Sebuah fanfic asal banget… Sebenernya tiba-tiba dateng aja ide buat ngejabarin pairing-pairing ini. Tapi amatlah mengecewakan karena pasti gue diprotes orang sekampung (fan CSI:NY maksudnya) dan lagian orang kita jarang banget ada yang tau apalagi suka banget ama CSI:NY (mungkin hanya saya satu-satunya di Indonesia ini yang ngebet kaya kerasukan setan ama nih film). Tapi pa boleh buat lah, namanya juga fanfic, yang penting tersalurkan. Maaf kalau nggak tau apa-apa soal fic satu ini karena sekali lagi memang jarang banget yang tau apalagi ngebet… Tapi paling tidak nikmatilah snapshot fic yang satu ini… ( )

Mohon bantuan Review-nya…

Disclaimer: Para tokoh dan cerita ori TV Series ini dimiliki oleh CBS, saya cuma numpang ngefic aja….

Between CSI:NY Snapshots

by FateBinder JeAnne

Episode - All Access

"Kimi no ude de, tsuyoku ni natte"

Lindsay termenung, ia kelepasan tadi. Tanpa sadar kasus yang melibatkan Stella telah membuat emosinya meledak dan keluar ketika ia sedang menginterogasi salah satu tersangka kasusnya. Ini bisa menghancurkan karirnya. Lindsay menggeleng-gelengkan kepala, betapa bodohnya ia tadi.

Stella terluka, Stella nyaris mati!

Bunyi-bunyi itu terus memenuhi kepalanya. Dibenaknya terlihat Stella yang lemah dan tidak berdaya, penuh luka sayatan, dan wajahnya begitu sedih serta letih. Lindsay ingin memeluknya, ingin membantunya keluar dari derita itu, ingin menangkap siapa saja yang beraninya memperlakukan Stella seperti itu.

"Kalau kau ingin membantu, bantulah di kasus ini."

Begitulah yang Danny katakan tadi ketika ia keluar marah-marah dari ruang interogasi. Danny benar, tidak sepantasnya ia berbuat begitu.

Semua pun berkecamuk di hati Lindsay, bimbang apa yang harus ia lakukan. Ia tahu kalau ia tidak boleh menlanggar perintah dan terus menyelidiki kasus yang sedang ia geluti, tapi ia ingin berlari ke arah Stella, merangkul sebagian kesedihannya.

Mata Lindsay mulai basah. Harusnya ia bisa bersikap dewasa, harusnya ia bisa berkepala dingin, harusnya ia bisa percaya pada Mac yang menangani kasus Stella.

Danny mengerti persis perasaan Lindsay, yang duduk di depannya terdiam dan lesu. Ia mengerti sekali sebagaimana Stella juga terus membayangi pikirannya.

Ia pun memajukan langkah mendekati dan duduk di sebelah partner barunnya yang sebenarnya sudah tidak baru lagi karena Danny akhirnya cukup lama berkerja dengan Lindsay. Ia mengambil sedikit pandangan ke arah Lindsay dan begitu melihat mata Lindsay yang sedikit berkaca-kaca, Danny mulai merasa khawatir.

"Montana..." panggilnya pelan, "Maaf... Tadi aku terlalu keras ya?"

"Tidak," Lindsay menggelengkan kepala, menjawab sambil menahan isakan, "Kau benar, Danny. Harusnya aku percaya pada Mac."

Seketika hening menyergap, keduanya sama-sama membayangkan Stella.

Danny menggeser badannya untuk bisa duduk lebih dekat dengan Lindsay. Geseran itu sedikit mendempet dan menyenggol Lindsay juga. Lalu ia mengadah ke atas, ke langit-langit gedung kantor mereka.

"Aku juga memikirkan Stella asal kau tahu..."

Lindsay memutar wajahnya kearah Danny.

"Aku ini sudah berkerja lebih lama bersama Stella, tentu saja aku juga merasa khawatir," jelas Danny tegas tapi pelan, "Aku pun sama sepertimu, aku ingin menangkap penjahat itu. Penjahat yang kurang ajar sekali memperlakukan Stella seburuk itu. Ingin kukurung dia, kumasukan dia ke penjara, dan kulihat ia mati membusuk disana!"

Yah, Danny mulai emosi. Keduanya menyadari hal itu. Buru-buru Danny mencoba menenangkan diri. Ia menghela nafas, melepas kacamatanya, mengurut batang hidungnya untuk beberapa saat. Dan mata Lindsay tidak lepas darinya sampai akhirnya ia memakai kacamatanya kembali. Akhrinya Danny bertemu mata dengan Lindsay, ia menatap partner gadisnya itu dalam-dalam dan mulai tersenyum.

Sebuah senyum yang mampu meluluhkan hati Lindsay.

"Tapi Stella wanita yang kuat, aku yakin ia mampu melalui hal ini. Dan... Mac. Kau percaya pada Mac, kan?"

Akhirnya butir-butir air mata itu lepas dan turun, membasahi pipi polos Lindsay. Kekhawatirannya mengalir, pecah, dan terus berubah menjadi butir-butir air mata yang baru. Dijatuhkan berat badannya kepelukan Danny, Danny menyambutnya dengan sebuah rangkulan hangat. Ia membelai rambut kecoklatan gadis desa yang polos tersebut.

"Stella pasti baik-baik saja, Montana..."

Lindsay mengangguk. Di dalam pelukan Danny ia merebahkan semua emosinya yang daritadi ingin meluap dan menari. Ia menata kembali dirinya dalam pelukan tersebut yang pasti akan membuatnya lebih kuat. Ia ingin percaya itu dan akhirnya bangkit lagi, bangkit dengan bantuan tangan yang memeluknya sekarang. Bangkit dengan sebuah perasaan yang akan membuatnya jauh lebih kuat, untuk seterusnya.