Jeon Wonwoo menunduk dalam. Sejak kedatangannya ke rumah megah ini, pemuda cantik yang berdiri menghadapnya ini terus memandangnya. Dengan ekspresi tidak suka yang kentara.
Kedatangannya ke mansion mewah ini memang tidak di harapkan. Ia tahu jelas akan hal itu.
"Kau-" Kim Jeonghan melayangkan tatapan bahwa dirinya terganggu atas kehadiran pemuda Jeon tersebut. "-kehadiranmu sangat tidak di harapkan di rumah ini.." tuturnya dingin.
Wonwoo bergeming. Bibirnya bahkan terasa kelu hanya untuk sekedar merespon perkataan pemuda cantik itu. Ia masih menunduk dalam. Wonwoo tahu jelas seberapa besarnya rasa benci keluarga Mingyu terhadapnya.
Jeonghan merasa geram. Pemuda itu tidak merespon perkataannya sama sekali, membuat emosinya sedikit tersulut. "Kau beruntung yang berada di rumah hanya aku. Karena jika Mom mengetahui kau berada disini, aku berani bertaruh beliau akan mengusirmu detik itu juga." suaranya terdengar dingin dan penuh kebencian. "Jadi, dengan hormat aku memintamu untuk segera pergi."
Dengan segala keberaniannya, Wonwoo mengangkat kepala. Menatap lurus tepat pada mata Jeonghan. "Maaf... Aku tidak bisa pergi. Aku akan menunggu Mingyu menjemputku." sahutnya lirih.
Jeonghan berdecih. "Kau cukup menggelikan rupanya, Jeon Wonwoo."
"Aku tahu itu." balas Wonwoo spontan. Ia bisa melihat mata indah yang tengah menatapnya itu berkilat marah.
"Tidakkah ada setitik saja rasa malu pada dirimu, heh?"
"Aku tahu aku pernah melakukan kesalahan besar. Tapi-aku berusaha untuk memperbaikinya.."
Kening Jeonghan berkerut samar. Senyum meremehkan menghiasi wajah cantiknya. "Memperbaiki? Memperbaiki apa? Menata ulang sistem saraf Mingyu untuk lebih mengerikan dari yang sekarang? Oh! Entah kata apa yang pas untuk di berikan pada pemuda sebaik dirimu ini, Wonwoo." ucapnya lembut. Dengan nada yang dibuat-buat. Tanpa menyadari jika perkataannya berhasil menusuk Wonwoo tepat di hati.
Wonwoo merasakannya. Nyeri yang luar biasa pada hati terdalamnya. Bibirnya terkatup rapat, tak berniat sama sekali untuk membela diri atas perkataan pedas yang Jeonghan layangkan. Memang, hal itu pantas ia dapatkan.
Jeonghan bersedekap. "Kau bisa melakukan segala hal yang kau inginkan. Sungguh aku sedikit iri. Bahkan-menjadikan Mingyu 'iblis' seperti menjentikkan jari bagimu." lanjutnya lagi. Yang lagi-lagi berhasil menusuk Wonwoo untuk kesekian kali.
Melihat Wonwoo yang hanya diam membuat Jeonghan semakin emosi. Berbicara dan melihat Wonwoo disini hanya akan membuatnya semakin jijik, maka dari itu ia langsung melayangkan tangannya untuk memukul pemuda Jeon itu agar beranjak pergi.
Tetapi saat kepalan tangannya hampir menyentuh wajah manis itu, seseorang menahan lengannya dengan kuat. Bahkan ia merasakan pergelangan tangannya seperti akan remuk karena kuatnya cengkraman itu.
"Melukainya sekecil apapun, sama dengan mengundang peperangan denganku. Ingat itu baik-baik."
Jeonghan terdiam mendengar suara berat dengan nada berbahaya seseorang yang menahannya tadi. Ia hanya menatap sendu adiknya yang melangkah pergi sembari menyeret Wonwoo.
"Kim Mingyu..." bisiknya sendu.
-MW-
Mata perpaduan antara tajam dan sayu itu terus memperhatikan sosok pemuda yang sibuk dengan laptopnya.
Menghela nafas berat, kemudian berjalan mendekat pada pemuda tersebut. "Mingyu.." panggilnya lembut.
"Hm." sang pemilik nama merespon singkat. Tanpa menghentikan kegiatannya atau bahkan sekedar menolehkan kepala.
"Apa kau sibuk?" Wonwoo bertanya pelan setelah terdiam beberapa detik.
"Tidak terlalu." jawab Mingyu datar. Ia menoleh sekilas pada pemuda Jeon sebelum kembali melanjutkan kegiatannya. "Ada apa?"
Helaan nafas berat kembali meluncur dari belah bibir tipis Wonwoo. "Aku ingin membicarakan sesuatu..."
Mingyu langsung menghentikan aktivitasnya. Ia menyandarkan punggung tegapnya pada sandaran kursi, kemudian memberi gestur pada Wonwoo agar duduk di pangkuannya.
Wonwoo menurut. Lengan kekar Mingyu langsung melingkar pada pinggang ramping itu saat sang kekasih sudah berada di pangkuan.
Wonwoo hendak bersuara, tetapi bibirnya kembali merapat saat suara dering ponsel menggema di ruangan tempatnya berada. Tangan kurusnya bergerak, merapikan surai abu-abu Mingyu selagi pria itu mengangkat panggilan masuk.
"Jadi, kabar apa yang harus ku dengar, Choi?" Mingyu bertanya datar. Tetapi sesaat kemudian sudut bibirnya terangkat naik ketika sang lawan bicara di seberang sana mengatakan hal yang membuat moodnya yang sempat down sedikit membaik. "Kau berhasil? Baiklah, kabari aku jika kau sudah melenyapkannya. Aku tutup."
Mingyu benar-benar menutup panggilan itu setelahnya. Meletakkan ponselnya di meja sebelum mendongak guna menatap Wonwoo.
"Bisakah-kau hentikan semua ini?" Wonwoo berujar lirih.
Air wajah Mingyu kembali dingin. "Sebaiknya kau tidur. Ada urusan yang harus aku selesaikan malam ini."
"Tapi-"
"Sekarang."
Perintah mutlak. Wonwoo mau tidak mau langsung beranjak lalu melangkah pergi dengan wajah sendu.
COMING SOON...
Sign; Cattaon Candy
