[Min Yoongi x Kim Taehyung
Seme/Top/Yoongi
Uke/bottom/Taehyung
Typo
Taehyung berjalan dengan langkah lebar di koridor sebuah apartemen, membawa satu kantong kertas karton yang penuh bahan makanan di dekapan dua tangan. Wajahnya luar biasa cerah, beserta senyum lebarnya yang terpoles bebas;begitu sempurna menghias wajah.
Taehyung sungguh tak sabar untuk memberi kejutan kepada kekasihnya. Mengatakan bahwa ia mendapatkan libur beberapa hari dari padatnya pekerjaan;dan itu artinya, mereka bisa memiliki waktu penuh untuk bersama yang telah mereka lewatkan.
Taehyung mengatur nafasnya saat sampai di depan pintu unit apartemen Jungkook;kekasihnya. Membuka kode pintu yang telah hafal diluar kepala, Taehyung membawa tubuhnya masuk begitu saja, dengan senyum yang tetap terulas di wajah.
Melepas sepatunya serampangan, dan menggantinya dengan sendal rumah di dekat pintu, lalu melesat ke arah kamar kekasihnya berada.
Panggilan hampir ia lontarkan begitu ceria, namun harus tercekat di kerongkongan di antara langkah riangnya yang terpaku. Senyumnya luntur perlahan kala itu. Tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Ah..hahh Jungkook, ehm,"
Dengan seluruh badan bergetar, patah-patah Taehyung mendekat. Rematan telapak tangannya menguat, merusak rapinya kantong kertas tanpa sadar saat dua netra hazelnya melihat pemandangan yang tak seharusnya ia lihat dari celah pintu kamar Jungkook yang sedikit terbuka.
"Jung-ah..yah..hah..ehm."
Taehyung berbalik cepat, menjatuhkan kantong kertas dari dekapannya, dan beralih menutup dua telinganya dengan dua tangannya yang bebas ketika suara derit ranjang bercampur baur dengan suara desahan begitu terdengar jelas di telinga.
Taehyung kebingungan.
Sangat.
Seluruh badanya bergetar hebat. Dengan langkahnya yang patah-patah, Taehyung berniat pergi. Pegangan di meja terdekat ia lakukan untuk menjaga agar tubuhnya tetap tegak berdiri.
Saking terburunya, Taehyung sampai dibuat berjengit kaget, saat lengannya tanpa sadar menyenggol sebuah guci sedang di atas meja;membuatnya bergulir sebelum jatuh berantakan di atas lantai.
Taehyung berjongkok cepat, gelagapan membereskan kekacauan yang tak sengaja ia buat dengan uluran tangannya yang gemetar;memungut serpihan kacanya sampai sebuah panggilan yang terlontar ragu terdengar, seketika memaku gerak Taehyung.
"T-taehyung."
Masih dalam posisinya yang membelakangi Jungkook, Taehyung menggenggam serpihan kaca di tangan kananya, sebelum memutuskan berdiri tegak. Lantas membawa tubuhnya untuk untuk berbalik menghadap Jungkook, sementara telapak tangan kanannya tersembunyi di belakang tubuh.
"Jelaskan saja, aku dengarkan."
Taehyung mati-matian menahan diri, memaku pandang ke arah Jungkook yang juga tengah melempar tatap ke arahnya. Dan Taehyung tahu, ada beribu rasa bersalah yang tergambar jelas di sana yang justru membuat Taehyung semakin kesulitan, bahkan hanya untuk bernafas.
Jungkook.
Jeon Jungkook.
Jungkooknya;entah Taehyung masih bisa menyebutnya demikian atau tidak, masih saja terlihat tampan meski dengan kondisi berantakan seperti ini. Kemeja putih tipis, dengan dua kancing teratasnya yang terbuka, membalut tubuhnya yang kokoh begitu sempurna.
Di balik itu, Taehyung juga melihatnya.
Eksistensi orang lain--
'Tolong katakan padaku, jika ini hanyalah mimpi buruk semalam.'
"Namanya Jimin."
--Berdiri di ambang pintu kamar Jungkook dengan kondisi yang tak jauh berbeda dengan Jungkook.
Jalang.
Sialan.
Brengsek.
Tangan kanannya meremat semakin kuat, membiarkan serpihan yang ia genggam menggores telapak tangannya begitu leluasa, begitu dua hazelnya mendapati eksistensi Jimin di belakang Jungkook memang lah nyata.
Ini kenyataan, dan Taehyung tak kuasa untuk mengelak.
Darah merembes dari sana, dan Taehyung sama sekali tak merasakan apapun.
"Maafkan aku, Taehyung."
Taehyung masih bungkam, enggan bersuara. Hanya berdiri dengan lemparan tatap tepat di dua mata Jungkook yang sehitam jelaga. Suasana di antara mereka terasa berat dan begitu menyesakkan.
"Maaf, kurasa sudah saatnya aku memberitahu segalanya padamu," Jungkook menjeda, memaku Taehyung dengan seluruh perasaan menyesal yang ia punya, dan Taehyung sungguh benci melihatnya, "Semua yang kusembunyikan di belakangmu."
Taehyung menunduk dengan kedua tangan yang mengepal erat. Ia harus bertahan, setidaknya, sedikit lagi.
'Siapapun, kumohon selamatkan aku.'
Karena sekarang, ia sendirian.
Sepeninggal Taehyung, Jungkook masih kokoh berdiri di antara senyapnya apartemen, menatap nanar ke arah lantai yang ternoda merahnya darah, beserta Jimin yang masih berdiri di belakangnya.
"Maaf, Taehyung. Maafkan aku."
Taehyung keluar dari apartemen Jungkook dengan langkah pelan. Melewati lorong apartemen Jungkook dengan wajah kosongnya yang menyedihkan, dan juga pikiran yang melayang;memikirkan pembicaraanya dengan Jungkook beberapa menit yang lalu.
'Aku menyukai Jimin. Dulu, dan mungkin juga sekarang.'
Satu buangan nafas berat ia lakukan.
'Setelah aku memikirkannya, aku sadar bahwa tidak seharusnya aku tetap mempertahankanmu disisiku, Taehyung.'
Langkah pendeknya terhenti, Taehyung menyandarkan telapak tangan pada dinding di samping kirinya sebagai bahan sandaran, saat perasaan menyesakkan itu kembali mendobrak naik tak kira-kira. Tarikan dan buangan nafasnya keras dan begitu tergesa gesa, wajahnya tampak pucat, pandangannya juga begitu redup, terlihat lelah, sementara tangan kananya meremas bagian dadanya kuat. Membiarkan darah yang masih merembes mengotori kemeja soft green yang ia pakai.
'Seharusnya aku segera melepaskanmu, bukan tetap mempertahankanmu disisiku dan membuatmu menderita seperti ini. Maaf, Taehyung. Akulah yang bersalah. Maafkan aku.'
[
