Throbbing Tonight

Author :: Thazt

Rating :: PG/ YAOI /13

Main Cast :: Yunjae

Other Cast :: DBSK and Super Junior member

Disclaimer : Throbbing Tonight © Koi Ikeno

Chapter :: Chapter 1

Warning : fanfic ini terinspirasi dari komik Throbbing tonight. Jadi bagi yang sudah membaca komik tersebut mungkin akan mengetahui jalan cerita fanfic ini akan menjadi seperti apa.

Happy Reading!

Malam itu bulan memamerkan bentuknya yang bulat sempurna sambil bersinar dengan sangat terang. Warna kuning keemasan yang sangat indah.

Gedubrak! Pyarr! Buagh! Trang! Auuuu! Gyaah!

"Kamu selingkuh kan? Sudah ngaku aja!" sesosok bayangan wanita dengan kuping ditelinga dan ekor tampak di sebuah rumah. Melempar berbagai macam barang ke sebuah sosok yang lain yang sibuk menghindari benda-benda yang berterbangan itu.

"Enak saja, kamu kan yang selingkuh sama manusia makanya Jaejoong bisa lahir tanpa kekuatan kayak gitu" Pria dengan jubah panjang layaknya vampire terus menghindar dari lemparan barang yang bertubi-tubi datang

"Heh, enak saja nuduh-nuduh!" wanita tadi terus melempar barang tanpa menyadari bahwa objek yang sedang mereka tengah perdebatkan sedang menonton mereka. Laki-laki yang mereka perdebatkan itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, jengah melihat tingkah kedua oarng tuanya. Laki-laki itu menoleh ke bawah saat ujung bajunya di tarik oleh seseorang.

"Jae hyung, apa umma dan appa bertengkar lagi?" Tanya seorang bocah yang berusia 10 tahun itu kepada hyungnya. Tidur malamnya sangat terganggu karena orang tua mereka berkelahi di saat yang tidak tepat, tengah malam. Orang yang di panggil Jae hyung itu mensejajarkan dirinya dengan adik semata wayangnya itu.

"Sudahlah, ayo kita tidur lagi." Laki-laki itu menggandeng tangan adiknya mengajaknya kembali ke kamar. Sang adik hanya mengangguk sambil mengikutu hyung nya.

-thazt-

-Jaejoong pov-

Huaah, mereka itu senang sekali memperdebatkan diriku. Dasar! Memangnya salah jika aku tidak punya kekuatan? Mereka terlalu memikirkan hal itu. Aku sudah bahagia karena hal ini. karena berkat hal itu aku jadi bisa masuk ke sekolah biasa dan bergaul dengan manusia biasa. Dan~ aku bisa bertemu dengannya, cinta pertamaku. Jung Yunho. Seorang siswa yang sangat tampan. Tubuhnya tegap, wajahnya yang manly. Aaah, wajahku pasti saat ini memerah. Uuh-aku sangat mencintainya.

Aaah, aku lupa. Namaku Kim Jaejoong. Umur 17 tahun saat ini aku berada di tahun kedua Senior High School. Yap, aku kelas 2 SMA, sekolahku bernama GwangGi High School.

Kalian mungkin bingung tentang kekuatan apa yang diperdebatkan oleh umma dan appa ku. Aku akan mengatakan yang sejujurnya, Umma ku Kim Heechul adalah seorang wanita serigala. Dia bisa mengendalikan hujan. Appa ku Kim Hankyung adalah seorang vampire. Tenang saja, appa ku tidak memburu manusia kok. Dia sekarang meminum jus tomat, alasanya sih jus tomat itu lebih enak dari darah manusia. Hhh~ aneh. Kedua orang tuaku bisa berubah sesuka mereka, kapan saja dan dimana saja.

Aku punya seorang adik, namanya Kim Ryeowook. Dia juga manusia serigala seperti umma. Kekuatannya terlihat tepat saat ulang tahunnya yang ke 5. Ya, bangsa kami. Bangsa Setan. Kemampuan manusia dari bangsa setan akan terlihat setelah umurnya 5-10 tahun.

Anehnya, kemampuanku tak kunjung muncul, sudah lewat bertahun-tahun sejak batas waktu yang seharusnya. Tapi, jangan salah. Aku tak merasa terganggu degan hal itu, aku malah mensyukurinya. Malah orang tuaku yang seperti orang kebakaran jenggot karena kekuatanku yang tidakmuncul-muncul.. Appa menuduh Umma berselingkuh dengan manusia dan terjadilah perang yang seperti kalian saksikan tadi. Setiap malam mereka hampir selalu berkelahi dengan topic yang sama. Kekuatanku!

-end jaejoong pov-

Mentari pagi mulai menyapa. Hari masih sedikit gelap dikarenakan awan hitam yang menggelayut di langit. Mendung.

Jaejoong menggeliat pelan. Jaejoong sedikit membuka mata, dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul ia melirik ke arah Jam weker, masih jam 6 batinnya. Ia kembali menenggelamkan dirinya di balik selimut tebal dan bersiap untuk tidur kembali. Namun sesaat kemudian, ia langsung terlonjak kaget dan melompat turun dari ranjangnya. Di perhatikannya jam weker yang terletak di atas meja nakas di samping tempang tidurnya. Matanya melotot, "Muot? Jam 6? Mampus!" Dengan kecepatan kilat, Jaejoong langsung menyambar handuknya dan berlari menuju kamar mandi.

Tiga puluh menit kemudian, dengan tergesa-gesa Jaejoong menuruni tangga dan menuju meja makan. Ia menyambar dua potong roti bakar "Aku akan terlambat! Aku berangkat! Bye Umma, bye Wookie" pekiknya. "jangan lupa bawa payungnya chagiya, hari ini sepertinya mendung." Ujar Heechul dengan sedikit berteriak. Jaejoong menyambar payung hitam yang ada di samping pintu dan langsung berlari kearah sekolahnya yang tidak terlalu jauh.

Ryeowook menatap heran pada sang kakak yang begitu terburu-buru berangkat ke sekolah, dipandanginya jam dinding, 06.30, bukankah sekolah kakanya masuk pukul 8? "Ada apa dengan Jae hyung, umma? Ini baru jam 06.30 dan hyung sudah mengatakan dirinya terlambat." Heechul tersenyum melihat anak bungsunya itu, "Ini hari sabtu, kau ingat? Bukannya kakakmu itu setiap sabtu pergi ke sekolah jam 6?"

Ryeowook mengangguk kecil, dia lupa dengan kebiasaan kakaknya itu yang pergi ke sekolah pukl 6 pagi setiap hari sabtu, entah apa yang dilakukan oleh kakaknya itu datang ke sekolah sepagi ini.

"Gege!" pekik Heechul keras, Hankyung yang mendengar teriakan Heechul langsung terlonjak kaget di ruang kerjanya, dengan langkah terburu-terburu Hankyung langsung berlari dari ruang kerja ke meja makan, "Apa? Ada apa?"

Heechul berkacak pinggang, "Ikuti Joongie ke sekolah, aku ingin tahu apa yang di lakukannya." Hankyung hanya bisa mengangguk, "Baiklah, lagi pula ini mendung. Aku bisa keluar tanpa jubah hitam."

Kalian mungkin penasaran dengan alas an Jaejoong yang berangkat pagi-pagi sekali ke sekolah. Yaah~ sebenarnya ini karena satu alas an. Siapa lagi kalau bukan Jung Yunho, pria yang di cintainya. Biasanya Yunho selalu berlatih setiap hari sabtu jam setengah tujuh pagi di ruang tinju sekolah dan Jaejoong tidak pernah absen untuk menontonnya berlatih, meskipun secara sembunyi-sembunyi.

Yunho adalah petinju andalan sekolahnya, Sudah banyak piala yang berhasil diraihnya. Meskipun bukan anak orang kaya, Yunho juga termasuk anak yang popular karena prestasinya dalam tinju dan wajahnya yang tampan. Yunho memiliki sikap yang angkuh adan tatapan mata yang tajam ketika memandang seseorang, terutama pada orang yang tidak di sukai dan tidak di kenalnya.

Sudah ada begitu banyak cewek maupun laki-laki populer di sekolah di tolaknya. Hal itu menbuat Jaejoong semakin tak berani untuk medekatinya. Karena ia bukanlah seseorang yang terkenal atau pun menonjol. Untung saja mereka berada di satu kelas dan itu cukup membuat Jaejoong merasa bersyukur karena dapat melihatnya setiap hari meskipun kadang-kadang Yunho tidak ada di kelas karena membolos.

Jaejoong melirik ke arah arloji yang ia kenakan, 06.45. "Telat deh!" gerutunya. Jaejoong langsung membelalakkan matanya kala ia melihat seseorang tengah bergelanyut maja di lengan Yunho. "Aish, Kim Junsu!" umpatnya. Jaejoong menatap rivalnya itu dan kebetulan Junsu juga menatap ke arahnya. Mereka mulai bersaing melalui tatapan mata.

Kim Junsu putra dari salah satu gangsther terkenal di kota Seoul. salah satu cowok terpopuler di GwangGi High School. Jaejoong mengepalkan tangannya, "Cowok itu, seenaknya saja bermanja-manja seperti itu di Yunho!" geramnya, Jaejoong hanya bisa menggerutu sendiri. Ia tidak akan nekat melabrak sang pangeran gangsther itu jika sang pangeran itu yang tidak memulainya. Ia masih sangat sayang nyawa.

Jaejoong dan Junsu sudah bersaing sejak tahun ajaran pertama untuk memperebutkan perhatian Yunho. Junsu sedikit lebih beruntung, Junsu bisa lebih mudah berdekatan dengan yunho karena Yunho berlatih di sasana tinju milik ayahnya, Kim Shindong.

Jaejoong meletakkan payung miliknya di tempat penyimpanan payung, dengan sedikit bersenandung kecil ia melangkah menuju kelasnya.

Seorang laki-laki dengan pakaian serba hitam masuk dengan mengendap-endap ke tempat penyimpanan payung, "Suzuarotaichiya" dan BLOOM! Berubahlah orang itu menjadi payung milik Jaejoong. "Hmm~ aku bisa tidur nih." Ujarnya pelan, tak lama orang itu tertidur dalam wujud payungnya.

Tak lama dari orang pertama, seseorang kembali mengendap-endap ke ruang penyimpanan payung, "Ini ya payungnya Jaejoong, kupatahkan saja ah!" Orang itu mengambil payung milik Jaejoong dan mematahkannya. Sementara orang yang berwujud payung itu langsung melotot karena kesakitan.

-thazt-

-Jaejoong POV-

"Hari ini, bapak akan mengundi tempat duduk kalian. Silahkan ambil kertas ini." Kyuhyun songsaenim mengoyang-goyangkan sebuah wadah tertutup yang penuh dengan kertas undian. Ya Tuhan, biarkan aku duduk sebangku dengan Yunho, paling tidak duduk di dekat bangkunya saja. Tempat dudukku saat ini berada cukup jauh dengan tempat duduknya.

Satu persatu siswa mulai mengambil kertas undian mereka, aku semakin berkomat-kamit berdoa. Deg. Jantungku berdegup semakin kencang saat Yesung Songsaenim memanggil namanya.

Yunho membuka lintingan kertas itu, ya Tuhan semoga tempat duduk yang masih kosong. "23" ujarnya, aku langsung melirik ke arah bangku ke-23. Yes! Belum ada yang mengisinya.

"Kim Jaejoong" begitu Yesung songsaenim memamnggil namaku, jantungku berdetak semakin cepat. Ya Tuhan komohon, bangku nomor 24. Kumohon 24. Aku terus mengulang-ulang angka itu dalam hati. Dengan sangat perlahan aku membuka lintingan kertas itu, tangan ku gemetar hebat.

Angka dua terlihat. Sejenak aku memejamkan mata. Dengan sedikit tarikan nafas aku kembali membuka kertas itu. Yahuuu, YES! 24! Dengan senyum sumringah aku menunjukkan kertas itu pada songsaenim dan berjalan menuju bangku nomor 24.

"Hai." Sapaku padanya. Yunho hanya melirik ku acuh. "Hai" balasnya singkat. Mungkin tingkah ku saat ini tak ubahnya dengan anak perempuan. Menunduk sambil sesekali melirik ke arahnya dengan malu-malu. Jujur saja, pelajaran hari ini rasanya masuk telinga kanan,keluar telinga kiri. Aku terlalu bahagia karena bisa sebangku dengannya.

Hug me coldly. I must face the world.

If I go till that place, will I see the end? My wound which cuts deeply does not heal

Dear God, Please rescue us in this last war.

Lantunan sepenggal lirik dari lagu milik DBSK yaitu Athena terdengar. Huaah, rupanya hari ini petugas tata usaha memilih lagu ini sebagai bel pulang.

"Baiklah, pelajaran hari ini selesai. Sampai jumpa besok." Ujar Sungmin songsaenim sambil berlalu ke luar kelas. Dengan cepat, aku langsung memberekan buku-bukuku dan melenggang keluar kelas. Yunho? Hhh- dia sudah keluar kelas sedari tadi. Bolos mungkin.

Sepanjang koridor itu aku terus berjalan sambil sesekali melirik ke arah lapangan. Anak-anak ekskul Tenis, Basket, terlihat sedang berlatih. Hhh- seandainya aku berbakat dalam bidang olah raga, mungkin aku sedang berlatih seperti mereka. Tapi sayangnya, aku ini sedikit ceroboh dan tidak berbakat di bidang olehraga.

DUAGH!

Tiba-tiba aku menabrak sesuatu yang membuat ku jatuh terjungkal. "Mianhae, aku tidak melihat jalan." Ujarku cepat sambil membungkuk. "Kim Jaejoong!." aku langsung mendongak. Gaah, ternyata aku menabrak Junsu.

"Ayo kita bertukar tempat! Aku mau duduk di sebelah Yunho" hah? Apa? bertukar tempat? "Aniyo! Aku tidak mau!" ujarku tegas. "Itu sudah menurut undian, kalau mau tunggu saja undian berikutnya. Semoga kau beruntung.!" Ujarku ketus sambil berjalan melalui nya, namun Junsu mencekal pergelangan tanganku. Aish, anak ini maunya apa sih?

"Ya! Kau berani padaku? Aku sudah mengincar Yunho dari dulu, jadi biarkan aku duduk di tempat mu!" matanya menatap ku tajam, aku balas menatapnya tak kalah tajam. "Kau tahu kan aku juga menyukainya, jadi aku tidak bisa menyerahkan bangku itu pada mu. Tuan muda!" aku menekankan kata 'tuan muda' itu, mentang-mentang dia adalah anak seorang gangsther terkenal di kota ini, jadi dia bisa seenaknya begitu. Sorry ya!

"Apa?" Dia semakin melotot dan mencengkram tanganku semakin kuat. Ugh, rasanya sakit. "Ok, Kalau itu mau mu!" Ia melepaskan cengkramannya pada tanganku. "Kau akan kalah dariku Kim Jaejoong, ingat itu!"

"Aku juga tidak akan mengalah padamu, Kim Junsu!" pekikku. Untung saja, koridor itu sepi tak ada seorangpun kecuali kami berdua tadi. Jika tidak, aku pasti akan sangat malu sekali.

Aku berjalan pelan sepanjang jalan menuju rumahku yang terletak di balik bukit. Keluargaku, pindah ke dunia manusia saat mereka baru saja menikah. Kata penyihir Changmin sih, katanya keluargaku harus pindah ke dunia manusia karena takdir mereka berada di sini. Aku tidak terlalu mengerti maksudnya, tapi aku senang kok tinggal di dunia manusia.

Tes.. Tes.. Tes..

Tetes-tetesan air menimpa wajahku. Aku menengadahkan tanganku. Tiba-tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya tetes-tetes air itu semakin banyak bahkan turun dengan semakin deras. Gawat hujan! Payungku di mana ya? Astaga! Aku lupa membawa pulang payungku, dia tertingga; di ruang pnyimpanan. Aku langsung berlari menuju sebuah toko. Pakaian ku sudah hampir basah kuyub. Dasar hujan, kenapa tidak memberi peringatan terlebih dulu sih!

Tiga puluh menit berlalu. Sial, ini hujan kapan berhentinya sih? Tanda-tanda buat berhenti aja nggak ada! Malah semakin deras!

"Hey, kau!" aku menoleh ke kiri dan kanan, bingung. "Iya kamu, ngapain celingak celinguk kayak gitu sih?" aduh, itu suara dari mana sih? Gyaa, umma… Aku takut.

"Hey!" tiba-tiba pundakku ditepuk dari belakang. "Gyaaaa!" refleks aku langsung berteriak kaget. "Hey, aku bukan hantu." Aku menoleh kebelakang, "Y..Yu..Yunho?"

Yunho memandangku dengan heran. "Hey ayo masuk, kau pasti kedinginan." Jadi aku berdiri di depan rumahnya ya? Tapi bukankah rumah Yunho ada di sebuah apartemen? Terus, kenapa Yunho bisa ada di sini?

"Err.. Kau sedang apa di rumah ini?" tanyaku takut-takut.

"Aku bekerja sambilan di sini. Ay masuk saja." ajaknya.

Yunho mempersilahkanku masuk, dengan malu-malu aku masuk ke rumah itu. Dia menyuruhku duduk di sebuah meja panjang dan dia masuk ke sebuah bilik. Aku baru menyadarinya kalau rumah ini merangkap sebuah toko mie. Tak lama, Yunho kembali dan dia membawa semangkuk Mie.

"Makanlah dulu Ini bisa sedikit menghangatkanmu." Aku tersenyum ke arahnya. "Gomawo, Yunho-ssi."

-end Jaejoong POV-

"Jangan bersikap formil seperti itu, panggil saja namaku tanpa embel-embel –ssi, kedengarannya lucu jika kau memanggilku Yunho-ssi." Ujar Yunho sambil sedikit tersenyum. Jaejoong terpana melihat senyuman itu. Dia tersenyum ke arahku! Pekiknya dalam hati.

Jaejoong mengangguk malu, "Baiklah Yunho ah." Ia menunduk menahan rasa malu dan bahagia yang hinggap secara bersamaan di hatinya.

Jaejoong memakan mie yang diberikan Yunho dengan perlahan. Entah karena ingin berlama-lama di sini, atau mungkin mie itu yang terlalu panas sehingga jaejoong memakannya dengan perlahan. Jaejoong tidak sadar, Yunho terus memandangnya tanpa berkedip. Memperhatikan dirinya dengan sebuah tatapan lembut, tatapan berbeda yang orang biasa lihat dari seorang Jung Yunho.

"Yunho ah, mie ini enak sekali!" puji Jaejoong saat mie nya sudah habis, bahkan mangkuk itu bersih dari kuah ataupun sisa-sisa mie. Yunho kembali memasang topeng wajah angkuhnya saat Jaejoong menoleh ke arahnya. Yunho tersenyum simpul saat melihat sisa kuah menempel di sudut bibir Jaejoong. "Maaf" ujarnya pelan sambil membersihkan sisa-sisa kuah itu dengan tissue. Sesaat Jaejoong terpaku saat tangan Yunho menyapu lembut sudut bibirnya. –Blush- wajah Jaejoong merona dengan hebat.

"Apa kau sakit Jaejoong ah? Lihat wajahmu memerah. Sebaiknya kau pulang saja." Ada sedikit nada khawatir yang terpancar dari suara Yunho, sayangnya Jaejoong tidak menyadarinya, karena terlalu sibuk berkutat dengan pikirannnya sendiri.

Yunho melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jaejoong. Jaejoong berkedip, pikirannya telah kembali dari perjalanan jauh (?). "Gwaenchana. Kamsahamnida Yunho ah. Aku pulang dulu." Jaejoong sedikit membungkukan kepalanya lalu dengan secepat kilat berlari keluar dari rumah Yunho.

"Aish, paboya Kim Jaejoong. Itu sangat memalukan!" umpatnya pada dirinya sendiri. "Kenapa kau malah pergi seperti itu tadi?"

Tiiin…Tiiin… Tiin!

Suara klakson mobil, menghentikan langkah Jaejoong. "Hei, kau!" Jaejoong menoleh ke arah sebuah mobil yang berhenti di sampingnya.

-Jaejoong POV-

Aish, mau orang ini apa sih? "Kim Junsu" aku sedikit mendesis saat menyebut namanya.

"Aku ingin bicara padamu" Junsu sedikit memaksaku masuk ke mobilnya. Dengan kecepatan tinggi ia langsung melarikan mobilnya. Terpaksa aku hanya bisa komat-kamit merapal doa semoga selamat. Gila, kecepatan 100 km/jm woy. Siapa yang gak takut coba? Ditambah lagi dengan jalanan kota Seoul yang padat, bisa merenggang nyawa nih!

"Anak ini, kenapa dia bisa keluar dari rumah itu? Itu kan rumah tempat Yunho kerja sambilan? Gah, benar-benar nantang ya ini anak? Hahaha, aku akan membuatnya ketakutan setengah mati sekarang" sedikit penggalan pikiran yang ku bisa ku tangkap dari pikiran Junsu. Aku terlalu sibuk berdoa sendiri.

Hem- Aku lupa memberitahu kalian. Kami- manusia dunia setan bisa mendengarkan pikiran orang lain. Terkadang hal ini berguna juga sih. Aku bisa tahu kapan ada ulangan mendadak. Selain itu- Ugh stop! Ini bukan saatnya membanggakan kelebihan diri sendiri. Lebih baik aku berdoa saja, nyawa ku terancam saat ini. Uuh- Umma tolong aku dari orang gila ini.

Akhirnya, Junsu berhenti di sebuah bukit yang lumayan sepi. Kebetulan sekali, ini kan jalan menuju rumahku. Tinggal turun sedikit dan melewati jalan setapak. "Keluar!" perintahnya. Heh- tanpa di suruh pun aku pasti akan keluar. Aku nggak mau lagi naik mobil sama orang gila satu ini, taruhannya nyawa!

Pikiran-pikiran Junsu kembali terdengar. Heh, anak satu ini. mentang-mentang anak gangsther, ok- aku takut dengan appanya, tapi kalau anak satu ini nantangin sih, pasti bakal ku ladenin!

"Kenapa kau bisa keluar dari rumah Yunho?" sebuah pertanyaan yang bisa kuduga. Aku mendengus. "Penting gak sih? Bukannya kita rival?" Tanya ku angkuh. Junsu mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Katakan saja, kenapa kamu bisa keluar dari rumah Yunho!"

Aku sedikit mengulum senyum, "Kenapa? Apa urusannya dengan mu?" Junsu semakin memandangku dengan tajam, "Tentu saja itu urusanku, Yunho itu milikku!" Aku mendengus mendengar penuturan Junsu, che- sejak kapan Yunho itu miliknya, seenaknya saja. "Dia bukan milik siapa-siapa." Jawabku santai, Junsu menutup mulutnya, tangannya mencengkram kerah bajuku kemudian tangan satunya yang bebas melayang ke arahku.

Entah mengapa, kejadian itu rasanya seperti slow motion. Sesuatu dalam diriku seperti terbakar, penglihatanku berubah menjadi sangat terang. Selanjutnya aku tak tahu apa yang terjadi, tubuhku bergerak sendiri. Tiba-tiba saja aku menggigit nya tepat di leher. Sontak aku terkejut, aku mengerjab-ngerjabkan mata. Tubuh Junsu melemas, ia jatuh terduduk dengan bersandar pada mobilnya.

Huwaaaa! Apa yang ku lakukan? Aku mengigitnya? Bagaimana… bagaimana bisa? Berbagai macam pikiran kembali berkecamuk di dalam pikiranku. Apa aku membunuhnya? Andwae! Aku bukan pembunuh!

Uaaghh! Tiba-tiba badanku terasa sangat panas, panas sekali! Uaaaggghhh! Aku menjerit sejadi-jadinya. Umma, appa… apa yang terjadi pada tubuhku? Kenapa panas sekali?

Beberapa menit kemudian, suhu tubuhku terasa kembali normal. Penglihatanku sedikit buyar. Aku sedikit mencengkram bagian kap mobil untuk membantuku berdiri. Kenapa rasanya tubuhku aneh sekali?

Aku menoleh ke arah kaca mobil milik Junsu. Mataku seketika membelalak dengan sempurna. Pantulan bayangan yang terpantul di kaca mobil sukses membuatku berteriak histeris.

"MWO?"

-TBC-