The Mystery of Life
By : Mizu Kanata
Disclaimer : Mashashi Kisimoto
Hai semuanya, Mizu datang lagi! Tangan Mizu udah gatel mau nulis cerita. Soalnya Mizu udah bikin konsep buat sequel dari fic Blank Letter ini... Happy Reading!
A/N : Di chap. ini dan beberapa chap. kedepan misteri belum terasa, maafkan...
Chapter 1
Cuaca yang semula tak menentu sekarang telah bergulir, menjadi musim dingin yang indah. Sisa-sisa salju masil bertebaran di antara bangunan dan pepohonan. Ditambah lagi udara dingin membuat nafas mengepul di udara. Ya, badai salju besar baru melanda daerah ini satu minggu yang lalu.
Di antara semua bangunan yang memudar –bersatu dengan sisa-sisa salju, sekolah itu masih berdiri tegak seperti biasa, ketegangan dan keanehan yang terjadi telah sirna. Misteri yang disimpan sekolah itu memang telah terbongkar –diketahui beberapa murid. Walaupun begitu, semuanya tetap teratasi, tak ada satupun murid yang membocorkan rahasia ini.
Tenten tersenyum melihat para orang tua murid yang kembali pulang. Tangan mereka memegang sebuah rapot. Ulangan kenaikan kelas baru saja berlangsung di KHS. Kebahagiaan terlihat jelas di wajah beberapa orang tua murid, mungkin bangga atas yang dilakukan anaknya. Dan beberapa sedang menasehati anak mereka atau sekedar membicarakan sesuatu, mungkin rencana liburan.
Gadis itu tiba-tiba merasakan rasa sakit yang menusuk di hatinya, air bening mendesak di pelupuk matanya, dan seketika senyum itu berubah menjadi miris. Mengingat ia tidak akan pernah merasakan apa yang dirasakan anak-anak seumurannya, kehangatan orang tua…
"Tenten," panggil seseorang.
"Ah, ba-bagaimana rapotmu Neji?" tanya Tenten, berusaha menelan kesedihannya.
"Tsunade-sama menunggumu di kantornya," kata Neji tanpa menjawab pertanyaan Tenten.
Tenten menarik nafas dalam-dalam, ia hampir lupa masih ada orang-orang yang selalu menyayanginya. Ya, ia tidak pernah sendirian. Mereka selalu ada untuknya. Raut sedih dan keraguan di wajah gadis itu segera terhapus, dan ia tersenyum. "Terimakasih Neji…"
Tenten melangkahkan kakinya melalui koridor sekolah, Tsunade yang saat itu sempat ditangkap sudah dibebaskan. Ternyata, Tsunade dikurung di salah satu ruangan perumahan tua yang dipenuhi dengan puluhan pintu, tempat persembunyian Kabuto. Gadis itu membuka pintu R. Kepala Sekolah dan segera menemukan Tsunade duduk di kursinya.
Wanita itu memberi isyarat pada Tenten agar duduk. Dan iapun segera duduk.
"Rapotmu, aku tidak membukanya sama sekali," kata Tsunade langsung pada inti pembicaraan, menyodorkan rapot pada gadis di hadapannya.
"Terimakasih," Tenten menerima rapotnya. Gadis itu segera membukanya, dan raut kaget terpancar di wajahnya. "Waaa! Ti-tidak ada nilai merah di rapotku!" Seru gadis itu.
"Aku tidak percaya ini!" Seru Tenten lagi.
"Hey, pergilah berisik!" Usir Tsunade.
Gadis itu segera berlari meninggalkan ruangan dan menutup pintu dengan keras, samar-samar mendengar Tsunade yang berteriak padanya. Tenten terus berlari tanpa mempedulikan anak-anak yang melirik aneh padanya. Ada seseorang yang harus ia temui…
"Neji!" Teriak Tenten kala melihat orang yang dicarinya.
Neji yang sedang berbincang dengan Naruto, Kiba dan Lee segera menoleh. Ya, Naruto kini sudah tahu semuanya, dan pemuda itu telah memaafkan Neji.
Tenten memeluk Neji yang lebih tinggi darinya, "Terimakasih Neji! Karenamu, nilai rapotku bagus. Kau mengajariku semuanya!"
Naruto dan Lee tiba-tiba terbatuk. Ya, kau tahu, 'batuk' disini dalam artian menyindir.
"Wah, Tenten, kau salah tempat. Disini ramai sekali lho…" kata Kiba dengan seringai jahilnya.
Tenten yang baru menyadari apa yang dilakukannya segera melepaskan pelukannnya. "Ma-maaf Neji." Semburat merah segera menghiasi pipi gadis itu.
Dan tanpa diduganya, reaksi Neji cukup aneh. Pemuda itu menggaruk kepalanya, "Ya… kau juga telah berusaha."
Keramaian antar siswa langsung menyebar…
"Huwa… Neji-kun dipeluk anak itu!"
"Tidak! Aku tidak rela!"
"Berani sekali sih anak itu sampai memeluk Neji-kun!"
Neji yang tak tahan lagi dengan pembicaraan itu menarik tangan Tenten menjauh. Entahlah, Neji tak mengerti mengapa orang lain selalu membicarakan seseorang yang sebenarnya sama sekali tidak bersalah. Lagipula, bukan mereka sendiri yang mengalami ini…
"Ne-Neji, maaf. Bukan maksudku untuk –"
"Sudahlah, aku perlu bicara denganmu," kata Neji sambil terus menarik tangan Tenten.
Udara dingin langsung menerpa saat mereka berdua sampai di atap sekolah. Tenten menyentuh kedua lututnya, kelelahan setelah mereka berlari.
"Ten, sebenarnya aku…" kata Neji.
"Ada apa? Disini cukup dingin," kata Tenten sambil menggosokkan kedua tangannya.
"Ah, maaf. Kalau begitu ayo kembali."
"Tunggu… tapi, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Tenten, cukup tak mengerti akan tingkah laku Neji yang tidak seperti biasanya.
"Itu… lupakan saja," kata Neji sambil berjalan mendahuluinya.
"Hey… hari ini kau aneh sekali," kata Tenten sambil mengikuti pemuda itu.
"Entahlah, aku juga tak mengerti," jawab Neji, menatap Tenten dan tersenyum.
Jantung Tenten tiba-tiba berdegup kencang. Perlahan, ia memalingkan wajah dari tatapan Neji. Gadis itu tak mengerti, tapi sejak mereka memecahkan misteri tentang surat kosong itu, Tenten selalu merasa seolah akan meledak jika bersama Neji. Jantungnya yang berdegup cepat, wajahnya yang memanas, dan kata-kata kikuk yang keluar di mulutnya sangat tidak wajar. Dan Tenten sama sekali tak mengerti apa yang ia rasakan… Ini aneh.
"Kau sudah melihat papan pengumuman pembagian kelas?" tanya Neji.
"Ya," jawab Tenten. "Aku di kelas 12-J, dan kau?"
"Oh… aku tidak tahu ini kabar baik atau buruk. Tapi kita akan berada di kelas yang sama."
"Benarkah?" tanya Tenten.
Mereka berduapun tertawa. "Wah, ini bisa gawat. Bagaimana jika Fans Girl-mu tahu kita sekelas?" kata Tenten di sela tawanya.
"Aku tidak peduli, tapi mereka tak akan mengejarku lagi saat aku masuk kelas. Mungkin itu kabar baiknya."
"Oh ya, selain itu, Ayane juga sekelas dengan kita," kata Tenten.
"Ya, aku tahu. Aku jadi teringat pada surat-surat kosong itu," kata Neji.
"Kau benar, tapi kau tahu? Mengingatnya sangatlah menyenangkan! Aku tidak percaya kita mengalami sesuatu sehebat dan semengerikan itu," Tenten menerawang kejadian saat itu.
"Hmm… kecuali saat aku tahu kau juga salah satu korban. Aku sangat panik saat itu, apalagi mengingat hanya melalui pikiranku kalian semua bisa bebas."
"Um… Neji, apa kau masih bisa membaca pikiranku sekarang?" tanya Tenten.
Neji tertawa, "Tentu saja tidak."
"Baguslah kalau begitu," Tenten ikut tertawa. "Lagipula, Kabuto sudah di segel di dunia ilusi. tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi."
"Benar. Liburan sudah dimulai besok. Apa kau akan pulang?" tanya Neji.
"Tentu saja, tidak ada gunanya menghabiskan liburan di asrama. Lagipula, selama liburan, aku bekerja di Green Café," jawab Tenten.
"Aku akan mengantarmu pulang kalau begitu. Paman sudah mengantarkan mobil kemarin siang," Neji mengeluarkan kunci mobilnya.
"Ok! Jam berapa?" tanya Tenten.
"Jam 09.00."
…
Malam itu Tenten baru saja mengemas baju-bajunya dalam sebuah koper kecil. Entahlah, tapi ia merasa sangat senang. Tenten membuka jendela kamarnya, bulan terlihat begitu indah di antara pepohonan bersalju. Sinarnya terasa begitu lembut di udara dingin ini. Tenten merapatkan syalnya, memikirkan kenapa ia merasa senang. Ah… Apakah itu karena Neji akan mengantarnya pulang besok?
Pipi gadis itu memanas saat memikirkannya. Tidak mungkin… ia merasa senang hanya gara-gara itu bukan? Tenten menggeleng menghapus pikiran itu. Dan gadis itu tertawa. Ada perasaan membuncah di hatinya, Tenten memang tidak mengerti mengapa. Tapi, ia mulai menikmati sensasi ini.
Maaf chap. 1 masih pendek, chap. ini hanya untuk mengulas Blank Letter.
