Huruf Bercetak Tebal = Flashback


"Gwenchana, semuanya akan baik-baik saja!" Jeonghan mencoba untuk menenangkan Wonwoo yang tak hentinya terisak di kamarnya. Dengan sabar dan penuh kasih sayang, Jeonghan mengelus punggung Wonwoo yang bergetar itu.

"Hiks—tapi hyung—bagaimana jika terjadi apa-apa dengan Jisoo hyung dan yang lainnya?" tanya Wonwoo menatap wajah cantik Jeonghan. Jeonghan tersenyum lembut.

"Anya, kau harus yakin! Tidak akan terjadi apa-apa dengan Jisoo dan yang lainnya! Nde—tidak akan terjadi apa-apa dengan mereka!" yakin Jeonghan yang juga berusaha menyakinkan dirinya sendiri. "Cepat kembali-lah, Choi Seungchol! Bawa dongsaengmu kembali!" batin Jeonghan yang sebenarnya ia juga khawatir, namun demi dongsaeng kesayangannya itu ia harus bisa ikut menyakinkan padanya bahwa tidak akan terjadi apa-apa.

"Tapi, hyung! Bagaimana jika apa yang dikatakan Seungchol hyung dan Jisoo hyung kenyataan? Apalagi setelah melihat CEO datang dan membawa mereka semua—hiks!" Wonwoo menghapus air matanya dan menatap Jeonghan yang sekarang hanya diam menunduk. "Tidak akan terjadi apa-apa pada Seungchol hyung!" kini giliran Wonwoo yang menyakinkan hyung cantiknya itu. Jeonghan mendongak kemudian menatap wajah manis Wonwoo.

"Nde!" lirih Jeonghan tersenyum yang mau tidak mau Wonwoo juga ikut tersenyum karenanya. "Setidaknya, kita selalu berada di dekat mereka!"

"Nde, hyung! Kita akan selalu bersama mereka apapun yang terj—"

"Hyung!" ucapan Wonwoo terhenti saat tiba-tiba pintu kamarnya di buka paksa oleh tiga namja yang masih mengenakan seragam sekolah mereka.

"Kalian sudah pulang?" sapa Jeonghan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa sementara Wonwoo berbalik dan menghapus air matanya.

"Kalian habis menangis-kan hyung?" tanya Seungkwan menatap kedua hyungnya. Wonwoo berbalik dan menatap ketiga dongsaengnya itu.

"Ani!" jawab Wonwoo.

"Jangan berbohong hyung! Kami sangat tahu kalian sedang berbohong sekarang!" lanjut Hansol dengan tatapan intimidasi.

"Kalian ini bicara apa? Untuk apa hyung—"

"Hyung!" panggil Chan memotong ucapan Jeonghan, Jeonghan menatapnya. "Ada masalah apa lagi hyung? Kenapa CEO membawa hyungdeul?" tanya Chan dengan tatapan polosnya. Jeonghan dan Wonwoo terlonjak. Akan menjawab apa mereka sekarang.

"Bagaimana kalian bisa tahu?" tanya Jeonghan.

"Apa ada yang memberitahu kalian?" lanjut Wonwoo. Mereka bertiga hanya mengangguk.

"Minghao hyung menangis di ruang tengah dengan Jihoon hyung yang memeluknya. Kami bertanya tapi mereka tidak menjawabnya. Dan sekarang, pasti Wonwoo hyung dan Jeonghan hyung habis menangis!" jawab Seungkwan.

"Nde, hyung! Apalagi saat kami pulang, dorm sangat sepi. Hanya ada kalian berempat. Dimana yang lain?" Hansol kembali menuntup sebuah jawaban.

"Hyung, gwenchana?" tanya Chan yang melihat kedua hyung mereka dengan mata berkaca-kaca.

"Hyung, apa kami masih dianggap sebagai anak kecil?" gumam Seungkwan menundukkan kepalanya dan menatap kaki-kakinya. Sedangkan, Jeonghan dan Wonwoo hanya menatap iba ketiga dongsaengnya itu. Bukan masalah menceritakannya pada mereka apa yang sedang terjadi, hanya saja mereka merasa belum saatnya ketiga namja yang masih menduduki bangku sekolah itu terbebani pikirannya dan menganggu pelajaran mereka. Tapi, bagaimana lagi? Apa yang bisa mereka lakukan sekarang selain menceritakan yang sebenarnya?

.

.

.

"Kau sedang apa hyung?" tanya Wonwoo mendekati Jisoo yang tengah berkutat pada sebuah album yang berada di tangannya.

"Aku sedang menempeli foto kita waktu kita berada di pulau Yeoseodo! Kau mau bantu Wonu-ya?" tanya Jisoo. Wonwoo mengangguk dan menerima sejumlah foto yang sedari tadi berada di tangan Jisoo.

"Kapan kau mencetaknya hyung?" tanya Wonwoo memperhatikan foto itu satu persatu.

"Tiga hari yang lalu, tapi baru diambil Jeonghan hari ini. Karena aku tidak ada kerjaan jadi lebih baik aku memasukkannya ke dalam album kita.

"Ah, hyung! Ternyata aku sangat kurus selama berada disana!" ujar Wonwoo menatap fotonya sendiri saat ia tengah memancing ikan bersama Seungchol, Jisoo dan Jihoon.

"Yak, apa kau baru tahu? Setiap hari, yang kita makan hanya ikan, ikan dan ikan. Dan, kau setiap hari hanya memakan nasi saja! Kau tahu, berat badan semua member menurun drastis kecuali Seungkwan dan Hansol!" ujar Jisoo. Wonwoo tertawa senang.

"Nde, hyung! Apa yang bisa kumakan? Kebunku, tidak tumbuh dengan cepat, jadi apa boleh buat? Tentu saja, Seungkwan dan Hansol terkecuali setelah makan saja mereka masih mencari nasi di panji tempat memasaknya!" jawab Wonwoo heran dan Jisoo membenarkan ucapannya itu.

"Hyung!" panggil Wonwoo saat Jisoo mengabaikannya dan hening beberapa menit diantara mereka. Jisoo hanya bergumam. "Apa menurutmu kita bisa melakukan seperti ini lagi? Meskipun dalam keadaan susah tapi di saat itulah kebersamaan kita akan lebih terasa!" Jisoo hanya tersenyum.

"Nde, tentu saja Wonu-ya. Kita akan melakukannya suatu saat nanti. Hyung, juga sangat mengharapkan hari itu, dimana hanya ada kita semua. Hah! Rasanya benar-benar moment yang sangat dirindukan!" ujar Jisoo. Wonwoo hanya tersenyum dan kembali diam. "Apa masih banyak fotonya Wonu-ya?" tanya Jisoo.

"Ani hyung! Tinggal beberapa!" jawab Wonwoo yang juga berkutat pada album yang sedari tadi menarik perhatian Jisoo. Jisoo menatap Wonwoo dalam diam, seulas senyum terkembang di belah bibirnya.

"Wonu hyung!" panggil Mingyu yang tiba-tiba berada di samping Wonwoo dan mengagetkan lamunan Jisoo. Wonwoo menoleh dan menatap Mingyu yang membawa sebuah pancake.

"Aku membuat pancake, apa hyung mau?" tawar Mingyu yang mengabaikan Jisoo yang juga berada disana. Jisoo memincingkan matanya, entah kenapa ia tidak begitu suka dengan kedekatan Wonwoo dan Mingyu. Saat Jisoo melihatnya dimana-pun mereka berada entah kenapa hatinya ini, seperti terbakar saat itu juga.

"Kau membuatnya sendiri?" tanya Wonwoo. Mingyu mengangguk bangga.

"Bagaimana hyung? Enak?" tanya Mingyu setelah Wonwoo mencicipi satu pancakenya. Wonwoo berfikir sejenak.

"Kau tahu, ini pancake terenak yang pernah aku coba! Kau memang, pandai Kim Mingyu! Tapi, tidak biasanya kau membuat pancake di saat jadwal kita sedang padat begini! Apakah hari ini adalah hari spesial?" tanya Wonwoo.

"Ani, hyung! Aku memang sengaja membuatkannya untukmu. Kau kan pernah bilang pada Jeonghan hyung kalau kau ingin pancake makanya sekarang aku buatkan. Toh, hari ini aku sedang tidak melakukan apa-apa hyung!" jawab Mingyu antusias, ia menatap Mingyu dengan sedikit seringainya.

"Kali ini, kau menang Kim Mingyu!"batin Jisoo benar-benar kesal sekali.

"Yak, kenapa kalian mengabaikanku di sini—hm?" tanya Jisoo kesal. Wonwoo kembali beralih pada salah satu hyung yang diam-diam ia kagumi itu.

"Mianhae, hyung! Apa kau mau pancake ini?" tawar Wonwoo.

"Tent—"

"Aniya! Maksudku—aku sudah membuat khusus untuk Jisoo hyung! Yang ini khusus untukmu, hyung!" potong Mingyu, Jisoo menatapnya semakin kesal.

"Tapi—"

"Gwenchana... aku mengambil bagianku sekarang. Gomawo Kim Mingyu!" sinis Jisoo beranjak meninggalkan keduanya. Mingyu menatap kepergian Jisoo, dan senyum kemenangan terkembang di bibirnya.

"Kau sedang apa hyung?" tanya Mingyu.

"Tadinya, aku membantu Jisoo hyung memasukkan foto kita ke dalam album. Tapi, sekarang sudah selesai!" jawab Wonwoo, Mingyu hanya mengangguk.

"Em, hyung! Apa kau mau jalan-jalan denganku?" tawar Mingyu, Wonwoo berfikir sejenak.

"Baiklah, kajja! Kita pergi sekarang!" Wonwoo beranjak diikuti Mingyu yang juga membuntutinya.

"Kalian mau kemana?" tanya Jeonghan yang melihat Mingyu dan Wonwoo yang sudah merapikan penampilannya. Keduanya mendongak dan menatap hyung cantiknya itu.

"Keluar sebentar hyung, jalan-jalan. Apa hyung ingin menitip sesuatu?" jawab Wonwoo dengan pertanyaan. Jeonghan berfikir sejenak.

"Kalian akan pergi?" kali ini Soonyoung yang bersuara. Mingyu dan Wonwoo hanya mengangguk dan kembali menunggu jawaban yang keluar dari mulut Jeonghan.

"Ppali hyung!" ujar Mingyu tak sabar.

"Chakkaman! Sepertinya, bahan makanan tidak ada yang habis tapi—"

"Kalian tidak boleh pergi!"

"Eoh?" Keempatnya memekik bersamaan saat ia mendengar sebuah suara tegas yang keluar dari leader mereka.

"Waeyo hyung?" tanya Mingyu sarat protes.

"Dan, tidak ada yang boleh keluar dari dorm ini!" tegasnya membuat semua member penghuni dorm minus Seungkwan, Hansol dan Chan yang sedang pergi ke sekolah mereka. Mereka mengalihkan pandangannya pada sang leader dan berkerumun di dekatnya.

"Memangnya ada apa?" tanya Jeonghan heran.

"Jika aku mengatakan jangan keluar! Ya, kalian jangan keluar!" Seungchol menatap membernya satu persatu.

"Tapi, kenapa hyung? Nanti malam, bukankah kita ada latihan?" tanya Soonyoung bertanya-tanya.

"Hari ini, latihannya di tunda!" Seungchol memutuskan secara sepihak membuat mereka semua membulatkan kedua matanya.

"Setidaknya beri kami alasan hyung!" kali ini Jihoon yang bersuara mewakili semua orang. Seungchol hanya diam. Kemudian, kedua matanya beralih menatap Jisoo yang berdiri tak jauh darinya. Jisoo yang mengerti Seungchol tengah menatapnya, membalas tatapan dengan tanda tanya.

"Eh! Waeyo? Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Jisoo tidak mengerti, membuat semua member juga ikut menatapnya.

"Ada apa dengan Jisoo hyung?" tanya Wonwoo tiba-tiba.

"Seungchol-ah! Apa kau menyembunyikan sesuatu dari kami?" Jeonghan ikut bertanya.

"Mianhae..." lirih Seungchol menundukkan kepalanya. "Aku tidak bisa berbuat apa-apa!" lanjutnya. Jisoo mendongak dan mendekati Seungchol sehingga membuat keduanya berhadapan. Seungchol tetap menunduk menatap kaki Jisoo yang mendekatinya.

"Jangan katakan!" ujar Jisoo. "Jangan katakan jika itu semua benar!" lirihnya.

"Kau juga tahu sesuatu tapi tidak memberitahukan pada kami? Oh, daebak!" sinis Jeonghan benar-benar kesal.

"Bukan begitu, jujur saja. Aku tidak yakin yang aku maksud mungkin saja berbeda dengan apa yang Seungchol maksud!" Jisoo mencoba menengahi agar tidak terjadi salah paham.

"Kalau begitu, kenapa hyungdeul tidak mengatakannya pada kami sekarang?" tanya Jun, rasa penasarannya sudah di ambang batas. Seungchol mendongak dan menatap namja-namja yang berdiri di depannya, orang lain yang sekarang sudah menjadi seperti adiknya sendiri.

"Nde, hyung akan katakan pada kalian! Tapi, hyung harap kalian semua jangan emosi saat ini. Kalian semua harus tenang, arra?" pinta Seungchol pada semua dongsaengnya. Mereka semua mengangguk. Seungchol menarik nafasnya. "Seharusnya, kau juga sudah tahu mengenai hal ini Yoon Jeonghan!" Jeonghan memincingkan matanya menatap Seungchol.

"Mwoya? Apa maksudmu?"

"Jangan bilang jika apa yang kuduga ini benar, Choi Seungchol?" ujar Jisoo yang membuat mereka semua bertanya-tanya pada diri mereka sendiri.

"Aigoo! Bisakah, kalian langsung mengatakannya saja? Tidak perlu berbasa-basi dan membuat kami semua semakin tidak mengerti. Ada apa sebenarnya?" tanya Jihoon dengan suara keras.

"Mianhae—" Seungchol kembali meminta maaf. "Agensi meminta kita untuk mempecah grub ini! Dan, melakukan kehidupan di luar sana seperti yang mereka—"

"Ujikan?" potong Minghao yang sedari tadi hanya diam saja.

"Jadi, apa sekarang kita sedang diuji?" lanjut Seokmin.

"Bercanda-mu tidak lucu Coups!" Jeonghan berucap dingin.

"Sungguh, aku tidak bercanda kali ini. Sebenarnya, CEO membicarakan ini padaku, Jisoo dan Jeonghan hanya saja saat itu kau sedang sakit. Dan, kami tidak bisa memaksamu untuk ikut kami membahas hal yang tidak penting itu!" ujar Seunghcol mencoba untuk tetap tenang.

"Tidak penting? Kau bilang itu tidak penting? Lalu, apa anggapanmu kita selama ini? Kita berjuang bersama-sama dari nol hingga sekarang. Apa menurutmu itu tidak penting?" sembur Jeonghan.

"Nde, bahkan kita berusaha bekerja untuk mencari makan saat di Yeoseodo!" Minghao menimpali.

"Bahkan, kita latihan 8 jam sehari!" Jun iku bersuara.

"Dan, kau bilang itu tidak penting?" lanjut Jeonghan.

"Bukan begitu Jeonghan, kau salah paham! Maksudku—" Seungchol menghentikan ucapannya saat ia mendengar ketukan pintu dari dorm mereka. "Jisoo-ya, aku mohon kau jelaskan yang sebenarnya pada Jeonghan. Kalian semua masuk ke kamar. Aku akan memberitahu kalian nanti!"

"Memangnya siapa yang datang hyung? Kenapa kita harus bersembunyi?" tanya Soonyoung yang enggan menuruti ucapan Seungchol.

"Aku mohon, menurutlah untuk kali ini!" mohon Seungchol yang sudah berada di ambang pintu.

"Bagaimana jika kami tidak mau?" tanya Jeonghan menantang. Seungchol berbalik dan menatap Jeonghan dalam.

"Maka—aku memang seorang leader yang buruk!"

.

.

.

"Hanya ada kita berdua disini! Kau bisa ceritakan dengan sikat dan jelas tentang apa yang Seungchol lakukan saat ini?" tanya Jeonghan dengan tatapan intimidasi pada Jisoo di kamarnya. Saat setelah mereka semua memasuki kamar mereka dengan terpaksa dan membuat Seungchol menghadapi CEO mereka seorang diri. Jisoo menarik nafasnya dan menatap Jeonghan dengan senyum tampannya yang membuat Jeonghan seketika takjub sejenak.

"CEO memutuskan untuk memecah Seventeen menjadi tiga kelompok dan hidup seperti saat kita 'berlibur' di Yeoseodo!"

"Program apa lagi ini?" tanya Jeonghan serius.

"Ini, bukan program reality show yang jadwalnya. Ini real kita sendiri yang membuat. Seungchol menolaknya, karena ia sendiri yang harus membaginya!"

"Mwoya? Kenapa CEO memutuskan hal itu?" tanya Jeonghan. Jisoo menggeleng.

"Aku tidak tahu pastinya. Tapi, menurutku ini seperti sebuah ujian, pelatihan atau semacamnya!"

"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"Kita hanya bisa menunggu keputusan Seungchol. Itulah kenapa, CEO meminta aku dan kau yang juga mengetahui hal ini. Karena, mereka harap kita bisa membantunya menyetujui rencana konyolnya ini, bukankah kau tahu Seungchol itu seperti apa? Tapi, tidak! Aku sama sekali tidak menyetujuinya!"

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?"

"Seungchol yang melarangnya! Ia menyuruhku untuk tidak mengatakan pada siapapun karena ia yakin ia bisa mengubah rencana konyol CEO gila itu. Tapi, sampai sekarang? Ia tidak mendapatkan apa-apa!"

"Ah, apa kau tahu kenapa CEO datang kemari?"

"Tentu saja tidak!" jawab Jisoo. "Aku benar-benar tidak tahu apa rencana mereka berdua saat ini! Tapi, aku hanya berharap hal itu benar-benar tidak terjadi!"

"Nde, semoga saja!" Jeonghan menenangkan dirinya sendiri.

.

.

.

.

.

.

"Tapi, hyung—kenapa hyungdeul justru pergi bersama CEO?" tanya Seungkwan setelah mendengar cerita panjang lebar dari Jeonghan.

"Itu semua ancaman dari CEO karena Seungchol hyung tidak menyetujui permintaannya!"

"He's crazy, right?" sebal Hansol mengeratkan kedua kepalan tangannya.

"Yak! Kau bisa melukai dirimu Hansol-ah!" Jeonghan meraih tangan Hansol dan melemaskannya dengan perlahan.

"Bagaimana aku tidak kesal hyung? Sebenarnya apa yang ada di pikirannya? Aku tidak habis pikir!" lanjut Hansol.

"Tapi, hyung—" Chan menatap kedua hyungnya yang duduk bersila di depannya. "Apa yang terjadi jika kita benar-benar di pecah?"

TBC

Don't forget after read, review, follow anf fav to.

See you in next chapter.

Anyeong...