"ah sebaiknya aku beristirahat dahulu di atap," Sorata Kanda, murid kelas 2 Suimei University. Ia tinggal di sebuah asrama bernama Asrama Sakura. Kurang lebih sekarang ia telah tinggal sekitar 1 tahun 1 bulan. Ya dan ketika masuk sekolah nanti ia akan berganti status menjadi kelas 3 di sana.
Sorata mengambil langkah keluar dari kamarnya. Mengambil langkah hati-hati karena sekarang sudah sekitar jam 1 di sana. Ia berpikir bahwa orang lain tengah tertidur lelap di kamar masing-masing. Ia berjalan menuju dapur, membuka kulkas dan mengambil sebotol orange juice dingin lalu membawanya ke atap.
Malam ini berbeda dengan malam sebelumnya. Langit cerah dengan banyaknya bintang menemani. Ya sebenarnya dia juga merasa sedikit hal ganjil. Penduduk sakuasou sekarang telah berganti. Misaki dan Jin sudah lulus dan tengah menjalani kehidupan mereka yang baru di universitas. Dan kedudukan mereka berdua sebagai senpai diambil alih oleh Nanami, Mashiro dan ia sendiri.
"aku rindu mereka berdua. Aku rindu bagaimana kami semua bersenang-senang layaknya orang gila dulu," sembari membuang napas, ia meneguk orange juice dan berbaring di atas atap.
Sementara Sorata melamun menatap langit. Dari bawah terdengar suara grasak-grusuk. "ah iya, sekarang aku tepat di atas kamar Shiina ya, pasti sekarang ini dia tengah menggambar manganya," dia kembali menekuni langit. Melamun dan sedikit memikirkan tentang naskah game yang sedang ia garap lagi.
"aku harap game kali ini dapat masuk penyisihan kedua lagi. Yah yang dulu biarlah berlalu. Game musik itu ditolak oleh perusahaan," ia berusaha menguatkan dirinya. Kemudian ia kembali berpikir, "kalau tidak salah Nanami bulan depan akan menghadapi lagi audisinya ya? Aku harap kali ini ia berhasil menghadapinya.
Malam ini, pikiran Sorata sedang mengalami flashback dari kejadian-kejadian terdahulu. Ia tersenyum, merengut dan sedih di waktu bersamaan. Terlebih ketika graduation kedua senpainya. Hari itu mereka berlima membuat suatu keributan yang pada akhirnya mereka dilarang untuk mengikuti acara graduation tersebut. Ia terenyuh. Bagaimana tekad Misaki-senpai belum hilang walaupun tekad anak lain sudah hilang. Ya pada hari itu mereka berhasil mempertahankan sakurasou mereka tercinta.
Tiba-tiba terdengar langkah kaki di belakang Sorata. Ia terkejut. Bangun dari tidur-tidurannya dan melihat ke belakang. Sekarang, di belakangnya berdiri seorang gadis berkulit putih dengan rambut panjangnya tergerai hingga ke punggung. Gadis itu menatap Sorata tanpa emosi.
"Sorata..,"
"oh Shiina, kau masih melanjutkan menggambar manga ya?"
Mashiro mengangguk, "Sorata, apa kau lupa janjimu?"
janji? Janji apa? Seketika itu juga Sorata tersadar, "ah iya, Maaf Shii.. eh Mashiro. Kalau kita sedang berdua aku harus memangilmu dengan nama depan. Aku belum terbiasa,"
"hmm.." Mashiro menajwab.
"lalu ada apa Mashiro ke sini?" tanya Sorata.
"... aku tidak tahu.. hanya.. diatas terdengar suara aneh,"
"ah, jadi kau terganggu dengan suara yang kubuat dari sini? Maaf aku tak bermaksud,"
tiba-tiba Mashiro berjalan menuju Sorata. Ia duduk disampingnya. Tetap dengan tatapan tanpa emosi, Mashiro melihat ke langit. Sorata tertegun dan tentu saja bingung, "Oy, shiina sednag apa kau di sini? Bukannya lebih baik kau kembali mengerjakan manga mu?"
"jadi Sorata tak menginginkan aku di sini?" Mashiro bertanya, tetap dengan tatapan tanpa emosinya.
"bukan begitu.. e..too ah ya sudah kalau kau mau di sini," Sorata menyerah.
"hmm,"
dan jadi lah mereka berdua berbaring di atas atap berdua malam ini. Sesekali Sorata mencuri kesempatan untuk melihat ekspresi air wajah Maahiro. Tak ada yang bisa Sorata harapkan kecuali... tatapan tanpa ekspresi Mashiro.
"Sorata.."
"ah ada apa?"
"apa yang kamu rasakan ketika aku pindah ke asrama ini untuk pertama kali?"
apa yang kurasakan? Hmm harus kujawab apa ini, Sorata berkata dalam hati.
"pertama kali yang kurasakan adalah... kalau boleh jujur, aku ingin melindungimu dari efek-efek aneh di asrama ini. Ya tapi sepertinya itu sia-sia,"
"mengapa sia-sia,"
"ternyata kau membuatku terkejut pada hari pertama. Terlebih pada pagi itu," Sorata kembali membayangkan hal itu ketika hari pertama sekolah. Ia terkejut bagaimana Shiina tidak bisa mengurus dirinya sendiri. "kalau kau sendiri, apa yang pertama kali dirasakan ketika bertemu denganku di stasiun sore itu?" Sorata bertanya.
"menarik,"
"eh maksudnya?"
"Sorata menarik,"
hati Sorata berdegup kencang kembali. Perasaan ini sama seperti ketika secara tiba-tiba Mashiro menginginkan sebuah ciuman dari Sorata. Sorata hanya bisa diam. Menahan hatinya agar tidak meloncat keluar dan dia hanya menjawab, "oh begitu..."
"Sorata, aku harap kamu tidak meninggalkanku seperti... saat kamu tiba-tiba ingin pergi dari Sakurasou,"
Sorata kembali mengingat hal itu. Impian Sorata. Itu yang Mashiro tulis ketika festival Tanabata. Ia menghela nafas.
"tidak, aku tidak akan meninggalkan mu Mashiro," Sorata berkata dengan tenang. Menahan setiap gejolak hatinya agar menuruti perintah otaknya. Ia duduk dan meneguk orange juicenya. "Mashiro, kau mau?" Sorata memberika orange juicenya kepada Mashiro. Mashiro mengambil juicenya dan meneguk sedikit cairan asam-manis tersebut, lalu memberikan botol kosong dari juice itu kepada Sorata. "ah ternyata kau haus ya,"
"tidak juga.."
"lalu karena apa?"
"karena ini pemberian Sorata..." deg, jantung Sorata kembali berdegup kencang. Dia merasakan dua kali dalam 13 menit ini. Sepertinya dia akan terkena serangan jantung sekarang. Tiba-tiba Mashiro menggenggam tangan Sorata. Membiarkan panas tubuh Mashiro mengalir menuju Sorata. Sorata kembali terdiam. Sial, 3 kali sudah aku merasakan ini, apakah aku akan mati?, ia berkata dalam hati.
"hei mashiroo, ap-apa yang kau lakukan?"
"memegang tanganmu,"
"hei bukan itu yang aku maksud! Apa tujuanmu menggenggam tanganku?"
"itu karena..."
"oh.."
"aku.. aku.."
"ya?"
"tak ingin membiarkan mu pergi,"
dar. 4 kali sudah dia terkena tembakan omongan mashiro hari ini. Rekor yang akhirnya terpecahkan kembali. "eh.. eh.. Ma.. Ma.. Mashiro,"
pegangan tangan mashiro kembali menguat. Sorata, seperti biasa, diam dan menahan hatinya kembali. Apa yang dilakukan anak ini?, ia bertanya dalam hati.
Mashiro berbaring dengan tetap menggenggam tangan Sorata.
"hey shiina.."
seketika itu Mashiro terlelap dalam tidurnya. Membairkan tangan lembutnya menggenggam tangan Sorata. Ia tersenyum dalam tidurnya. Sorata diam namun tersenyum. Kau memang orang yang mampu membuat ku tersenyum, Mashiro.
Sorata pun berbaring kembali. Menutup matanya dan jatuh dalam dunia mimpi bersama Mashiro. Hingga pagi mereka tidur di atap, sampai ketika Nanami membangunkan mereke keesokkan harinya.
