Sepeda

Japan

Disclaimer: Hetalia Axis Power, Hidekaz Himaruya . BUKAN PUNYA SAYA YG JELAS! I Don't Claim Anything in Here!

A/N: Lg bosen aja nih, pas buat fic kayak gini. Kebetulan di sekolah lagi belajar sejarah tentang penjajahan jepang. Japan POV. NB: Lots of Typos! And OOC.


Di hari yang mendung dan kelabu, aku berangkat dengan sepeda tua ku.

Sepeda

Ku terus menatap sepeda tua itu. Sepeda itu tidak lagi baru dan mengkilap seperti dulu. Bahkan sudah berwarna kecoklatan. Namun aku tidak tahu mengapa aku teru menyimpannya.

Sesaat aku melihat kelangit, begitu gelap dan kelabu. Angin yang mulai berhembus dingin dan kencang mendorongku untuk merapatkan syal di leher ku.

Perlahan-lahan aku mulai menaiki sepada tua itu, dan mulai mengoesnya dengan pelan. Ya, hari ini aku harus pergi, ke kota untuk menemui mereka. Mereka yang telah membuat negeriku hancur. Mereka yang membuatku terpaksa menyerah dan bertekuk lutut pada mereka. Hatiku remuk, melihat kondisi negaraku ini. Begitu mudah mereka menghancurkan segala yang kami bangun dengan susah payah.

Kau Tahu, sepeda? Kau tahu alasan mereka melakukannya? Aku tidak habis pikir tentang itu. Aku Mulai memperhatikan roda sepeda yang sedari tadi kukayuh, melewati jalanan yang rusak parah akibat peperangan.

Sepeda, Apakah Hidupku akan seperti rodamu? Kadang diatas, Namun terkadang dibawah. Apakah itulah hidup ini? Apakah aku sekarang ada di bawah? Apakah aku terlalu lemah untuk berada diatas terus menerus ataukah memang seperti itu, takdirku?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus kulontarkan dalam hatiku. Kuterus mengoes sepada itu. Masih jauh dari kata Sampai. Kulihat sekeliling ku. Hancur. Samar kudengar tangisan teman-temanku. Teman-teman yang setia membantuku membangun negeri ini. Hati ku Sakit mendengarnya.

Sepeda, Apakah aku akan seperti lampumu? Yang sudah rusak dan tidak bisa menjadi penerang bagi mereka yang menaikki mu? Akankah kami semua akan terus dalam gelap? Akankah kami bersinar?

Kupelankan Jalan sepedaku. Jalanan semakin rusak, tidak mungkin ngebut disini. Ku goes sepada itu dengan perlahan. Sepi sekali disini Pikirku. Kosong. Yang ada adanya tanah gersang dan puing-puing sisa peperangan. Akankah Negara kami akan jadi seperti ini?

Sepeda, Apakah aku akan sendirian, seperti kursi dibelakang yang kosong? Apakah kami tak punya pendukung? Akankah kami tidak punya teman? Akahkah kami seperti aku, yang hanya menaikki sepeda ini sendirian, tanpa Teman, tanpa para pejuang dan tanpa "dirinya"?

Aku mulai Melihat gedung tempat pertemuan kami. Gedung itu masih bagus dan berdiri tegak menggapai angkasa. Aku tersenyum tipis.

Perlahan aku Memasukki gedung itu. Kuparkirkan sepeda ku itu di lapangan. Terlihat para gerombolan sekutu menyambutku dengan senyum bangga. Bangga bias mengalahkan bangsa sepertiku. Aku hanya membalas senyuman mereka dengan tatapan kosong.

Mereka Membawaku Ke dalam.

Perlahan ku raih Ballpoint untuk menandatangani pernyataan bahwa aku menyerah. Pikiranku kosong, peluh terus mengalir menuju pipiku. Namun, perlahan aku mihat sepda tua itu dari jendela. Senyumku mulai mengembang.

Sepeda, Mungkin itu benar, bahwa hidupku sedang di bawah, seperti rodamu. Mungkin juga benar, aku seperti lampumu, yg rusak dan belum mampu memberikan penerangan bagi mereka semu. Dan yang pasti, aku merasa sendiri hari ini. Mungkin tadi aku tak mau jadi seperti mu. Namun satu hal yang pasti, yang tidak dapat kupungkiri bahwa aku sangat bangga padamu. Kau begitu Kuat, meski tubuhmu sudah penuh karat. Kau begitu tabah, ketika selama di jalan aku mengemudikkanmu di jalanan rusak. Dan Sekarang, kurasa aku akan berusaha kuat dan tabah sepertimu.

Para sekutu melihatku heran. Aku menatap mereka dan tersenyum penuh arti.

Hari ini, aku mendapat pelajaran berharga dari sebuah sepeda yang berdiri gagah di tengah Lapangan.


Selesaiiiii!

Fiuhhhh!

Maaf Jelek, Tolong Review :D