Hetalia-Axis Powers (c) Himaruya Hidekazu. Penulis tidak mengambil keuntungan material apapun atas pembuatan karya. Seluruh tokoh dan karakterisasi adalah milik dari fandom yang telah dicantumkan.

.

ARMLESS MAIDEN

Rated: T-M (R-13 sampai R-15). |Genre: Tragedy, Family. |Language: Indonesian. |Note: OC, OOC, AU, PSYCHO DETECTED DI CHAPTER 5!, etc.

.

-Indonesia; 05/03/2017-

~oOo~


Pada zaman dahulu, di sebuah negara kecil yang sederhana dan bersahaja dengan nama Renvailleuie, hiduplah 2 orang berlawan jenis yang bersaudara. Mereka hanya hidup berdua saja, dan untung saja mereka tidak sebatang kara, namun mereka berdua adalah anak yatim piatu.

Mereka adalah Vash Zwingly dan Lily Zwingly. Dua orang saudara, tidak peduli dengan rintangan hidup yang menjejali mereka, walau terus-menerus datang dan menghadang.

Hidup dengan sangat rukun, meskipun mereka hanya berdua. Membantu sesama, ikut berbaur, dan rukun dengan semua yang ada di sekitar mereka.

Termasuk juga tolong-menolong di antara mereka berdua.


-FLASHBACK-


BRUKK!

"Ugh...!" Pekerjaan ini terlalu berat untuk seorang anak yang baru berumur 13 tahun macam Vash. Mengangkat 4 gelondongan kayu dengan diameter kurang lebih 15 cm dengan panjang 21 cm? Itu terlalu berat baginya.

Vash mengelus tangannya yang tergores.

Lecet. Ada luka yang berdarah di tangannya.

"Kakak!"

Sebuah suara memanggilnya. "Huh?" Menoleh, Vash melihat seonggok tubuh berusia sekitar 10 tahunan yang terbalut oleh gaun pink tengah berlari-lari kecil mendekatinya. Wajah riang terpatri di wajah anak perempuan tersebut.

Itu Lily, adik kandung semata wayang Vash. Sang kakak sendiri menaikkan satu alisnya; 'kegiatan' yang selalu ia lakukan ketika heran.

'Lily?'

"Kak Vash perlu bantuan- Astaga, tangan kakak berdarah! Aku- Aku akan ambilkan kotak obat!" ujarnya, namun ditolak oleh sang kakak.

"Lily- Tidak, Lily. Tidak perlu. Kau istirahat saja. Aku tidak mau melihatmu kelelahan nanti..."

"Tapi, tapi aku ingin membantu dan mengobati kakak..."

"Lily, itu tidak perlu. Ini hanyalah luka kecil, besok pasti akan sembuh. Lebih baik kau siapkan saja makan siang untuk nanti."

"Uh, uhm!" Dan perempuan kecil itu langsung kembali masuk ke dalam rumah.


-FLASHBACK: OFF-


Terkadang Vash berfikir, Lily itu terlalu kreatif dan terlalu 'dewasa' untuk dibandingkan dengan anak lain yang seumuran dengannya.

Anak-anak lain bermain bersama, menghabiskan masa kecil mereka untuk menyehatkan badan dan senyum riang menghiasi wajah mereka. Melakukan apa yang mereka suka, dan membeli apapun yang mereka inginkan bersama kedua orang tua mereka.

Tak cukup seulas senyum yang terpatri di wajah anak-anak lain. Ehm, yang orang tuanya masih lengkap.

Sedangkan Lily dan Vash... Mereka harus dewasa sebelum masanya. Menghapus semua keinginan yang menghampiri kala mereka melihat anak-anak lain yang begitu disayang oleh ayah ibunya, dan menepis segala ejekan yang pernah datang menghampiri kedua bersaudara lawan jenis tersebut.

Hah...

Kedua orang tua mereka meninggal, sewaktu berlayar dari Renvailleuie ke negeri seberang. Kapal mereka hancur diterjang oleh badai di lautan. Jasad mereka tampak begitu mengenaskan ketika dibawa ke darat. Terlalu memilukan untuk dilihat.

Dan juga, terlalu menyedihkan hati kedua penyandang nama Zwingly itu di belakang nama panggilan mereka; Vash dan Lily.

Mereka masih terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi pada kedua orang tua mereka yang telah tiada. Kala itu, Vash saja masih berumur 10 tahun-apalagi Lily yang 3 tahun lebih muda darinya...

Lily bahkan pernah memergoki kakaknya yang sedang menangis ketika ia berumur 7 tahun. Keadaan kakaknya kala itu begitu menyedihkan.


-FLASHBACK (2)-


Anak perempuan kecil yang usianya kurang dari 10 tahun itu berjalan mendekati Vash. Kakaknya itu sedang duduk memeluk lutut dan menelungkupkan kepalanya. Rambut blonde-nya pun tidak rapi.

Isakan terdengar dari Vash.

"Kakak, kenapa kakak menangis?"

"Uh? Lily..." Vash menyeka air mata dari pipi dan pelupuk matanya. Lily yang melihatnya merasa kasihan.

"Kakak. Kak Vash... Mengapa kakak menangis? Apa yang membuat kakak sedih?" tanyanya lagi, namun yang ditanya justru terdiam, diam seribu satu bahasa.

Vash tidak menjawab pertanyaan Lily.

"... Hiks..." Isakan lagi.

"Kakak, ceritalah kepadaku. Aku tidak mau melihat kakak sedih seperti ini... Ceritalah kepadaku, kakak..."

"Lily, kau masih terlalu kecil untuk memahami ini..."

Lily memiringkan kepalanya, mencoba mencerna kata-kata yang Vash ucapkan barusan.


-FLASHBACK (2): OFF-


Setiap hari, Vash pontang-panting banting tulang memeras keringat dan tenaga untuk menghidupi dirinya dan Lily hingga hari ini. Bagi dirinya, tidak ada waktu untuk beristirahat meskipun hari Minggu.

'Kalau aku tidak bekerja, nanti Lily makan apa?' batin Vash. Ia tidak peduli rasa lapar yang datang, dan rasa haus yang menyergap dirinya. Asalkan Lily sehat dan tidak kelaparan, bagi Vash itu sudah cukup.

Ia selalu mendahulukan Lily. Meskipun adiknya yang juga menyandang nama belakang Zwingly kurang suka jika Vash (terlalu) mendahulukan dirinya.

Pernah sekali Lily mengajak Vash untuk makan bersamanya, namun Vash selalu berkata kalau ia tidak lapar. Dan Lily sendiri tahu kalau kakaknya itu berbohong.

Maka dari itu,...


~oOo~

Vash keluar dari kamarnya sambil merapikan kemeja hijau yang ia kenakan. Di saat yang sama, ada Lily yang baru ingin menyendok makanannya.

Langsung saja,...

"Kakak! Ayo, makan bersamaku!" Suara Lily kecil yang manja memanggil dan mengajak Vash.

Yang diajak menoleh.

Vash tersenyum tipis mendengarnya, "Tidak perlu. Aku sudah kenyang. Kau saja yang memakannya." balasnya, lalu duduk menemani adiknya yang baru berumur 12 di meja makan. Lily menggembungkan kedua pipinya, imut.

"Iih, ayo kak! Makan bersamaku!" rengek Lily seraya menarik-narik kemeja putih yang dikenakan Vash

"Li-Lily... Aku sudah makan tadi... Dan jangan-"

"Kakak! Ayoooo!"

"Eeeeeeeh, jangan tarik kemejaku! Aku harus menemui Tuanku nanti!"

"Nah, sebelum kau pergi, sebaiknya kau sarapan dahulu... Ayo, sarapan denganku kakak! Sebentar saja~!"

"Ehgh, baiklah kalau kau memaksa... Tapi ingat, sekali ini saja!"

"Yeay! Sayang kak Vash!"


~oOoOoOo~

... Lily memaksa kakaknya dengan paksaan manja yang halus. Dan kebanyakan pasti berhasil membujuk laki-laki berambut kuning pirang itu untuk menuruti keinginan Lily. Meskipun terdengar sepele...

Lily akan senang kalau kakaknya juga merasa senang. Karena Vash adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki di dunia.

Lily menyayangi Vash, begitu juga sebaliknya. Apa boleh buat? Kedua orang tua mereka telah mangkat terlebih dahulu. Tentu saja meninggalkan kerinduan teramat dalam bagi 2 insan tersebut.

Pernah sekali, ketika Vash menemukan Lily yang sedang memandangi lukisan keluarga mereka. Dengan nama lengkap mereka terukir tipis di pinggiran bagian bawah pigura foto.


.•●VASH●•.


"Lily?" Suara Vash yang memanggil nama Lily terdengar dengan jelas di lorong. Kakinya berjalan, menelusuri lorong rumah.

"Lily? Kau disini?" Panggilnya sekali lagi. Sesekali, ia mengetuk pintu-pintu ruangan yang berada di lorong. Barangkali Lily ada di dalam.

"Lily- Sedang apa kau disitu?" Vash menemukannya. Lily ada di dalam gudang, tengah duduk sambil memandangi foto keluarga dengan bingkai tua.

"Lily..." Adik dari Vash Zwingly itu tersentak, ia menoleh. Untung saja hanya kakaknya. "Um?" Lily merespon, pedek sekali.

"Sedang apa kau disini?"

Tangan kanan Lily mengusap pigura foto. "Aku rindu ayah dan ibu..." Vash dapat melihat kalau Lily menatap lekat-lekat 4 nama lengkap di bagian bawah pigura foto.

Vash melihatnya, nampak cukup jelas jika diperhatikan lebih seksama.

.


Ludwig B. Zwingly - Feliciana V. Zwingly

Vash Zwingly & Lily Zwingly

-28/10/xxxx-


.

Tanpa Vash sadari, air mata telah menggenang di pelupuk matanya.

Ah, betapa Vash merindukan keduanya, yang takkan kembali lagi ke dunia fana.

"Kakak... Apa ayah dan ibu merindukan kita?" Lily bertanya tanpa menoleh. Iris hijaunya memerhatikan wajah ayah dan ibunya yang tersenyum manis...

Dan Lily merindukannya. Ia merindukan senyuman itu lagi. Senyuman dari keduanya yang menyambutnya ketika ia datang ke alam raya, menemani kakaknya.

Vash menyeka air matanya. Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan suara serak maupun isakan. "Tentu saja. Mereka pasti merindukan kita berdua, Lily. Seperti kau dan aku merindukan mereka..."

"Benarkah?"

Vash mengangguk.

"Kakak, aku ingin memajang foto keluarga ini di ruang depan..." Vash menaikkan satu alisnya. Oh...

"Uhm... Boleh?"

Seulas senyuman tipis terbentuk dari kurva bibir Vash. Ah, sebegitu rindunya Lily pada Ludwig dan Felicy kah?

"Tentu saja boleh..."

"Terima kasih..."

"Hm. Sekarang, kita makan dulu. Nanti kita pasang, ya?" Vash merangkul pundak adik semata wayangnya. Lily balas tersenyum.

"Uhm."


~IoOoI~

Vash begitu menyayangi Lily, ia akan menjaga gadis kecil itu dan membuatnya bahagia sepanjang hidupnya.

Tanpa cela sedikitpun.

Ia takkan pernah mengucapkan kata benci kepada Lily.

Vash akan memegang kata-katanya. Ia. Akan. Menjaga. Dan. Membahagiakan. Lily Zwingly.

Janji..

.

.

.

.

.

.

.

To be continued.