja yang mungkin saja lebih tua dari ayahnya.

SEHUN bahkan tidak tahu seperti apa sosok namja tersebut.

"Papa"

"Hm?"

"Apa papa mau mengantar Hao ke toko buku?"

"Eoh?"

SEHUN menatap putranya dengan tatapan menggoda. "Haowen menyukai Hyung itu ya?"

Sementara putranya menatap sang ayah malu-malu. Nah lho, ketahuan juga kan. Haowen sekarang mulai genit.

"Ihh.. Papa"

Lelaki dewasa itu terkekeh. Fokusnya kembali mengendarai mobilnya. Mungkin mereka akan pergi mengunjungi toko buku yang dimaksud Haowen hari ini. Atau mungkin makan siang lebih dulu, sepertinya menarik.

"Haowen kan bilang mau pergi ke game centre kan?"

"Tapi.. Tapi Haowen juga mau ke toko buku"

"mau apa Hao ke sana?"

Wajah putih Haowen merona. "M.. Mau beli buku"

Sejak kapan anaknya yang tampan ini suka buku? Eh, tapi Sehun juga penasaran. Seperti apa sih namja manis yang dimaksud Haowen. Sekalian mau mengucapkan terimakasih karena telah menolong putranya kemarin.


.

.

.

.

tbc

.

.

.

.

A/N :

Hello... Sempat banyak yg ngira aku hiatus atau udah resign jadi Author di FF. Sebenarnya niatnya sih gitu. Aku mau coba nulis di asianfanfiction atau di wattpad. Tapi berhubung aku sibuk bgt aku jadi mikir, well gak mungkin bgt kalo mengelola sebuah akun di wattpad. Ini cerita baru joy? Gak! Ini koleksi ff pribadi yang aku tulis satu tahun yang lalu. Ada banyak ff Hunkai yg emang sengaja aku jadiin koleksi pribadi. Kalo ada yang berminat baca aku mau share di FB, biar kayak author senior*lol. Atau mungkin line? Idk. Mau di update ya, tapi aku pikir mungkin ceritanya masih klise atau mungkin pasaran. Nanti dikira nyamain fandom sebelah lagi. Jujur sih ya, aku agak males update Oh My baby dan Summer Baby. Selain karena ada pro Dan kontra, ada satu hal yg buat aku ngerasa down sama beberapa komentar readers. Jadi mungkin ff ini semacam ff lari dari masalah ya, hehe. Maybe next time aku lanjut meskipun gatau kapan.

So, ini lanjut gak?