PRISON
DISCLAMER : MASASHI KISHIMOTO
STORY BY JURIG CAI
PAIR: SASUHINA
RATED : M
WARNING: AU, OOC, BANYAK TYPO, BAHASA ANCUR, PLOT BERANTAKAN, ALUR CEPAT, IDE PASARAN, DLL
DON'T LIKE DON'T READ
Mimpi..ya, aku sering bermimpi.
Dimulai saat aku berusia empat tahun. Berkhayal tentang putri, kerajaan dan keajaiban. Mimpi manis yang selalu kuinginkan dan kubayangkan hingga usiaku sepuluh tahun. Saat itu aku masih bermimpi, namun mimpiku mulai bergeser kearah yang lebih realistis, seperti ingin memiliki banyak uang, mobil mewah, rumah besar dan hal lain yang membuat hidup lebih nyaman.
Saat usiaku sembilan belas tahun, aku membuang semua itu. Mimpiku, keinginanku, semuanya… ketika Uchiha Sasuke merangsek masuk ke dalam hidupku dan merenggut segalanya.
Ya… segalanya.
.
.
$(-.-)$
.
.
.
Banyak orang yang mengatakan, aku hanyalah gadis beruntung yang bisa dirawat oleh nenek Chiyo, seorang pengasuh di kediaman Uchiha. Beliau menemukanku,yang saat itu masih bayi, tergeletak di dasar sungai yang mengering akibat musim panas, tengah bergelung dalam selimut usang yang sudah tidak layak pakai. Karena merasa kasihan, ia segera membawaku kerumahnya dan merawatku seperti anaknya sendiri.
Saat usiaku cukup besar, sekitar lima tahun. Nenek Chiyo memperkenalkanku pada anak dari majikan tempatnya bekerja, yaitu Itachi, Sai dan Sasuke. Berharap kami bisa berteman akrab. Dengan begitu nenek Chiyo tidak akan merasa khawatir saat meninggalkanku sendiri untuk bekerja.
Kesanku?
Sebagai anak-anak mereka mengerikan.
Itachi mempunyi pribadi yang sangat ramah. Dan ia satu-satunya orang yang memperlakukanku dengan baik. Saking ramahnya, banyak yang berpikir akulah yang sok mencari perhatian dan pintar menjilat, mengingat silsilah keluargaku yang tidak jelas. Dan pandangan itu membuatku tidak nyaman.
Menyadari hal itu, bukannya menjaga jarak, Itachi malah semakin menempel padaku. Katanya ia bosan bersama adik laki-lakinya. Yah, kalau melihat siapa adiknya, aku sependapat.
Tapi bukan berarti aku nyaman dengan kedekatannya.
Sifat Itachi yang baik dan ramah sangat berbeda 180° dengan adiknya, Sai. Anak kedua dari pasangan Fugaku dan Mikoto ini, sebenarnya mempunyai wajah yang terbilang manis, dengan kulit agak sedikit pucat. Sayang, hobinya yang senang menendangku sambil tersenyum ramah meruntuhkan semua image malaikat yang hampir melekat padanya. Dan pepatah yang mengatakan 'jangan menilai buku dari sampulnya' sangat sesuai untuk Sai. Untungnya, kebiasaan menendang itu mulai berkurang saat ia menekuni hobi membaca buku tentang kepribadian.
Walaupun hasilnya, ia malah jago menusuk hati seseorang dengan kata-katanya.
Sedangkan Sasuke, tidak banyak yang bisa diceritakan selain ia merupakan anak lelaki yang sangat menyadari statusnya. Sebagai majikan yang baik, ia selalu menyuruhku melakukan sesuatu dengan teriakan atau hardikan.
Aku, yang saat itu hanya seorang bocah kecil, hanya bisa menurut dengan tubuh gemetar.
Kehidupanku setelah mengenal mereka jelas tidak menjadi lebih baik. Tapi kuakui, hidupku lebih berwarna dengan hadirnya ketiga sosok yang memiliki karakter yang saling bertolak belakang itu.
Jauh dilubuk hatiku, bersama mereka membuatku merasa…diterima.
.
.
.
Ketika usiaku menginjak delapan tahun, sebuah kecelakaan menewaskan Mikoto san, ibu dari Itachi, Sai dan Sasuke. Wanita yang sama yang memberiku nama Hinata. Dan hal yang tak pernah ku lupa dari acara pemakamannya adalah tidak ada seorang Uchiha pun yang menangis.
Fugaku-san menatap peti mati istrinya dengan wajah datar, Itachi yang terus memperlihatkan wajah terluka, Sai yang tidak tersenyum seharian penuh dan Sasuke yang menatap kosong para pelayat yang mengucapkan rasa duka.
Walaupun mereka mencoba tegar, namun tak kupungkiri mereka semua berduka dan kehilangan.
Dan sejak hari itu juga, semua mulai berubah.
.
.
.
Kematian istrinya membuat Fugaku-san menutup diri dan lebih senang tenggelam dalam pekerjaannya, melupakan semua hal termasuk anak-anaknya. Hal itu mau tidak mau membuat semua merasa diabaikan.
Itachi memilih pergi meneruskan kuliahnya diluar kota, berharap hal itu mampu menghapus rasa kehilangannya.
Sai memilih profesi model sebagai pelarian, yang menurutku cocok dengan pribadinya. Setidaknya ia bisa mengumbar senyum tanpa harus menyakiti hati siapa pun.
Dan Sasuke yang melampiaskan rasa frustasinya dengan makin sering membullyku.
.
.
.
Saat usiaku delapan belas tahun, Fugaku-san memilih pensiun dini dengan alasan kesehatan yang menjadikan Sasuke sebagai pemimpin perusahaan. Saat itu usianya baru dua puluh empat tahun. Itachi tidak bisa diharapkan karena ia memilih menjalankan usahanya sendiri.
Kabar baiknya, aku bebas menjalani hidup tanpa siksaan, atau ketakutan. Karena Sasuke lebih sering menghabiskan waktunya di kantor atau mengurung diri di ruang kerjanya, sehingga aku punya cukup banyak waktu luang untuk sekedar pergi keluar. Merasakan kehidupan remaja pada umumnya.
Saat itu semuanya terasa menyenangkan.
Sampai hari itu tiba, hari dimana nenek Chiyo mendapat serangan jantung. Aku sangat panik. terlebih saat menyadari bahwa nenek Chiyo tidak memiliki banyak kerabat dekat untuk dimintai bantuan. Semua kerabatnya yang ku hubungi menolak membantu. Aku makin panik saat pihak rumah sakit memberitahuku kondisi terakhir nenek Chiyo yang makin melemah. Jika hal itu terus berlanjut tanpa adanya penangangan medis secepatnya, ia tidak akan bisa ditolong. Aku sempat terpikir meminta bantuan pada Fugaku-san , tapi dengan kondisinya saat ini, jelas tidak memungkinkan. Itachi dan Sai tidak bisa diharapkan.
Satu-satunya harapanku hanya Sasuke.
Namun mengingat sikapnya selama ini membuat semangatku ciut. Belum apa-apa aku sudah putus asa. Tapi ketika ingatan tentang nenek Chiyo muncul di kepalaku, cukup membuatku berani mengambil resiko apapun. Jadi, dengan modal nekad, aku menemui Sasuke diruang kerjanya, berharap ia mau membantuku.
Sasuke setuju memberiku uang, bahkan sudah menandatangani cek kosong untukku dengan satu syarat, aku harus mau berhubungan sex dengannya.
Keheningan terasa nyata setelah pernyataan Sasuke itu. Aku terlalu sibuk dengan pikiran terburukku, tentang nenek Chiyo yang terbaring lemah dan kesakitan. Dan tersadar, aku tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran Sasuke.
Akhirnya, tanpa negosiasi lebih lanjut, aku menyetujui keinginannya. Hal yang akan kusesali seumur hidupku.
Kesepakatan itu ditutup dengan sebuah ciuman hangat dan lembut yang tidak pernah kuduga bisa dilakukan lelaki brengsek ini. Ciuman itu terus berlanjut hingga ke tempat tidurnya yang bernuansa hitam. Kamar yang tidak pernah ku masuki ini terasa begitu kaku, rapi dan bersih untuk ukuran pria seperti Sasuke.
Warna hitam dan abu-abu biasanya membuatku tenang. tapi saat ini aku ingin mati. terutama ketika tubuhku mulai panas dingin di bawah sentuhannya. Tak sampai beberapa menit, tanganku sibuk mencengkram sprei hanya untuk mencegahku membalas sentuhan-sentuhan posesif Sasuke yang terus membuatku menggelinjang.
Malam itu dipenuhi oleh ciuman, sentuhan dan gairah yang baru pertama kali kurasakan.
Dan Sasuke yang mengajariku semua itu.
.
.
.
tbc
.
.
author notes: haiiii minnnaaaaa…
familiar dengan fic ini?
yups.. prisoner of love chap 1. lea ngerasa fic ini terlalu ngegantung kalo di jadikan oneshoot, jadi lea buat yang multichap.
fic ini rencananya gak akan melebihi 5 chap, coz lea agak sedikit trauma kalo chap nya banyak. bukan apa-apa, tapi computer lea rentan banget sama yang namanya virus. kemaren aja, lea dah nulis banyak-banyak, kena virus (di hide). dan pas di scan, file nya malah kehapus. menyebalkan.
dan gara-gara virus ini juga ada beberapa program yang rusak, yang mau gak mau computer lea harus di install ulang. double nyebelin.
alhasil untuk melepas stress, lea jadi aktif review sana-sini. jadi… bagi author yang kurang sreg dengan review lea, silahkan membalas dendam lewat fic ini. kritik dan saran di terima banget.
tapi lea tidak menerima flame, OK.
btw, walau fic ini rated M, lea gak akan menulis lemon, just lime (cari aman).
and last, hope you like.
jaa..
