"...Kita akhiri saja."
Can't Do
Secarik catatan hati seorang fangirl didasari oleh sebuah lagu. Lagi.
.
Yuri on Ice masih milik Mitsuro Kubo dan rekan-rekannya.
.
Warning: Aw aw aw… Ah, sudahlah.
Ia pikir, hanya satu kalimat itu saja yang mampu meringkas entah berapa jilid pemikiran dan perasaannya selama beberapa bulan ini. Sungguh, saat ini Yuri tak ingin sulit. Dengan lancarnya – setelah memaksakan sebuah senyum, diucapkannya ketiga kata tersebut. Ia tak mengharapkan respon sekecil apapun dari sang penerima pesan.
Ia tahu, ia tak mampu menampilkan yang terbaik; tak hanya bagi keluarga, rekan terdekat dan pendukungnya, namun juga bagi pelatih merangkap pujaan hatinya itu. Mungkin ia telah mengecewakan harapan yang telah diembankan padanya, namun akan lebih sakit lagi baginya jika ia mengetahui bahwa ia tak mampu membanggakan orang yang paling dibanggakannya dalam hidupnya.
Dalam diam, Yuri memperhatikan Victor yang memandangi arena dengan begitu intensnya. Penampilan finalis lain begitu memukau dan nyaris tanpa cela. Bahkan JJ yang tengah terpuruk saja mendapat dukungan dari seluruh pemirsa. Yuri merasa terancam karenanya, namun ia tahu bahwa saat itu Victor tengah bercengkerama dengan nostalgianya di atas es. Yurio yang membawakan Agape dengan spektakuler mengingatkan pria Rusia itu akan dirinya di masa muda. Penampilan Christophe yang masih sensual seperti biasanya juga mengingatkan dirinya akan betapa panasnya persaingan di masa lalu. Meskipun begitu, tak mudah untuk menenangkan ego yang terluka. Dari pada mengucapkan sesuatu yang nanti akan disesali kemudian, lebih baik tak berkata apa-apa, bukan?
Namun, Yuri merasa tak sanggup lagi. Kata-kata itu meluncur begitu saja. Ringan. Lirih.
"Akhiri saja", dari pada menambah beban pikiran yang semakin menumpuk, yang cepat atau lambat akan menelan mereka bulat-bulat.
"Er… Yuri?"
Yuri bisa membaca kekhawatiran yang terpancar dari kedua manik mata biru sang pujaan hati. Dibukanya mulutnya untuk menjelaskan apa yang akan segera berakhir itu.
"Aku ingin mengakhiri semua keraguan yang aku pikirkan, mungkin juga yang kau pikirkan saat ini." Yuri menatap cincin emas yang melingkar di jari manis kanannya. "Aku akan berusaha sekeras mungkin untukmu juga untukku sendiri."
"Dan saat kau berusaha sekeras mungkin untuk kita, aku akan selalu ada untukmu," Victor memeluk Yuri erat, hendak membagikan suhu tubuhnya untuk menghangatkan jiwa dan raga Yuri yang lelah. Dibalasnya pelukan itu sama eratnya.
"Percaya padaku, Victor. I'll be all good."
