"Dia muncul secara tiba-tiba, mungkin saat aku sedang tidur."

xxx

.

.

UNBORN

Rozen91

Harry Potter © J. K. Rowling

.

.

"Aku melihatnya bersama Granger, memegang tangannya...dan memanggilnya 'mum'."

xxx

Gadis itu baru saja bangun. Rencana untuk satu hari penuh sudah dipersiapkan dengan rapi di otaknya. Dan bangun paginya saat itu, seharusnya sama seperti kemarin. Akan tetapi, keberadaan orang asing yang duduk memerhatikannya sama sekali tidak membuatnya tenang dan nyaman.

"HUAAAA! !"

Hermione terkejut bukan main.

Iris hazel bulat orang asing itu menatapnya sedikit kaget—karena pekikan gadis itu nyaris memecahkan gendang telinganya. Hermione mengerjapkan kedua matanya, berusaha mencerna apa yang sedang terjadi.

"Selamat pagi." Suara kekanak-kanakan yang terdengar cukup tenang. Hermine mengatur nafasnya.

"Ap—ba—bagaimana kau—" Hermione menelan ludah, "apa yang kau lakukan di sini?"

Si rambut putih menelengkan kepalanya. Hanya tersenyum dengan sorot mata inosen. Hermione menekuk alis.

"Siapa namamu?"

Anak laki-laki itu menjawabnya lamat-lamat, "Scorpius."

Senyumnya hangat dan dalam. Raut wajahnya tenang dan kalem. Hermione tidak tahu harus mengatakan apa. Akan tetapi, anak laki-laki yang kira-kira berumur sekitar 6-7 tahun itu benar-benar terlihat dewasa daripada umurnya yang sebenarnya. Terlalu tenang. Terlalu kalem.

Tunggu dulu.

Apa yang dilakukan anak di bawah umur 11 tahun ini di Hogwarts?

Dan bagaimana bisa ia masuk ke kastil sihir ini, terlebih kamar Hermione! ?

Scorpius memandang wajahnya tanpa berkedip dengan senyum hangat yang masih terulas di bibirnya. Hermione berjengit. Kalau begini, mana tega ia menginterogasi, apalagi memarahi anak kecil itu. Gadis Gryffindor itu hanya bisa menghela nafas. Stres tiba-tiba saja menggumpal di pikirannya. Semoga saja tidak membuat semacam penyakit jenis baru.

Srek

Scorpius turun dari ranjang dan berjalan melihat-lihat perabotan yang menghiasi kamar Hermione. Kedua mata si gadis remaja lantas mengejang, merasa tidak suka jika orang asing—anak kecil asing berniat menginvasi zona nyamannya.

"Scorpius…namamu hanya Scorpius?"

Mungkin dia punya kakak di Hogwarts, atau dia anak dari guru... ah, siapa yang punya rambut putih? Cucu Dumbledore? Apa dia cucu Dumbledore? Makanya dia bisa berkeliaran tanpa aturan dan gangguan? Hermione mulai merasa pusing. Lalu, kenapa mesti kamarnya?

Scorpius tidak menoleh. "Hmm.." gumamnya tidak jelas, tidak menyangkal ataupun memberikan jawaban positif. Hermione merapatkan bibir, mencoba bersabar.

"Jadi...bagaimana kau bisa masuk ke sini?"

Scorpius masih juga tidak menoleh. Kepalanya ditelengkan. "Hmm..."

Dan Hermione tersenyum manis sembari menyembunyikan kepalan tinju di punggungnya. Anak ini manis sekali, yaaa, ahahaha!

"Kau tidak pernah diajarkan sopan santun, eh?" Jangan salahkan Hermione kalau saat itu ia tak bisa menahan mulutnya untuk berbicara duluan sebelum pikirannya. Tapi, mungkin saja, kata-katanya sudah sangat keterlaluan, karena saat itu, tiba-tiba saja Scorpius berhenti bergerak dan aura di sekitarnya berubah muram.

"Ah..." Hermione mengeluarkan suara kaku, "maafkan aku. Kau jangan menangis, ya?" mohonnya, yang seolah mengindikasikan bahwa ia bukan remaja yang bisa berhadapan dengan anak kecil. Sepertinya benar.

Hermione benar-benar berpikir bahwa Scorpius akan menangis saat itu. Namun, anak laki-laki itu hanya berkata:

"Aku...tidak bisa menangis."

Benarkah? Lalu, kenapa kau tidak menoleh dan membiarkanku melihat wajahmu?

"Tidak ada yang sempat mengajarkan tata krama ataupun etika padaku," lalu, ia melirik Hermione dari bahunya—dia memang tidak menangis, tapi gadis itu tetap merasa bersalah, "aku belajar sendiri."

"Oh..." orang tuamu sudah meninggal? Hermione tidak berani menanyakannya. Mungkin saja...keadaannya bukan seperti itu. "Aku minta maaf."

Scorpius menatapnya diam sejenak, kemudian berjalan mendekatinya. Kakinya berhenti di ujung ranjang, pemata hazelnya lurus menatap iris hazel lainnya. Hermione tertegun. Ada yang aneh dengan kedua mata anak itu seolah-olah—

"Apa aku," mulainya—menarik perhatian Hermione padanya, "boleh memanggilmu 'ibu'?"

"Eh?"

Scorpius menatapnya.

Hermione membelalak.

"EH! ?"

Apa aku tampak seperti ibu-ibu di matamu, wahai anak kecil! ? Demi Tuhan, umurku baru 17 tahun! Oh well, sebenarnya lebih satu tahun, tapi tetap saja! !

Hermione memijit-mijit pelipisnya. "Biarkan aku memikirkannya sebentar."

Setelah perundingan panjang dan pertentangan batin serta rasa bersalah yang ikut campur, jangan lupakan juga rasa iba yang datang entah dari mana, akhirnya Hermione mengabulkan permintaan anak laki-laki itu.

"Kau," Hermione menarik nafas berat, "boleh, kau boleh memanggilku... 'ibu', tapi—"

"—Terima kasih, mum."

Senyumnya begitu cerah dan bahagia. Dan perkataan selanjutnya lantas tersangkut di tenggorokan gadis yang lebih tua. Scorpius mengerjapkan kedua matanya. "Tapi?"

Gadis itu susah payah memaksa garis senyum di bibirnya. "Tidak, bukan apa-apa. Bukan apa-apa...Scorpius."

Dia juga tidak tega jika memberikan persyaratan agar anak itu tidak memanggilnya 'ibu/mum' di keramaian murid Hogwarts. Biarpun ini artinya bahwa ia harus menanggung malu dan ejekan (terutama dari pihak Slytherin) serta gosip (nah, ini sih bisa jadi dari Hufflepuff), kalau sudah melihat Scorpius yang senang hanya dengan hal seperti ini, Hermione merasa bisa menerimanya.

Tidak apa-apa. Karena, ketika senyum anak itu ditujukan padanya, entah kenapa hatinya mendadak terasa ringan dan...rindu?

Hermione mengedipkan kedua matanya.

Apa itu tadi?

xxx

Scorpius adalah anak kecil dengan sifat yang begitu dewasa dan tenang—ucapannya, sikapnya. Ia senang memperhatikan apa yang tergantung di dinding kamarnya, barang-barang yang diletakkan di atas mejanya, hingga nama-nama buku yang dimana ia harus bertanya karena tidak bisa membacanya. Hermione terkejut setengah mati saat tahu kalau Scorpius belum bisa membaca. Demi Tuhan! Wajah anak itu dan pembawaannya seolah mengatakan pada dunia bahwa ia adalah anak jenius pembawa keberuntungan!

Tapi, Scorpius pada dasarnya adalah anak yang aneh. Hermione tidak tahu apa-apa tentangnya.

"Bolehkah aku memegang tanganmu, Mum?"

Dia tidak bisa turun tangga. Hermione menatapnya tidak percaya. Anak tangga menuju Ruang Rekreasi Ketua Murid laki-laki dan perempuan hanya tersusun oleh beberapa saja, dan Scorpius sudah...

"Kau," tanyanya hati-hati, "pernah jatuh dari tangga, ya?"

Hermione tidak bisa melihatnya, tapi rasanya anak itu kembali bersedih.

"Bukan aku," katanya, "bukan aku."

Lalu, siapa?

Hermione ingin bertanya, namun ditahannya hingga ia harus menggigit pipinya sendiri. Karena, ia sendiri pun, seolah bisa mencium kesedihan yang menggantung bersama sunyi yang tiba-tiba menyergap. Menyisakan suara langkah kaki dua orang.

Hermione meliriknya.

Masih banyak yang ingin ia tanyakan, tapi...di lain waktu...di kesempatan lain saja. Sebaiknya, dia menyenangkan Scorpius dulu.

"Hei, Scorpi—"

"Hoo, apa ini?"

Suara ini... Hermione refleks mendelik ke belakang.

Draco Malfoy bersandar di pintunya sambil menyeringai penuh ejekan.

"Jadi, selama ini kau menyembunyikan anak laki-laki di kamarmu, eh, Granger?"

Seandainya tatapan bisa membunuh...

Dan lagi, isi otak si Ketua Murid laki-laki sepertinya hanya dipenuhi prasangka buruk yang terkesan vulgar. Hermione serius ingin menghardik—banyak kosakata pedas yang bisa ia lontarkan pada pemuda sok keren sok ganteng di atas tangga menuju kamar ketua murid itu. Namun permata hazelnya melirik ke bawah. Melihat buntalan rambut berwarna putih dari seorang anak laki-laki asing yang tidak tahu membaca dan penuh dengan aura kepolosan yang sebaiknya tidak ternodai. Oleh kata-katanya.

"Scorpius," Hermione memandang anak laki-laki di sampingnya dengan senyum manis, "abaikan dia, ya?"

Scorpius tersenyum kecil, heran dan tidak mengerti. "Kenapa?"

Hermione tersenyum lebar. "Karena, dia hanya orang yang tidak penting."

Di atas tangga, Draco mengepalkan tangan. Wajah memerah seperti keiting rebus. Bibirnya terbuka, hendak membalas jawaban si gadis Gryffindor. Ehm, gadis itu memang benar kalau Draco bukan orang yang penting baginya dan anak kecil itu, tapi tetap saja! Granger tak berhak mengatakannya dengan nada seolah-olah Draco hanya sampah masyarakat yang berdiri di keramaian tapi tidak dianggap.

Scorpius mengernyitkan kedua alisnya.

"Tapi, mum," katanya dengan nada bingung, "dia penting bagiku."

Hermione menatapnya.

Draco menatapnya.

Scorpius menatap mereka berdua dengan air muka maklum. Hermione mencelos. Mulutnya tertutup rapat dan tatapan diamnya terasa ganjil. Scorpius mungkin menyadarinya, karenanya ia mendongak.

"Mum?"

Hermione menahan agar raut wajahnya tidak berubah saat mendengar Scorpius memanggilnya seperti itu saat Hermione tahu bahwa...anak itu...dan Malfoy...

"Dia...ah," gadis itu berpikir untuk melepaskan tangannya, "kakakmu?"

Scorpius menggeleng, "bukan."

Hermione semakin tidak mengerti.

"Pertanyaan bodoh, Granger."

Sang gadis mendelik.

Draco Malfoy mengerutkan hidungnya tidak suka. "Aku anak tunggal, mana mungkin punya adik. Oh, atau kau mau menuduh kedua orangtuaku sudah melakukan sesuatu yang terlarang?"

Pemuda albino itu menyipitkan kedua matanya.

Hermione lantas menggeretakkan giginya. "Penalaranmu terlalu jauh, Malfoy."

"Mum..." Scorpius menarik tangannya, memandangnya dengan sorot mata memelas. Gadis di sampingnya mendadak bungkam. Scorpius...entah kenapa terlihat seperti seorang anak yang tidak mau kedua orangtuanya bertengkar.

Dan Hermione merasa ada gumpalan aneh naik ke tenggorokannya saat memikirkan hal itu.

Tidak menyadari genggaman tangannya semakin mengerat.

Dan Scorpius yang tersenyum hangat saat melihatnya.

.

.

Kedua tangan itu,

aku masih bisa mengingat kehangatannya.

_bersambung_