I LOVE MY NANNY!
YAYA: HAAAAIIII ALLLL!
INI FIC KERJASAMA ANTARA AKU DAN VEN-SAN.
DIAWALI DENGAN PROLOG DARIKU, DAN CHAPY SATU NANTI DILANJUTKAN OLEH VEN-SAN.
DISCLAIMER: Milik Square Enix, Disney dan Tetsuya Nomura.
Pair: AkuSo, AkuRoku, AkuRiku ^^
Rate: T
WARNING: SHO-AI! DON'T LIKE DON'T READ.
Summary: Aku tidak menyangka hanya dengan menolong seorang anak kecil akan membuatku mendapatkan pekerjaan. Meskipun pekerjaan ini pastinya akan terasa aneh. . . karena aku adalah seorang laki-laki. Ya, menjadi Nanny dari 3 pemuda anak keluarga yakuza ini adalah pekerjaanku. . .
PROLOG
Di sebuah pesawat kelas ekonomi jurusan Radian Garden-Twilight Town. . .
Berbagai macam orang ada di sana. Ada yang sedang tidur, atau membaca panduan kota yang sedang dituju. Ada juga yang tengah menikmati makanannya, atau sekedar melihat-lihat ke luar jendela. Ya, semua pasti terasa normal-normal saja, seperti perjalanan-perjalanan biasa lainnya.
Jika saja tidak ada laki-laki itu. Laki-laki berambut merah dengan mata hijau emeraldnya. Sepintas ia terlihat biasa saja, gayanya pun tak kalah dari orang-orang kota. Tapi ternyata. . .
Ia hanyalah seorang kampung yang baru pertama kali naik pesawat.
"Huek. . . huek. . ." Terdengar lagi bunyi muntah dari arah kursi yang diduduki laki-laki tersebut. Ia sudah muntah untuk yang keberapa kalinya. Tak terhitung juga berapa kali sudah ia berlari ke toilet depan, untuk mencuci tangan dan membersihkan mulutnya. Raut wajahnya terlihat sangat pucat. Ia mengipasi dirinya dengan buku panduan kota Twilight Town. Bukan karena panas, tapi ia benar-benar butuh udara segar untuk dihirup oleh hidungnya yang sudah penuh dengan bau-bau tidak sedap.
AXEL POV.
"Hah. . . hah. . ." keluhku pelan sambil terus mengipasi buku kearah wajahku. Kurasakan ada sesuatu yang naik, menjalar dari perut menuju kerongkonganku. Lagi! Ugh, aku. . . sudah tidak kuat lagi!
Untuk kesekian kalinya aku berlari menuju toilet depan. Kukunci pintunya. "Huek. . . huek. . ." sigh, aku muntah lagi. Pasti in yang Reno sebut sebagai jet lag. Mual. . . perutku serasa dikocok.
"Mohon kembali ke tempat duduk anda. . . kita akan turun 10 menit lagi," terdengar suara samar. Sepertinya itu adalah pramugari yang sedang mengingatkan aku. Aku mengusap bibirku. Uh, untung saja, sebentar lagi mendarat. Aku gak kuat kalau begini terus. . . bagaimana pun juga sekujur tubuhku terasa lemas.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
kulirik jam berwarna merah dan hitam yang melingkar di pergelangan tanganku. Sudah 10 menit aku menunggu Reno menjemputku disini. Tapi. . . kemana dia? Aku pusing. . , ingin segera tertidur di kasur yang empuk dan nyaman.
Bruk! Kulihat ada seorang anak yang duduk tepat disampingku. Anak berambut brunette spike. Hm, model orang kota. Ah, aku lupa, ini Twilight Town. . .
"Hiks. . . hiks. . ." Ng? dia menangis? Kucoba untuk menyapanya.
"Kau tak apa?" Tanyaku sambil menoleh kearahnya. Tubuhnya bergetar. "Kau tersesat?" Tanyaku lagi. Ia mengangguk dan segera memelukku. Kucoba untuk melepaskannya, tentu saja. Apa tak aneh jika seseorang yang tak kau kenal tiba-tiba memelukmu kencang seperti ini? Tapi, semakin aku mencoba untuk melepaskannya, semakin kuat ia memelukku. Baiklah, biarkan aku mengalah. "Kau baik-baik saja?" Tanyaku lagi.
"Papa. . . lagi-lagi beliau kerja hari ini. Padahal Papa telah berjanji bermain bersamaku. . . Kita akan menghabiskan waktu bersama di taman bermain, bersama Roxas dan Riku juga. . . tapi, papa bohong!" Teriaknya kencang. Ia menangis semakin terisak. Kukeluarkan sapu tanganku, dan kuusap air matanya.
"Jangan menangis. . . ceritakan padaku pelan-pelan, ok?" Tanyaku. Ia mengangguk. Aku segera memberikannya air minum terlebih dahulu. Ia meneguknya perlahan setelah mengucapkan terima kasih. Lalu iapun mulai bercerita.
"Hari ini Papa berjanji akan pergi ke taman bermain bersama aku, Riku dan juga Roxas, tapi Papa berbohong, beliau malah pergi bekerja. Ada urusan penting, katanya. . . aku sangat kecewa. Roxas berkata ia sudah mendunga jika hal ini akan terjadi. Riku juga, dia bilang Papa memang tidak menyayangi kami. Aku mengejar mobil Papaku, tapi aku tersesat. . . dan tiba-tiba aku telah sampai kesini. . ." Jelasnya. Aku mengangguk. Anak yang malang, aku harus membantunya.
"Bagaimana jika aku mengantarkanmu sampai di rumah?" tanyaku. Ia menoleh ke arahku. Mata biru safirnya itu membulat besar.
"Be, benarkah? Tapi rumahku jauh dari sini. . ." ucapnya pelan. Aku mengangguk, menandakan semuanya akan baik-baik saja. Wajahnya pun berubah menjadi ceria. "Terima kasih, kakak tidak dikenal!" Teriaknya bahagia sambil memelukku erat.
"He, hei! Bahaya!" Teriakku sambil berusaha menahan keseimbangan tubuhku agar kami tidak terjatuh bersama. Iapun segera melepaskan pelukannya.
"Kupanggilkan taksi dulu ya, kak!" Teriaknya sambil segera berlari. Anak yang sangat ceria. . .
Tunggu dulu, apa katanya tadi?
Ta, taksi?
Bukan angkutan umum? Bis mungkin?
Uh, aku lupa, ini di kota besar. Tapi, berapa harga taksi itu?
Kulihat isi dompetku yang tipis.
Uh, apa segini cukup?
Saat aku sedang berbingung ria, tiba-tiba anak berambut brunette tersebut datang sambil diikuti oleh sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilat.
Oh, itu toh yang namanya taksi.
Semewah itu. . . berapa harganya?
Aku menelan ludahku.
"Kakak rambut merah! Ayo!" Teriaknya sambil melambai ke arahku. Dengan berat hati kulangkahkaan kakiku menuju taksi mewah tersebut. Kutaruh barang-barangku di bagasi, lalu akupun segera duduk di bangku belakang. Tak lupa, aku menarik nafas berkali-kali.
Ini pertama kalinya aku pergi ke kota besar. Ini pertama kalinya aku naik pesawat. Ini pertama kalinya aku menaiki mobil mewah yang disebut taksi.
Dan ini juga pertama kalinya aku harus menghabiskan uangku demi seseorang yang baru aku kenal. . . semoga uangku cukup. . .
Anak bermata biru safir itu pun segera duduk disampingku dan menutup pintunya. "Pak supir taksi! Ke rumah kediaman keluarga Hikari, ya!" Teriaknya riang. Ng? apa Supir Taksi ini tahu letak rumah anak ini? Kenapa dia hanya menyebutkan nama keluarganya saja? Bukan nama daerah atau jalan?
"Ke, keluarga Hikari? Keluarga Hikari 'yang itu?" Tanya Pak Supir sekali lagi. Anak brunette ini pun segera mengangguk. "Ba, baiklah. . . ke rumah kediaman keluarga Hikari. . ." Ucap Pak Supir Taksi tersebut pelan. Kamipun segera melesat menuju rumahnya.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Taksi pun berhenti tepat di depan sebuah rumah mewah dengan aksen yang terlihat sedikit menyeramkan. "Ke, kediaman rumah keluarga Hikari. . ." Ucap Pak Supir itu. Anak brunette ini pun segera membuka pintu mobil.
"Paman Squall! Paman Squall! Aku pulang!" Teriaknya riang pada seorang pri berambut brunette dengan bekas luka di wajahnya. Pria itu terlihat menyeramkan, dibalut dengan bajunya yang berwarna hitam.
"Tuan Muda Sora! Selamat datang!" teriak orang yang dipanggilnya sebagai Paman Squall itu. Paman Squall segera memeluk anak brunette yang ia panggil Sora itu. Mereka terlihat bahagia.
"Ng, tuan?" Tegur Pak Supir kearahku. Uh, kembali ke kenyataan. Berapakah uangku yang harus melayang?
"Be, berapa Pak?" Tanyaku pelan. Pak Supir segera menggeleng.
"Aha, tidak usah tuan, jasa ini gratis. . ." Ucapnya sambil tertawa pelan. Perasaanku saja atau raut wajahnya memang terlihat ketakutan? Tunggu, ternyata orang kota itu baik-baik ya?
Kuturunkan barang-barangku dari bagasi. "Maaf jika perjalanan anda tidak menyenangkan. . ." ucap Pak Supir itu seraya segera pergi meninggalkan aku. Orang yang aneh. . .
Tunggu, untuk apa aku turun? Seharusnya aku minta diantarkan kembali ke bandara. . .
Ng? sepertinya ada seseorang yang menepuk pundakku. Akupun segera menoleh ke belakang.
M, mau apa orang ini menyentuhku? Oh, ini kan yang tadi dipanggil anak itu sebagai Paman Squall? Mukanya terlihat menyeramkan, sebaiknya aku harus segera pergi jauh dari sini.
"Ng, maafkan aku. . ." Ucapku pelan sambil memaksa tersenyum.
"Masuklah, Tuan Hikari ingin bertemu denganmu," ucapnya dingin. Aku tak bisa melakukan apapun selain menuruti keinginannya.
Disepanjang perjalanan aku selalu melihat tatapan orang berbaju hitam yang sangat menyeramkan. . . seperti berniat membunuhku. . .
Kami pun sampai di sebuah ruangan. Si Paman Squall menyuruhku masuk, dan akupun terpaksa menurutinya. Kubuka perlahan pintunya. "Pe, permisi. . ." ucapku pelan. Bruk! Tiba-tiba ada yang menabrakku dari depan, dan memelukku erat.
"Kakak berambut merah!" Teriaknya senang. Ng, ini 'kan anak yang tadi?
"Terima kasih telah menyelamatkan anakku. . . siapa namamu?" Tanya seseorang yang duduk di sebuah kursi hitam yang biasa kulihat di TV-TV, sebagai kursi direktur. Mukanya terlihat menyeramkan, tapi lembut dan berwibawa. Rahangnya kuat. Rambutnya yang berwarna blond itu makin menguatkan auranya.
"Na, namaku Axel, Axel Tatsumi. Salam kenal," ucapku pelan seraya membungkuk. Aku tak tahu siapa dia, tapi bgaimanapun, aku harus bersikap sesopan mungkin. . . bisa saja aku akan dibunuh!
"Kakak, jangan menunduk seperti itu! Ayo angkat kepalamu!" Teriak anak brunette itu.
"Ya, angkat kepalamu, Axel," ucap orang yang duduk di bangu hitam tersebut. Akupun segera mengangkat tubuhku. "Terima kasih telah menyelamatkan Sora, anakku," ucapnya.
"Ya! Terima kasih kakak! Namaku Sora!" Teriak anak berambut brunette yang bernama Sora itu, senang. Aku segera menggeleng.
"Ng, ti, tidak masalah. . ." ucapku pelan.
"Kau punya pekerjaan?" tanyanya. Aku menggeleng. "Bagaimana jika kau bekerja di sini saja? Sebagai Nanny dari ke tiga anakku, sesuai permintaan Sora."
"Ya! Ayo kakak, terimalah!" Teriak Sora sambil tersenyum, memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi. Aku sangat terkejut. Pe, pekerjaan? Sesuai dengan alasanku pergi ke kota ini. . . mendapat pekerjaan. Tapi, tak kukira aku akan mendapatkannya dengan semudah ini.
"Jadi, bagaimana, Axel?" Tanya laki-laki itu. Aku segera mengangguk, takkan kusia-siakan kesempatan emas ini. "Kalau begitu, selamat datang di keluarga Hikari. Axel Tatsumi," sambutnya, sambil memberikan sebuah kartu berisi nama dan fotoku disitu. Tunggu, bagaimana ia mendapatkannya?
"Ini adalah kartu akses VIP menuju semua ruangan yang ada disini, kecuali tempat kerja dan kamar pribadiku. Passwordnya 'Hikari'. Jangan lupa untuk melakukan semua prosedur akses sesuai urutan. Nanti Sora akan mengajarkanmu." Aku mengangguk meski tidak terlalu paham. Apa itu artinya, aku dapat masuk dan keluar dari rumah ini sesuka hatiku?
"Aku akan mengajarkan Nanny semua yang aku ketahui!" ucap Sora seraya tersenyum lagi. Aku mengangguk dan membalas senyumannya. "Baiklah Papa! Aku dan Nanny mohon permisi. . ." BUAK! Terdengar bunyi pintu didobrak. Kami bertiga terkejut. Sora segera berlindung di belakangku.
"Maafkan kami Tuan Hikari! Ada penyusup masuk! Ciri-ciri, laki-laki berambut merah pendek, bermata Aqua dan berusia sekitar 21-23 tahun! Dan sekarang ia sedang mencoba masuk kedalam ruangan Tuan Hikari setelah mengetahui Tuan Hikari memiliki seorang tamu dengan cirri-ciri seperti yang ia berikan, OUCH!" Tiba-tiba terdengar suara orang yang berbeda dari pengeras suara di ruangan ini.
"AXEL! KAU ADA DISITU? TUNGGULAH, AKU AKAN MENYELAMATKANMU! HEI, TUAN HIKARI! AXEL TAK BERSALAH APAPUN! DIA BARU TIBA DISINI! JANGAN SAKITI DIA ATAU SESUATU AKAN TERJADI PADAMU!" Teriak seseorang, suara yang sangat aku kenal. BUAK! BUAK! Terdengar suara pintu berusaha dibuka.
"Re, Reno?" Teriakku. Bagaimana bisa dia tahu jika aku ada disini?
Ctek! Tuan Hikaru menjentikkan jarinya, dan pintu pun segera terbuka secara otomatis. BRUK! Sekumpulan orang-orang berbaju hitam jatuh bertumpuk, dengan seseorang yang sangat aku kenal, terimpa di bawahnya. "AXEL! AKU AKAN MENYELAMATKANMU! TUNGGU AKU!" Teriaknya.
"Re, Reno, aku tak apa-apa!" Teriakku seraya menariknya keluar dari gerumulan orang-orang berbaju hitam itu.
"Kalian boleh pergi," perintah Tuan Hikari pada orang-orang berbaju hitam tersebut.
"Baik!" teriak orang-orang berbaju hitam itu serempak, seraya meninggalkan ruangan ini. Reno, kakakku, segera bangkit dan mengacungkan tinjunya.
"Hei Tuan Hikari! Takkan kubiarkan kau menyentuh adikku!" teriaknya.
"Ng, Reno, kau salah paham,"
"Oh, Axel! Kau tak apa 'kan? Tak terluka?" Tanyanya sambil mengguncang tubuhku.
"Aku tak apa, bodoh! Berhenti memperlakukanku seperti anak kecil!" teriakku.
"Tenang saja Reno, aku tak berbuat apapun pada Nanny milik anakku," ucap Tuan Hikari tenang.
"Nanny? Jadi kau tidak diculik, tapi di rekrut jadi Nanny?" Tanya Reno padaku. Aku mengangguk. "Hahahahaha! Nanny! Nanny katamu? Nanny! Nanny Axel! Nanny! Hahahaha!" teriaknya sambil tertawa lepas. Aku segera menjitak kepalanya.
"Diam kau, bodoh! Ini karena kau yang telat menjemputku!" Teriakku sengit.
"Ow, ow, sakit! Baiklah, aku berhenti tertawa! Dan, ng, Tuan Hikari, maaf aku bertindak tidak sopan. . ." Ucap Reno seraya membungkuk ke arah Tuan Hikari. Ng? reno? Reno yang itu minta maaf sampai membungkuk? Sulit kupercaya!
"Tak apa. Nah Sora, perkenalkanlah Nanny barumu itu pada Riku dan Roxas ya, lalu Reno, aku ingin berbicara padamu sebentar," ucap Tuan Hikari. Sora mengangguk, dan segera menarik tanganku.
"Ayo!" teriaknya ceria. Akupun segera mengikutinya.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
"Ini kamar kami bertiha! Di dalamnya ada kama Riku, kamar Roxas, kamarku, kamar Nanny, dapur, perpustakaan juga ruang tengah! Dan di setiap ruangan ada toiletnya!" teriaknya riang. Aku mengangguk, mengerti. Ng, perasaanku saja atau apa yang ada di dalam ruangan ini memang sudah seperti rumah pribadi? "Ayo! Kuajarkan, ya! Pertama, gesekkan kartumu disitu," ucapnya sambil menunjuk gesekan kartu.
"Begini?" tanyaku sambil menggesekkan kartuku.
"Ya! Lalu, tekan tombol disana dan sebutkan passwordmu!" ujarnya sambil me nunjuk sebuah tombol. Akupun segera menekannya.
"Hikari," ucapku pelan.
"Bagus! Lalu, letakkan ibu jarimu di kotak berwarna hijau itu dan matamu di kotak yang berwarna biru!" Akupun segera menurutinya. Terdengar suara seorang wanita.
"Axel Tatsumi, silahkan memasuki kamar 3 Tuan Muda." Pintu pun segera terbuka.
"Nanny pintar! Sekarang giliranku!" Teriak Sora riang, lalu melakukan sesuatu yang sama dengan yang tadi aku lakukan. "Sora Hikari!" teriaknya riang, lalu kembali muncul suara.
"Tuan Muda Sora Hikari, selamat datang. Tuan Muda Riku dan Tuan Muda Roxas telah menunggu anda didalam."
"Ayo masuk!" ajaknya. Kamipun masuk kedalam, dan di ruang tengah yang sangat mewah, terlihat 2 anak laki-laki, yang satu berambut blond dan yang satunya lagi berambut silver memperhatikan kami berdua. "Riku! Roxas! Aku datang!" teriaknya riang. "Oh ya, ini Nanny kita yang baru! Namanya Axel Tatsumi!"
"Namaku Axel Tatsumi, salam kenal," sapaku sambil tersenyum. Ng, sepertinya mereka berdua terlihat sangat berbeda dari Sora. . . entah kenapa mereka berdua menatapku sinis. Anak laki-laki yang berambut blond maju dan menjulurkan tangannya padaku.
"Roxas Hikari, adik kembar Sora."
"Axel Tatsumi," jawabku seraya menyambut tangannya. Aku tersenyum. Tapi ia tak membalasnya, dan langsung pergi ke arah kiri, dan masuk ke dalam sebuah pintu di pojok sana. Kutatap anak yang berambut Silver. Ia menatapku tajam, lalu tersenyum sinis. "Orang kampung, huh? Selamat datang di Twilight Town. Aku Riku Hikari, anak pertama sekaligus penerus keluarga ini," ucapnya dingin. Aku tersenyum dan menjulurkan tanganku.
"Axel Tatsumi, salam kenal." Riku hanya tersenyum sinis, dan pergi meninggalkanku tanpa menyambut tanganku. Aku menghela nafasku.
"Dan aku Sora Hikari, kakak kembarnya Roxas! Jika kau melihat kearah kirimu, disitu ada lorong dengan 4 kamar di dalamnya. Kamar Roxas di paling pojok kiri, kamarku setelahnya, kamar Riku di sebelah kananku dan kamar Nanny di sebelah kamar Riku, yang paling dekat dengan ruang tengah ini! Lalu pintu di depan kita ini adalah pintu perpustakaan, dan pintu yang di sebelah kanan itu adalah pintu dapur!' Jelas Sora panjang lebar. Aku menggangguk.
"Hoahm. . . Nanny, aku sudah mengantuk, jadi, selamat tidur!" teriaknya seraya meninggalkanku.
Hm, kelihatannya aku harus mengelilingi 'rumah dalam rumah' ini dulu. . . agar tidak tersesat. Bahaya jika aku sampai salah masuk kamar.
"Kepada Axel Tatsumi, ditunggu Reno Tatsumi di ruang tengah sayap kanan. Sekali lagi, kepada. . ." terdengar suara seorang wanita di speaker pengeras suara.
"Hei, kau bisa mendengarku? Dimana letak ruang tengah sayap kanan itu?" tanyaku pada wanita itu. Tapi dia tidak menjawab. "Hei, kau bisa mendengarkan aku?"
"Tentu saja dia tidak bisa menjawabmu, bodoh," ucap seorang laki-laki berambut silver yang muncul dari perpustakaan, Riku. Aku menatapnya kesal. "Apa perlu aku memberikanmu peta rumah ini, huh? Kau buta arah?" ejeknya. Aku mendengus kesal, dan segera pergi keluar meninggalkannya.
Setelah bertanya pada salah satu orang berbaju hitam yang kutemui, akhirnya akupun tiba di ruang tengah sayap kanan, dimana Reno tengah menungguku. Ia tersenyum, mungkin lebih tepatnya, menyeringai.
"Hai Nanny," tegurnya. Aku segera menjitak kepalanya. "Aw! Hahaha, aku hanya bercanda! Duduklah. . ."
"Jangan bertingkah seakan ini rumahmu!" teriakku sengit dan segera duduk di sampingnya. Reno tertawa lagi.
"Selamat ya. . . kau telah menjadi bagian dari keluarga Hikari." Aku tersenyum padanya.
"aku tak pernah menyangka akan mendapatkan nasib semujur ini. . ." gumamku. Reno tersenyum.
"Berkatmu juga, tadi Tuan Hikari memberikanku cek dengan jumlah uang yang sangat banyak! Aku bisa melanjutkan kuliahku, membeli motor baru dan membeli rumah sendiri beserta perabotannya! Takkah itu terdengar hebat?" teriaknya riang.
"Yeah. . . keluarga ini begitu hebat. Kau tahu? Bahkan supir taksi pun tahu letak rumah ini. Tak mau kubayar, lagi. Apa keluarga ini sebegitu terkenalnya?" tanyaku. Reno mengernyitkan dahinya.
"Jadi, kau tak tahu?" tanyanya. Aku bingung.
"Tak tahu apa?"
"Jadi, kau benar-benar tidak tahu? Kau tak pernah mendengar nama keluarga Hikari? Itu nama keluarga yakuza no.1! tak ada orang disini yang tak tahu nama itu! Sebutkan saja kau keluarga Hikari dan semua orang akan takut padamu!"
Mataku membulat besar. Apa keluarga Hikari sebegitu hebatnya? "Jadi, bisa saja kita memanfaatkan nama keluarga ini untuk membohongi masyarakat, begitu?" tanyaku. Reno segera menggeleng cepat.
"Itu adalah hal terbodoh! Kau akan mati jika ketahuan berbohong! Maka itu orang-orang disini langsung percaya jika kau adalah keluarga Hikari!" Aku tersenyum, senang.
"Apa kau masuk keluarga Hikari juga, Reno?' tanyaku. Reno menggeleng. "Kata Tuan Hikari, setelah aku lulus kuliah aku bisa bekerja dengannya! Oh ya, apa kau mengalami kesulitan menghadapi majikan-majikan kecilmu itu?" tanyanya. Aku menghela nafasku.
"Sora sangat ceria. . . dan juga baik. Roxas terlihat lebih pendiam. . . tapi Riku, hng, sepertinya aku harus ekstra sabar menghadapinya."
"Bersabarlah Axel! Demi kau, aku dan juga keluarga kita! Nasib kami bergantung padamu!" ucapnya menyemangatiku seraya menepuk pundakku dan memperlihatkan senyum khasnya. Aku mengangguk, kubalas senyumnya.
Hng, sepertinya hidupku akan berubah, mulai dari sekarang. . .
TBC
Nah, seperti yang sudah ku beritahu, chapy 1 nanti akan di update oleh Ven-san!
Akhir kata dariku. . .
Ripiu?
